Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masa remaja adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan
seorang individu.. Masa remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia yang
serinng disebut masa pubertas. Pubertas merupakan masa awal pematangan seksual, yaitu suatu
periode dimana seorang anak mengalami perubahan fisik, hormonal, dan seksual serta mampu
mengadakan proses reproduksi. Pada awal pubertas, kadar hormon LH (luteinzing hormone) dan
FSH (follicle-stimulating hormone) akan meningkat, sehingga merangsang pembentukan hormon
seksual.
Masa remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia yang sering disebut
pubertas, pada tahap ini remaja putri terjadi peningkatan hormon yang dapat menyebabkan
pematangan payudara, ovarium, rahim dan vagina serta dimulainya siklus menstruasi. Disamping
itu juga timbulnya ciri-ciri seksual sekunder, misalnya tumbuhnya rambut kemaluan dan rambut
ketiak. Pubertas pada remaja putri umumnya terjadi pada usia 9-16 tahun, tergantung berbagai
faktor, yaitu kesehatan perempuan, status nutrisi dan berat tubuh terhadap tinggi.
Walaupun begitu pada kenyataannya banyak permpuan yang mengeluhkan sakit atau
ketidaknyamanan ketika mengalami menstruasi. Gejala tersebut antara lain adalah ketidakstabilan
emosi, sakit kepala, tidak bergairah, nafsu makan menurun, rasa tertekan pada daerah kemaluan
dan dismenore. (Benson, 2009)
Menstruasi pertama (menarche) pada remaja putri sering terjadi pada usia 11 tahun.
Namun tidak tertutup kemungkinan terjadi pada rentang usia 8-16 tahun. Menstruasi merupakan
pertanda masa reproduktif pada kehidupan seorang perempuan, yang dimulai dari menarche
sampai terjadinya menopause. Awal siklus menstruasi dihitung sejak terjadinya perdarahan pada
hari ke-1 dan berakhir tepat sebelum siklus menstruasi berikutnya. Umumnya, siklus menstruasi
yang terjadi berkisar antara 21-40 hari. Hanya 10-15% wanita yang memiliki siklus 28 hari. Jarak
antara siklus yang paling panjang biasanya terjadi sesaat setelah menarche dan sesaat sebelum
menopause.
Menstruasi adalah perubahan fisiologi pada tubuh wanita yang terjadi secara berkala dan
dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Secara normal wanita mengalami menstruasi dari semenjak
usia remaja hingga menopaue pada usia dewasa akhir. Perubahan fisiologis ini tidak jarang
menimbulkan rasa nyeri pada awal menstruasi maupun ketika akhir menstruasi.
Dismenore atau nyeri menstruasi merupakan nyeri menusuk yang terasa di perut bagian
bawah dan paha. Pada hal ini terjadi akibat ketidakseimbangan hormon progesteron dalam darah
sehingga mengakibatkan rasa nyeri timbul. Hampir seluruh perempuan dan juga termasuk
didalamnya remaja putri pasti pernah mersakan gangguan pada saat menstruasi dengan berbagai
tingkatan, mulai dari yang sekedar pegal-pegal di panggul dari sisi dalam hingga rasa nyeri yang
luar biasa sakitnya. Umumnya nyeri yang biasa terasa dibawah perut itu terjadi pada hari pertama
dan kedua menstruasi. Rasa nyeri akan berkurang setelah keluar darah yang cukup banyak
(Proverawati dan Misaroh, 2009).
Dismenore atau nyeri saat menstruasi dibedakan menjadai dua yaitu dismenore primer
dan dismenore sekunder. Dismenore primer timbul sejak menstruasi hari pertama sampai hari
ketiga dan biasanya akan hilang sendiri seiring berjalannya waktu. Dismenore sekunder
didefinisikan sebagai nyeri menstruasi yang diakibatkan adanya anatomi ataupun makroskopik
yang patologis dari pelvic, seperti yang terjadi pada wanita dengan endometriosis atau pelvic
inflammatory disease (PID) yang kronik.
Nyeri pada dismenore primer sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, sehingga berbagai
upaya dilaukan baik secara farmakologis maupun non farmakologis untuk mengatasi nyeri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dismenore antara lain faktor psikis atau kejiwaan,
faktor endokrin yang disebabkan karena kontraksi uterus yang berlebihan dan faktor
prostaglandin yaitu teori yang menyatakan bahwa nyeri saat menstruasi timbul karena
peningkatan produksi prostaglandin oleh dinding rahim saat menstruasi (Wiknjosastro, 2007).
Beberapa penelitian di luar negeri menunjukkan fakta dan data yang menarik pada
dismenore sehingga diperlukannya intervensi untuk mengatasi hal tersebut. Didunia rata-rata 50%
perempuan disetiap negara mengalami nyeri menstruasi. Berdasarkan sebuah studi longitudinal
secara kohort pada wanita Swedia ditemukan prevalensi dismenore adalah 90% pada wanita usia
19 tahun dan 67% pada wanita usia 24 tahun. Sepuluh persen dari usia 24 tahun yang dilaporkan
tersebut mengalami nyeri yang sampai mengganggu kegiatan sehari-hari (French, 2005), dan 75-
85% wanita yang mengalami dismenore ringan (Abbaspour, 2005).
Di Amerika Serikat, Klein dan Litt melaporkan prevalensi dismenore mencapai 59,7%. di
Indonesia angka kejadian prevalensi nyeri menstruasi sebesar 64,25% yang terdiri dari 54,89%
dismenore primer dan 9,36% dismenore sekunder (Info sehat, 2008). Angka kejadian nyeri
menstruasi berkisar 45-95% dikalangan wanita usia produktif dengan upaya penanganan
dismenore dilakukan 51,2% dengan terapi obat, 24,7% dengan relaksasi dan 24,1% dengan
distraksi atau pengalihan nyeri (Depkes RI, 2010).
Angka kejadian dismenore di Jawa Tengah mencapai 56%, di Jepara sendiri angka
kejadian dismenore mencapai 56%. Walaupun pada umumnya tidak berbahaya, namun acapkali
dirasa mengganggu bagi wanita yang mengalaminya. Derajat nyeri dan kadar gangguan tentu
tidak sama untuk setiap wanita, ada yang masih bisa bekerja walaupun dengan sesekali meringis
adapula yang tidak kuasa untuk beraktifitas saking nyerinya (Anugroho, 2008).
Rasa nyeri pada saat menstruasi tentu saja sangat menyiksa bagi kebanyakan wanita
termasuk para remaja putri. Banyak remaja putri terpaksa harus berbaring karena terlalu
menderita sehingga tidak dapat mengerjakan sesuatu apapun. Ada yang pingsan, dan ada yang
merasa mual, ada juga yang benar-benar muntah, kadang-kadang remaja putri sampai
membungkukkan tubuh atau merangkak lantaran tidak mampu menahan rasa nyeri bahkan ada
yang sampai berguling-guling ditempat tidur. Hal ini sangat mengganggu aktivitas belajar mereka
dan dapat berdampak pada turunnya prestasi sekolah. Sehingga para rermaja putri harus tahu apa
yang sebenarnya terjadi pada diri mereka mampu menghadapi keadaan tersebut (Kingston, 2009).
Ini dibuktikan dari penelitian terdahulu menunjukkan prevalensi dismenore yang
cukup tinggi pada remaja. Menurut French (dalam Handayani, 2012) dismenore
merupakan penyebab utama remaja perempuan di Amerika Serikat tidak masuk sekolah
(14%-52%). Di Indonesia sendiri hasil penelitian tahun 2002 di 4 SLTP di Jakarta (733
subyek) sekitar 74,1% siswi mengalami dismenore ringan sampai berat. Studi
pendahuluan dismenore di Indonesia sendiri yang dilakukan oleh Kurniawati (2008) di
SMK I Batik Surakarta didapatkan bahwa siswa perempuan di sekolah tersebut pernah
mengalami dismenore dan kadang ada yang meminta izin untuk pulang karena tidak
tahan terhadap dismenore yang mereka rasakan. Sedangkan hasil penelitiannya
melaporkan dampak dari dismenore pada pelajar di Surakarta sebanyak 52% pelajar tidak
dapat melakukan aktivitas harian dengan baik (Kurniawati, 2008). Hasil penelitian di
Manado sendiri yang dilakukan oleh Hesti Lestari (2009) di SMPN 3 didapatkan 98,5%
responden pernah mengalami dismenore serta hanya 1,5% yang tidak pernah
mengalaminya.
Data yang ada dari BKKBN menyatakan, pengetahuan remaja putri tentang nyeri haid
atau dismenore dan cara penanganannya masih rendah. Hal itulah yang membuat Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) membentuk Pusat Informasi Konseling
Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) memasukkan materi Kesehatan reproduksi Remaja ke
sekolah, universitas ataupun organisasi kepemudaan yang salah satunya didalamnya termasuk
menjelaskan gangguan-gangguan yang menyertai haid seperti dismenore, hipermenorea, dan lai-
lain. Karena memang pada kenyataannya belum ada penelitian pasti yang menunjukkan seberapa
besar remaja putri yang tahu dibandingkan dengan yang tidak tahu mengenai dismenore
(Sudibyo, 2011)
Nyeri merupakan pengalam sensori emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan aktual atau potensial (Tamsuri, 2006). Untuk mengatasi nyeri dapat dilakukan
dengan metode farmakologi dan non farmakologi (Suzannec, 2001). Dismenore pada remaja
harus ditangani meskipun hanya dengan pengobatanh sendiri atau non farmakologis, pengobatan
sederhana yang dapat dilakukan dengan menggunakan teknik relaksasi dan distraksi seperti
pengalihan nyeri dengan menarik nafas panjang, mendengarkan musik, membaca buku ataupun
melakukan kegiatan yang disukai. Menurut Huges dkk (2005) teknik relaksasi melalui olah nafas
merupakan salah satu keadaan yang mampu merangsang tubuuh untuk membentuk sistem
penekan nyeri yang akhirnya menyebabkan penurunan nyeri, disamping itu juga bermanfaat
untuk pengobatan penyakit dari dalam tubuh meningkatkan kemampuan fisik dan keseimbangan
tubuh dan pikiran, karena olah nafas dianggap membuat tubuh menjadi rileks sehingga
berdampak pada keseimbangan tubuh dan pengontrolan tekanana darah. Menurut smeltzer and
bare (2002) menyatakan bahwa teknik relasasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan yang dilakukan dengan cara melakukan nafas dalam, nafas lamabat (menahan
inspirasi secra maksimal) dan bagaimana menghebuskan nafas secara perlahan. Selain dapat
mengurangi intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru
dan meningkatkan oksigenasi darah. Selain itu manfaat yang didapat setelah melakukan teknik
relaksasi nafas dalam adalah mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa nyeri yang terjadi pada
individu tersebut, ketentraman hati, dan berkurangnya rasa cemas, juga praktis dalam melakukan
teknik relaksasi nafas dalam tersebut tanpa harus mengeluarkan biaya (Arfa, 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marni (2014) didapatkan bahwa setelah
diberikan teknik relaksasi nafas dalama nyeri ringan naik dari 10% menjadi 53,3% dan nyeri
sedang dari 73,3% menjadi 47,7% serta tidak terdapat lagi nyeri berat. Oleh karena itu Peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Penerapan Teknik Relaksasi
Nafas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri Dismenore Pada Remaja Putri Di Puskesmas
Nagrak Cianjur”.
Hal terpenting dalam menangani pasien dalam asuhan keperawatannya dengan
masalah nyeri akibat menstruasi adalah perawatan secara non farmakologis dan
farmakologis seperti memberikan pendidikan kesehatan tentang kesehatan reproduksi
remaja, asupan makanan yang baik, pola hidup sehat serta bagaimana penanganan
pertama yang cepat untuk mengatasi nyeri. Pentingnya pengetahuan dan tindakan tersebut
dapat menghilangkan atau membantu mengurangi nyeri haid yang mengganggu (Diah,
2017).
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah penerapan teknik relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri
dismenore pada remaja putri di Puskesmas Nagrak Cianjur ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan dengan penerapan teknik relaksasi
nafas dalam terhadap intensitas nyeri dismenore pada remaja putri di Puskesmas
Nagrak Cianjur
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien remaja putri yang mengalami
dismenore di Puskesmas Nagrak Cianjur
b. Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien remaja putri yang mengalami
dismenore di Puskesma Nagrak Cianjur
c. Menyusun perencanaan keperawatan pada klien remaja putri yang mengalami
dismenore di Puskesma Nagrak Cianjur
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien remaja putri yang mengalami
dismenore di Puskesma Nagrak Cianjur
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien remaja putri yang mengalami
dismenore di Puskesma Nagrak Cianjur
f. Menganalisis aplikasi tindakan penerapan teknik relaksasi nafas dalam terhadap
intensitas nyeri dismenore pada remaja putri di Puskesmas Nagrak Cianjur
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi
Sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan mutu kesehatan di Pelayanan
Kesehatan Khususnya peningkatan Kesehatan di Puskesmas Nagrak Cianjur
2. Manfaat Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi keperwatan yang
dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan reproduksi wanita khususnya remaja
wanita dan dapat digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya yang terkait
dengan penerapan teknik relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri dismenore
pada remaja putri.
3. Bagi Klien
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tambahan pada remaja putri
tentang penerapan teknik relaksasi nafas sebagai salah satu tindakan yang paling
cepat untuk membantu mengurangi nyeri pada saat terjadi dismenore.

Anda mungkin juga menyukai