Anda di halaman 1dari 10

NASKAH AKADEMIK

PEMBENTUKAN ASOSIASI KONSUMEN RUMAH SUBSIDI INDONESIA


(AKRASI)

A. Latar Belakang
Filosofi konsumen adalah raja dan konsumen adalah pihak yang harus
mendapat perhatian istimewa dari penyedia barang ataupun jasa merupakan
filosofi yang lazim kita dengar sampai dengan saat ini. Namun apakah benar
konsumen mendapatkan hak-hak istimewanya tersebut sebagaimana difilosofikan?
Hal ini masih menuai perdebatan terutama para konsumen pengguna akhir dari
sebuah produk ataupun jasa.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen Pasal 1 ayat (2), konsumen didefinisikan yaitu ”Setiap
orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia di masyarakat, baik bagi
kebutuhan diri sendiri, keluarga, orang lain, atau mahluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.”
Adapun merujuk pada pendapat beberapa ahli tentang pengertian konsumen
itu sendiri menurut Dewi (2013:1), pengertian konsumen adalah seseorang yang
menggunakan suatu produk (barang dan/atau jasa) yang dipasarkan. Kemudian
menurut Sri Handayani (2012:2), pengertian konsumen adalah seseorang/ suatu
organisasi yang membeli atau menggunakan sejumlah barang atau jasa dari pihak
lainnya. Sedangkan menurut Philip Kotler (2000) dalam bukunya “Principles Of
Marketing”, pengertian konsumen adalah semua individu dan rumah tangga yang
membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi secara pribadi.
Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar konsumen
adalah pengguna akhir dari suatu barang ataupun jasa. Bila pembelian barang
bertujuan untuk dijual kembali, maka pembeli tersebut adalah konsumen antara
yang dikenal dengan distributor, agen atau pengecer. Untuk itu dapat dikatakan
bahwa setiap orang yang berkedudukan sebagai pembeli akhir dari suatu produk
barang ataupun jasa adalah konsumen.
Sebagai pembeli akhir dari suatu produk, tentu saja tidak luput dari berbagai
permasalahan yang dihadapi oleh konsumen. Untuk itulah maka pemerintah melalui
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen telah
mengatur berbagai permasalahan yang dihadapi konsumen ketika mendapatkan
suatu produk yang tidak memiliki kesesuaian dengan apa yang ditawarkan
sebelumnya. Kita sering mendengar adanya konsumen mendapatkan barang yang
tidak sesuai dengan yang diiklankan. Kita juga kerap mendengar produk yang
ditawarkan seolah-olah mengelabui konsumen melalui kemasan yang menarik
namun isinya tidak sesuai dengan yang dilihat oleh konsumen. Belum lagi dengan
insiden kelalaian mutu produk yang tidak memikirkan keselamatan konsumen itu
sendiri. Dan yang paling merugikan konsumen adalah himbauan “Barang yang
sudah dibeli tidak dapat dikembalikan”. Walaupun ternyata diketahui barang yang
telah dibeli oleh konsumen mengandung unsur kecacatan. Untuk itulah pemerintah
telah membentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang berperan
sebagai pelindung konsumen dari berbagai insiden yang merugikan konsumen.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) sendiri menilai bahwa
perlindungan konsumen di Indonesia masih sangat minim. Bahkan berdasarkan
berita www.Kompas.com (21/4/2019) dikatakan bahwa laporan konsumen sejak
2017 lalu terus bertambah atau meningkat. "Biasa 30-40 dalam setahun, sekarang
hampir 500 lebih laporan. Terhadap laporan itu kita follow up," kata Wakil Ketua
BPKN), Rolas Sitinjak. Rolas mengungkapkan bahwa ada banyak jenis laporan yang
disampaikan konsumen yang merasa dirugikan oleh perusahaan atau mitranya.
Seperti soal transaksi e-commerce, transportasi, pembiayaan, kesehatan, makanan
minuman, pembiayaan, dan lainnya. Dan yang paling tinggi sebanyak 80 persen
pengaduan itu ada pada sektor pembiayaan perumahan (Kredit Pemilikan Rumah),"
Ada kasus, misalnya, tiba-tiba developer sebuah property mengumunkan
produknya sold out. Akan tetapi ternyata developer-nya juga yang beli pakai nama
alias, sehingga harga mark up terjadi, kemudian ada juga permasalahan akibat
ketidakpahamaman konsumen. Ada banyak konsumen yang terjerat kredit macet
lantaran membeli rumah/property di luar kemampuannya. Selain itu, ada pula
konsumen yang mengeluh karena tidak memahami perbedaan konteks hukum di
bank konvensional dan syariah.
Di luar itu, berdaasarkan temuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan
adanya konsumen yang kurang mengenal pengembangnya, sehingga ada persoalan
rumah yang belum juga terbangun selama bertahun-tahun padahal kreditnya sudah
dibayarkan. Selain itu, ada juga konsumen tidak memahami bahwa ada biaya di luar
uang muka seperti pajak dan notaris yang harus dibayarkan bahkan banyak pula
pengaduan seputar layanan perbankandi mana ada nasabah yang tak bisa
mendapatkan surat-surat rumah meski sudah melunasi kreditnya. Penyebabnya
adalah ternyata pengembang meminjam modal ke bank dan tak bisa melunasinya
sehingga surat-surat rumah dipegang oleh bank yang bersangkutan.
Berikutnya pengaduan terkait asuransi rumah di mana seringkali asuransi
rumah yang disiapkan pengembang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Rumah mendapat asuransi kebakaran, padahal rumah yang ingin dibeli belum jadi.
Dan terakhir adalah pengaduan terkait penilai (appraisal) harga rumah yang
menaksir harga jual lebih murah dari harga pembelian dengan alasan karena rumah
yang dibeli adalah rumah bersubsidi. Bagaimana itu bisa terjadi?
Atas dasar hal inilah perlu adanya peningkatan pengawasan terhadap bank
dan asuransi terkait KPR khususnya rumah subsidi yang notabene merupakan
wujud dari program pemerintah. OJK telah mendorong asuransi untuk menyusun
standarisasi perjanjian aturan baku terhadap pihak-pihak terkait KPR berikut
pengawasan terhadap implementasi penerapan ketentuan KPR. Hal ini
dimaksudkan agar konsumen KPR terlindungi hak-haknya dan selain itu perlu juga
didorong agar terjadi perbaikan layanan perbankan. Dengan cara mendorong bank
memberikan edukasi dan perlindungan KPR, membuat mekanisme kerjasama
antarbank terkait proses take over kredit (pengambialihan kredit), dan
memasukkan ketentuan tentang reputasi developer yang akan bekerja sama dengan
bank. Padahal di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen Pasal 5 disebutkan:
1) Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
3) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Lalu bagaimana dengan nasib konsumen rumah subsidi yang notabene
adalah kalangan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), di sinilah perlu adanya
peran kelompok pendorong yang dapat menyuarakan aspirasi mereka, karena
sebagian besar masyarakat yang masuk dalam kategori MBR adalah masyarakat
yang tidak suka menuntut. Mereka biasanya akan diam apabila kehilangan haknya
dan menerima apa adanya. Mereka juga paling malas berususan dengan hal-hal yang
rumit sehingga apabila mereka tidak dinaungi dalam sebuah wadah yang tepat,
kejadian dirugikannya konsumen rumah subsidi akan sering terulang.
Maka dari itu, kami berpendapat bahwa kelompok MBR ini pada dasarnya
sangat membutuhkan adanya sebuah wadah yang dapat menaungi dan menyerap
segala keluh kesah mereka sebagai konsumen perumahan bersubsidi, karena
keluhan yang mereka alami selama ini belum mendapat saluran yang tepat
walaupun pada dasarnya telah ada Lembaga Perlindungan Konsumen. Dengan
demikian, adanya wadah berupa asosiasi konsumen perumahan bersubsidi yang
kami beri nama Asosiasi Konsumen Rumah Subsidi Indonesia (AKRASI) diharapkan
akan tercipta sebuah mekanisme kontrol kepada para developer dan juga
perbankan yang memberikan kebijakan yang tidak tepat atas perolehan rumah
bersubsidi kepada konsumen MBR yang tidak lain adalah merupakan program
pemerintah yang harus didukung dan mendapat apresiasi penuh dari semua pihak.

B. Maksud dan Tujuan


Maksud :
Pembentukan Asosiasi Konsumen Rumah Subsidi Indonesia (Akrasi)
dimaskduskan:
1. Menjadi wadah sosial konsumen rumah subsidi untuk berserikat dan berkumpul
sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28E ayat (3) yang
menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul
dan mengeluarkan pendapat”
2. Mendengar, menyerap dan menyuarakan aspirasi konsumen rumah subsidi
kepada pihak pelaksana program rumah subsidi baik developer, perbankan
maupun pemerintah sendiri dan Dewan Perwakilan Rakyat (PRD).
3. Melembagakan kegiatan sosial control para konsumen rumah subsidi kepada
pelaksana program rumah subsidi dalam rangka mewujudkan clean and good
governance.
4. Menciptakan efektivitas dan efisiensi penanganan permasalahan yang dihadapi
oleh para stakeholder pembangunan rumah subsidi kepada konsumen rumah
subsidi agar mampu menangani setiap keluhan konsumennya dengan cepat,
terarah dan tuntas sesuai dengan yang dihatapkan.

Tujuan
Dengan maksud sebagaimana tersebut di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai adalah:
1. Asosiasi Rumah Subsidi Indonesia (AKRASI) terbentuk sesuai dengan yang
diharapkan di seluruh pesolok Indonesia.
2. Para developer dan perbankan pelaksana pembangunan rumah bersubsidi taat
asas perlindungan konsumen, yaitu:
a. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
b. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal
dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
c. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun
spiritual,
d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas
keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan;
e. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati
hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
3. Bersama developer dan perbankan dapat tercipta kondisi yang saling
menguntungkan satu sama lain baik konsumen, developer dan perbankan.

C. Visi dan Misi


Visi :
“Terselenggaranya proses pembangunan rumah subsidi sesuai dengan yang
diamanahkan oleh Undang-Undang Dasar 1945”

Misi
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri dari sikap-sikap tidak terpuji oknum developer maupun oknum
perbankan,
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses negatif pemakaian rumah subsidi yang tidak sesuai dengan
peruntukan target sasarannya.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen rumah subsidi dalam memilih,
menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen rumah subsidi yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi,
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha (developer dan perbankan) mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggungjawab dalam berusaha,
6. Meningkatkan kualitas produk rumah subsidi yang menjamin kelangsungan
hiduo, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

D. Dasar Hukum
Pembentukan Asosiasi Rumah Subsidi Indonesia (AKRASI) di dasari oleh adalah
1. Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di
Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional
diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga
mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang
dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.
2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia,
untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi
suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi
konsumen.
3. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
4. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 99 Tahun 2008 dan PMK 218 Tahun
2009 “Dana Bergulir adalah dana yang dialokasikan oleh Kementerian
Negara/Lembaga/Satuan Kerja Badan Layanan Umum untuk kegiatan perkuatan
modal usaha bagi koperasi, usaha mikro, kecil, menengah, dan usaha lainnya
yang berada di bawah pembinaan Kementerian Negara/Lembaga
E. Kerangka Kerja Asosiasi
Kerangka kerja Asosiasi Rumah Subsidi Indonesia (AKRASI) dibangun
berdasarkan 10 Prinsip dasar yang pada dasarnya mencakup 3 titik sentuh Utama
yaitu:
Dalam Penerapan Kebijakan Pemerintah di lingkungan kerja Developer
1. Bertanggung Jawab, menghargai, dan berkomitmen dalam mendukung
pemenuhan hak konsumen rumah subsidi.
2. Berpartisipasi dalam penindakan developer-developer yang merugikan
konsumen rumah subsidi
3. Turut membantu mengawasi kualitas rumah subsidi.
4. Memastikan bahwa konsumen rumah subsidi terlindungi hak-haknya.

Dalam memasarkan Produk dan/atau layanan ke pasar sasaran perusahaan


5. Mengawasi bahwa produk rumah subdisi yang dijual kepada konsumen rumah
subsidi sesuai spesifikasi dan kualitasnya.
6. Mengawasi pemasaran dan iklan yang membodohi konsumen rumah subsidi

Harmonisasi Developer, Perbankan dan Asosiasi


7. Menghargai hak developer, perbankan dan pihak terkait lainnya.
8. Menghargai hak konsumen sesuai Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8
Tahun 1999 tentag perlindungan konsumen.
9. Melindungi hak konsumen rumah subsidi untuk mendapatkan rumah sesuai
dengan yang dijanjikan
10. Mendapingi masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang tidak terjangkau
fasitas perbankan agar mendapatkan rumah subsidi.
F. Struktur Organisasi
Untuk menjamin terselenggaranya kegiatan Asosiasi Konsumen Rumah
Subsidi Indonesia (AKRASI) yang terbuka, terarah dan dapat dipertanggung
jawabkan maka disusun struktur organisasi sebagai berikut:
Direktur Eksekutif :
Deputi Direktur Eksekutif :

Manajer Tata Kelola Rumah Subsidi


Tata Kelola Kinerja Perbankan :
Tata Kelola Kinerja Developer :
Database & Analisa Data :

Manajer Tata Kelola Sosling & Humas :


Tata Kelola Sosial & Lingkungan :
Penelaahaan & Advokasi Hukum :

Manajer Organisasi & Kerjasama :


Komunikasi Eksternal & Kerjasama :
Komunikasi Internal & Protokoler :
Manajer Administrasi & Keuangan :
Personalia :
Keuangan & Kontrol Anggaran :
Akunting & Iuran Anggota :
Umum & Dukungan Teknis :

G. Penutup
Demikian naskah ini disusun sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut
pembentukan asosiasi konsumen rumah subsidi Indonesia (AKRASI).

Anda mungkin juga menyukai