Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memulai sejarahnya sebagai sebuah bangsa yang
masih muda dalam menyusun pemerintahan, politik, dan administrasi negaranya. Landasan
berpijaknya adalah ideologi Pancasila yang diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri beberapa
minggu sebelumnya dari penggalian serta perkembangan budaya masyarakat Indonesia dan
sebuah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pra Amandemen yang
baru ditetapkan keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) tersebut
mengatur berbagai macam lembaga negara dari Lembaga Tertinggi Negara hingga Lembaga
Tinggi Negara. Konsepsi penyelenggaraan negara yang demokratis oleh lembaga-lembaga
negara tersebut sebagai perwujudan dari sila keempat yang mengedepankan prinsip demokrasi
perwakilan dituangkan secara utuh didalamnya. Kehendak untuk mengejawantahkan aspirasi
rakyat dalam sistem perwakilan, untuk pertama kalinya dilontarkan oleh Bung Karno, pada
pidatonya tanggal 01 Juni 1945. Muhammad Yamin juga mengemukakan perlunya prinsip
kerakyatan dalam konsepsi penyelenggaraan negara. Begitu pula dengan Soepomo yang
mengutarakan idenya akan Indonesia merdeka dengan prinsip musyawarah dengan istilah Badan
Permusyawaratan. Ide ini didasari oleh prinsip kekeluargaan, dimana setiap anggota keluarga
dapat memberikan pendapatnya.

Dalam rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, Soepomo menyampaikan bahwa ‘’Badan
Permusyawaratan’’ berubah menjadi ‘’Majelis Permusyawaratan Rakyat’’ dengan anggapan
bahwa majelis ini merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, yang mana anggotanya
terdiri atas seluruh wakil rakyat, seluruh wakil daerah, dan seluruh wakil golongan. Konsepsi
Majelis Permusyawaratan Rakyat inilah yang akhirnya ditetapkan dalam Sidang PPKI pada acara
pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen).

1|Page
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja Tugas dan Wewenang MPR?


2. Apa saja Tugas dan Wewenang DPR ?
3. Terdapat pada undang – undang manakah tugas dan wewenang MPR dan DPR?

2|Page
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PERUMAHAN

A Pengertian Rumah

Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah adalah bangunan
yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Menurut John F.C Turner, 1972, dalam bukunya Freedom To Build mengatakan, “Rumah adalah
bagian yang utuh dari permukiman, dan bukan hasil fisik sekali jadi semata, melainkan
merupakan suatu proses yang terus berkembang dan terkait dengan mobilitas sosial ekonomi
penghuninya dalam suatu kurun waktu. Yang terpenting dan rumah adalah dampak terhadap
penghuni, bukan wujud atau standar fisiknya. Selanjutnya dikatakan bahwa interaksi antara
rumah dan penghuni adalah apa yang diberikan rumah kepada penghuni serta apa yang dilakukan
penghuni terhadap rumah”.
Menurut Siswono Yudohusodo (Rumah Untuk Seluruh Rakyat, 1991: 432), rumah adalah
bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Jadi, selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan untuk berlindung dari
gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, rumah merupakan tempat awal pengembangan
kehidupan.
Kebijakan dan strategi nasional penyelenggaraan perumahan dan permukiman menyebutkan
bahwa rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia disamping pangan, sandang,
pendidikan dan kesehatan. Selain berfungsi sebagai pelindung terhadap gangguan alam/cuaca
dan makhluk lainnya, rumah juga memiliki peran sosial budaya sebagai pusat pendidikan
keluarga, persemaian budaya dan nilai kehidupan, penyiapan generasi muda, dan sebagai
manifestasi jati diri. Dalam kerangka hubungan ekologis antara manusia dan lingkungannya
maka terlihat jelas bahwa kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang sangat
dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan permukimannya. (Sumber: Kebijakan dan Strategi
Nasional Perumahan dan Permukiman Departemen Permukiman dan Prasarana Permukiman )

3|Page
B Pengertian Perumahan

Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, perumahan berada dan
merupakan bagian dari permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan (pasal 1 ayat 2).
Pembangunan perumahan diyakini juga mampu mendorong lebih dari seratus macam kegiatan
industri yang berkaitan dengan bidang perumahan dan permukiman (Sumber: Kebijakan dan
Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman Departemen Permukiman dan Prasarana
Permukiman )

C Fungsi Rumah
Menurut Turner (1972:164-167), terdapat tiga fungsi yang terkandung dalam rumah:
1. Rumah sebagai penunjang identitas keluarga, yang diwujudkan dalam kualitas hunian atau
perlindungan yang diberian rumah. Kebutuhan tempat tinggal dimaksudkan agar penghuni
mempunyai tempat tinggal atau berteduh secukupnya untuk melindungi keluarga dari iklim
setempat.
2. Rumah sebagai penunjang kesempatan keluarga untuk berkembang dalam kehidupan
sosial, budaya, dan ekonomi atau fungsi pengembangan keluarga. Fungsi ini diwudkan dalam
lokasi tempat rumah itu didirikan. Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan dalam pemenuhan
kebutuhan sosial dan kemudahan ke tempat kerja guna mendapatkan sumber penghasilan.
Rumah sebagai penunjang rasa aman dalam arti terjaminnya kehidupan keluarga di masa depan
setelah mendapatkan rumah, jaminan keamanan lingkungan perumahan yang ditempati serta
jaminan keamanan berupa kepemilikan rumah dan lahan.
Rumah sebagai kebutuhan dasar manusia, perwujudannya bervariasi menurut siapa penghuni
atau pemiliknya. Berdasarkan hierarchy of need (Maslow, 1954:10), kebutuhan akan rumah
dapat didekati sebagai:
1. Physiological needs (kebutuhan akan makan dan minum), merupakan kebutuhan biologis
yang hampir sama untuk setiap orang, yang juga merupakan kebuthan terpenting selain rumah,
sandang, dan pangan juga termasuk dalam tahap ini.

4|Page
2. Safety or security needs (kebutuhan akan keamanan),merupakan tempat berlindung bagi
penghuni dari gangguan manusia dan lingkungan yang tidak diinginkan.
3. Social or afiliation needs (kebutuhan berinteraksi), sebagai tempat untuk berinteraksi
dengan keluarga dan teman.
4. Self actualiztion needs (kebutuhan akan ekspresi diri), rumah bukan hanya sebagai tempat
tinggal, tetapi menjadi tempat untuk mengaktualisasikan diri.

D Lingkungan Perumahan

Lingkungan permukiman merupakan suatu sistem yang terdiri dari lima elemen, yaitu (K. Basset
dan John R. Short, 1980, dalam Kurniasih) :
Nature (unsur alami), mencakup sumber-sumber daya alam seperti topografi, hidrologi,
tanah, iklim, maupun unsur hayati yaitu vegetasi dan fauna.
Man (manusia sebagai individu), mencakup segala kebutuhan pribadinya seperti biologis,
emosional, nilai-nilai moral, perasaan, dan perepsinya.
Society (masyarakat), adanya manusia sebagai kelompok masyarakat.
Shells (tempat), dimana mansia sebagai individu maupun kelompok melangsungkan
kegiatan atau melaksanakan kehidupan.
Network (jaringan), merupakan sistem alami maupun buatan manusia, yang menunjang
berfungsinya lingkungan permukiman tersebut seperti jalan, air bersih, listrik, dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pada dasarya suatu permukiman terdiri dari isi (contents)
yaitu manusia, baik secara individual maupun dalam masyarakat dan wadah yaitu lingkungan
fisik permukiman lingkungan fisik permukiman yang merupakan wadah bagi kehidupan manusia
dan merupakan pengejawantahan dari tata nilai, sistem sosial, dan budaya masyarakat yang
membentuk suatu komunitas sebagai bagian dari lingkungan permukiman tersebut.

E Perumahan Pinggiran Desa

Menurut Silas (1993) dalam Razziati (1999:15) mengatakan bahwa desa pinggiran di Surabaya
yang berlokasi dalam jangkauan peluang kerja, dibandingkan dengan di kampung, biaya

5|Page
penyediaan rumah di desa lebih murah. Bermacam bentuk pembiayaan dengan berbagai cara
pembayaran, selain aspek positif dari peluang bangunan. Desa-desa tersebut tersebar dalam
kisaran 100 Ha – 400 Ha, dengan penduduk antara 100 – 4000 orang atau 250 – 800
rumahtangga per desa. Kurang lebih sekitar 1/5 dari luas tanah digunakan untuk perumahan
dengan kepadatan sekitar 150 orang/Ha, dimana 4/5 luas tanahnya untuk lahan pertanian.
Di desa pinggiran kota, rumah atau ruang kamarnya dapat dijual atau disewakan serta
dikontrakkan dengan perjanjian yang fleksibel, dan separoh (jauh lebih murah) dari harga di
kampung kota. Penjualan tanah untuk bangunan tidak umum pada waktu itu (sebelum tahun
1970-an). Sampai awal tahun 1970-an, kebanyakan desa pinggiran di Surabaya memiliki tingkat
pertumbuhan yang rendah. Tetapi sejak mengacu pada kebijakan pembangunan kota, para
pengembang menjadi tertarik pada desa serta potensinya. Banyak pembangunan proyek real
estate dekat desa dan mempengaruhi harga tanah di desa tersebut. Dalam kurun waktu akhir
1970-an, harga tanah untuk kepentingan pembangunan formal melonjak 100% - 150%.
Meskipun harga tanah sudah naik, pada perumahan untuk golongan pendapatan rendah, kenaikan
harganya masih berkisar 20% - 50% dibanding tahun sebelumnya.
Berdasarkan Razziati (1999), masuknya industri besar ke sebuah desa akan berpengaruh terhadap
perkembangan hunian di desa tersebut melalui transformasi sosial ekonomi. Bila dibandingkan
dengan Kota Surabaya, maka Desa Cangringmalang sebagai desa pinggiran mempunyai
karakteristik yang hampir sama dengan pada kurun waktu tahun 1970-an. Harga tanah pun masih
rendah seperti sebelum desa pinggiran Surabaya tersebut berkembang pesat. Yang membedakan
antara desa-desa tersebut adalah penyediaan sarana dan prasarana serta fasilitas lain.

2.2 PEMUKIMAN
A. Pemukiman
Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1992 Pasal 3, Permukiman adalah bagian dari lingkungan
hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan
perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan
sarana lingkungan yang terstruktur (pasal 1 ayat 3).
6|Page
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 menyebutkan bahwa penataan perumahan dan
permukiman berlandaskan asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan,
kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup.
Jadi, pemukiman adalah suatu wilayah atau area yang ditempati oleh seseorang atau kelompok
manusia. Pemukiman memiliki kaitan yang cukup erat dengan kondisi alam dan sosial
kemasyarakatan sekitar.

B. Persyaratan Permukiman

Dalam penentuan lokasi suatu permukiman, perlu adanya suatu kriteria atau persyaratan untuk
menjadikan suatu lokasi sebagai lokasi permukiman. Kriteria tersebut antara lain:
1. Tersedianya lahan yang cukup bagi pembangunan lingkungan dan dilengkapi dengan
prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial.
2. Bebas dari pencemaran air, pencemaran udara dan kebisingan, baik yang berasal dari
sumber daya buatan atau dari sumber daya alam (gas beracun, sumber air beracun, dsb).
3. Terjamin tercapainya tingkat kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi pembinaan
individu dan masyarakat penghuni.
4. Kondisi tanahnya bebas banjir dan memiliki kemiringan tanah 0-15 %, sehingga dapat
dibuat sistem saluran air hujan (drainase) yang baik serta memiliki daya dukung yang
memungkinkan untuk dibangun perumahan.
5. Adanya kepastian hukum bagi masyarakat penghuni terhadap tanah dan bangunan
diatasnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :
Lokasinya harus strategis dan tidak terganggu oleh kegiatan lainnya.
Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan, seperti pelayanan kesehatan,
perdagangan, dan pendidikan.
Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat dan tidak
sampai menimbulkan genangan air.
Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang siap untuk
disalurkan ke masing-masing rumah.
Dilengkapi dengan fasilitas pembuangan air kotor, yang dapat dibuat dengan sistem
individual yaitu tanki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik komunal.
7|Page
Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur agar
lingkungan permukiman tetap nyaman.
Dilengkapi dengan fasilitas umum, seperti taman bermain untuk anak, lapangan atau
taman, tempat beribadah, pendidikan dan kesehatan sesuai dengan skala besarnya permukiman
tersebut.
Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.
(Sumber: “Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun” Departemen
PU)

Hal yang sama mengenai persyaratan lokasi permukiman juga dijelaskan dalam Joseph De
Chiara dalam Standar Perencanaan Tapak, 1994, dimana yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan perumahan tapak untuk perumahan apabila ingin dicapai pembangunan dan
pemeliharaan yang sehat, antara lain:

C. Sifat Khas Fisis Tapak yang Penting

1. Kondisi tanah dan bawah tanah.


Kondisi bawah tanah dan harus sesuai dengan untuk pekerjaan galian dan persiapan, peletakan
jaringan utilitas serta pelandaian dan penanaman, memberikan daya dukung yang baik untuk
penghematan konstruksi bangunan yang akan dibangun. Untuk menghemat konstruksi,
sebaiknya lapisan bawa tanah tidak mengandung batuan keras atau rintangan lain untk efisiensi
galian utilitas pondasi atau kolong bangunan.
2. Air tanah dan drainase
Muka air tanah yang relatif rendah untuk untuk melingdungi bangunan dari genangan pada
kolong bangunan dan gangguan air selokan, tidak adanya rawa, dan kelandaian lereng yang
cukup memungkinkan penyaluran curah hujan permukaan normal dan kelancaran aliran air
selokan.
3. Keterbebasan dari banjir permukaan
Daerah pembangunan harus terbebas dari bahaya banjir permukaan yang disebabkan oleh sungai,
danau atau air pasang.
4. Kesesuaian penapakan bangunan yang akan direncanakan

8|Page
Lahan tidak boleh terlalu curam demi kebaikan kelandaian dalam kaitannya dengan kostruksi
hunian. Tapak bangunan tidak boleh mempunyai ketinggian melebihi kemampuan jangkuan air
untuk keperluan rumah tangga dan penangulangan kebakaran.
5. Kesesuaian untuk akses dan sirkulasi
Topografi harus memungkinkan pencapaian yang baik oleh kendaraan maupun pejalan kaki, ke
dan di dalam tapak. Topografi juga harus memungkinkan pelandaian yang sesuai dengan standar
yang ada.
6. Kesesuaian untuk pembangunan ruang terbuka
Lahan untuk halaman pribadi, tempat bermain dan taman lingkungan harus memungkinkan
pelandaian dan pembangunan yang sesuai dengan spesifikasi.
7. Keterbatasan dari bahaya kecelakaan topografi
Daerah yang akan dibangun hendaknya bebas dari kondisi topografi yang dapat menyebabkan
kecelakaan, seperti galian, lubang yang menganga, dan garis pantai yang berbahaya.

D. Ketersediaan Pelayanan Saniter dan Perlindungan

1. Persediaan air dan pembuangan air selokan saniter


Sistem persediaan air dan pembuangan harus dipandang sebagai pelayanan saniter jangka
panjang dan bukan hanya sekedar instalasi fisis. Penyetujuan dini dari pihak berwenang dibidang
kesehatan merupakan prasyarat untuk pembuatan fasilitas pembuangan air kotor pada tapak dan
untuk usulan pengembangan jaringan air maupun selokan yang akan melayani tapak tersebut.
2. Pembuangan sampah
Apabila pelayanan sampah kota dapat diadakan, maka pemilihan tapak yang menyangkut hal ini
tidak akan menemui masala. Tetapi kebutuhan fasilitas pengolahan sampah pada tapak atau di
sekitas tapak untuk penguburan, pembakaran dan proses kimiawi memerlukan upaya penelaahan
untuk pengalaman. Masalah yang utama adalah pemisahan lahan untuk pembuangan,
penghindaran bau-bauan yang disebar oleh angin serta penggunaan metode pembuangan untuk
mencegah bersarangnya tikus dan pembiakan serangga.
3. Listrik, bahan bakar dan komunikasi
Listrik sangat penting untuk setiap rumah, tetapi karena pelayanan listrik biasanya dapat
diperluas untuk suatu pembangunan dan dapat dibangkitkan apabila diperlukan maka listrik
jarang menimbulkanmaslah dalam pemilihan tapak. Gas tidak dianggap sebagai utilitas yang
9|Page
penting. Apabila keperluan gas berada di luar jangkauan jaringan pelayanan, maka tabung gas
bertekanan tinggi yang mudah diangkut dapat digunakan. Pelayanan telepon, seperti listrik dapat
diperluas untuk tapak yang memerlukannya.
4. Pengamanan oleh polisi dan penyelamat kebakaran
Kelayakan perlindungan oleh polisi tidak begitu terpengaruh oleh lokasi, tetapi seperti halnya
perlindungan terhadap kebakaran, apabila letak tempatnya terisolir maka segi pembiayaan harus
diperhitungkan.

E. Keterbatasan Dari Bahaya dan Gangguan Setempat

1. Bahaya kecelakaan
Bahaya utama kecelakaan utama adalah tabarakan dengan kendaraan bermotor lainnya, bahaya
api dan ledakan, jatuh, dan tenggelam. Penyebab tabrakan adalah lalu lintas jalan dan jalan
kereta api serta musibah pendaratan pesawat terbang di dekat jalur pendaratan.
2. Kebisingan dan getaran
Kebisingan yang berlebihan, kadang-kadang disertai getaran biasanya dihasilkan oleh jalan
kereta api, bandar udara, lalu lintas, industri berat, peluit kapal, dan sebagainya. Perumahan tidak
boleh terletak pada tapak yang terus menerus dilanda kebisingan yang tidak terkendali, terutama
di malam hari.
3. Bau-bauan, asap dan debu
Sumber bau-bauan yang tidak sedap biasanya adalah:
Pabrik, industri, terutama rumah potong hewan, penyamakan kulit dan pabrik yang
menghasilkan produk dari binatang; industri karet, kimia dan pupuk, pewarnaan atau pencucian
tekstil; pabrik kertas, sabun dan cat; dan pabrik gas.
Tempat pembuangan sampah, terutama apabila proses pemusnahan melibatkan
pembakaran.
Sungai yang dikotori air selokan, atau instalasi pengolahan tinja yang tidak berjalan dengan
sempurna.
Peternakan, terutama babi dan kambing, terutama apabila dipelihara secara berdesak-
desakan dan dalam keadaan kotor.
Asap lalu lintas kendaraan bermotor dan kereta api dengan bahan bakar batubara. Sumber
asap dan debu yang sering dijumpai adalah industri, jalur kereta api, tempat pembuangan dan
10 | P a g e
kebakaran sampah. Debu juga berasal dari lahan terbuka seperti lahan kosong, perkebunan yang
tidak ditanami, tempat rekreasi yang tak terurus dan daerah berdebu yang luas.
(Dirangkum dari: Joseph De Chiara; Lee E. Koppelman. Standar Perencanaan Tapak. 1994. Hal:
91-95)

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Permukiman

Keberadaan suatu permukiman dapat mempengaruhi berkembangnya suatu wilayah, dan


sebaliknya kegiatan pembangunan dalam suatu wilayah dapat mempengaruhi berkembangnya
permukiman. Permukiman berkaitan secara langsung dengan kehidupan dan harkat hidup
manusia, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan permukiman cukup banyak, antara
lain faktor geografis, faktor kependudukan, faktor kelembagaan, faktor swadaya dan peran serta
masyarakat, faktor keterjangkauan daya beli, faktor pertanahan, faktor ekonomi dan moneter.
Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah disebabkan oleh
perubahan nilai-nilai budaya masyarakat.
(Sumber: “Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota, Nomor 12.April 1994)

Sedangkan menurut Siswono, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
permukiman yang dapat dilihat dari 9 aspek, antara lain: letak geografis, kependudukan, sarana
dan prasarana, ekonomi dan keterjangkauan daya beli, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan
teknologi, kelembagaan, dan peran serta masyarakat
(Sumber : Siswono, dkk)

1. Faktor geografi
Letak geografis suatu permukiman sangat menentukan keberhasilan pembangunan suatu
kawasan. Permukiman yang letaknya terpencil dan sulit dijangkau akan sangat lambat untuk
berkembang. Topografi suatu kawasan juga berpengaruh, jika topografi kawasan tersebut
tidak datar maka akan sulit bagi daerah tersebut untuk berkembang. Lingkungan alam dapat
mempengaruhi kondisi permukiman, sehingga menambah kenyamanan penghuni
permukiman.
2. Faktor Kependudukan
11 | P a g e
Perkembangan penduduk yang tinggi, merupakan permasalahan yang memberikan pengaruh
yang sangat besar terhadap pembangunan permukiman. Jumlah penduduk yang besar
merupakan sumber daya dan potensi bagi pembangunan, apabila dapat diarahkan menjadi
manusia pembangunan yang efektif dan efisien. Tetapi sebaliknya, jumlah penduduk yang
besar itu akan merupakan beban dan dapat menimbulkan permasalahan bila tidak diarahkan
dengan baik. Disamping itu, penyebaran penduduk secara demografis yang tidak merata,
merupakan permasalahan lain berpengaruh terhadap pembangunan perumahan.
3. Faktor Kelembagaan
Faktor lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah perangkat
kelembagaan yang berfungsi sebagai pemegang kebijaksanaan, pembinaan, dan pelaksanaan
baik sektor pemerintah maupun sektor swasta, baik di pusat maupun di daerah. Secara
keseluruhan perangkat kelembagaan tersebut belum merupakan suatu sistem terpadu.
Menurut UU No. 5 Tahun 1979, Pemda memegang peranan dan mempunyai posisi strategis
dalam pelaksanaan pembangunan perumahan. Namun unsur-unsur perumahan di Tingkat
Daerah yang melaksanakan program khusus untuk koordinasi, baik dalam koordinasi vertikal
maupun horisontal dalam pembangunan perumahan, masih perlu dimantapkan dalam
mempersiapkan aparaturnya.
Termasuk didalamnya adalah kebijaksanaan yang mengatur kawasan permukiman,
keberadaan lembaga-lembaga desa, misalnya LKMD, Karang Taruna, Kelompok wanita dan
sebagainya.
4. Faktor Swadaya dan Peran Serta Masyarakat
Dalam rangka membantu golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, menengah, tidak
tetap, perlu dikembangkan pembangunan perumahan secara swadaya masyarakat yang
dilakukan oleh berbagai organisasi non-pemerintah. Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa
masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap serta amat rendah dan tidak berkemampuan
tersebut mampu membangun rumahnya sendiri dengan proses bertahap, yakni mula-mula
dengan bahan bangunan bekas atau sederhana, kemudian lambat laun diperbaiki dengan
bangunan permanen bahkan ada pula beberapa rumah yang sudah bertingkat. Faktor swadaya
dan peran serta masyarakat atau aspek sosial tersebut juga meliputi kehidupan sosial
masyarakat, kehidupan bertetangga, gotong royong dan pekerjaan bersama lainnya.
5. Sosial dan Budaya
12 | P a g e
Faktor sosial budaya merupakan faktor internal yang mempengaruhi perkembangan
permukiman. Sikap dan pandangan seseorang terhadap rumahnya, adat istiadat suatu daerah,
kehidupan bertetangga, dan proses modernisasi merupakan faktor-faktor sosial budaya.
Rumah tidak hanya sebagai tempat berteduh dan berlindung terhadap bahaya dari luar, tetapi
berkembang menjadi sarana yang dapat menunjukkan citra dan jati diri penghuninya.
6. Ekonomi dan Keterjangkauan Daya Beli
Aspek ekonomi meliputi yang berkaitan dengan mata pencaharian. Tingkat perekonomian
suatu daerah yang tinggi dapat meningkatkan perkembangan permukiman. Tingkat
perekonomian suatu daerah akan mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang. Makin tinggi
pendapatan sesorang, maka makin tinggi pula kemampuan orang tersebut dalam memiliki
rumah. Hal ini akan meningkatkan perkembangan permukiman di suatu daerah.
Keterjangkauan daya beli masyarakat terhadap suatu rumah akan mempengaruhi
perkembangan permukiman. Semakin murah harga suatu rumah di daerah tertentu, semakin
banyak pula orang yang membeli rumah, maka semakin berkembanglah permukiman yang
ada.
7. Sarana dan Prasarana
Kelengkapan sarana dan prasarana dari suatu perumahan dan permukiman dapat
mempengaruhi perkembangan permukiman di suatu wilayah. Dengan adanya sarana dan
prasarana yang memadai dapat memudahkan penduduknya untuk beraktivitas sehari-hari.
Semakin lengkap sarana dan prasarana yang tersedia maka semakin banyak pula orang yang
berkeinginan bertempat tinggal di daerah tersebut.
8. Pertanahan
Kenaikan harga lahan sebagai akibat penyediaan kelangkaan lahan untuk permukiman,
menyebabkan timbulnya slum dan squatter.
9. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat meningkatkan perkembangan
perumahan dan permukiman. Dengan diciptakannya teknologi-teknologi baru dalam bidang
jasa konstruksi dan bahan bangunan maka membuat pembangunan suatu rumah akan
semakin cepat dan dapat menghemat waktu. Sehingga semakin banyak pula orang-orang
yang ingin membangun rumahnya. Hal ini akan meningkatkan perkembangan permukiman.

13 | P a g e
Amos Rapoport (1983) juga menyatakan bahwa permukiman dapat dilihat sebagai suatu
bentang lahan budaya (cultural landscape feature) terutama permukiman tradisional yang
wujud fisiknya sangat besar kaitannya dengan budaya, dimana ciri-cirinya adalah:
1. Di dalamnya terdapat hubungan/kaitan antara berbagai elemen dan juga sifat dan elemen-
elemen tersebut, termasuk antara lingkungan binaan dengan lingkungan alami.
2. Mempunyai ciri dan karakteristik yang khas, umumnya mengandung budaya yang spesifik.
3. Tidak dirancang oleh seorang perancang. Perancangan merupakan suatu konsep yang lebih
luas yang merupakan perwujudan dan keputusan-keputusan dan pilihan-pilihan manusia,
sebuah pilihan diantara berbagai alternatif yang memungkinkan.
4. Terdapat sifat-sifat spesifik dan pilihan-pilihan tersebut yaitu didasarkan atas hukum yang
berlaku, merefleksikan budaya pada kelompoknya.
5. Merupakan sistem pilihan dan gaya hidup, meliputi pilihan-pilihan bagaimana menentukan
material, waktu dan sumber-sumber simbolik.
6. Bentang budaya misalnya permukiman adalah merupakan sebuah produk dan sistem
pilihan tersebut.
7. Konservasi-preservasi dan bentang budaya yang merupakan suatu tingkatan dan kualitas
lingkungan. Konservasi dan prisip-prinsip dalam bentang budaya tradisional dapat diterapkan
dalam rancangan yang baru.
8. Kualitas lingkungan, yang menyangkut persepsi (terkait dengan psikologikal, sosio kultur)
dan standar (terkait dengan studi fisik dan lingkungan).

2.3 UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN
Dalam Pasal I menyebutkan bahwa rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat
tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga; Perumahan adalah kelompok rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan; sedangkan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup
di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan
14 | P a g e
dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana
lingkungan yang terstruktur;
Asas dari penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas manfaat, adil dan
merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan
kelestarian lingkungan hidup (Bab II Pasal 3). Sedangkan dalam Pasal 4 menyebutkan bahwa
penataan perumahan dan permukiman bertujuan untuk:
Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka
peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat;
Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat,
aman, serasi, dan teratur;
Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional;
Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial , budaya, dan bidang-bidang lain.
Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan
permukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan
yang bertahap (Bab IV Pasal 18). Pembangunan kawasan permukiman tersebut ditujukan untuk
menciptakan kawasan permukiman yang tersusun atas satuan-satuan lingkungan permukiman
dan mengintegrasikan secara terpadu dan meningkatkan kualitas lingkungan perumahan yang
telah ada di dalam atau di sekitarnya, yang dihubungkan oleh jaringan transportasi sesuai dengan
kebutuhan dengan kawasan lain yang memberikan berbagai pelayanan dan kesempatan kerja.
Pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan berdasarkan rencana tata
ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah bukan perkotaan yang menyeluruh dan
terpadu yang ditetapkan olch pemerintah daerah dengan mepertimbangkan berbagai aspck yang
terkait serta rencana, program, dan prioritas pembangunan perumahan dan permukiman.

15 | P a g e
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Rumah sehat adalah tempat berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristrahat
sehingga menimbulkan kehidupan yang sempurna baik fisik,rohani maupun sosial. Rumah tidak
hanya berfungsi sebagai tempat beristrahat dan berlindung,tetapi juga sebagai sarana untuk
memperbaiki kesehatan. Untuk itu rumah harus memenuhi syarat syarat kesehatan.Rumah sehat
tidak harus mahal dan mewah. Tetapi, rumah sehat harusmemenuhi syarat syarat kesehatan. Oleh
karena itu, rumah yang sederhana jika memenuhi syarat syarat kesehatan juga dapat dikatakan
rumah sehat.Sebuah rumah yang sehat harus memenuhi saranan sanitasi rumah, seperti
penyediaan air bersih, penggunaan jamban, sarana pembuangan sampah dan pembuangan air
limbah.Ada dua standar rumah sehat yaitu yang berkaitan dengan kebutuhan kesehatan dan yang
berkaitan dengan kegiatan melindungi dan meningkatkan kesehatan.

3.2 Saran

Sebaiknya sebuah rumah memiliki ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam
rangka melindungi penghuni dan masyarakatyang bermukim di perumahan dan masyarakat
sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan, Seharusnya rumah yang sehat tidak hanya dapat dijadikan
sebagai tempat berlindung, bernaung dan tempat untuk beristirahat, tetapi juga dapat menumbuhkan kehidupan
yang sempurna fisik, rohani maupun sosial bagi penghuninya.
Dalam Penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan,
kekeliruan dan kesalahan. Untuk itu kepada pembaca kami mohon kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

16 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai