Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka atau hilang dan rusaknya suatu jaringan tubuh merupakan suatu hal

umum yang banyak ditemui dikehidupan sehari-hari. Luka bisa disebabkan oleh

karena trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan atau

gigitan hewan (Hayati, 2010).


Luka merupakan suatu perubahan kontinuitas pada jaringan secara seluler

dan anatomi, dan dapat terjadi pada kulit ataupun mukosa dan berespons pada

proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada dasarnya merupakan

suatu proses seluler yang kompleks dan berfokus untuk mengembalikan keutuhan

struktur dan fungsi jaringan yang rusak melalui tiga fase, yaitu fase inflamasi, fase

proliferasi, dan fase remodeling (Sugianan, 2011). Luka adalah kerusakan anatomi

yang disebabkan terjadinya keadaan pemisahan jaringan oleh sebab kekerasan

atau trauma. Keparahan luka tergantung dari besarnya trauma yang diterima oleh

jaringan (Suwiti, 2010).


Komponen yang berperan penting dalam terjadinya proses penyembuhan

luka adalah kolagen, angiogenesis dan granulasi. Pada suatu pembentukan

pembuluh darah baru yang disebut angiogenesis merupakan salah satu dari

elemen kunci pada proses penyembuhan luka. Pada proses kesembuhan luka

tersebut, diperlukan adanya terapi efektif yang dapat mengoptimalkan kinerja

komponen tersebut (Ferdinandez et al., 2013).


Luka apabila dibiarkan terbuka rentan terkena kontaminasi bakteri yang

dapat menaikkan respon sel radang sehingga inflamasi menjadi semakin lama dan

penyembuhan luka dapat terhambat. Sehingga dilakukan perawatan medis luka

dengan pemberian obat baik lokal atau sistemik yang merupakan suatu bentuk

1
2

usaha untuk membantu memperbaiki luka. Banyak zat seperti ekstrak jaringan,

vitamin, dan mineral serta sejumlah produk tanaman telah dilaporkan memiliki

efek penyembuhan. Agen penyembuhan luka yang berasal dari herbal diketahui

mampu melawan infeksi dan mempercepat penyembuhan luka (Ferdinandez et al.,

2013).
Bahan obat tradisional baik yang berasal dari hewan maupun dari

tumbuhan banyak digunakan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan sejak

zaman nenek moyang kita dulu. Pengobatan dengan obat tradisional tersebut

merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat di

bidang kesehatan (Febram et al, 2010).


Obat tradisional dapat digunakan sebagai alternatif pengganti bahan

pengobatan utama. Banyaknya penggunaan obat tradisional disebabkan adanya

kesadaran dari masyarakat yang menilai bahwa penggunaan obat tradisional

secara umum dinilai lebih aman dari pada penggunaan obat modern. Hal ini

disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih

sedikit dari pada obat modern (Sari, 2006).


Menurut Asaolu (2009) menganalisis konstituen fitokimia yang terdapat

pada daun serai menunjukan bahwa Lemon Grass mengandung alkaloid, saponin,

tanin, antrakuinon, steroid, fenol, dan flavanoid. Masing-masing fitokimia ini

dikenal untuk berbagai efek protektif dan terapi (Nambiar et al., 2012).

Sejauh mana kemampuan ekstrak daun serai (cymbopogon citratus) dapat

mempercepat penyembuhan luka dan mempengaruhi pembentukan angiogenesis,

secara ilmiah sampai saat ini belum banyak yang mengungkap. Oleh karena itu,

penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui efektivitas ekstrak serai

(cymbopogon citratus) terhadap pembentukan angiogenesis pada penyembuhan

luka gingiva tikus wistar.


3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut : “Apakah ada efektivitas ekstrak daun serai dapur

(cymbopogon citratus) terhadap pembentukan angiogenesis pada penyembuhan

luka gingiva pada tikus (rattus norvegicus) ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh efektivitas ekstrak daun serai dapur

(cymbopogon citratus) terhadap pembentukan angiogenesis pada penyembuhan

luka gingiva pada tikus (rattus norvegicus).


4

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Menambah wawasan, pengetahuan serta memberikan informasi dari hasil

penelitian efektivitas ekstrak daun serai dapur (cymbopogon citratus)

terhadap pembentukan angiogenesis pada penyembuhan luka gingiva pada

tikus (rattus norvegicus).

2. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi bahwa, ada atau tidaknya efektivitas ekstrak daun

serai dapur (cymbopogon citratus) terhadap pembentukan angiogenesis

pada penyembuhan luka gingiva pada tikus (rattus norvegicus).

3. Bagi Instalasi terkait

Menjadi bahan masukan untuk mengetahui serta menilai percobaan

terhadap manfaat efektivitas ekstrak daun serai dapur (cymbopogon

citratus) terhadap pembentukan angiogenesis pada penyembuhan luka

gingiva pada tikus (rattus norvegicus).

4. Bagi Mahasiswa

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan dasar bagi peneliti

selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mukosa Mulut

Mukosa mulut merupakan suatu jaringan yang melapisi permukaan rongga

mulut dan juga dapat berfungsi sebagai proteksi, mukosa mulut juga berfungsi

untuk pertahanan terhadap antigen dengan adanya sel PMN, limfosit plasma dan

makrofag (Sulistiawati, 2011).

2.1.1 Struktur Anatomi dan Mikroskopik

2.1.1.1 Komponen Jaringan

Kompoenen jaringan lunak pada mulut terdiri dari mukosa pipi, bibir,

gingiva, lidah, palatum, dan dasar mulut. Struktur jaringan lunak mulut berupa,

lapisan tipis jaringan mukosa yang licin, halus, fleksibel, dan berkeratin atau tidak

berkeratin. Jaringan lunak mulut memiliki fungsi untuk melindungi jaringan keras

di bawahnya seperti; tempat organ, pembuluh darah, saraf, alat pengecap dan alat

pengunyah. Secara histologis jaringan mukosa mulut terdiri dari 3 lapisan

(Sulistiawati, 2011) yaitu:

1. Lapisan epitelium, yang melapisi pada bagian permukaan luar dari epitel

berlapis gepeng, terdiri dari berlapis-lapis sel mati yang berbentuk pipih

(datar) dimana lapisan sel-sel yang mati ini selalu diganti terus-menerus

dari bawah, dan sel-sel ini disebut dengan stratified squamous epithelium.

Struktur stratified squamous epithelium pada mukosa mulut meliputi

kedua permukaan, yaitu mukosa mulut tidak berkeratin (mukosa pipi,

bibir, palatum mole, dasar rongga mulut) dan mukosa berkeratin (palatum

dan alveolar ridges). Epitel mulut tersebut terdiri dari beberapa lapisan

5
6

yaitu, stratum corneum, stratum granulosum, stratum spinosun dan stratum

basale.

2. Membrana basalis, merupakan suatu lapisan pemisah antara lapisan

ephitelium dengan lamina propria, berupa serabut kolagen dan elastis.

Terdiri dari lamina lucida dan lamina densa.

3. Lamina propria, merupakan jaringan ikat yang mendukung epitel mulut

dan pada lamina propria terdapatnya ujung-ujung saraf rasa sakit, raba dan

suhu. Disamping itu lamina propria ini sebagian besar terdiri dari serabut

kolagen, serabut elastin dan sel-sel fibroblas,makrofag, mast sel, sel

inflamatori serta sel-sel darah yang penting untuk pertahanan melawan

infeksi.

2.1.1.2 Vaskularisasi

Vaskularisasi atau terdapatnya suplai darah yang banyak dan sangat baik

pada mukosa mulut karena memperoleh suplai dari berbagai arteri. Aliran darah

pada mukosa mulut paling banyak terdapat pada daerah gingiva (Sari, 2002).

2.1.2 Fungsi

Fungsi utama oral mukosa adalah sebagai pelindung jaringan yang lebih

dalam pada rongga mulut. Fungsi lainnya, sebagai organ sensoris, aktifitas

kelenjar dan seksresi (Sari, 2002) yaitu :

1. Proteksi

Sebagai lapisan superfisialis atau lapisan terluar, mukosa mulut

berperan sebagai barier utama dari substansi toksik yang dihasilkan oleh

mikroorganisme penyebab infeksi.


7

2. Pertahanan terhadap antigen

Pertahanan terhadap antigen dapat berupa pertahanan seluler dan

humoral yang ditandai dengan adanya sel-sel PMN, makrofag, limfosit

dan lain-lain.

3. Sensasi

Mukosa mulut mempunyai fungsi sensorik yang akan memberikan

informasi terhadap reseptor. Dalam rongga mulut reseptor akan

memberikan respon terhadap suhu, sentuhan, dan rasa sakit.

4. Sekresi

Sekresi utama pada rongga mulut adalah saliva yang dihasilkan

oleh glandula salivarius/kelenjar saliva dalam mukosa mulut. Saliva dapat

berfungsi sebagai pengatur kelembaban pada mukosa mulut agar tetap

stabil.

2.2 Gingiva

2.2.1 Definisi Gingiva

Gingiva adalah suatu bagian dari mukosa rongga mulut yang mengelilingi

gigi dan menutupi linger (ridge alveolar), yang merupakan suatu bagian dari

apparatus pendukung gigi, periodonsium, dan membentuk hubungan dengan gigi.

Gingiva dapat beradaptasi terhadap perubahan pada lingkungan dan rongga mulut

yang merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan dan daerah awal

masuknya makanan dalam sistem pencernaan. Gingiva yang sehat berwarna

merah muda, tepinya seperti pisau sesuai dengan kontur gigi geligi (Abednego,

2014)
8

2.2.2 Bagian-bagian Gingiva

Menurut Fedi, Vernino, dan Gray (2005) dan Abednego (2014)

mengungkapkan beberapa istilah mengenai gingiva yaitu :

1. Marginal gingiva / gingiva bebas , merupakan suatu bagian dari gingiva

yang mengelilingi leher gigi, tidak melekat secara langsung pada gigi dan

membentuk dinding jaringan lunak dari sulkus gingiva.

2. Ceruk gingiva, yaitu garis dangkal atau lekukan pada permukaan gingiva

yang memisahkan gingiva bebas dan gingiva cekat. Biasanya ceruk

gingiva ini dikaitkan dengan lokasi dasar sulkus gingiva, walaupun tidak

selalu sama dan tidak selalu ada pada setiap orang.

3. Sulkus gingiva , merupakan suatu celah dangkal yang disekeliling gigi

yang terdapat di sebelah dalam yang didindingi oleh permukaan gigi, pada

sisi sebelah luar didindingi oleh epitel sebelah dalam dari gingiva bebas.

Bentuk dari sulkus ini seperti huruf V yang kedalamanya dapat diselipkan

alat prob periodontal (Daliemunthe, 2008).

4. Gingiva cekat merupakan lanjutan dari gingiva bebas ke arah apikal

gingiva ini berbentuk kaku, lenting dan melekat erat ke periosteum tulang

alveoalr yang berada di bawah nya (Daliemunthe, 2008).

Gambar 1. Gingiva (Daliemunthe, 2008).


9

5. Gingiva interdental, merupakan bagian dari gingiva yang mengisi embrasur

gingiva yaitu ruang interproksimal antara dua gigi yang bersebelahan.

bentuknya bisa berupa piramida seperti yang terlihat pada gigi geligi depan

atau berbentuk lembah (col) seperti yang terlihat pada gigi geligi belakang

(Daliemunthe, 2008).

2.2.3 Epitel Gingiva

Epitel gingiva merupakan epitel pipih berlapis dan berkeratin atau

berparakeratin, kecuali bagian yang melapisi sulkus gingiva (Abednego, 2014).

Menurut Daliemunthe (2008) berdasarkan aspek morfologis dan

fungsionalnya epitel gingiva dibedakan atas tiga bagian yaitu :

1. Epitel Oral / luar adalah epitel skuama berlapis yang berkeratin

(keratinized) atau berparakeratin (parakeratinized) yang membalut

permukaan vestibular dan oral gingiva. Epitel ini meluas dari batas

mukogingival junction ke krista tepi gingiva.

2. Epitel sulkular / epitel krevikular bagian yang mendindingi sulkus gingiva

dan menghadap ke permukaan gigi tanpa melekat permukaan padanya.

Epitel sulkular murupakan epitel skuama berlapis yang tipis, tidak

berkeratin, tanpa rete peg dan perluasannya mulai dari batas koronal epitel

penyatu sampai ke krista tepi gingiva.

3. Epitel penyatu membentuk perlekatan antara gingiva dengan permukaan

gigi berupa epitel skuama berlapis tidak berkeratin. pada usia muda epitel

penyatu terdiri atas 3 – 4 lapis, namun dengan bertambahnya usia lapisan

epitelnya bertambah menjadi 10 - 20 lapis melekat ke permukaan gigi

dengan bantuan lamina basal.


10

2.3 Luka

2.3.1 Definisi Luka

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah

kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain.

Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul antara lain yaitu (Baroroh, 2011) :

hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, adanya respon stres simpatis,

terjadinya perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel.

2.3.2 Proses Penyembuhan Luka

Berdasarkan klasifikasi proses penyembuhan luka dapat dibedakan

menjadi penyembuhan primer dan penyembuhan sekunder. Proses penyembuhan

primer terjadi pada luka yang bersih yang tidak terinfeksi, dan luka yang

diusahakan segera melekat dengan jahitan. Sedangkan pada proses penyembuhan

sekunder terjadi apabila tidak adanya pertolongan dari luar, penyembuhan berjalan

secara alami dimana luka akan terisi jaringan granulasi dan ditutupi epitel. Proses

penyembuhan luka pada jaringan lunak dapat dibagi dalam tiga fase, (Sugianan,

2011) yaitu :

1. Fase inflamasi / fase reaktif (0-5 hari)

Pada fase ini berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira

antara hari ke-lima, yang terdiri dari fase vaskuler dan seluler. Pada saat

fase vaskuler, pembuluh darah yang ruptur pada luka akan menyebabkan

perdarahan dan tubuh yang akan mencoba menghentikannya melalui vaso-

konstriksi, yang akan terjadi pengerutan ujung pembuluh darah yang putus,

dan reaksi homeostasis.


11

Pada fase ini terjadi aktivitas seluler yaitu dengan pergerakan

leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka

karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang

membantu mencerna bakteri dan debris pada luka.

Beberapa jam setelah terjadinya luka, akan terjadi invasi sel

inflamasi pada jaringan luka. Sel polimorfonuklear (PMN) bermigrasi

menuju daerah luka dan setelah 24-48 jam terjadi transisi sel PMN menjadi

sel mononuklear atau makrofag yang merupakan sel paling dominan pada

fase ini selama lima hari dengan jumlah paling tinggi pada hari ke-dua

sampai hari ke-tiga.

Kemudian, luka hanya dibentuk oleh jalinan fibrin yang sangat

lemah. Setelah proses inflamasi selesai, maka akan dimulai fase proliferasi

pada proses penyembuhan luka.

2. Fase proliferasi (5-21 hari)

Fase proliferasi berlangsung mulai hari ke-5 hingga hari ke-21 pada

pasca cidera. Fase ini disebut juga dengan fase fibroplasia, karena pada fase

ini yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblas. Fase ini berlangsung

dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ke-tiga yang

ditandai dengan deposisi matriks ekstraselular, angiogenesis, dan epitelisasi.

Kemudian fibroblas memproduksi matriks ekstraselular, kolagen

primer, dan fibronektin untuk migrasi dan proliferasi sel. Fibroblas berasal

dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan

mukopolisakarida, asam amino-glisin, dan prolin yang merupakan bahan

dasar serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Proses


12

angiogenesis juga terjadi pada fase ini yang ditandai dengan terbentuknya

formasi pembuluh darah baru dan dimulainya pertumbuhan saraf pada

ujung luka (Sugianan, 2011). Pembentukan pembuluh darah baru dan

jaringan granulasi merupakan tanda penting fase proliferasi karena

ketiadaannya pembuluh darah baru dan atau jaringan granulasi merupakan

tanda dari gangguan penyembuhan luka (Hidayat, 2013).

Kemudian, keratinosit berproliferasi dan bermigrasi dari tepi luka

untuk melakukan epitelisasi menutup permukaan luka, menyediakan barier

pertahanan alami terhadap kontaminan dan infeksi dari luar. Epitel tepi luka

yang terdiri atas sel basal, terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi

permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk

dari proses mitosis.

Proses ini baru terhenti ketika sel epitel saling menyentuh dan

menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka dan

dengan pembentukan jaringan granulasi, maka proses fibroplasia akan

berhenti dan dimulailah proses pematangan dalam fase remodeling.

3. Fase remodeling / fase pematangan

Fase ini merupakan fase terakhir dari proses penyembuhan luka

pada jaringan lunak dan kadang-kadang disebut fase pematangan luka. Pada

fase ini terjadi perubahan bentuk, kepadatan, dan kekuatan luka.Selama

proses ini, dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, lemas, dan mudah

digerakkan dari dasarnya. Terlihat pengerutan maksimal dari luka, terjadi

peningkatan kekuatan luka, dan berkurangnya jumlah makrofag dan

fibroblas yang berakibat terhadap penurunan jumlah kolagen. Secara


13

mikroskopis terjadi perubahan dalam susunan serat kolagen menjadi lebih

terorganisasi.

Fase maturasi ini berlangsung mulai hari ke-21 hingga sekitar 1

tahun. Fase ini segera dimulai segera setelah kavitas luka terisi oleh jaringan

granulasi dan proses reepitelialisasi usai. Perubahan yang terjadi adalah

penurunan kepadatan sel dan vaskularisasi, pembuangan matriks temporer

yang berlebihan dan penataan serat kolagen sepanjang garis luka untuk

meningkatkan kekuatan jaringan baru. Fase akhir penyembuhan luka ini

dapat berlangsung selama bertahun-tahun (Hidayat, 2013).

2.4 Angiogenesis

Angiogenesis atau neovaskularisasi merupakan suatu proses pembentukan

pembuluh darah baru akibat pembuluh darah yang sudah ada atau yang lama

mengeluarkan kuncup atau tunas pembuluh darah yang baru. Proses pembentukan

pembuluh darah yang lain adalah vaskulogenesis, yaitu suatu pembentukan

jaringan vaksuler primitif pada masa perkembangan embrio dari prekursor sel

endotelial yang disebut angioblast (Ruby, 2011).

Growth factor yang banyak berperan dalam angiogenesis adalah Vascular

Endotelial Growth Factors (VEGF). Yang mana VEGF berperan sejak

pembentukan vaskuler pada embriogenesis sampai angiogenesis pada orang

dewasa. VEGF pada masa awal perkembangan vaskuler atau pada masa

embriogenesis berikatan dengan salah satu reseptornya yaitu VEGF-R2 terdapat

pada angioblas yang berfungsi untuk menginduksi pembentukan dan proliferasi

sel endotel. Kemudian VEGF berikatan dengan reseptor lain yaitu VEGF-R1 yang
14

berfungsi untuk menginduksi karakteristik pembentukan tubulus pada kapiler

(Ruby, 2011).

Faktor angiogenesis yang juga penting adalah basic Fibroblast Growth

Factor (bFGF), yang mampu menimbulkan pembentukan pembuluh darah baru,

Fibroblast Growth Factor (FGF) juga berpartisispasi dalam migrasi sel makrofag,

fibroblast dan endotel pada jaringan yang rusak dan migrasi epitel untuk

membentuk epidermis baru (Ruby, 2011).

Pembuluh darah yang dilihat merupakan pembuluh darah kapiler, dan

pembentukannya dapat diamati secara histologik dengan pemeriksaan

Hematoxcylin Eosin. Pada pemeriksaan ini tanda-tanda yang dapat diamati adalah

terjadi warna merah (velvety) dan adanya jaringan granulasi. Proses ini

menandakan terjadinya kesembuhan yang dimulai dari adanya pertumbuhan

kapiler dan pertumbuhan jaringan granula yang dimulai dari dasar luka

(Ferdinandez, 2013).

Gambar 2. (A) Pembentukan pembuluh darah tidak banyak; (B)


Tampak pembuluh darah baru. (Ferdinandez, 2013).

Sedangkan menurut Kalangi (2011), Pembentukan pembuluh darah baru

dapat melalui dua mekanisme berbeda tetapi berhubungan, yaitu vaskulogenesis


15

atau angiogenesis. Pada vaskulogenesis, pembuluh darah berkembang dari sel-sel

prekursor angioblas, sedangkan angiogenesis meliputi pertumbuhan pembuluh

darah baru dari pembuluh darah yang sudah ada atau pembuluh darah yang lama.

Angiogienesis merupakan suatu proses biologik kompleks yang terjadi pada

embriogenesis dan pada berbagai keadaan fisiologik maupun patologik orang

dewasa. Pada angiogenesis pembentukan pembuluh darah baru berasal dari

kapiler-kapiler yang muncul dari pembuluh darah kecil di sekitarnya

Angiogenesis merupakan suatu perkembangan pembuluh darah baru. Yang

mana fenomena ini terjadi dalam bantalan kapiler dan melibatkan pembuluh darah

yang kecil dari sel-sel endotelial. Respon angiogenik dari pembuluh darah mikro

yang melibatkan banyak langkah berbeda termasuk aktivisasi seluler, prolifersi

dan migrasi (Marzo, 2013).

Angiogenesis merupakan suatu peristiwa penting dalam reproduksi (siklus

menstruasi), penyembuhan luka, pertumbuhan tumor, dan kelainan patologis

lainnya. Pada penyembuhan luka, kapiler-kapiler baru membawa metabolit-

metabolit vital seperti asam amino dan oksigen menuju sel-sel luka yang terlibat

dalam suatu rangkaian kompleks dari proses perbaikan luka tersebut (Barnhill,

1987 ; Folkman, 1992 dalam Kalangi, 2011). Proses angiogenesis itu sendiri juga

sangat mempengaruhi penyembuhan luka. Semakin baik vaskularisasi pada daerah

luka, maka akan semakin baik pula proses penyembuhan luka (Hidayat,2013).

2.5 Serai Dapur


16

2.5.1 Uraian Tanaman

Tanaman sereh atau sering juga disebut sereh wangi, sereh dapur;

merupakan keluarga Gramineae. Nama botani untuk sereh adalah Cymbopogon

citratus. Tanaman sereh yang banyak dijumpai di Indonesia adalah dari species

yang dikenal sebagai West Indian Lemongrass. Cymbopogon citratus.

Diperkirakan merupakan tanaman asli di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara.

Tanaman ini banyak dibudidayakan di Indonesia, juga di India bagian selatan,

Srilangka, dan Malaysia (Sumiartha, 2012).

Cymbopogon citratus merupakan tumbuhan tahunan (parenial), termasuk

ke dalam suku rerumputan atau Poaceae yang beraroma kuat dan wangi. Tanaman

ini memiliki beberapa nama serai dapur (Indonesia), sereh (Sunda), bubu

(Halmahera), sereai, serai dan serai dapur (Malaysia), tanglad dan Sali (Filipina),

balioko (Bisaya), slek krey sabou (Kamboja), si khai/ shing khai (Laos), sabalin

(Myanmar), cha kharai (Thailand). Penyebaran tanaman ini meliputi daerah

Malesiana (Asia Tenggara hingga Papua). Tanaman ini dikenal sebagai istilah

Lemongrass karena memiliki bau yang kuat seperti lemon, sering ditemukan

tumbuhan alami di negara-negara tropis. Cymbopogon citratus tumbuh pada

daerah tropika yang lembab, cukup sinar matahari dan dengan cerah hujan yang

relatif tinggi (Ulung, 2014).

Menurut Sumiartha (2012) cymbopogon citratus adalah tanaman menahun

dengan tinggi antara 50 – 100 cm. Memiliki daun tunggal berjumbai yang dapat

mencapai panjang daun hingga 1 m dan lebar antara 1,5 - 2 cm. Tulang daun

sejajar dengan tekstur permukaan daun bagian bawah yang agak kasar. Batang
17

tidak berkayu dan berwarna putih keunguan. Memiliki perakaran serabut.

Tanaman ini tumbuh berumpun.

Gambar 3. Serai Dapur (Sumiartha, 2012).

2.5.2 Kegunaan

Cymbopogon citratus sebagai salah satu tanaman penghasil minyak atsiri.

Kandungan utama dari serei dapur adalah sitral, komposisi lengkap yang terdapat

didalam minyak atsirih dari tanaman ini antara lain sitronelal 32-45%, geraniol

12-18%, sitronelol 11-15%, geranial asetat 3-8%, sitronelil asetat 2-4%, sitral,

kavikol, augenol, elemol, kadonon, kadinen, vanilin, limonen, kamfen. Minyak

serai memiliki aroma khas lemon, karena aroma tersebut adalah sebuah senyawa

utama minyak, kandungan minyak paling tinggi dihasilkan pada daun dari

tanaman yang masih muda. Rata-rata tanaman yang dihasilkan berkisar antara 30-

50 ton/ha/thn dengan nilai rendemaen sebesar 0,25-0,5% (Ulung, 2014).

Lemon grass merupakan obat tradisoional yang dapat berguna sebagai obat

batuk, gingivitis, sakit kepala kusta, malaria, pneumonia dan gangguan pembuluh
18

darah. Hal ini tertuama diambil dari teh untuk memperbaiki masalah pencernaan

seperti diare dan sakit perut (Oloyed, 2009).

2.5.3 Komposisi

Komponen utama minyak atsiri dari Cymbopogon citratus yang berasal

dari Benin bagian selatan, Afrika barat yaitu neral (sitral B), geranial (sitral A),

dan mirsen. Komponen utama yang ditemukan dalam minyak atsiri serai dapur

adalah citral, senyawa aromatik, juga dikenal sebagai lemonal. Citral digunakan

dalam parfum karena bau lemonnya. Kandungan citral yang terkandung dalam

serai dapur beraroma lemon. Citral merupakan antimikroba dan karena itu efektif

dalam menghancurkan atau menghambat mikroorganisme (Arswendiyumna,

2010).

Menurut Hamza (2010) ekstrak serai dapur mempunyai beberapa

komponen seperti saponin, tanin,alkohol, dan flavanoid. Komponen ini terlarut

dalam air secara alami dan mempunyai fungsi sebagai bakterisida, fungisida

peptisida dan antimikroba. Senyawa utama yang terdapat di dalam cimbopogon

citratus diidentifikasikan seperti terpen, alkohol, keton, aldehid dan ester.

Phitoconstituents adalah minyak esensial ( yang mengandung citral A, citral B,

nerol geraniol, citronella, terpinolene, geranyl asetat, flavanoid dan senyawa

fenolik yang terdiri dari luteolin, isoorientin, rhamnoside, quercetin, kaempferol

dan apiginin (Nambiar et al., 2012).

Joshua et al., (2012) yang melakukan analisis proksimal pada daun dan

batang serai dapur menyatakan bahwa, terdapat kadar air 13,5%, kandungan

karbohidrat tinggi 28,29% yang dapat menunjukan Cimbopogon citratus


19

mengandung sumber energi, serat kasar 19,54% ini yang membuat Cimbopogon

citratus menjadi sumber serat yang baik (Tabel 1).

Tabel 1. Komposisi Proksimat Daun dan batang Cymbopogon citratus

2.5.3.1 Flavonoid

Flavonoid merupakan suatu kelompok tanaman alami yang terbesar

terutama sebagai fenol, baik dalam kodisi bebas maupun sebagai glikosida yang

berkaitan. Biasanya flavonoid terdapat senyawa berwarna kuning (flavous adalah

kata latin untuk warna kuning). Flavonoid adalah suatu kelompok fenol terbesar

yang ditemukan di alam. Senyawa – senyawa ini merupakan zat warna merah,

ungu, dan biru, dan sebagian warna kuning ditemukan dalam tumbuh – tumbuhan

(Kar, 2013).

Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri, antioksidan dan jika diberikan

pada kulit dapat menghambat pendarahan (Simanjuntak, 2008). Flavonoid dapat

memperpendek fase inflamasi pada penyembuha luka dengan cara mengiliminasi

reactive oxygen spesies (ROS), detoksifikasi hidrogen peroksida (H2O2) sehingga

menurunkan level lipid peroksida, meningkatkan kadar enzim antioksidan dalam

jaringan luka sehingga menghambat efek berantai radikal bebas (Olorunnisola,

2012).
20

Flavonoid ialah suatu senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada

tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan

tingkat tinggi (Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-

glikosida, isoflavon C- dan Oglikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon

dengan C- dan O-glikosida, dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin,

auron O-glikosida, dan dihidroflavonol O-glikosida. Golongan flavon, flavonol,

flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk aglikonnya

(Rohyami,2008).Flavonoid tersusun dari dua cincin aromatis yang dapat atau

tidak dapat membentuk cincin ketiga dengan susunan C6-C3-C6 (Rohyami,

2008).

Gambar 4. Struktur flavanoid Sumber : (Rohyami, 2008).

2.5.3.2 Alkaloid

Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang terbanyak

ditemukan dialam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-

tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloid

mengandung paling sedikit suatu atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin

heterosiklik (Lenny, 2006).

Manfaat alkaloid dalam bidang kesehatan antara lain adalah untuk

memacu sistem saraf, menaikkan atau menurunkan tekanan darah dan melawan

infeksi mikrobia (Widi et al., n.d).


21

2.5.3.3 Saponin

Saponin adalah glikosida berat dengan molekul tinggi, yang terdiri dari

unit gula (s) terkait dengan tripen atau alycone steroid. Banyak saponin memiliki

sifat deterjen. Mereka menurunkan tegangan permukaan larutan air dan karena itu

memberikan busa yang stabil ketika kontak dengan air. Nama “saponin” berasal

dari kata latin sapo (sabun). Saponin juga diketahui menyebabkan hemolisis (lisis

eritrosit dengan merilis hemoglobin), memiliki rasa pahit (Madland, 2013).

Saponin berfungsi memiliki kemampuan sebagai pembersih dan antiseptik

yang dapat membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme

(Simanjuntak, 2008).

2.5.3.4 Tanin

Tanin merupakan suatu senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui

mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan

antioksidan. Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks,

terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal,

mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut

(Malangi et al., 2012).

Tanin dibagi menjadi 2 kelompok yaitu tanin terhidrolisis dan tanin

terkondensasi. Tanin memiliki peranan biologis yang sangat kompleks mulai dari

pengendap protein hingga penghelat logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai

antioksidan biologis (Malangi et al., 2012). Tanin berfungsi sebagai astringen

yang dapat menyebabkan penutupan pori-pori kulit, menghentikan eksudat dan

pendarahan yang ringan (Simanjuntak, 2008).


22

2.6 Kerangka Konsep

Gingiva Tikus Ekstrak daun serai dapur


(Cymbopogon Citratus)
Trauma

Luka/ fase inflamasi

Antioksidan Flavanoid
Antimikroba Saponin
Astringen Tanin

Mengalami perbaikan sel Fase


( Fase proliferasi/fibroblase, colagen, Remodeling/
angiogenesis, epitelisasi ) penyembuhan
luka

Keterangan :

Variabel yang tidak diteliti

Variabel yang diteliti

Gambar 5. Kerangka Konsep Penelitian


23

2.7 Hipotesis

Terdapat Perbedaan Efektivitas Ekstrak Daun Serai Dapur (Cymbopogon

Citratus) Terhadap Pembentukan Angiogenesis Pada Penyembuhan Luka

Gingiva Tikus Wistar.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental

laboratorium.

3.2 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan The Randomized

Control Group Post Test Only Design (Effandilus, 2013).

Gambar 6. Rancangan Penelitian

Keterangan :
R : Random
S : Sampel
Po : Kelompok kontrol diberikan sedian aQuades.
P1 : Perlakuan kelompok I diberikan ekstrak daun serai
konsentrasi 5%
P2 : Perlakuan kelompok II diberikan minyak atsiri serai
konsentrasi 10%
P3 : Perlakuan kelompok III diberikan minyak atsiri serai
konsentrasi 15%
Ok : Observasi luka mukosa pada tikus kontrol
Op1: Observasi luka mukosa pada tikus Perlakuan I.
Op2: Observasi luka mukosa pada tikus Perlakuan II.
Op3: Observasi luka mukosa pada tikus Perlakuan III.

24
25

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian : Laboratorium Kopertis Wilayah X Sumatera Barat,

Laboratorium Farmasi Universitas Andalas Sumatera Barat, dan

Laboratorium Patologi Anatomi Universitas Andalas Sumatera Barat.

2. Waktu penelitian: February – Maret 2015 (penelitian pendahuluan –

penelitian sesungguhnya).

3.4 Subjek dan Besar Sampel

Sesuai dengan rancangan penelitian, maka sampel (tikus wistar) dalam

penelitian ini jumlahnya 24 dan dibagi dalam empat kelompok dalam 2 time

series (H+7 dan H+14), yaitu satu kelompok kontrol dan tiga kelompok

perlakuan. Kelompok kontrol dengan pemberian aquades, sedangkan pada

kelompok perlakuan mendapat pemberian ekstrak serai dapur konsentrasi

5%,10%,15%.

1. Kriteria Subjek

Sampel dalam penelitian ini adalah tikus yang memenuhi kriteria

inklusi sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi :

1) Tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) dewasa dan sehat.

2) Jenis kelamin jantan.

3) Umur 3– 4 bulan.

4) Berat 200-250 gram.

b. Kriteria Ekslusi : Tikus tidak mau makan dan tikus mati saat

penelitian sedang berlangsung.


26

2. Besaran Sampel

Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini berdasarkan

rumus Federer (Sulistiawati,2011) :

(t – 1) (n – 1 ) ≥ 15

(8 – 1) (n – 1 ) ≥ 15

8 n – 8 ≥ 15

7n ≥ 22

n≥3

Dimana, t = banyak perlakuan

n = banyak perulangan

Jumlah tikus yang digunakan = Jumlah perlakuan (t) × jumlah perulangan (n)

=8×3

= 24 ekor tikus

Dalam penelitian ini terdapat 1 kelompok kontrol dan 3 kelompok

perlakuan, dengan memasukkan nilai t = 4 kelompok dikali 2 time series (H+7

dan H+14) sehingga nilai t = 8 perlakuan.

3.5 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel diambil melalui tikus dengan genetik sama, maka pengambilan

dengan random atau tidak bukan menjadi masalah. Untuk menghindari bias

karena faktor umur dan berat badan maka pengelompokan sampel dilakukan

secara acak dan dilakukan penimbangan tikus sebelum perlakuan.

Tikus diadaptasi terlebih dahulu selama 7 hari sebelum diberi perlakuan.

Tikus diberi makan dan minum selama dalam pemeliharaan. Tikus yang telah

menjalani masa adaptasi kemudian dibagi menjadi 4 kelompok secara acak untuk
27

setiap time series, masing-masing perlakuan 3 ekos yaitu kelompok P0,P1,P2, dan

P3.

3.6 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas adalah ekstrak daun serai dapur.

2. Variabel tergantung adalah pembentukan angiogenesis.

3. Variabel kendali adalah tikus, umur, sehat, jenis kelamin yang sama, berat

badan, tempat luka yang sama, makanan dan minuman, temperature.

3.7 Definisi Operasional Variabel

Tabel 6. Definisi Operasional Variabel

No. Variabel Definisi Cara Pengukuran


1. Ekstrak daun Ekstrak dari daun serai dapur yang
serai dapur didapatkan dengan teknik maserasi basah,
konsentrasi 5%, 10% dan 15%
2. Angiogenesis Suatu proses pembentukan pembuluh darah Dengan menghitung
baru di dalam tubuh yang berasal dari jumlah pembuluh darah
pembuluh darah yang lama lalu dibuat skor/lapang
pandang perbesaran
400x mikroskop elektrik
3. Jenis tikus Pada penelitian ini objek adalah tikus wistar
(Rattus norvegicus)
4. Jenis kelamin Jantan dinyatakan secara ciri-ciri fisik badan
tikus wistar tersebut adalah jantan
5. Umur Umur rata-rata tikus wistar yang akan
digunakan dalam penelitian rata-rata 3-4
bulan
6. Berat badan Merupakan berat badan rata-rata dari tikus
wistar yang akan digunakan dalam penelitian Timbangan
yaitu 200-250 gram.
7. Pakan Digunakan untuk makan tikus wistar setiap
harinya
8. Kandang Digunakan untuk menempatkan tikus wistar
selama penelitian.
9. Model Luka insisi terbuka yang dibuat di bagian
luka tikus gingiva tikus wistar, dengan menggunakan
alat punch biopsy berupa pisau berbentuk
bulat yang menempel pada handle plastik,
yang diputar dan ditekan dengan diameter
2mm sehingga didapatkan luka yang seragam
pada semua tikus wistar.
28

3.8 Alat dan Bahan

1. Alat

a. Mikroskop elektrik(Olympus Type BX 51)

b. Kaca preparat

c. Punch biopsy diameter 2 mm

d. Pinset

e. Timbangan hewan

f. 1 set alat evaporasi

g. Gunting bedah

h. Botol irigasi

i. Wadah pemeliharaan tikus

j. Kamera documentasi

k. Spidol

2. Bahan

a. Bahan utama :

1) Tikus wistar

2) Ekstrak daun serai dapur (Cymbopogon citratus) 5%, 10% dan

15%.

b. Bahan penunjang :

1) Hematoxcylin Eosin

2) Alkohol 70 %

3) Sarung tangan

4) Masker

5) Aquades
29

6) Eter 10%

7) NaCl fisiologis 0,9 %

8) Bouin’s fixative

3.9 Cara kerja

Alur perlakuan terhadap hewan coba adalah sebagai berikut :

a. Sebelum Penelitian

1. 24 ekor tikus putih galur wistar jantan yang sehat, umur 3-4 bulan,

dengan berat 200-250 gram diletakkan dalam kandang.

2. Kandang terbuat dari wadah plastik berukuran 23 cm x 17 cm x 9,5 cm

dengan alas sekam padi dan tutup dari anyaman kawat yang kuat, tahan

gigitan, tidak mudah rusak sehingga hewan tidak mudah lepas.

3. Kandang diberi lampu, ditempatkan pada ruangan dengan ventilasi

baik, cukup cahaya, tenang, tidak bising, suhu diatur pada suhu kamar

sekitar 25º C dengan kelembaban berkisar 50%. Kandang dibersihkan

3 hari sekali.

4. Tikus diadaptasikan selama 7 hari dan diberi diet standar dengan

menggunakan makanan merk HPS 511 dan air biasa untuk minum.

5. Pemberian makanan dan minuman.

b. Selama Penelitian

1. Pembuatan Eksrak daun serai

Ekstrak daun serai dapur didapat dengan cara :

a) Daun serai sebanyak 3 kg dicuci bersih, kemudian diiris-iris.

b) Irisan tersebut kemudian direndam dengan etanol 96% sebanyak

15 L selama 5 hari.
30

c) Daun serai yang telah direndam disaring

d) Hasil saringan yang diperoleh masih bercampur etanol, kemudian

diuapkan dengan rotary evaporator suhu 65º C dan diperoleh

ekstrak cair pekat.

2. Perhitungan konsentrasi

Membuat ekstrak serai menjadi beberapa konsentrasi yaitu 5%, 10%,

dan 15%. Adapun perhitungan konsentrasi sebagai berikut:

a) Larutan yang dibuat adalah 100 ml pada tiap-tiap konsentrasi.

b) Perhitungan menggunakan rumus : konsentrasi

1) Perhitungan: 15%

Konsentrasi 15 % =

Berarti diambil 15 gr dan ditambah aquades sampai 100 ml

2) Perhitungan: 10%

Konsentrasi 10% =

Berarti diambil 10 gram dan ditambah aquades sampai 100 ml

3) Perhitungan: 5%

Konsentrasi 5% =

Berarti diambil 50 gram dan ditambah aquades sampai 100 ml

3. Pembuatan luka pada tikus


31

Pembuatan luka dilakukan secara steril dan tikus didisinfeksi

dengan alkohol 70%, kemudian tikus dianastesi dengan eter 10% dosis.

Punch biopsy berukuran 2 mm ditekan pada permukaan gingiva

anterior bawah kemudian diputar sambil terus ditekan hingga mencapai

tulang alveolar. Punch biopsi ditarik ke atas sehingga akan terlihat

jaringan yang terpotong. Jaringan yang sudah terpotong lalu diangkat

menggunakan pinset dan dipotong dengan gunting bedah hingga

didapatkan luka berbentuk lingkaran dengan kedalaman mencapai

tulang alveolar pada gingiva anterior rahang bawah regio insisivus.

Luka yang terjadi kemudian dibersihkan dengan larutan NaCl 0,9%.

4. Pengaplikasian bahan

Ekstrak daun serai dapur diirigasi dengan dosis 5%, 10%, 15%

pada kelompok perlakuan setiap 2 kali sehari, sebanyak 0,36 ml larutan

setiap 1 kali irigasi.

5. Dekapitasi

Pada H+7 dan H+14 semua hewan percobaan dieutanasia

dengan menggunakan anasthesi inhalasi dietil eter 10% dengan cara

memasukkan tikus ke dalam toples kemudian masukkan kapas yang

telah dibasahi dengan eter. Setelah proses dekapitasi selesai, dilakukan

pembedahan untuk mengambil jaringan pasca perlukaan pada hewan

coba. Jaringan tersebut kemudian dibersihkan dengan NaCL 0,9%

fisiologi kemudian dimasukkan ke dalam botol organ yang sudah berisi

larutan Boin’s Fixative selama 24 jam.

6. Pembuatan Preparat
32

Selanjutnya jaringan gingiva difiksasi dengan Boin’s Fixative

dan dibuat sediaan mikroskopik kemudian dikirim ke Laboraturium

Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas untuk

pembuatan sediaan mikroskopis jaringan gingiva. Langkah pembuatan

preparat histologi (Balqis, 2014) :

a) Fiksasi organ

Fiksasi organ menggunakan larutan bouin’s dan dilakukan selama

24 jam.

b) Pencucian dan Dehidrasi

Jaringan luka direndam dengan alkohol bertingkat 70%, 80%,

95%. Absolut I,II,III masing-masing 1,5 sampai 2 jam.

c) Clearing

Jaringan dimasukkan dalam clearing agent xylol I ,xylol II selama

masing-masing selama 1 jam.

d) Infiltrasi

Jaringan dimasukkan ke dalam parafin cair I selama 1,5 jam dan

paraffin cair II,III selama 2 jam.

e) Embedding (Penanaman)

Sampel organ diletakkan pada blok paraffin berupa kotak-kotak

kecil dan disimpan pada suhu ruang selam 12 jam.

f) Section (Pemotongan)

Sampel organ yang telah diselubungi dengan paraffin selanjutnya

dipotong setebal 5 mikrom dengan menggunakan mikrotom, hasil


33

potongan kemudian ditempelkan pada kaca objek yang sebelumnya

telah diolesi albumin – gliserin yang berfungsi sebagai perekat

g) Pewarnaan

1) Preparat direndam ke dalam xylol 1, xylol 2 dan xylol 3

masing-masing selama 3 menit.

2) Kenudian Rendam dalam alkohol bertingkat

96%,90%,80%,70%, masing-masing selama ± 2-3 menit.

Kemudian irisan dikeringkan dengan lap.

3) Preparat dimasukkan ke air mengalir selama 3 menit

4) Rendaman irisan dalam larutan hematoxylin selama ± 7 menit.

5) Dicuci dengan air mengalir selama 7 menit.

6) Rendam ke dalam alkohol bertingkat 70%,80%,90%,95%

masing-masing 3 celupan

7) Rendam kedalam xylol 1, dan xylol 2 masing-masing selama 2

menit

8) Preparat ditetesi dengan Entelan dan ditutup dengan gelas

penutup

9) Sediaan diamati dibawah miskroskop dengan pembesaran 400x

7. Pembentukan Angiogenesi pada gingiva tikus

Pembentukan Angiogenesis dilihat pada H+7 dan H+14 yang

sebelumnya telah dilakukan pewarnaan Hematoxcylin Eosin

Pengamatan dilakukan secara Mikroskopis dengan cara menghitung


34

jumlah pembuluh darah baru pada sediaan histopatologi dilihat pada

pembesaran 400x pada 1 lapang pandang, kemudian pembuluh darah

baru tersebut dibuat skor lalu pembuluh darah baru yang telah diberi

skor tersebut dijumlahkan kemudian dilihat perbandingan antara

kelompok kontrol dan perlakuan.

Tabel 7. Penilaian Mikroskopis (Napanggala, 2013).

Parameter dan deskripsi Skor

Jumlah angiogenesis
1. Lebih dari 2 pembuluh darah
baru/lapang pandang perbesaran 400x
mikroskop 3

2. 1-2 pembuluh darah baru/lapang 2


pandang perbesaran 400x mikroskop

3. Tidak ada pembuluh darah baru/lapang


pandang perbesaran 400x mikroskop. 1
35

3.10 Alur Penelitian

24 Ekor Tikus Wistar

Adaptasi Minimal 7 Hari

Pembuatan luka

Kelompok Kontrol
Kelompok Perlakuan
(3 ekor dalam 2 time series)
(3 ekor dalam 2 time series)
Irigasi aquades.

Kel. Perlakuan I Kel. Perlakuan II Kel. Perlakuan III

(3 ekor dalam 2 (3 ekor dalam 2 (3 ekor dalam 2

time series)dirigasi time series) dirigasi time series) dirigasi

ekstrak serai 5 % ekstrak serai 10% ekstrak serai 15%

Dekapitasi hewan coba


H+7 dan H+14

Pembuatan preparat
.
Pemeriksaan pembentukan angiogenesis
dengan mikroskop elektrik

Analisis data

Gambar 7. Alur Penelitian


36

3.11 Analisis Data

Data dianalisis menggunakan analisi deskriptif yang mana analisis

tersebut bertujuan untuk menggambarkan/ mendeskripsikan karakteristik

masing-masing variabel yang diamati. Kemudian hasil disajikan dalam

bentuk tabel yang diperoleh dari nilai kecenderungan sentral (mean dan

median) dan sebaran (SD) dari variabel tergantung (pembentukan

angiogenesis). Data hasil pemeriksaan proses angiogenesis marupakan

data dengan skala ordinal sehingga dilakukan uji hipotesis non parametrik

Kruskal – wallis
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan di laboratorium Patologi Anatomi

Universitas Andalas dengan sampel penelitian dibagi menjadi 1 kelompok kontrol

dan 3 kelompok perlakuan dengan berbagai konsentrasi Ekstrak Daun Serai Dapur

(Cymbopogon Citratus) yaitu dengan konsentrasi 5%,10%,15% memiliki

konsentrasi sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Rata-Rata Skor Proses Angigenesis Pada Kelompok Kontrol,


5%, 10% dan 15%

Skor Proses Angiogenesis


Kelompok
H+7 H+14

Kontrol 1 1

5% 2 2

10% 2 3

15% 3 3

Tabel 1 terlihat hasil proses angigenesis dengan ekstrak daun serai dapur

pada penyembuhan luka gingiva tikus wistar pada konsentrasi 5%, 10% dan 15.

Data hasil penelitian selanjutnya dilakukan analisis deskriptif dan analisis

statistik dengan taraf signifikan 5%.

37
38

Tabel 2. Uji Kruskal-Wallis Efektivitas Ekstrak Daun Serai Dapur


(Cymbopogon Citratus) Terhadap Pembentukan Angiogenesis Pada
Penyembuhan Luka Gingiva Tikus Wistar Pada H+7 dan H+14.

Mean
Kelompok N p value
Rank
Kontrol 3 2
5% 3 6,67
0,040
10 % 3 7,83
15 % 3 9,50

Tabel 3. Uji Kruskal-Wallis Efektivitas Ekstrak Daun Serai Dapur


(Cymbopogon Citratus) Terhadap Pembentukan Angiogenesis Pada
Penyembuhan Luka Gingiva Tikus Wistar Pada H+7 dan H+14.

Mean
Kelompok N p value
Rank
Kontrol 3 2
5% 3 6
0,022
10 % 3 9
15 % 3 9

Pada pengujian efektivitas ekstrak daun serai dapur terhadap pembentukan

angiogenesis pada penyembuhan luka gingiva tikus wistar hari ke 7 dan 14 dibagi

4 kelompok yaitu kelompok kontrol dengan menggunakan aquades, kelompok

konsentrasi 5%, 10% dan 15% menggunakan ekstrak daun serai dapur. Masing-

masing kelompok melakukan penelitian terhadap 3 ekor tikus. Berdasarkan mean

rank yang didapatkan dari pengolahan data didapat kesimpulan bahwa semakin

tinggi tingkat konsentrasi ekstrak daun serai dapur maka semakin banyak

pembentukan angiogenesis pada penyembuhan luka gingiva tikus wistar.

Hasil uji statistik menggunakan uji Kurskal-Wallis didapat nilai,

p=0,040<0,05, dan p=0,022<0,05, dapat disimpulkan ada perbedaan hasil

diantara keempat kelompok kontrol, 5%, 10% dan 15% pada H+7 dan H+14.
39

4.2 Pembahasan

Pada proses penyembuhan luka adanya suatu proses kompleks yang terkait

satu sama lain, dari perbaikan jaringan dan remodelling jaringan sebagai respon

atas terjadinya jejas. Proses penyembuhan luka bertujuan untuk merenkontruksi

suatu jaringan semirip mungkin dengan jaringan aslinya. Tahapan penyembuhan

luka dapat meliputi 3 proses yaitu proses peradangan atau inflamasi (± 72 jam

adalah proses dimana limfosit keluar sebagai salah satu mediator radang kronis),

dan proses proliferasi seperti fibroblast, reepitelisasi, pembentukan jaringan

granulasi, angiogenesis, interaksi antara berbagai sel dan matriks, serta proses

remodeling jaringan (Rizki, 2013).

Pada penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian

ekstrak daun serai dapur (Cymbopogon citratus) terhadap proses angiogenesis

pada penyembuhan luka gingiva tikus wistar. Peran daun serai dapur terhadap

proses penyembuhan luka, adalah pada fase proliferasi. Dari hasil pemeriksaan

histologis dengan pewarnaan hematoxylin-eosin (HE) pada pengamatan H+7 dan

H+14 didapatkan kelompok perlakuan dengan konsentrasi 5%,10%,15%

menunjukkan dimulainya proses penyembuhan luka dan angiogenesis yang

ditandai dengan adanya peningkatan jumlah makrofag, jumlah fibroblas,

penambahan ketebalan kolagen dan peningkatan jumlah pembuluh darah.


Menurut teori, fase proliferasi berlangsung mulai hari ke-5 hingga hari ke-

21 pada pasca cidera. Fase ini disebut juga dengan fase fibroplasia, karena pada

fase ini yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblas. Fase ini berlangsung

dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ke-tiga yang ditandai

dengan deposisi matriks ekstraselular, angiogenesis, dan epitelisasi. (Sugianan,

2011).
40

Pada penelitian ini, terdapat pula hal yang menarik seperti pada

pengamatan H+7 dan H+14 terdapat adanya perbedaan pada jumlah pembuluh

darah antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yang sangat signifikan.

Menurut teori, berbagai macam growth factor diproduksi oleh makrofag yang

berfungsi untuk memicu proses angiogenesis dan pembentukan fibroblas.

Angiogenesis sendiri mulai tampak pada hari ke-5 pasca cidera. Pada proses

angiogenesis juga sangat mempengaruhi pembentukan fibroblas (Hidayat, 2013).


Semakin baik vaskularisasi pada daerah luka, maka semakin bertambah

pula proliferasi fibroblas. Fibroblas akan bermigrasi ke daerah luka dan mulai

berproliferasi menghasilkan matriks ekstraseluler. Sel endotel pembuluh darah di

daerah sekitar luka akan berproliferasi membentuk kapiler baru untuk mencapai

daerah luka. Ini menandakan bahwa dimulainya proses angiogenesis (Hidayat,

2013).
Angiogenesis terjadi karena adanya respon terhadap faktor angiogenik

yang menstimuli terjadinya kapiler baru sebagai akibat adanya pertumbuhan. Sel

endotel akan bermigrasi kemudian berproliferasi dan membentuk tabung lumen,

kemudian vaskuler lain yang berdekatan akan saling berhubungan pada daerah

luka. Sedangkan endotel yang terdapat dalam peredaran darah dan sampai pada

pembuluh yang mengalami kerusakan juga dapat teraktivasi dan membentuk

dinding pembuluh darah baru (Hidayat, 2008).


Dari hasil pengamatan mikroskopis preparat histopatologi berdasarkan

bentukan pembuluh darah (angiogenesis), memberikan hasil seperti tersaji pada

Tabel 1. Data tabel tersebut menunjukkan bahwa angiogenesis untuk kelompok

perlakuan pada H+7 dan H+14 lebih banyak secara signifikan dibandingkan

dengan kelompok kontrol. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh zat aktif yang
41

terkandung dalam ekstrak daun serai dapur yang mempercepat proses

pembentukan pembuluh darah terhadap jaringan luka tikus.


Menurut Hamza (2010) ekstrak dari tumbuhan daun serai dapur

mempunyai kompenen seperti saponin, tannin, alkaloid dan flavanoid. Penelitian

terdahulu menunjukkan bahwa konstituen fitokimia seperti flavanoid dan

triterpenoid menyebabkan kontraksi luka dan meningkatkan epitelisasi

(Ferdinandez, 2013)
Sehingga dapat terbukti pada penelitian bahwa ekstrak daun serai dapur

efektif terhadap penyembuhan luka gingiva tikus wistar, dimana jika semakin

tinggi tingkat konsentrasi ekstrak daun serai dapur maka semakin banyak proses

angiogenesis pada penyembuhan luka gingiva tikus wistar. Hal ini dapat

disebabkan oleh adanya kandungan zat pada serai yang diduga dapat membantu

penyembuhan luka gingiva tikus wistar.


Diperkuat oleh pendapat Jabal (2011), mengatakan komponen senyawa

kimia yang terkandung dalam tanaman ekstrak serai dapur (cymbopogon citratus)

yaitu minyak atsiri, alkaloid, tanin, flavanoid, dan polifenol. Sedangkan minyak

atsirinya mengandung senyawa citral, geranial, citronellal, methylheptenome,

eugenol, eugenol kodinem, kadinol, methyl eter, dipenten, dan limonen.

Komponen-komponen tersebut bersifat antioksidan, antiinflamasi, antibakterial,

antiobesitas, antinociceptive, anxiolytic, dan juga antihipertensi (Olorunnisola et

al., 2012).

Berdasarkan hal ini maka menurut analisa peneliti terhadap penelitian ini

adalah terbukti bahwa ekstrak daun serai dapur efektif terhadap penyembuhan

luka gingiva tikus wistar, hal ini diduga karena adanya kandungan zat kimia yang

terdapat pada serai. Hasil penelitian ini menarik dan perlu dilakukan pengkajian

lebih dalam sehingga bisa menjadi referensi bagi dunia kedokteran gigi dengan
42

memanfaatkan bahan alami yang mudah didapatkan. Dalam hal ini peneliti

menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut

tentang pengaruh lain yang ditimbulkan darin Ekstrak Daun Serai Dapur

(Cymbopogon Citratus) terhadap Luka Gingiva Tikus Wistar.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang ”Efektivitas Ekstrak Daun Serai

Dapur (Cymbopogon Citratus) Terhadap Proses Angiogenesis Pada Penyembuhan

Luka Gingiva Tikus Wistar” maka didapatkan hasil tidak ada pengaruh kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan terhadap penyembuhan luka gingiva tikus wistar

pada hari ke-7. Sedangkan pada pemeriksaan hari ke-14 didapatkan hasil ada

pengaruh kelompok kontrol dan perlakuan terhadap penyembuhan luka gingiva

tikus wistar. Pada konsentrasi 15% memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

penyembuhan luka gingiva tikus wistar pada hari ke-14. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa proses penyembuhan luka gingiva memiliki jumlah pembuluh

darah yang banyak pada pengamatan hari ke-14 akibat adanya pemberian ekstrak

daun serai dapur pada kelompok perlakuan pada konsentrasi 15% dibandingkan

dengan kelompok kontrol. Hal ini disebabkan karena, semakin tinggi konsentrasi

ekstrak daun serai dapur dan semakin lama hari perawatan, maka proses

angiogenesis akan semakin bertambah.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka menurut peneliti perlu

dilakukan pengkajian lebih tentang Efektifitas Ekstrak Daun Serai Dapur

(Cymbopogon Citratus) Terhadap Proses Angiogenesis Pada Penyembuhan Luka

Gingiva Tikus Wistar. Perlu penelitian tentang adanya pengaruh lain yang

43
44

ditimbulkan dari Ekstrak Daun Serai Dapur (Cymbopogon Citratus) terhadap

Luka Gingiva Tikus Wistar.


DAFTAR PUSTAKA

Abednego, C. 2014. Hubungan Gingivitis Pada Ibu Hamil Trimsemester III


Terhadap Berat Badan Bayi Baru Lahir Di Bkia Dauh Puri Denpasar
Barat. Denpasar : Universitas Mahasaraswati.

Arswendiyumna, R. Burhan, P. Zetra, Y. 2011. Minyak Atsiri Dari Daun Dan


Batang Tanaman Dua Spesies Genus Cymbopogon, Famili
Gramineae Sebagai Insektisida Alami Dan Antibakteri. Surabaya :
Institusi Teknologi Sepuluh Nopember.

Rubi, RA. 2011. Peran Heparin dalam Angiogenesis, Epitelisasi dan


Penyembuhan Luka Bakar. Vol. 7 No. 14 (1).

Balqis, U, Rosmaidar, Marwiyah. 2014. Gambaran Histopatologis Penyembuhan


Luka Bakar Menggunakan Daun Kedondong (Spondias Dulcis F)
Dan Minyak Kelapa Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus).

Baroroh, DB. 2011. Konsep Luka. Basic Nursing Departement. PSIK FIKES
UMM.

Daliemunthe, SH. 2008. Periodonsia . Medan : Departemen Periodonsia Fakultas


Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Effandilus, E. T. 2013. Metodologi Penelitian Kesehatan: Bahan Seminar


Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah. Padang. Universitas
Baiturrahmah.

Febram, B. 2010. Aktivitas Sediaan Salep Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon
(Musa Paradisiaca Var Sapientum) Dalam Proses Persembuhan
Luka Pada Mencit (Mus Musculus Albinus). Bogor : Institut
Pertanian Bogor, 15 Maret, pp : 121-122.

Ferdinandez, MK, Dada, IKA dan Damriyasa, IM. 2013. Bioaktivitas Ekstrak
Daun Tapak Dara (Catharantus Roseus) Terhadap Kecepatan
Angiogenesis Dalam Proses Penyembuhan Luka Pada Tikus Wistar.
Indonesia Medicus Veterinus 2013, 2(2) : 181

Hayati. 2011. Faktor Faktor yang berhubungan dengan penyembuhan luka pasca
operasi diirna bedah rsup dr.M.Djamil padang tahun 2010. Padang :
Universitas Andalas.

Hamza, IS, Ahmed, SH, Aoda, H. 2009. Study The Antimicrobial Activity of
Lemon Grass Leaf Extracs. Ministry of Science & Technology.

45
46

Hidayat, T,S,N. 2013. Peran Topikal Ekstrak Gel Aloe Vera Pada Penyembuhan
Luka Bakar Derajat Dalam Pada Tikus, PhD Tesis. Surabaya :
Universitas Airlangga, November 14,2014.

Jabal, Arif Rahman. 2011. Uji Hambat Minyak Atsirih Sereh Sayur Terhadap
Staphylococcus Aureus Penyebab Infeksi Pada Kulit. Skripsi.
Program Sarjana Strata Satu (S1) Jurusan Biologi FMIPA. Palu :
Universitas Tadukalo

Joshua, AA, Usunomena, Y, Lanre, AB, Amenze, O, Gabriel, OA. 2012.


Comparative Studies On The Chemical Composition And
Antimicrobial Activities Of The Ethanolic Extracts Of Lemon Grass
Leaves And Stems. Nigeria : Benson Idahosa University

Kalangi, S.J.R. 2011. Peran Integrin pada Angiogenesis Penyembuhan Luka.


Manado : Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi vol.38.
no.3

Kar, Ashitosh. 2013. Farmakognosi dan Farmakobioteknologi. Jakarta : EGC,


vol l, pp. 180.

Lenny, S. 2006. Senyawa Flavanoid, Fenil Propanoida dan Alkaloida. Medan :


Universitas Sumatera Utara.

Madland, E. 2013. Extraction, Isolation and Strukture Elucidation of Saponins


From Herniariaincana. Norwegia : Universitas of Science and
Technology Department of Chemistry.

Malangi, P.L. 2012. Penentuan Kandungan Tanin dan Uji Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea Americana Mill). Manado :
Universitas Sam Ratulangi, Vol. 1. pp : 5-6.

Marzo. 2013. Gambaran Regulasi Pemodelan Ulang Pada Tulang Di Tingkat Sel,
pp : 23-24.

Nambiar, V.S, Matela, H. 2012. Potential Functions of Lemon Grass


(Cymbopogon citratus) in Health and Disease. Gujarat, India :
Faculty of Family and Community Sciences, The M.S. University of
Baroda.

Napanggala, A. Susianti dan Apriliana, E. 2013. Pengaruh Pemberian Getah


Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Secara Topikal Terhadap
Tingkat Kesembuhan Luka Iris Pada Tikus Putih Jantan Galur
Sprague dawley. Lampung : Universitas Lampung

Olorunnisola, S.K, Asiyanbi, HT, Hammed, AM. and Simsek, S. 2014. Biological
Properties of Lemongrass: An overview. Gombak, Selangor,
47

Malaysia : Biotechnology Engineering Departement, International


Islamic University Malaysia.

Oloyed Omotade I. 2009. Chemical Profile And Antimicrobial Activity Of


Cymbopogon Citratus Leaves. Nigeria : University Of Ado-Ekiti,
Vol. 2, Pp : 100-101

Rizki H, M. Muhammad, J. Mintarsih, D. K. 2013. Efektifitas Esktrak Kulit


Manggis (Garcinia Mangostana L) Terhadap Percepatan Proliferasi
Fibroblas Pad Ulkus Traumatikus Kronis Mukosa Mulut Mencit
(Mus Musculus). Oral Medicine Dental Jurnal. Vol 5.

Rohyami, Y.2008. Penentuan Kandungan Flavonoid dari Ekstrak Metanol Daging


Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Scheff Boerl).
Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia, vol.5, no.1, pp. 1.

Sari, DK. 2002. Pengaruh Aplikasi Ekstrak Sereh Dapur Terhadap Radang
Mukosa Mulut. Jakarta : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia.

Sari, L.O.R.K. 2006. ‘Pemanfaatan Obat Tradisional Dengan Pertimbangan


Manfaat dan Keamanannya’, Majalah Ilmu Kefarmasian, vol. III,
no.1, hal. 01 – 02

Simanjuntak, M. 2008. Penentuan Kandungan Flavonoid dari Ekstrak Metanol


Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Scheff Boerl).
Medan : Universitas Sumatera utara.

Sumiartha, K, Kohdrata, N, Antara, SN. 2012. Good agricultural practice


Tanaman sereh (cymbopogon citratus (dc.) Stapf). Denpasar :
Universitas Udayana.

Sugiaman, V.K. 2011. Peningkatan Penyembuhan Luka di Mukosa Oral Melalui


Pemberian Aloe Vera (Linn.) Secara Topikal. Bandung : Universitas
Kristen Maranatha.

Sulistiawati, I.D.A.N. 2011. Pemberian Ekstrak Daun Lidah Buaya (Aloe Vera)
Konsentrasi 75% Lebih Menurunkan Jumlah Makrofag Daripada
Konsentrasi 50% Dan 25% Pada Radang Mukosa Mulut Tikus Putih
Jantan.PhD Thesis. Denpasar : Universitas Udayana.

Ulung. 2014. Sehat Alami Dengan Herbal. Studi Biofarmaka LPPM IPB &
Gagasan Ulung. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Suwiti, K.T. 2010. Deteksi Histologik Kesembuhan Luka Pada Kulit Pasca
Pemberian Daun Mengkudu (Morinda Citrofilia Linn). Bali :
Universitas Udayana, vol. 2 no.1. : 1- 2.
48

Widi, K.R., Indriati, T. Tanpa Tahun. Penjaringan dan Identifikasi Senyawa


Alkaloid Dalam Batang Kayu Kuning (Arcangelisia Flava Merr).
Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.
Lampiran 1. Riwayat Akademik Peneliti

Riwayat Akademik Peneliti

Riwayat Pribadi
Nama : Mardiani Putri
Tempat/Tanggal Lahir : Sibolga/20 maret 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jln.R. Suprapto no.79 A, Sumut

Nama Orang Tua


Ayah : Alm. Muallis Chaniago
Ibu : Hj.Etty Sikumbang
Alamat Orang Tua : Jln. R. Supropto no.79 A, Sumut

Riwayat Pendidikan Peneliti


SD : SDN. No. 081232
Tahun : 2004/2005
Alamat : Jln. Datuk Itam, Sibolga, Sumut

SMP : SMP Swasta Al-muslimin Pandan


Tahun : 2007/2008
Alamat : Jln. D.I Panjaitan, Pandan, Sumut

SMA : SMA N 3, Sibolga, Sumut


Tahun : 2010/2011
Alamat : Jl. R. Suprapto

49
Lampiran 2. Surat Pengantar Penelitian

50
Lampiran 3. Jadwal Penelitian

Kegiatan & Tahun 2014 Tahun 2015


No ruang lingkup
Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
penelitian
1 Judul
2 Outline
3 BAB I
4 BAB II
5 BAB III
Seminar
6 Proposal
7 Pre Penelitian
8 Penelitian
9 Analisis Data
10 BAB IV
11 BAB V
12 Seminar Hasil

51
Lampiran 4. Surat Bebas Laboratorium

Surat Bebas Kopertis

52
53

Surat Bebas Laboratorium Farmasi


54

Surat Bebas Laboratorium Patologi Anatomi


Lampiran 5. Master Tabel

Hasil Olah Data

Uji Normalitas

Explore
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Angiogenesis 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error


Angiogenesis Mean 1.92 .269
95% Confidence Lower Bound 1.36
Interval for Mean Upper Bound
2.47

5% Trimmed Mean 1.96


Median 3.00
Variance 1.732
Std. Deviation 1.316
Minimum 0
Maximum 3
Range 3
Interquartile Range 3
Skewness -.583 .472
Kurtosis -1.534 .918

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Angiogenesis .336 24 .000 .724 24 .000
a. Lilliefors Significance Correction

55
56

NPar Tests

Kruskal-Wallis Test

Ranks

Ekstrak Daun N Mean Rank


Angiogenesis Serai Dapur
Kontrol 6 3.50
5% 6 12.17
10% 6 16.33
15% 6 18.00
Total 24

Test Statisticsa,b

Angiogenesis
Chi-Square 18.350
df 3
Asymp. Sig. .000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Ekstrak Daun Serai Dapur
Lampiran 6. Foto Penelitian

Laboratorium Kopertis

Stage.1 Pemotongan Daun Stage.2 Penyaringan

Stage.3 Rotari Stage.4 Ekstrak Cair Pekat

57
58

Laboratorium Farmasi

Stage.1 ( Anasthesi ) Stage.2 ( Pembuatan Luka )


59

Stage.3 ( Aplikasi Bahan ) Stage.4 Dekapitasi

Laboratorium Patologi Anatomi

Pembuatan Preparat Histologi


60

Stage.1 ( Fiksasi Organ ) Stage.2 Pencucian/Dehidrasi


( Alkohol bertingkat 70%,80%,95%)

Stage.3 Penjernihan/Clearing Stage.4 ( Infiltasi & Embedding )


(Clearing agen xylol I, xylol II)
61

Stage.5 (Section/ Pemotongan) Stage.6 (Pewarnaa dengan


Hematoxylin)
Lampiran 7. Foto Hasil Penelitian

Kelompok Kontrol

Foto 1. Foto hasil pengamatan Angiogenesis pada kelompok kontrol pada hari ke-
7 dengan pembesaran (400x).

Foto 2. Foto hasil pengamatan Angiogenesis pada kelompok kontrol pada hari ke-
14 dengan pembesaran (400x).

62
63

Kelompok Perlakuan I Konst 5%

Foto 3. Foto hasil pengamatan Angiogenesis pada kelompok perlakuan 1 dengan


konsentrasi 5% ekstrak daun serai dapur pada hari ke-7 dengan pembesaran
(400x).

Foto 4. Foto hasil pengamatan Angiogenesis pada kelompok perlakuan I dengan


konsentrasi 5% ekstrak daun serai dapur pada hari ke-14 dengan pembesaran
(400x).
64

Kelompok Perlakuan II Konst 10%

Foto 5. Foto hasil pengamatan Angiogenesis pada kelompok perlakuan II dengan


konsentrasi 10% ekstrak daun serai dapur pada hari ke-7 dengan pembesaran
(400x).

Foto 6. Foto hasil pengamatan Angiogenesis pada kelompok perlakuan II dengan


konsentrasi 10% ekstrak daun serai dapur pada hari ke-14 dengan pembesaran
(400x).
65

Kelompok Perlakuan III Konst 15%

Foto 7. Foto hasil pengamatan Angiogenesis pada kelompok perlakuan III dengan
konsentrasi 15% ekstrak daun serai dapur pada hari ke-7 dengan pembesaran
(400x).

Foto 8. Foto hasil pengamatan Angiogenesis pada kelompok perlakuan III dengan
66

konsentrasi 15% ekstrak daun serai dapur pada hari ke-14 dengan pembesaran
(400x).

Anda mungkin juga menyukai