Anda di halaman 1dari 8

Desain Lansekap

Interaksi Manusia dengan Lanskap

Disusun Oleh:
Yunia Fajriani Khoerunnisa 20200210007
Fariz Fadhilah 20200210008
Febrilliana Titis Rahma Putri 20200210018

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2022
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah yang digunakan oleh para ahli untuk menyebut kesatuan interaksidari
organisme dan lingkungan adalah manusia dan lingkungan adalah kesatuan yang
tunggal dalam sebuah ekosistim dimana lingkungan akan mempengaruhi perilaku
manusia. Menurut Laurie (1994) perilaku manusia timbul dari hubungan timbal balik
antara seseorang dengan yang lainnya (lingkungan sosial) dan dengan lingkungan
sekitarnya (lingkungan fisik).
Persepsi manusia terhadap lingkungan merupakan interpretasi tentangsuatu
setting oleh individu didasarkan pada latar belakang budaya, nalar danpengalaman
individu tersebut sehingga individu mempunyai persepsi yangsubyektif. Kepekaan
terhadap lingkungan dan kemampuan menyesuaikan diri atau ketanggapan terhadap
kondisi-kondisi lingkungan dapat menimbulkan perilaku yang spesifik, meskipun
manusia sebenarnya tidak menyadari pengaruh-pengaruh lingkungan pada dirinya.
Kawasan Tugu Yogyakarta merupaan daerah wisata yang didalamnya terdapat
berbagai macam interaksi yang dapat terjadi dan saling mempengaruhi. Hal itu
mempengaruhi bentuk lansekap yang ada.

B. Tujuan
Mengetahui interaksi antara manusia dan lanskap di lingkungan Tugu Yogyakarta.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Robert Garlock Barker seorang pelopor kajian ecological psychology pertama


kali memperkenalkan istilah behaviour setting pada sekitar tahun 1950-an. Sebuah
behaviour setting lebih condong pada sebuah tempat atau ruang yang bersifat publik
(Barker,1968). Sebuah behaviour setting merupakan kombinasi yang stabil antara
perilaku dan lingkungan fisik yang memiliki syarat-syarat antara lain adanya
perulangan pola perilaku, adanya lingkungan fisik yang spesifik, adanya periode
waktu tertentu adanya hubungan yang seimbang antara perilaku dengan lingkungan
fisiknya (Porteous, 1977), dan menurut Haryadi (1995) yang menjadi penekanan
dalam kajian behaviour setting adalah bagaima namengidentifikasi perilaku-perilaku
yang secara konstan atau berkala muncul pada satu situasi atau tempat tertentu.
Mengetahui struktur lingkungan dan mengidentifikasinya, merupakan
kemampuan vital bagi setiap makhluk bergerak melalui indera yang dimiliki. Dikota-
kota modern hampir mustahil tersesat karena tersedia berbagai alat : peta,papan
petunjuk dan lain-lain. Suatu kota disebut legible bila bagian-bagian wilayahnya atau
jalan-jalannya dapat diidentifikasi dengan mudah serta dapat diketahui atau dikenali
pola keseluruhannya. Proses interaksi manusia dengan lingkungan menurut Stephen
Carr (1967) ada lima tahap yaitu : directive phase (needs, desires, purpose),
intelligence phase (tentang lingkungan fenomenal), planning phase dengan merefer
pengetahuan awal), action phase dan review phase (feed back).
Selanjutnya lingkungan dikatakan baik menurut Stephen Carr jika lingkungan
tersebut dapat meningkatkan keterebukaan manusia akanvariasi setting lingkungan
dan interaksi yang potensial, dapat mempermudah eksplorasi dan menstimulasi
lingkungan, dapat meningkatkan aksesibilitas persepsi terhadap bentuk kota,dapat
menyusun bentuk kota dengan mefalisitasi berbagai variasi gambaran bentuk struktur
mental, dapat mempertahankan kualitas setting lingkungan yang khas/unik,
meningkatkan keterbukaan elemen-elemen kota dan setting fungsi-fungsi yang
berhubungan (secara sosial danfungsional), dapat meningkatkan fleksibilitas dan
manipulasi bentuk kota terhadap perilaku individu atau kelompok, dapat memfasilitasi
kendala berbagai ritme perilaku dan persepsii dan terbebas dari tatanan setting
lingkungan, dapat menyesuaikan bentuk setting lingkungan untuk mewadahi
perencanaan pentingyang dapat dikelola (sebagai contoh pusat kota) dan
perencanaan pada bagian level yang diperlukan yang multi purpose dalam
menghindari konflik. Ruang publik merupakan lahan umum dimana manusia
mengeluarkan aktifitas fungsional dan ritual yang menyatukan suatu masyarakat, baik
dalam rutinitas normal sehari-hari atau perayaan periodik (Carr et al., 1992).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Lokasi Survey
Tempat : Tugu Yogyakarta
Tanggal : 2 November 2022

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu tempat yang banyak
diminati oleh wisatawan , hal ini disebabkan karena Yogyakarta memiliki banyak tempat
wisata dan juga kuliner yang beraneka ragam, salah satunya adalah Tugu Yogyakarta.
Tugu Yogyakarta adalah sebuah tugu atau monumen yang sering dipakai sebagai simbol
atau lambang dari kota Yogyakarta. Tugu yang terletak di perempatan Jalan Jenderal
Sudirman dan Jalan Margo Utomo ini, mempunyai nilai simbolis yang merupakan garis
yang bersifat magis yang menghubungkan pantai parangtritis dan panggung krapyak di
kabupaten Bantul, keraton Yogyakarta di kota Yogyakarta dan gunung Merapi di
kabupaten sleman. Tugu ini sekarang merupakan salah satu objek pariwisata Yogyakarta,
dan sering dikenal dengan istilah “Tugu Pal Putih” (pal juga berarti tugu), karena warna
cat yang digunakan sejak dulu adalah warna putih. Tugu pal ini berbentuk bulat panjang
dengan bola kecil dan ujung yang runcing di bagian atasnya. Jika dilihat dari keraton
Yogyakarta ke arah utara, maka akan terlihat bahwa jalan Malioboro, Jalan Margo
Utomo, Tugu Yogyakarta, dan Jalan A.M. Sangadji membentuk garis lurus menuju
puncak Gunung Merapi yang dikenal sebagai Garis imajiner Yogyakarta.
B. Iklim
Suhu sekitar wilayah Tugu Yogyakarta berkisar 29°C
C. Vegetasi
Terdapat beberapa vegetasi dilingkungan lanskap yang ada dan tumbuh di
lingkungan sekitar Tugu Yogyakarta yaitu pohon…..
D. Masyarakat dan Lingkungan Sosial
Masyarakat lokal maupun non-lokal (mahasiswa) memiliki kebutuhan (needs)
dan juga keinginan (wants). Kebutuhan (needs) meliputi aspek yang menunjang
kehidupan masyarakat, seperti pemukiman bagi masyarakat local dan kebutuhan
dalam upaya pemenuhan ekonomi (berjualan). Sementara wants, dapat berupa
pemenuhan rekreasi, wisata, berkumpul, dan berkomunikasi. Kegiatan yang bersifat
sosial budaya dilakukan tidak secara individual namun secara berkelompok misalnya
masyarakat lokal melakukan pentas seni budaya, membangun fasilitas, dan
sebagainya.
 Budaya
Di area Tugu Yogyakarta sering kali diadakan pameran ataupun festival
budaya.
 Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas yang diamati langsung maupun yang tidak langsung. Perilaku
masyarakat atau pengunjung di Tugu Yogyakarta cenderung menikmati
makanan dan minuman , duduk-duduk santai, mengambil foto di beberapa titik
spot foto dan mengobrol saantai antara masyarakat lokal dengan masyarakat
lokal atau masyarakat lokal dan non lokal maupun antara masyarakat non-
lokal dan non-lokal. Sedangkan untuk gaya hidup atau penampilan
kebanyakan masyarakat terutama masyarakat non-lokal dalam berpakaian
banyak mengikuti fashion Aktivitas sehari-hari masyarakat lokal adalah
sebagai pekerja, ibu rumah tangga dan juga pelajar. Beberapa masyarakat non-
lokal memiliki kebiasaan buang sampah sembarangan.
 Pekerjaan/aktivitas
Adapun pekerjaan atau aktivitas masyarakat lokal dan non-lokal yang berada
disekitar Tugu Yogyakarta yaitu sebagai pedagang, tukang becak, tukang
andong, fotographer, polisi lalu lintas, tukang parkir, penjaga halte. Sedangkan
aktivitas yang berada disekitar Tugu Yogyakarta adalah berdagang, transaksi
jual beli, bermain, olahraga, rileks (duduk-duduk), mengambil sampah, foto-
foto, menonton pertunjukan dan berjalan.
 Karakter manusia
Pengunjung baik lokal maupun non-lokal dikelompokan berdasarkan usia dan
jenis kelamin yaitu pria dan wanita mulai dari balita, anak-anak, remaja ,
orang tua hingga lanjut usia.
 Tingkat ekonomi
Tingkat ekonomi di daerah Tugu Yogyakarta sangat bervariasi mulai dari
tingkat ekonomi bawah, menengah hingga tingkat ekonomi atas.

Interaksi dari masyarakat lokal dengan lanskap Titik Nol Kilometer menghasilkan
pola penggunaan lanskap (Landuse pattern) tertentu yaitu landuse perkotaan. Landuse ini
memiliki karakter interaksi lanskap kota.Hal tersebut dilihat dari adanya bangunan
pemukiman modern, gedung-gedung, pusat perbelanjaan dan jalan raya. Pola pemukiman
di Tugu Yogyakarta termasuk pada pola konsentris, hal ini diindikasikan dari bangunan-
bangunan yang padat menjadi titik sentral/pusat berbagai segi kehidupan masyarakat.

E. Sturktur Fisik Buatan Manusia


1. Bangunan kios
Terdapat beberapa bangunan kios baik itu permanen maupun non permanen yang
digunakan oleh masyarakat untuk berjualan yaitu kios makanan.
2. Tempat duduk
Terdapat beberapa tempat duduk yang berada di area Tugu Yogyakarta berupa
batu yang ditata rapi.

F. Pola Interkasi Manusia


 Pola interaksi manusia dan lanskap
Keadaan masyarakat di daerah Tugu yogyakarta yang mana lebih
modern dan lebih ramai hal ini akan berdampak pada keadaan lanskap
disekitar Tugu yogyakarta Tersebut, dimana pembangunannya akan
berdasarkan kebutuhan dan keinginan masyarakat itu sendiri. Sebagai contoh
untuk memenuhi kebutuhan akses dalam berkendara maka di lakukan
pebangunan jalan raya beserta rambu-rambu dan lampu lalu lintas untuk
mendukung kelancaran transfortasi, semakin tingginya penambahan penduduk
juga mengakibatkan lahan yang tersedia semakin menyempit sehingga
pembangunan seperti gedung dibuat meninggi untuk mengoptimalkan lahan.
Disamping itu untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan refreshing juga
dibangun area wisata seperti Musieum dan lahan terbuka (taman).

 Pola interaksi manusia dan manusia


Masyarakat lokal di Tugu Yogyakarta mayoritas bekerja diluar rumah
namun ada beberapa yang membuka ruko di area rumahnya, sehingga waktu
luang untuk berinteraksi antar masyarakat sangat terbatas (cenderung
individual). Selain itu ada persaingan antar masyarakat yang bermata
pencaharian sebagai pedagang sebagai contoh adalah persaingan antara
pedagang yang memiliki ruko dan pedagang emperan atau asongan. Adapun
pola interaksi kerjasama antara masyarakat lokal dan non-lokal yaitu
masyarakat yang menjadi pemandu wisata.

IV. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tugu Yogyakarta merupakan ruang terbuka publik yang dibutuhkan
masyarakat untuk melakukan kontak sosial, interaksi antar masyarakat ,
memenuhi kebutuhan serta keinginan masing-masing individu. Berbagai interaksi
terjadi akibat setting lingkungan Tugu Yogyakarta seperti adanya aktivitas
berjualan, duduk-duduk, bermain , foto-foto serta olah raga pada hari-hari tertentu.

Anda mungkin juga menyukai