Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Batu adalah Salah satu kota yang terletak di Jawa Timur, sebagai salah

satu kota yang terletak di Jawa, Kota Batu memiliki ruang Publik berupa alun-alun

yang di kenal sebagai alun-alun Batu. Alun-alun Batu adalah ruang terbuka kota

yang disediakan oleh Kota Batu untuk kepentingan interaksi antar warga dan

berlaku untuk umum. Ruang terbuka kota batu ini berada pada tempat yang

strategis yaitu terletak tepat di pusat kota batu itu sendiri.

Suatu kota tidak hanya tumbuh dalam bentuk fisik saja, tetapi akan tumbuh

bersama dengan masyarakatnya. Ruang terbuka di pusat kota merupakan elemen

perancangan kota yang mempunyai peran penting bagi pertumbuhan dan

perkembangan suatu kota, karena merupakan bagian integral dari bangunan-

bangunan di perkotaan. Kawasan pusat kota mempunyai karakter yang spesifik

dan menonjol, karena dari inti kota inilah perkembangan suatu kota diawali

(sulistiyani, 2005).

Pusat kota merupakan jantung kota yang memiliki irama tersendiri dalam

menghidupkan kota. Kawasan pusat kota seringkali dianggap sebagai tempat

publik/ruang publik, yaitu tempat berpusatnya segala aktivitas masyarakat kota,

baik yang bersifat politik, sosial maupun ekonomi, dengan perkembangan fisik

yang tinggi, dan dapat dimanfaatkan oleh semua orang yang berkepentingan

secara bebas. Keberadaannya tepat di tengah kota, dan menjadi tempat

berkumpulnya masyarakat untuk berbagai kepentingan, baik masyarakat dari

1
2

dalam wilayah kota itu sendiri maupun masyarakat yang berasal dari luar wilayah

kota tersebut (Sulistiyani, 2005).

Seiring perkembangan kota dan manusia yang hidup di dalamnya, ruang

terbuka publik tidak dapat dipisahkan keberadaannya dari suatu kota. Manusia

secara alami membutuhkan ruang terbuka publik sebagai ruang kegiatan yang

memenuhi berbagai macam aktifitas yang diinginkan oleh mereka, ruang kegiatan

yang dapat memungkinkan mereka untuk berinteraksi dengan banyak orang, ruang

yang memberikan pengalaman berbeda dari biasanya.

Salah satu bentuk ruang terbuka publik yang sering kita temui adalah alun-

alun kota yang merupakan identitas dari suatu kota. Alun-alun merupakan ruang

terbuka publik tradisional pada kota yang menjadi pusat aktivitas dan orientasi

masyarakat maupun pemerintah kota (Inajati, 2000). Fungsi alun-alun sebagai

ruang terbuka publik tersebut adalah mewadai kegiatan seremonial kenegaraan

dan ritual keagamaan untuk mewujudkan legitimasi penguasa terhadap rakyatnya

disamping mewadahi kegiatan masyarakat.

Salah satu kebutuhan dalam perkembangan fisik pusat kota adalah

pemenuhan suatu ruang publik untuk kegiatan interaksi sosial masyarakat yaitu

alun-alun. Di alun-alun masyarakat dapat melepaskan tekanan melalui kegiatan

sosialisasi yang bersifat rekreatif, seperti bertemu teman, berolahraga, bermain,

makan dan minum, bercakap-cakap, maupun hanya sekedar duduk-duduk santai

saja. Alun-alun sebagai ruang terbuka publik juga merupakan suatu ruang milik

bersama, tempat masyarakat melakukan aktivitas fungsional dan ritualnya dalam


3

suatu komunitas, baik pada kehidupan rutin sehari-hari maupun dalam perayaan

berkala (Sulistiyani, 2005).

Ruang terbuka di pusat kota Batu saat ini dihadapkan pada masalah-

masalah yang terkait dengan kemajuan jaman. Dalam perkembangannya

seringkali pusat kota menjadi kawasan pusat komersial dan perdagangan yang

melayani kebutuhan masyarakat dalam skala besar. Pengaruh dari sistem

perdagangan kini telah melanda pada pusat-pusat kota baik itu di jalan-jalan

protokol maupun di ruang-ruang terbuka. Ruang terbuka kota Batu yang memiliki

nilai strategis dan menguntungkan diserbu oleh kekuatan aktivitas komersial.

Seiring dengan perkembangan suatu kota, khususnya Kota Batu, lalu

banyak mengalami perubahan pada penataan ruang kawasan. Perubahan yang

terjadi adalah dampak dari kemajuan jaman yang menuntut pemenuhan

kebutuhan, seperti lahan, fasilitas, dan elemen pendukung lainnya. biasanya

lapangan alun-alun menjadikan ciri khas atau keunikan dari suatu kota/kabupaten,

bahkan pada tempat inilah citra atau kualitas dari suatu kawasan bisa dilihat.

Alun-alun juga merupakan sebuah area umum yang menjadi pusat keramaian

suatu kota atau kabupaten.

Alun-alun adalah tanah lapang yang luas didepan istana, biasanya didepan

tempat kediaman resmi gubernur, Bupati atau walikota (kamus Tata Ruang,

1998). Warga biasanya melakukan aktifitas berolahraga, bermain, bahan kegiatan-

kegiatan yang bersifat formal bagi pemerintahan setempat. Untuk itu pemerintah

biasanya selalu memperhatikan keberadaan alun-alun sebagai perwujudan citra

kotanya. Sebagai tempat yang selalu digunakan oleh kalangan umum, alun-alun
4

Batu perlu diperhatikan dari segi penataan dan pengelolaan sehingga tercipta

suasana visual yang nyaman dan menyenangkan pada saat pengunjung datang.

Di alun-alun Batu selain berbagai kegiatan yang bersifat sosial dan

budaya, juga sebagai tempat untuk kegiatan perekonomian warga. Sehingga

muncul banyak pedagang kaki lima di kawasan ruang luar ini. Jika keberadaan

mereka tidak diperhatikan maka kondisi alun-alun kurang terasa nyaman. Sebagai

area yang selalu dikunjungi masyarakat, alun-alun harus mempunyai fasilitas yang

bersifat umum, seperti sitting group, area bermain dan berolahraga, fasilitas

service, fasilitas pendukung lainnya seperti tempat sampah dan utilitas yang baik,

serta tampilan visual yang menarik dan berkualitas.

Bergantinya fungsi-fungsi yang ada menjadi fungsi tertentu yang baru

(perdagangan dan jasa), dimana di satu pihak sangat menguntungkan pihak swasta

dan Pemerintah Kota dalam meningkatkan perekonomian kota. Akan tetapi, di

lain pihak akan merugikan kalangan tertentu yang berusaha melestarikan

bangunan-banguna kuno bersejarah. (Handinoto, 2010).

Jika dilakukan perubahan pada unsur-unsur pembentuk struktur tersebut,

maka akan terjadi pergeseran konsep tata ruang bahkan akan muncul

penyimpangan dari konsep semula. Meskipun perkembangan jaman menuntut

adanya perubahan, namun hendaknya tidak sampai menghilangkan konsep

dasarnya. Kiranya akan lebih baik jika dipadukan antara dua kepentingan yang

berbeda tersebut. (Danisworo, 2003).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, Seiring dengan

perkembangan suatu kota, khususnya Kota Batu, lalu banyak mengalami


5

perubahan pengelolaan tata ruang kawasan alun-alun. Perubahan yang terjadi

adalah dampak dari kemajuan jaman yang menuntut pemenuhan kebutuhan,

seperti lahan, fasilitas, dan elemen pendukung lainnya sehingga menimbulkan

berbagai argumen dari berbagai poihak khususnya masyarakat kota Batu. Maka

dengan ini penelitian kami mengambil judul “persepsi masyarakat terhadap

pengelolaan tata ruang alun-alun kota Batu”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian

ini adalah “Bagaimana persepsi masyarakat terhadap pengelolaaan tata ruang

alun-alun kota Batu?”

C. Landasan teori

Sejalan dengan rumusan masalah, penelitian ini dimaksudkan untuk

mengidentifikasi pandangan masyarakata terhadap pengelolaan tata ruang alun-

alun kota, khususnya Kota Batu. Karena penelitian ini dimaksudkan untuk

mengidentifikasi pengelolaan tata ruang, pada bagian ini disajikan kajian teori

tentang pengelolaan tata ruang. Mengingat pengelolaan tata ruang yang akan

dikaji adalah pengelolaan tata ruang ruang alun-alun, pada bagian ini disajikan

kajian teori tentang alun-alun. Sehubungan dengan tata ruang alun-alun

didasarkan pada persepsi masyarakat, pada bagian ini disajikan kajian tentang

pesepsi masyarakat.
6

a. Pengertian Persepsi Masyarakat

1. Persepsi Masyarakat

Seorang pakar organisasi bernama Robbins ( 2001) mengungkapkan

bahwa Persepsi dapat didefinisikan sebagai proses dengan mana individu-

individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar

memberi makna kepada lingkungan mereka.Sejalan dari defenisi diatas,

seorang ahli yang bernama Thoha ( 1998 ),mengungkapkan bahwa persepsi

pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang

didalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan

maupun pendengaran.

Walgito (2010) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan proses akhir

dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan. Proses diterimanya

stimulus oleh indera menimbulkan perhatian khusus lalu diteruskan ke otak

dan setelah itu individu akan mengerti makna dari stimulus tersebut. Dengan

persepsi, individu dapat menyadari tentang keadaan lingkungan disekitarnya

maupun hal yang ada dalam diri individu tersebut.

Wirawan ( 1995), menjelaskan bahwa proses pandangan merupakan hasil

hubungan antar manusia dengan lingkungan dan kemudian diproses dalam

alam kesadaran ( kognisi ) yang dipengaruhi memori tentang pengalaman

masa lampau, minat, sikap, intelegensi, dimana hasil atau penelitian terhadap

apa yang diinderakan akan mempengaruhi tingkah laku.Defenisi persepsi juga

diartikan oleh Indrawijaya ( 2000 ), sebagai suatu penerimaan yang baik atau

pengambilan inisiatif dari proses komunikasi.


7

Maka dari beberapa defenisi diatas secara umum, peneliti membuat

kesimpulan tentang persepsi adalah penafsiran berdasarkan data-data yang

diperoleh dari lingkungan yang diserap oleh indera manusia sebagai

pengambilan inisiatif dari proses komunikasi.

Sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat adalah sekelompok

manusia yang hidup dalam satu kesatuan dalam tatanan sosial masyarakat.

Lebih lanjut adalah pendapat yang dikemukakan oleh Ralph Linton dalam

Harsojo ( 1997) menyatakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok

manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka itu

dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai

kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.

Berdasarkan defenisi tersebut diatas, penulis menyimpulkan bahwa

masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup secara bersama-sama

dan saling berhubungan. Artinya bahwa setiap individu manusia yang satu

sadar akan adanya individu yang lain dan memperhatikan kehadiran individu

tersebut.Bila dikombinasikan antara persepsi dan masyarakat maka penulis

memberikan defenisi bahwa persepsi masyarakat adalah sebuah proses dimana

sekelompok individu yang hidup dan tinggal bersama dalam wilayah tertentu,

memberikan tanggapan terhadap hal-hal yang dianggap menarik dari

lingkungan tempat tinggal mereka.

2. Jenis-Jenis Perepsi

Menurut (Dedy Mulyana,2008) Persepsi manusia terbagi menjadi dua

yakni persepsi objek (lingkungan fisik) dan persepsi terhadap manusia.


8

Persepsi manusia sulit dan kompleks karena manusia bersifat dinamis.

Persepsi terhadap lingkungan fisik berbeda dengan persepsi terhadap

lingkungan sosial. Perbedaan tersebut mencakup hal - hal sebagai berikut:

1) Perbedaan persepsi terhadap objek dengan persepsi sosial

a) Persepsi terhadap objek melalui lambang- lambang fisik sedangkan

persepsi terhadap orang melalui lambang- lambang verbal dan non

verbal. Manusia lebih aktif daripada kebanyakan objek dan lebih sulit

diramalkan.

b) Persepsi terhadap objek menanggapi sifat- sifat luar sedangkan

persepsi terhadap manusia menganggapi sifat-sifat luar dan

dalam.(perasaan motif harapan dan sebagainya).Kebanyakan objek

tidak mempersepsikan kita ketika kita mempersepsi objek.Akan tetapi

manusia mempersepsi kita pada saat kita mempersepsi

mereka.Dengan kata lain persepsi terhadap manusia lebih interaktif.

c) Objek tidak beraksi, sedangkan manusia bereaksi. Dengan kata lain

objek bersifat statis sedsngkan manusia bersifat dinamis.Oleh karena

itu persepsi terhadap manusia dapat berubah waktu ke waktu, lebih

cepat daripada persepsi terhadap objek. dan oleh karena itu juga

persepsi terhadap manusia lebih beresiko daripada terhadap objek.

2) Persepsi terhadap objek (lingkungan fisik )

Ketika menilai suatu benda, kita tidak selalu sepakat. Ketika

melihat bulan misalnya, orang ameraka utara melaporkan melihat seorang

pria di bulan, orang indian amerika sering melaporkan sering melihat


9

seekor kelinci, orang cina melaporkan melihat seorang wanita yang

meningglaknannya suaminya, dan. Orang sunda di negeri kita melaporkan

melihat seorang nenek yang mereka sebut Nini Anteh.

Ketika mempersepsi lingkungan fisik, kita terkadang melakukan

kekeliruan. Kondisi mempengaruhi kita terhadap suatu benda. Misalnya

ketika merasa kepanasan di tengan gurun. Kita tidak jarang akan melihat

fatamorgana, mungkin pendapat kita akan berbeda dengan orang lain

karena kita memiliki persepsi yang berbeda. Latar belakang pengalaman,

budaya dan suasana psikologis yang berbeda membuat persepsi kita juga

berbeda atas suatu objek.

3) Persepsi terhadap manusia (persepsi sosial/masyarakat)

Proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian yang kita

alami dalam lingkungan kita “ manusia selalu memikirkan lain dan apa

yang orang lain pikirkan tentang dirinya, dan apa yang dipikirkan

menganai apa yang ia pikirkan mengenai orang lain itu dan seterusnya.

3. Syarat Terjadinya Persepsi

Menurut Sunaryo (2014) syarat-syarat terjadinya persepsi adalah sebagai

berikut:

a. Objek yang dipersepsi

b. Perhatian yang merupakan persiapan dalam mengadakan persepsi.

c. Alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus

d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus keotak dan alat

untuk mengadakan respon


10

4. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Sunaryo (2014), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

seseorang adalah sebagai berikut:

a. Faktor internal: perhatian (fokus), proses belajar,keadaan fisik, sikap,

gangguan kejiwaan, perasaan, dan kepribadian individu, keinginan atau

harapan, prasangka, minat, dan motivasi juga nilai dan kebutuhan.

b. Faktor eksternal: pengetahuan dan kebutuhan sekitar, pengulangan gerak,

hal-hal baru dan familiar, latar belakang keluarga, dan informasi yang

diperoleh.

Faktor-faktor perbedaan persepsi individu akan berpengaruh pada individu

dalam memaknai suatu objek, meskipun objek tersebut benar-benar sama.

Perbedaan persepsi dapat disebabkan oleh perbedaan-perbedaan dalam

kepribadian, perbedaan-perbedaan individu, dan perbedaan dalam sikap atau

motivasi. Pada dasarnya proses terbentuknya persepsi terjadi dalam diri

seseorang dan juga dipengaruhi oleh hal-hal dari luar dirinya.

5. Proses Persepsi

Proses terbentuknya persepsi menurut Walgito (2010), didasari pada

beberapa tahapan, yaitu:

a. Stimulus/Rangsangan

Ketika individu dihadapkan pada suatu stimulus/rangsangan yang hadir

dari lingkungannya maka disitulah terjadi proses awal persepsi.

b. Registrasi
11

Seseorang dapat mendengarkan atau melihat informasi yang terkirim

kepadanya, kemudian mendaftar/meregistrasi semua informasi yang

terkirim tersebut dengan indra yang dimilikinya.

c. Interpretasi

Interpretasi yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang telah

diterima. Proses interpretasi bergantung pada motivasi, cara pendalaman,

dan kepribadian seseorang.

Kesimpulan penulis mengenai persepsi khususnya persepsi

lingkungan fisik,jadi persepsi terhadap lingkungan fisik sebenarnnya

tidaklah sama dalam arti berbeda-beda,karena dipengaruhi faktor

pengalaman, budaya, psikologis, latar belakang nilai, keyakinan,dan

harapan serta kondisi factual alat-alat panca indara karena stimulus masuk

melalui indera manusia.

b. Definisi Tata Ruang

1) Penataan

Penataan adalah kegiatan mengatur dan menata dalam suatu susunan

yang sistematis dengan memperhatikan kegunaan, bentuk dan sifat (Irman,

2009). Penataan merupakan suatu proses perencanaan dalam upaya

meningkatkan keteraturan, ketertiban, dan keamanan. Penataan menjadi

bagian dari suatu proses penyelenggaraan pemerintah dimana dalam proses

penataan tersebut dapat menjamin terwujudnya tujuan pembangunan

nasional. Penataan ini membutuhkan suatu proses yang panjang dimana


12

dalam proses penataan ini perlu ada perencanaan dan pelaksanaan yang

lebih teratur demi pencapaian tujuan.

Dalam kamus Tata Ruang dikemukakan bahwa Penataan merupakan

suatu proses perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian

pemanfaatan untuk semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan

berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan serta keterbukaan,

persamaan keadilan dan perlindungan hukum (Kamus Tata Ruang, 1997).

Proses penataan ini juga mencakup penataan ruang dimana

penduduk menempati daerah tertentu. Wilayah penempatan penduduk juga

perlu ditata dan diatur agar dapat mencipatakan suatu lingkungan

masyarakat yang tertib dan teratur dalam rangka mewujudkan

pembangunan. Dalam UU RI No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang

dikatakan bahwa penataan ruang adalah wujud struktural dari pola

pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak.

Penataan ruang adalah proses perencanaan ruang, pemanfaatan

ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Sujarto dalam bukunya

Pengantar Planologi mengemukakan bahwa penataan sebagai proses

perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian. Pemanfaatan merupakan

satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan satu dengan yang

lainnya.Kebutuhan suatu penataan pada berbagai tingkat wilayah pada

dasarnya tidak dapat dilepaskan dari semakin banyaknya permasalahan

pembangunan (Doli, 2013)


13

Permasalahan pembangunan ini tidak terlepas dari peran penataan

ruang. Penataan ruang menjadi sangat penting karena dengan penataan

ruang tersebut dapat menjamin terciptanya keadaan masyarakat yang tertib

dan teratur. Keadaan masyarakat yang tertib dan teratur akan mampu

mendukung terselenggaranya pembangunan.

Pembangunan akan berjalan dengan lancar bila didukung oleh

kondisi lingkungan yang aman dan teratur. Di samping itu juga peran

partisipasi dari masyarakat akan dapat memberikan dukungan dalam

menciptakan keadaan yang lebih terarah pada pencapaian tujuan

pembangunan. Penataan ruang penduduk pada suatu wilayah merupakan

bagian dari peran pemerintah dalam rangka menjamin keamanan,

kenyamanan, keserasian dan ketertiban dan juga dalam rangka

mewujudkan tujuan negara.

Dari definisi tersebut diatas penulis menyimpulkan penataan

merupakan sebuah proses menata, penyusunan dan mengatur dengan

waktu tertentu

2.) Definisi Ruang

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan

ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,

tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan

memelihara kelangsungan kehidupan,(UU No.26 tahun 2007). Ruang yang

meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam

bumi, sebagai tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan


14

kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya, pada dasarnya

ketersediaannya tidak tak terbatas.

Berkaitan dengan hal tersebut, dan untuk mewujudkan ruang

wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan

berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, Undang-

Undang ini mengamanatkan perlunya dilakukan penataan ruang yang

dapat mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang

mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan

sumber daya buatan, serta yang dapat memberikan pelindungan terhadap

fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup

akibat pemanfaatan ruang. Kaidah penataan ruang ini harus dapat

diterapkan dan diwujudkan dalam setiap proses perencanaan tata ruang

wilayah.

Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas

wilayah. Namun, untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,

nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara

dan Ketahanan Nasional, serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah

yang nyata, luas, dan bertanggung jawab, penataan ruang menuntut

kejelasan pendekatan dalam proses perencanaannya demi menjaga

keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antar daerah,

antara pusat dan daerah, antarsektor, dan antarpemangku kepentingan.

Dalam Undang-Undang ini, penataan ruang didasarkan pada

pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan


15

kawasan, dan nilai strategis kawasan. Tata ruang adalah wujud struktur

ruang dan pola ruang (Irman, 2009).

Berdasarkan kajian di atas penulis menyimpulkan bahwa ruang

merupakan keseluruhan permukaan bumi berupa tanah air,udara termasuk

ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah.

3.) Definisi tata Ruang

Menurut Rumata (2010), Tata ruang adalah wujud struktur ruang

dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Struktur

ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman system jaringan prasarana

dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi

masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

Pola pemanfaatan ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam

suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan

peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Penataan ruang adalah proses

perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian

pemanfaatan ruang yang dilaksanakan secara sekuensial

(berkesinambungan dari masa ke masa). Penataan ruang dikelompokan

berdasarkan sistem, fungsi kawasan, administrasi, kegiatan kawasan, dan

nilai strategis kawasan.

a) Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan

sistem internal perkotaan.

b) Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan meliputi kawasan lindung

dan kawasan budidaya.


16

c) Penataan ruang berdasarkan administrasi meliputi penataan ruang

wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan

ruang wilayah kabupaten/kota.

d) Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas kawasan

perkotaan dan kawasan perdesaan.

Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas

kawasan strategis nasional, kawasan strategis provinsi, kawasan strategis

kabupaten, dan kawasan strategis kota. Sebaiknya kita melihat isi dari

Undang - Undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, untuk

mengetahui lebih pasti definisi dari tata ruang seperti yang terjabarkan

dalam uraian dibawah ini :

Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang

baik yang direncanakan maupun yang menunjukkan adanya hirarki dan

keterkaitan pemanfaatan ruang.Rencana Tata Ruang adalah hasil

perencanaan tata ruang berupa rencana-rencana kebijaksanaan

pemanfaatan ruang secara terpadu untuk berbagai kegiatan.Kawasan

Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya

melindungi kelestarian hidup yang mencakup sumberdaya alam dan

sumberdaya buatan.

Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi

utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi potensi sumberdaya alam,

sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. Termasuk didalamnya

kawasan budidaya antara lain : kawasan permukiman perkotaan, kawasan


17

permukiman perdesaan, kawasan produksi, sistem prasarana wilayah

meliputi: prasarana transportasi, telekomunikasi dan pengairan dan

prasarana lainnya.Kawasan Permukiman adalah bagian kawasan budidaya

baik perkotaan maupun perdesaan dengan dominasi fungsinya kegiatan

permukiman.

Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan

utama adalah pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan

susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan

jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.Kawasan

Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan

pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman

perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,

pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.Kawasan Tertentu adalah kawasan

yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan

ruangnya diprioritaskan.

Kawasan Prioritas adalah yang mendapat prioritas paling utama di

dalam pengembangan dan penanganannya dengan memperhatikan

kawasan strategis dalam wilayah provinsi dan aspek lain yang bersifat

kabupaten untuk mewujudkan sasaran pembangunan sesuai dengan potensi

dan kondisi geografis.Kawasan Strategis adalah kawasan yang mempunyai

peranan penting untuk pengembangan ekonomi, sosial budaya, lingkungan

maupun pertahanan keamanan dilihat secara nasional dan provinsi.


18

Penatagunaan Tanah adalah pengaturan penggunaan tanah

mencakup penguasaan, pemanfaatan, pengaturan hak-hak atas tanah untuk

meningkatkan pemanfaatan, produktivitas dan kelestarian tanah yang

meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian sebagai satu kesatuan

dengan penataan ruang.Pengertian Penataan Ruang secara umum adalah

merupakan proses yang terpadu tercakup tiga kegiatan utama yaitu

perencanaan, pelaksanaan rencana dan pengendalian rencana tata ruang.

Perencanaan tata ruang adalah proses penyusunan rencana tata

ruang untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kualitas

manusianya dengan pemanfaatan ruang yang secara struktur

menggambarkan ikatan fungsi lokasi yang terpadu bagi berbagai kegiatan.

Perencanaan tata ruang pada dasarnya mencakup kegiatan penyusunan dan

peninjauan kembali rencana tata ruang.Pelaksanaan atau pemanfaatan

rencana tata ruang adalah Suatu proses usaha agar rencana tata ruang yang

telah ditetapkan dapat terwujud sesuai dengan rencana. Dalam hal ini

pelaksanaan atau pemanfaatan rencana tata ruang terutama dalam bentuk

Penyusunan program pembangunan kota dan Pemanfaatan ruang kota yang

sesuai dengan rencana.

Pengendalian pelaksanaan/pemanfaatan rencana tata ruang yang

harus terkait satu sama lainnya. Pengendalian pelaksanaan adalah

merupakan suatu proses usaha agar pelaksanaan rencana pemanfaatan

ruang oleh instansi sektoral, pemerintah daerah, swasta ataupun

masyarakat sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.


19

Jadi penulis bisa menyimpulkan definisi tata ruang suatu sistem

perencanaan, tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian

pemanfaatan ruang.

4.) Konsep tata ruang

Tata ruang dengan pendekatan kegiatan utama kawasan terdiri atas

tata ruang kawasan perkotaan dan tata ruang kawasan perdesaan. Kawasan

perkotaan, menurut besarannya, dapat berbentuk kawasan perkotaan kecil,

kawasan perkotaan sedang, kawasan perkotaan besar, kawasan

metropolitan, dan kawasan megapolitan. Penataan ruang kawasan

metropolitan dan kawasan megapolitan, khususnya kawasan metropolitan

yang berupa kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di

sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional dan dihubungkan

dengan jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi, merupakan pedoman

untuk keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah administrasi di dalam

kawasan, dan merupakan alat untuk mengoordinasikan pelaksanaan

pembangunan lintas wilayah administratif yang bersangkutan. Penataan

ruang kawasan perdesaan diselenggarakan pada kawasan perdesaan yang

merupakan bagian wilayah kabupaten atau pada kawasan yang secara

fungsional berciri perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah

kabupaten pada 1 (satu) atau lebih wilayah provinsi. Kawasan perdesaan

yang merupakan bagian wilayah kabupaten dapat berupa kawasan

agropolitan.
20

Penataan ruang dengan pendekatan nilai strategis kawasan

dimaksudkan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi dan/atau

mengoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan yang

bersangkutan demi terwujudnya pemanfaatan yang berhasil guna, berdaya

guna, dan berkelanjutan. Penetapan kawasan strategis pada setiap jenjang

wilayah administratif didasarkan pada pengaruh yang sangat penting

terhadap kedaulatan negara, pertahanan, keamanan, ekonomi, sosial,

budaya, dan/atau lingkungan, termasuk kawasan yang ditetapkan sebagai

warisan dunia. Pengaruh aspek kedaulatan negara, pertahanan, dan

keamanan lebih ditujukan bagi penetapan kawasan strategis nasional,

sedangkan yang berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan

lingkungan, yang dapat berlaku untuk penetapan kawasan strategis

nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, diukur berdasarkan pendekatan

ekternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi penanganan kawasan yang

bersangkutan.

Tata ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu

kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus

dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan dapat

mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna

serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang

berkelanjutan tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang dan tidak

menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.


21

Tata ruang yang didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan

daya tampung lingkungan, serta didukung oleh teknologi yang sesuai akan

meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem. Hal

itu berarti akan dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada. Karena

pengelolaan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem yang lain

dan pada akhirnya dapat mempengaruhi sistem wilayah ruang nasional

secara keseluruhan, pengaturan tata ruang menuntut dikembangkannya

suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utama. Hal itu berarti perlu adanya

suatu kebijakan nasional tentang tata ruang yang dapat memadukan

berbagai kebijakan pemanfaatan ruang. Seiring dengan maksud tersebut,

pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan, baik oleh Pemerintah,

pemerintah daerah, maupun masyarakat, baik pada tingkat pusat maupun

pada tingkat daerah, harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang

yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pemanfaatan ruang oleh siapa

pun tidak boleh bertentangan dengan rencana tata ruang.

Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana

umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang

disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif dengan muatan

substansi mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.

Rencana rinci tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis

kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan substansi yang dapat

mencakup hingga penetapan blok dan subblok peruntukan. Penyusunan


22

rencana rinci tersebut dimaksudkan sebagai operasionalisasi rencana

umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan zonasi.

Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang

persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan

disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam

rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota

dan peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah

satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan

ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan

rencana rinci tata ruang.

Pengendalian pemanfaatan ruang tersebut dilakukan pula melalui

perizinan pemanfaatan ruang, pemberian insentif dan disinsentif, serta

pengenaan sanksi. Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai

upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang

harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. Izin pemanfaatan ruang

diatur dan diterbitkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai

dengan kewenangannya masing-masing. Pemanfaatan ruang yang tidak

sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin

maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi

pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda.

Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan

imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata

ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah


23

daerah. Bentuk insentif tersebut, antara lain, dapat berupa keringanan

pajak, pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur), pemberian

kompensasi, kemudahan prosedur perizinan, dan pemberian penghargaan.

Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah,

membatasi pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan

dengan rencana tata ruang, yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak

yang tinggi, pembatasan penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan

kompensasi dan penalti.

Pengenaan sanksi, yang merupakan salah satu upaya pengendalian

pemanfaatan ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban

atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan

peraturan zonasi. Dalam Undang-Undang ini pengenaan sanksi tidak

hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan

ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada

pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan

ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

sebagai dasar pengaturan penataan ruang selama ini, pada dasarnya telah

memberikan andil yang cukup besar dalam mewujudkan tertib tata ruang

sehingga hampir semua pemerintah daerah telah memiliki rencana tata

ruang wilayah. Sejalan dengan perkembangan dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara, beberapa pertimbangan yang telah diuraikan sebelumnya,


24

dan dirasakan adanya penurunan kualitas ruang pada sebagian besar

wilayah menuntut perubahan pengaturan dalam Undang-Undang tersebut.

Beberapa perkembangan tersebut antara lain:

a) Situasi nasional dan internasional yang menuntut penegakan prinsip

keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, dan keadilan dalam rangka

penyelenggaraan tata ruang yang baik;

b) Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang memberikan wewenang

yang semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan

tata ruang sehingga pelaksanaan kewenangan tersebut perlu diatur

demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah, serta tidak

menimbulkan kesenjangan antardaerah; dan;

c) Kesadaran dan pemahaman masyarakat yang semakin tinggi terhadap

tata ruang yang memerlukan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan

pengawasan penataan ruang agar sesuai dengan perkembangan yang

terjadi di masyarakat.

Untuk menyesuaikan perkembangan tersebut dan untuk

mengantisipasi kompleksitas perkembangan permasalahan dalam tata

ruang, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Tata Ruang yang baru

sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang. Dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan

penataan ruang tersebut, Undang-Undang ini, antara lain, memuat

ketentuan pokok sebagai berikut:


25

a) Pembagian wewenang antara Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,

dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan tata

ruang untuk memberikan kejelasan tugas dan tanggung jawab

masingmasing tingkat pemerintahan dalam mewujudkan ruang

wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;

b) Pengaturan tata ruang yang dilakukan melalui penetapan peraturan

perundang-undangan termasuk pedoman bidang tata ruang sebagai

acuan penyelenggaraan penataan ruang;

c) Pembinaan penataan ruang melalui berbagai kegiatan untuk

meningkatkan kinerja penyelenggaraan tata ruang;

d) Pelaksanaan penataan ruang yang mencakup perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang pada semua

tingkat pemerintahan;

e) Pengawasan penataan ruang yang mencakup pengawasan terhadap

kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang,

termasuk pengawasan terhadap kinerja pemenuhan standar pelayanan

minimal bidang tata ruang melalui kegiatan pemantauan, evaluasi, dan

pelaporan;

f) Hak, kewajiban, dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan

penataan ruang untuk menjamin keterlibatan masyarakat, termasuk

masyarakat adat dalam setiap proses penyelenggaraan penataan ruang;

g) Penyelesaian sengketa, baik sengketa antardaerah maupun

antarpemangku kepentingan lain secara bermartabat;


26

h) Penyidikan, yang mengatur tentang penyidik pegawai negeri sipil

beserta wewenang dan mekanisme tindakan yang dilakukan;

Berdasarkan penjelasan di atas penulis menyimpulkan konsep tata

ruang adalah untuk pemanfaatan pembangunan yang harus mengacu

pada beberapa aspek seperti keamanan,kenyamanan,produktifitas serta

dapat bermanfaat secara luas bagi semua lapisan masyarakat

c. Pengertian Alun-alun

Menurut Thomas Nix (dalam Nugroho, Suryono dan Setiawan 2010)

menjelaskan bahwa alun-alun merupakan lahan terbuka dan terbentuk dengan

membuat jarak antara bangunan-bangunan gedung.Jadi dalam hal ini, bangunan

gedung merupakan titik awal dan merupakan hal yang utama bagi terbentuknya

alun-alun. Tetapi kalau adanya lahan terbuka yang dibiarkan tersisa dan berupa

alun-alun, hal demikian bukan merupakan alun-alun yang sebenarnya. Jadi

alun-alun bisa di desa, kecamatan, kota maupun pusat kabupaten. Sesuai

dengan definisi alun-alun merupakan suatu lapangan terbuka yang luas dan

berumput yang dikelilingi oleh jalan dan dapat digunakan kegiatan masyarakat

yang beragam.

Menurut Edi Darmawan (2003) ruang terbuka berfungsi sebagai tempat

bermain, berolah raga, tempat bersantai, tempat komunikasi sosial, tempat

peralihan menunggu, sebagai tempat untuk mendapatkan udara segar dengan

lingkungan, sebagai sarana penghubung suatu tempat dengan lainnya, sebagai

pembatas/jarak antara masa bangunan, dan mempunyai fungsi ekologis yaitu

penyegaran udara, menyerap air hujan, dan pengendalian banjir. Jadi dapat
27

disimpulkan bahwa ruang merupakan suatu wadah yang tidak nyata akan tetapi

dapat dirasakan keberadaannya oleh manusia, dan ruang merupakan

penghubung antara manusia dengan alam. Hal ini menunjukkan betapa

pentingnya peranan ruang terbuka hijau sebagai salah satu elemen perkotaan.

Alun alun sendiri berfungsi sebagai berinteraksi dan saling bertukar informasi.

1. Fungsi Alun-alun

Adrisijanti (2000) membagi fungsi alun-alun berdasarkan beberapa

aspek, yaitu antara lain:

a) Dalam tata ruang kota keberadaannya sebagai ruang terbuka di antara

kraton.

b) Dari aspek filosofi-religius, alun-alun berfungsi sebagai tempat untuk

menampung luapan jama’ah dari Masjid Agung, selain itu alun-alun

digunakan sebagai tempat upacara.

c) Alun-alun juga mempunyai fungsi ekonomis karena pasar berada di

dekatnya atau dipinggirnya.

d) Alun-alun jika ditinjau dari aspek kultural, sebagai tempat

pelaksanaan acara rampog macan.

Jo Santoso dalam Arsitektur Kota Jawa: Kosmos, Kultur & Kuasa

(2008), menjelaskan betapa pentingnya alun-alun karena menyangkut

beberapa aspek. Pertama, alun-alun melambangkan ditegakkannya suatu

sistem kekuasaan atas suatu wilayah tertentu, sekaligus menggambarkan

tujuan dari harmonisasi antara dunia nyata (mikrokosmos) dan universum

(makrokosmos). Kedua, berfungsi sebagai tempat perayaan ritual atau


28

keagamaan. Ketiga, tempat mempertunjukkan kekuasaan militer yang

bersifat profan dan merupakan instrumen kekuasaan dalam

mempraktekkan kekuasaan sakral dari sang penguasa.

Penjelasan di atas tentu saja masih harus ditambahkan bahwa

keberadaan alun-alun berfungsi pula sebagai ruang publik terbuka dimana

rakyat saling bertemu dan fungsi pengaduan rakyat pada raja. Sebagai

ruang publik, alun-alun adalah tempat pertemuan rakyat untuk bercakap-

cakap, berdiskusi, melakukan pesta rakyat dll. Bahkan istilah Plaza yang

saat ini menjadi ikon modernitas di setiap kota, disinyalir oleh Romo

Mudji Sutrisno (2010) dalam bukunya, Ruang Publik: Melacak Partisipasi

Demokratis dari Polis sampai Cyberspace, sebagai bentuk ruang publik

yang telah mengalami pergeseran makna yang dahulunya adalah alun-alun.

B. Herry Priyono dalam bukunya Republik Tanpa Ruang Publik

(2005) memberi peringatan akan dampak pergeseran makna Plaza yang

semula adalah Alun-alun sebagai aktivitas ruang publik yang dinamis sbb:

“ketika ruang publik telah menjelma menjadi komoditas komersial suatu

masyarakat, maka pemaknaan ‘kewarganegaraan’ sebagai makhluk sosial,

telah berganti menjadi pemaknaan bahwa masyarakat itu adalah konsumen

belaka”.

Sebagai tempat pengaduan rakyat, alun-alun berfungsi sebagai

tempat curhat dan protesnya masyarakat terhadap sebuah kebijakan

pemerintahan dalam hal ini raja atau istana. Di alun-alun Yogyakarta pada

zaman kolonial, tepat dimana berdirinya wringin kurung (pohon beringin


29

yang dibatasi pagar) jika seseorang mengalami keberatan atau sebuah

kebijakkan maka mereka akan duduk bersila seharian di sana dengan

menggunakan tutup kepala putih dan pakaian putih. Tata cara ini disebut

dengan pepe. Jika raja melihat keberadaan orang tersebut maka raja akan

memerintahkan untuk membawa orang tersebut menghadap dan

mengadukan persoalannya secara langsung.

Dalam buku Tahta Untuk Rakyat dikatakan, “Adanya cara ber-

pepe ini menunjukkan bahwa pada zaman dulu sudah ada forum untuk

memperjuangkan hak asasi manusia sehingga jelas itu bukan barang baru

atau barang yang diimpor dari negara lain (Atmakusumah, 2011).

Dari penjelasan diatas peneliti menyimpulkan bahwa fungsi atau

kegunaan alun mencakup beberapa aspek yakni aspek religi, kebudayaan,

ekonomi, adat istiadat,menggambarkan identitas kota dan sebagai ruang

terbuka publik

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :

a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pengembangan

khasanah pengetahuan tentang pola tata ruang alun-alun.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan menjadi pedomaan bagi peneliti dalam

mengaplikasikan ilmu dalam merancang suatu rancangan dan memperkaya


30

wawasan yang bermanfaat untuk pengembangan profesionalisme karir

peneliti

c. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada pemerintah

tentang pola penataan ruang alun-alun yang baik serta dampak perubahan

fungsinya sehingga nantinya alun-alun yang ada terbentuk berjalan

senyaman mungkin dan sebagaimana mestinya.

E. Kajian Empiris

Kajian empiris merupakan kajian yang diperoleh dari observasi atau

eksperimen.Kajian empiris adalah inormasi yang membenarkan suatau

kepercayaan dalam kebenaran atau kebohongan suatu klaim empiris, Dalam artian

kajian empiris merupakan hasil percobaan.

Tabel 1.1 Kajian empiris

No Judul Nama/Thn Tujuan Metode Hasil Penelitian


1 Kajian persepsi Yudirinurch Mengkaji persepsi Normatif/studi rencana pemanfaatan
. masyarakat ayo,(2013) masyarakat kepustakaan ruang wilayah
tentang rencana terhadap rencana kota.pemanfaata ruang
umum tata ruang umum tata ruang sebagai fungsi baik
kota kendal kota kendal fungsi primer maupun
sekunder terus
mengalami peningkatan
2 Persepsi M.Kartikasa Mengakaji Pendekatan Taman blora mustika
. masyarakat ri,(2014) Persepsi kualitatif sebelumnya merupakan
terhadap masyarakat deskriptif dan lahan kosong di jantung
pemugaran taman terhadap metode kota blora yang
mustika di kota pemugaran taman pengumpilan dimanfaatkan sebagai
blora sebagai mustika di kota data,observasi lahan
ruang terbuka blora sebagai dan kuesioner penghijauan,kondisi
publik ruang terbuka taman setelah
publik sebelum pemugaran jauh lebih
dan sesudah baik dibandingkan
pemugaran sebelum pemugaran
dilakukan
3 persepsi Heru Mengetahui Pendekatan ,keberadaan pepohonan
. masyarakat Wibowo,(20 persepsi deskriptif disekeliling alun-alun
31

terhadap alun- 15 masyarakat kuantitatif,met hampir menutupi


alun kota bandung terhadap alun- ode keberadaan alun-alun itu
sebagai ruang alun kota bandung observasi,kues sendiri
terbuka publik sebagai ruang ioner.
terbuka publik
4 Korespondensi M.Firdausa Mengetahui Pendekatan Panas merupakan
. permasalahan dan h,(2016) permasalahan kualitatif permasalahan alun-alun
pemilihan tempat dominan dan kota pada siang
di alun-alun pemilihan tempat hari,kondisi alun-alun
sebagai ruang yang seperti apa yang kotor dan
terbuka publik yang paling pengelolaan yang kurang
banyak di pilih
pengunjung
5 Persepsi Dyah Mengkaji Persepsi Pendekatan alun-alun kalirejo
. masyarakat Candrarini,( masyarakat kualitatif berkondisi baik
terhadap alun- 2018) terhadap alun- namun,untuk lebih
alun kalirejo alun kalirejo lengkapnya lagi semuah
sebagai ruang sebagai ruang fasilitas seperti musulah,
public kota publik kota toilet dan lain-lain harus
ungaran ungaran berada lebih dekat
dengan alun-alun agar
mudah diakses
Sumber: Penelitian terdahulu
32

F. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan alur penalaran untuk dapat memberikan

gambar tentang penelitian yang akan dilakukan. Kerangka berpikir adalah

penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi objek permasalahan

(Sugiyono, 2010)

Persepsi Masyarakat Terhadap Penegelolaan Tata


Ruang Alun-Alun Kota Batu

Permasalahn
kemajuan jaman berpengaruh terhadap Perubahan
pengelolaan tata ruang kawasan alun-alun Kota Batu

Jenis persepsi Factor-faktor persepsi Proses persepsi

Lingkungan Sosial/man Internal eksternal stimulus registry


fisik usia

interpretasi

Metode
Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi

Analisis
Analisis model miles dan Huberman (1992)

Hasil penelitian

Anda mungkin juga menyukai