Anda di halaman 1dari 13

TUGAS III PERANCANGAN PERMUKIMAN

Menganalisis Permukiman Tradisional, Permukiman Formal dan Permukiman Non-Formal

Ni Made Sumiati Sriasih

F 221 19 039

Kelas A

DOSEN PEMBIMBING :

Dr. Ir. Ahda Mulyati, MT

Sari Widyaningsih, ST., MT

Jurusan Teknik Arsitektur


Prodi S1 Teknik Arsitektur
Universitas Tadulako
1. Pendahuluan

Pola Permukiman
Menurut Jayadinata (1986) pola permukiman merupakan lingkup penyebaran daerah tempat
tinggal menurut keadaan geografi (fisik) tertentu, seperti permukiman sepanjang pantai, alut,
aliran sungai dan jalan yang biasanya berbentuk linear.

Sedangkan menurut Yodohusodo (1991) terdapat 3 (tiga) pola permukiman, yaitu : pertama,
perumahan yang direncanakan dengan baik dan dibangun dengan baik dan teratur rapi serta
memiliki prasarana, utilitas dan fasilitas yang cukup baik; kedua, perumahan yang
berkembang tanpa direncanakan terlebih dahulu. Polanya tidak teratur, prasarana, utilitas dan
fasilitasnya tidak memenuhi syarat kuantitas maupun kualitas. Dibedakan antar dua tipe
utama, yaitu tipe kampung dan tipe perumahan liar; ketiga, perumahan yang tidak sepenuhnya
direncanakan dengan baik. Jalan utama dan di kiri kanan jalan dibangun rumah yang baik dan
teratur. Namun, ditengah dan belakang tumbuh rumah-rumah tipe kedua yaitu rumah-rumah
yang tidak teratur.

Teori Permukiman
Permukiman dalam Agenda 21 Indonesia (Strategi Nasional untuk Pembangunan
Berkelanjutan (1997:24) aspek sosial, ekologis, dan fungsional merupakan elemen-elemen
yang saling terpadu, menunjang antara satu dengan lainnya untuk menjamin peningkatan
kualitas hidup secara berkelanjutan.

Menurut Johan Silas (1985) suatu permukiman hendaknya mengikuti kriteria bagi
permukiman yang baik, dengan memenuhi aspek fisik dan aspek nonfisik. Proses bermukim
menjadi faktor pengikat antara masa dulu, kini dan masa akan datang dengan tujuan
peningkatan kualitas hidup. Aspek fisik dan nonfisik saling mempengaruhi satu dengan yang
lain sebagai wujud dari aspek-aspek yang tidak saling terpisahkan antara satu dengan lainnya.

Soal
Baca defenisi permukiman, kemudian buat analisis tentang :
 Permukiman tradisional,
 Permukiman formal (yang direncanakan) maupun,
 Permukiman non formal (yang tidak direncanakan),
Masing-masing analisis disertai contoh, sehingga perbedaan ketiganya menjadi jelas. Analisis
mencakup tidak hanya rumah tinggal, sarana dan prasarana tetapi juga lingkungan sekitarnya.
2. Definisi
 Permukiman Tradisional
Menurut Sasongko (2005), permukiman tradisional sering direpresentasikan sebagai
tempat yang masih memegang nilai-nilai adat dan budaya yang berhubungan dengan nilai
kepercayaan atau agama yang bersifat khusus atau unik pada suatu masyarakat tertentu
yang berakar dari tempat tertentu pula di luar determinasi sejarah.

Permukiman tradisional adalah hasil kebudayaan fisik, yang dalam konteks tradisional
merupakan bentuk ungkapan yang berkaitan erat dengan karakter masyarakatnya. Dalam
pertumbuhan dan perkembangannya kebudayaan fisik tersebut dipengaruhi oleh sosio-
kultural dan lingkungan. Perbedaan wilayah, kondisi alam dan latar budaya akan
menyebabkan perbedaan dalam ungkapan arsitekturalnya.

Menurut Rapoport (1969), faktor sosial budaya merupakan faktor penentu perwujudan
arsitektur, karena terdapat sistem nilai didalamnya yang akan memandu manusia dalam
memandang serta memahami dunia sekitarnya.
Kondisi alam dan lingkungan memegang peranan penting dalam membentuk kehidupan
manusia dalam hal ini adalah kebudayaan. Manusia dan alam selalu berdampingan dan
tidak dapat dipisahkan dari batasan dan hukum alam. Kondisi alam yang berbeda
melahirkan kebudayaan yang berbeda pula, demikian pula dengan arsitekturnya.

 Permukiman Formal
Pengertian Perumahan Formal adalah perumahan yang dibangun oleh pengembang (badan
usaha di bidang perumahan dan permukiman) dan pemerintah (bisa melalui
BUMN/BUMD). Berdasarkan Undangundang Republik Indonesia No.1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman diatur mengenai pembangunan perumahan
formal. Pada pasal 35 ayat 1 disebutkan bahwa pembangunan perumahan skala besar
dengan hunian berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah.
Bila kita membicarakan mengenai perumahan terencana maka kita harus membicarakan
terlebih dahulu sistem pengadaan perumahan di Indonesia. Berdasarkan pendapat John
F.Turner (1976) dalam bukunya ”Housing by People” disebutkan bahwa ada 3 aktor yang
terlibat dalam pembangunan perumahan yaitu : (1). Pemerintah (Public Sector), (2).
Swasta (Private Sector) dan (3). Masyarakat (Popular / Community Sector)

Berdasarkan sektor formal ini sistem produksi dan pengadaan perumahan dibagi dua
sistem pengadaan, yaitu: 1) pertama, perumahan yang diproduksi oleh pemerintah
umumnya tidak ada motivasi mencari keuntungan; dan 2) kedua, perumahan yang
diproduksi oleh perusahaan swasta/pengembang swasta adalah penyedia perumahan
dengan motivasi mencari keuntungan. Sektor formal hanya mampu menyediakan 20%
kebutuhan rumah secara umum, sedangkan di negara-negara berkembang hanya mampu
memfasilitasi 10% saja kebutuhan perumahan.

 Permukiman Non-formal/Informal
Di dalam berbagai literatur istilah pemukiman informal merupakan sebutan lain
dari Informal settlement adalah suatu areal permukiman di suatu kota yang dihuni oleh
masyarakat sangat miskin dan tidak mempunyai kepemilikan lahan legal. Oleh sebab itu
mereka menempati lahan-lahan kosong ditengah kota baik yang berupa lahan privat
maupun lahan umum.(Srinivas, 2005).

Sektor informal mengacu pada pembangunan tanpa melalui peraturan membangun dan
tanpa melalui prosedur legal. Sementara sektor informal lebih banyak berperan dalam
pengadaan perumahan dengan berbagai proses dan kompleksitas penyediaaanya mampu
menyediakan sekitar 90% perumahan terutama di negara-negara berkembang. Di dalam
permukiman informal ini banyak istilah yang digunakan, antara lain: low-income
settlements, Spontaneous, Unplanned, Squatter, Slum, Popular settlement, Self-help
housing etc.(Herrle, i 981).

3. Analisis
 Contoh Permukiman Tradisional
Desa Tenganan dikembangkan sebagai salah satu obyek dan daya tarik wisata budaya.
Lokasi Desa Tenganan Pegeringsingan terletak di Kecamatan Manggis. Desa tenganan
mempunyai luas area sekitar 1.500 hektar. Tenganan adalah desa yang mempunyai sumbu
kedua berupa jalan membujur Timur Barat (Parimin dalam Dwijendra 2003). Desa
Tenganan atau dikenal dengan Tenganan Pegeringsingan merupakan salah satu bentuk
tipe Bali Aga. Pola kehidupan dipertahankan seperti aslinya yang tetap eksotik. Ini
dikarenakan Masyarakat Tenganan mempunyai peraturan adat desa yang sangat kuat,
yang mereka sebut dengan awig-awig yang sudah mereka tulis sejak abad 11 dan sudah
diperbaharui pada Tahun 1842.
Pola Pemukiman Desa Tenganan
Secara umum pola desa Tenganan merupakan sistem core yang membujur dari utara ke
selatan. Terdiri atas tiga bagian, yaitu: banjar Kauh, banjar Tengah dan banjar Pande.
Banjar Kauh terletak pada core yang paling barat, sekaligus merupakan core utama.
Perumahan di banjar Kauh terletak berderet mengapit dan menghadap core utama. Banjar
Tengah dengan beberapa bangunan pada corenya terletak di sebelah Timur dari banjar
Kauh. Banjar Tengah dengan beberapa bangunan pada corenya terletak di sebelah timur
dari banjar Kauh. Perumahannya berderet di kiri kanan core tengah. Banjar Pande ada
pada core yang paling timur, dengan perumahan yang ada 2 deret pula menghadap dan
mengapit core dari utara ke selatan. Pada core terdapat beberapa bangunan fasilitas umum
untuk keperluan kegiatan masyarakat di Banjar Pande. Secara keseluruhan bentuk pola
pemukimanya adalah sistem core, di mana fasilitas umum diapit oleh persil-persil
perumahan penduduk. Persil-persil ini terletak di sebelah kiri dan kanan berderet
sepanjang utara sampai selatan sampai berakhir di batas lawang atau pintu gerbang desa.
Pola Perumahan
Penduduk Desa Tenganan Rumah dalam arsitektur tradisional Bali, adalah satu kompleks
rumah yang terdiri dari beberapa bangunan, dikelilingi oleh tembok yang disebut tembok
penyengker. Perumahan adalah kumpulan beberapa rumah di dalam kesatuan wilayah
yang disebut banjar adat atau desa adat, juga merupakan kesatuan keagamaan dengan pura
kayangan tiga yakni; pura desa, pura puseh, pura dalem (Dewa Nyoman Wastika 2005).
Desa Tenganan memunyai susunan pemukiman yang merupakan pola kompleks yang
terkurung (terbentengi oleh beton), dengan masing-masing memiliki satu pintu
keluar/masuk pada masing-masing pekarangan untuk setiap posisi mata angin Manusia
Bali dan alam semesta adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan, begitu pula dengan
arsitekturnya. Manusia Bali tradisional tinggal di sebuah perkampungan yang ditata
dengan pola-pola tertentu mengikuti kaidahkaidah tertentu yang mengacu pada alam
semesta, yaitu kaidah arah angin Kaja-Kelod, KauhKangin. Dan kaidah sumbu Utama
Gunung Agung yang diyakini sebagai tempat bersemayamnya para dewa dan leluhur suci
mereka.

Ditemui bahwa desa Tenganan memiliki 3 kelompok perumahan, yaitu: (1) kelompok pola
menetap, (2) kelompok pola perkebunan, dan (3) kelompok persawahan.
Keduanya merupakan bangunan yang bersyarat yang ditentukan letak, bentuk serta bahan-
bahannya. Satu lagi bangunan yang ada adalah paon (dapur) dan umah meten seperti pada
gambar diatas. Rumah tinggal masyarakat Bali sangat unik karena rumah tinggal tidak
merupakan satu kesatuan dalam satu atap tetapi terbagi dalam beberapa ruang-ruang yang
berdiri sendiri dalam pola ruang yang diatur menurut konsep arah angin dan sumbu
gunung Agung. Rumah tradisional Bali selain menampung aktivitas kebutuhan hidup
seperti: tidur, makan, istirahat juga untuk menampung kegiatan yang bertujuan untuk
kepentingan psikologis, seperti melaksanakan upacara keagamaan dan adat. (Sulistyawati.
dkk, 1985:15). Dengan demikian rumah tradisional sebagai perwujudan budaya sangat
kuat dengan landasan filosofi yang berakar dari agama Hindu.

 Contoh Permukiman Formal (yang direncanakan)


Citraland Waterfront City, memiliki master plan Prestisius seluas 20 hektar di tepi pantai
teluk palu yang indah. Memiliki lokasi strategis di jalan Trans Sulawesi, berada di pusat
kota baru yang berkembang dan segera menjadi CBD (Central Bussiness District) baru.

Citraland Palu menghadirkan the New Level of Living yang memadukan Beachfront
Residence, Premium business park dan Luxury recreation area. Kawasan residensial
mewah di tepian teluk palu, yang mengedepankan atmosfer hunian modern, green and
clean. Memiliki Konsep one gate system, security 24 jam, dikelola oleh estate
management, infrastruktur underground serta lanskap hijau tertata rapi.

Beberapa fasilitas yang disediakan di perumahan ini adalah :


1. Rumah mewah dengan beberapa macam model, salah satunya seperti gabar dibawah
ini

2. Kawasan perdangangan seperti ruko


3. Kawasan wisata tepi pantai dengan fasilitas permainan, makanan, dan berbagai
macam lainnya
4. Area parkir umum

Beberapa gambar mengenai fasilitas yang ada di perumahan Citraland Palu, sebagai
berikut :
 Contoh Permukiman Non-formal (yang tidak direncanakan)
Permukiman Di daerah Kel. Tondo, Kec. Mantikulore, Kota Palu bagian daerah Jalan
Roviga. Permukiman di kawasan ini tidak teratur ataupun terencana, sehingga terdapat
berbagai macam fasilitas didalamnya namun tidak tertata dengan baik. Serta cenderung
berorientasi ke arah jalan utama yaitu disini jalan roviga. Sehingga kebanyakan Bangunan
berada dekat jalan yang memudahkan dalam aksesibiltas.
Gambar Permukiman disekitar jln. Roviga, Tondo (Sumber google maps)
Beberapa fasilitas yang ada di permukiman ini :
1. Rumah penduduk, umunya rumah pribadi atau keluarga
2. Kos kosan
3. Toko-toko seperti toko bunga, toko kelontong, dan lainnya
4. Laundry
5. Gym
6. Bengkel
7. Rumah makan atau warung makan
8. Kampus STAH
9. Dll.

Gambar Suasana dan Fasilitas yang ada di sekitar Jalan Roviga (Sumber Google Maps)
 Tabel Analisis Perbedaan dari Ketiga Permukiman diatas
Permukinan Tradisional Permukiman Formal Permukiman Non-fornal
Lebih menggunakan adat atau Menggunakan pola Tidak adanya perencanaan
tradisi yang telah ada sebagai permukiman yang terhadap permukiman.
acuan dalam pola direncanakan sesuai dengan Permukiman terjadi begitu
permukiman perumahan yang hendak saja dengan orientasi kearah
dibuat. Direncanakan dengan jalan.
baik sesuai tata ruang,
pemukiman dan lanskap serta
interior yang baik.
Fasilitas dari permukiman Fasilitas dari permukiman ini Fasilitas pada perumahan ini
tradisional lebih mengikuti lebih modern, Karena tidak tertata dan tidak dapat
kebutuhan adat, budaya dan disesuaikan dengan penduduk ditentukan karena tidak
lebih tradisional seperti di era ini yang membutuhkan adanya perencanaan. Fasilitas
adanya tempat ibadah yang fasilitas yang modern juga. yang ada dapat berupa rumah
cukup penting, perkebunan Seperti adanya perumahan pribadi, kos kosan, took took
dan persawahan sebagai mata dengan fasilitas rumah yang kelontong, rumah makan,
pencaharian, rumah rumah memadai, ruko, restoran, kafe bengkel, salon, laundry, gym,
penduduk, dan tempat kafe, took-toko, tempat wisata dsb.
penguburan seperti wisata pantai, area
permainan dan area jalan kaki.
Rumah penduduk pada Rumah penduduk pada Rumah penduduk pada
permukiman ini dibuat pemukiman ini sangat modern permukiman ini tidak teratur
dengan tatanan adat dan dan mewah dengan fasilitas dan tertata. Karena hanya
acuan yang telah ada keamanan yang baik. Karena terdiri dari rumah-rumah
sehingga terdapat sesuatu rumah-rumah ini didesain pribadi yang dibangun sendiri
yang khas. Rumah masih dengan baik, mulai dari tata sehingga dapat beraneka
cenderung rumah rumah ruangan, interior, ruang luar, ragam, mulai ukuran, bentuk
tradisional. Biasanya model akustik, pencahayaan, hingga tinggi bangunaa.
rumah pada permukiman ini sehingga nantinya memiliki Terdapat perbedaan yang
sama mungkin hanya terdapat nilai jual. Biasanya dalam satu sangat jelas antar rumah.
sedikit perbedaan, karena permukiman seperti ini
memiliki acuan pola rumah memiliki model rumah hampir
yang sama. sama atau hanya 1-3 model
rumah.
4. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut ;
1. Permukiman Tradisional masih mengambil acuan dari adat dan budaya yang telah ada,
sehingga berkesan lebih tradisional dan masih berkesan alami. Biasanya terdapat pada
permukiman suatu suku atau desa.
2. Permukiman Formal yaitu permukiman yang direncanakan sehingga menghasilkan
permukiman yang tertata dengan baik dan biasanya rumah-rumah diperjual belikan.
Terdapat berbagai macam fasilitas yang membantu dan menawarkan kehidupan modern
masa kini. Permukiman ini bisa dibuat oleh badan pemerintahan ataupun swasta.
Pemukiman ini sangat bagus karena dapat memanfaatkan lahan yang ada dengan sangat
tepat kondisi dan baik, serta dapat mengatasi permasalahan jumlah penduduk pada suatu
daerah. Bukan hanya itu, penataan permukiman ini juga mampu memberikan tatanan
lanskap dan tata ruang dan fasad yang baik sehingga permasalahan permasalahan iklim
dapat teratasi karena ditanggani oleh badan professional.
3. Permukiman Non-formal yaitu permukiman tanpa perencanaan, biasanya permukiman ini
memiliki tipe rumah dan fasilitas yang sangat beragam serta tidak teratur. Berkesan
berantakan dan memiliki rumah rumah yang dalam kondisi baik atau sangat baik.
Sehingga sering terjadi kesenjangan sosial yang jelas antar satu rumah.
Daftar Pustaka

Aulia, Dwira Nirfalini. 2017. Pembangunan Perumahan Formal. Medan: USU

Damayanti, Setia, dkk. 2011. Pola Perumahan Dan Pemukiman Desa Tenganan Bali. Jurnal Sabua
Vol.3, No.2: 7-14

Widyastomo, Deasy. 2011. Perubahan Pola Permukiman Tradisional Suku Sentani Di Pesisir Danau
Sentani (The Alteration in the Traditional Settlement Patterns of Sentani Tribe at Sentani Lake
Shores). Jurnal Permukiman, Vol. 6 No. 2. Hal 84-92

https://citralandpalu.com/product/wellington/ (diakses tanggal 29 Oktober)

Anda mungkin juga menyukai