Anda di halaman 1dari 22

Nyeri Jari Tangan dan Pergelangan Tangan pada Rheumatoid Arthritis

Tria Sekar Kintani Endo Putri

102017015

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi: Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat, 11510

E-mail : tria.2017fk015@civitas.ukrida.ac.id

Abstract

Rheumatoid arthritis is a disease that is more commonly referred to as rheumatic disease,


which is an autoimmune disease characterized by chronic and progressive systemic
inflammation, in which the joints are the main target. The cause or etiology of rheumatoid
arthritis is still not known with certainty. The main manifestations that can be seen from
symmetric polyarthritis rheumatoid arthritis is primarily affecting small joints of the hands
and feet.

Keywords: rheumatoid arthritis, autoimmune disease, joints, hands, feet.

Abstrak

Rheumatoid arthritis adalah penyakit yang lebih sering disebut dengan penyakit rematik,
yang merupakan penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan
progresif, di mana sendi merupakan target utamanya. Penyebab atau etiologi dari rheumatoid
arthritis masih belum diketahui dengan pasti. Manifestasi utama yang dapat dilihat dari
rheumatoid arthritis adalah poliartritis simetrik yang terutama mengenai sendi-sendi kecil
pada tangan dan kaki.

Kata kunci: rheumatoid arthritis, penyakit autoimun, sendi, tangan, kaki.

Page 1
Pendahuluan

Di dalam tubuh manusia terdapat sekitar 250 sendi. Karena jumlahnya yang banyak,
dapat dipahami bahwa nyeri sendi merupakan keluhan yang cukup sering dirasakan oleh
hampir semua orang selama masa hidupnya. Rheumatoid arthritis adalah penyakit autoimun
yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target
utama. Manifestasi klinik klasik RA adalah poliartritis simetrik yang terutama mengenai
sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki. Selain lapisan synovial sendi, RA juga bisa mengenai
organ-organ di luar persendian seperti kulit, jantung, paru-paru dan mata. Mortalitasnya
meningkat akibat adanya komplikasi kardiovaskular, infeksi, penyakit ginjal, keganasan, dan
adanya kormobiditas.

Menegakkan diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin, dapat menurunkan


progresifitas penyakit.Metode terapi yang dianut saat ini adalah pendekatan pyramid terbalik
(reverse pyramid), yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk untuk menghambat
perburukan penyakit. Bila tidak mendapat terapi yang adekuat, akan terjadi destruksi sendi,
deformitas dan disabilitas. Morbiditas dan mortalitas RA berdampak terhadap kehidupan
social dan ekonomi. Kemajuan yang cukup pesat dalam pengembangan DMARD biologik ,
memberi harapan baru dalam penatalaksanaan penderita RA.

Anamnesis

Anamnesis adalah teknik wawancara antara dokter dan pasien yang mengarahkan
masalah pasien ke diagnosis penyakit tertentu. Anamnesis dapat dilakukan langsung terhadap
pasien (auto anamnesis) dan tidak langsung kepada keluarganya atau orang terdekat (allo
anamnesis). Anamnesis yang baik disertai dengan empati dari dokter terhadap pasien.
Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala (sintom)
dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam
menentukan diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu menentukan langkah
pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1

Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:2

1. Identitas pasien

2. Riwayat penyakit sekarang

Page 2
3. Riwayat penyakit dahulu

4. Riwayat kesehatan keluarga

5. Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya

Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agma, status perkawinan,
pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data tersebut sering berkaitan
dengan masalah klinik maupun gangguan sistem organ tertentu.2

Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta pertolongan
dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama biasanya diteluskan secara singkat
berserta lamanya, seperti menuliskan judul berita utama surat kabar. Misalnya badan panas
sejak 3 hari yang lalu.2

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi 4 macam, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Untuk pemeriksaan fisik dalam pasien rheumatoid arthritis, yang harus dilakukan adalah
inspeksi dan palpasi pada sendi-sendi yang terkena. Pada inspeksi dilihat apakah terdapat
pembengkakan pada sendi terutama pada jari-jari tangan dan kaki. Selanjutnya melihat
apakah adanya perubahan/deformitas pada sendi-sendi jari tangan yang menjadi ciri khas dari
rheumatoid arthritis, seperti adanya deformitas leher angsa/swan neck dan deformitas
boutonniere, 2 dari beberapa deformitas yang bisa ditemukan pada pasien rheumatoid
arthritis. Swan neck adalah hiperekstensi PIP (proximal interphalangeal) dan fleksi DIP
(distal interphalangeal), sedangkan deformitas boutonniere adalah fleksi PIP dan
hiperekstensi DIP.3

PBL Blok 14 Page 3


Gambar 1. Deformitas Swan Neck dan Deformitas Boutonniere

Untuk palpasi pada pasien rheumatoid arthritis memang ditujukan untuk melihat
adanya tanda-tanda peradangan seperti kalor dan dolor. Namun pasien rheumatoid arthritis
biasanya sudah mengeluh sangat kesakitan jika disentuh sedikit saja, sehingga palpasi sedikit
sulit dilakukan pada pasien rheumatoid arthritis.3

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada tes diagnostik tunggal yang definitif untuk konfirmasi diagnosis rheumatoid
arthritis. The American College of Rheumatology Subcommittee on Rheumatoid Arthritis
(ACRSRA) merekomendasikan pemeriksaan laboratorium dasar untuk evaluasi antara lain:
darah perifer lengkap (complete blood cell count), faktor rheumatoid (RF), laju endap darah
atau C-reactive protein (CRP). Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal juga direkomendasikan
karena akan membantu dalam pemilihan terapi. Bila pemeriksaan RF dan anti-CCP negatif,
maka bisa lanjutkan dengan pemeriksaan anti-RA33 untuk membedakan penderita AR yang
memiliki risiko tinggi mengalami prognosis buruk.3

Pada pasien rheumatoid arthritis yang kronis dapat terjadi anemia, dan merupakan
tolak ukur progresivitas penyakit dalam pasien tersebut. Pada serangan akut juga dapat
ditemukan CRP dan LED yang meningkat. CRP dan LED yang meningkat berhubungan erat
dengan aktivitas penyakit dalam pasien. Jika angkanya meninggi terus-menerus, maka
prognosis pasien juga memburuk. Hitung leukosit pada pasien rheumatoid arthritis dapat
menunjukkan nilai meninggi ataupun normal, bahkan pada kasus sindrom Felty didapatkan
nilai yang sangat menurun.4

Adanya faktor rheumatoid merupakan penanda penting pada pasien rheumatoid


arthritis, merupakan sebuah autoantibody terhadap Fc region pada IgG. RF biasanya positif
pada 50% kasus dan sekitar 20-35% sisanya menjadi positif setelah 6 bulan terdiagosa
rheumatoid arthritis. RF bukanlah penanda pasti karena tidak spesifik untuk rheumatoid
arthritis dan dapat juga positif pada penyakit lainnya. Berikut merupakan beberapa
penyakit/kondisi yang dapat menunjukkan hasil positif palsu pada pemeriksaan RF:4

1. Penyakit reumatik: AR, Sjögren syndrome, SLE, dan lain-lain.

2. Infeksi virus: hepatitis C, EBC (Epstein-Barr virus), parvovirus, influenza.

Page 4
3. Infeksi bakteri: endocarditis, osteomielitis.

4. Kondisi inflamasi yang kronis.

5. Penyakit hepar, penyakit inflamasi saluran pencernaan.

6. Penuaan.

Karena RF tidak spesifik, maka ditemukanlah autoantibody yang lebih spefisik pada

pasien   rheumatoid   arthritis,   yaitu   terhadap  citrullinated   protein,   sehingga   dinamakan

anticyclic citrullinated peptide (anti­CCP) antibodies. Anti­CCP biasanya terdapat pada 60­

70%   pasien   rheumatoid   arthritis   saat   terdiagnosa,   dan   90­98%   spesifik   untuk   pasien

rheumatoid arthritis. Selain itu anti­CCP juga biasanya sudah positif beberapa tahun sebelum

terdiagnosa rheumatoid arthritis.4

Pemeriksaan   cairan   sendi   pada   pasien   rheumatoid   arthritis   tidak   begitu   spesifik,

karena   hanya   berupa   tanda­tanda   inflamasi,   seperti   peningkatan   leukosit   hingga   50.000

dengan 2/3nya merupakan sel neutrofil.4

Pemeriksaan   pencitraan   (imaging)   yang   dapat   digunakan   untuk   menilai   pasien

rheumatoid arthritis antara lain foto polos (plain radiograph) dan MRI (Magnetic Resonance

Imaging). Pada awal perjalanan penyakit mungkin hanya ditemukan pembengkakan jaringan

lunak atau efusi sendi pada pemeriksaan foto polos, tetapi dengan berlanjutnya penyakit,

maka akan lebih banyak ditemukannya kelainan. Sekitar 70% penderita rheumatoid arthritis

mengalami  erosi   tulang   dalam   2  tahun  pertama   penyakit.   Erosi  bisa  tampak   pada  semua

sendi, tapi paling sering adalah pada sendi metacarpophalangeal, metatarsophalangeal, dan

pergelangan tangan. Foto polos bermanfaat dalam menentukan prognosis, menilai kerusakan

sendi, dan bila diperlukan terapi pembedahan. Pemeriksaan MRI menunjukkan sensitivitas

terbaik untuk melihat adanya sinovitis dan efusi sendi. Perubahan pada jaringan lunak ini

terlihat lebih dahulu sebelum terlihatnya erosi tulang pada x­ray. Mahalnya pemeriksaan MRI

membatasi penggunaannya dalam pemeriksaan klinis rutin.5

PBL Blok 14 Page 5


Working Diagnose

Diagnostik rheumatoid arthritis dapat menjadi suatu proses yang kompleks. Pada
tahap dini mungkin hanya akan menemukan sedikit atau tidak ada uji laboratorium yang
positif; perubahan-perubahan pada sendi dapat minor; dan gejala-gejalanya dapat bersifat
sementara. Diagnosis tidak hanya bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasarkan
pada suatu evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala. Pada penelitian klinis, rheumatoid 
arthritis didiagnosis secara resmi menggunakan tujuh kriteria dari American College of
Rheumatology (ACR). Penderita stadium dini mungkin sulit untuk menegakkan diagnosis
definitif menggunakan kriteria ini. Penderita harus ditanyakan tentang derajat nyeri, durasi
dari kekakuan dan kelemahan serta keterbatasan fungsional pada kunjungan awal.
Pemeriksaan sendi dilakukan secara teliti untuk mengamati adanya ciri-ciri seperti kriteria
tersebut.6

Gejala dan tanda Definisi


Kaku pagi hari (morning Kekakuan pada sendi dan sekitarnya
stiffness) Berlangsung paling sedikit 1 jam
Artritis pada 3 persendian Paling sedikit 3 sendi secara bersamaan menunjukkan
atau lebih pembengkakan atau efusi
Artritis pada persendian Paling sedikit ada satu pembengkakan pada sendi:
tangan pergelangan tangan, metacarpophalang (MCP) atau proximal
interphalang (PIP)
Artritis yang simetrik Keterlibatan sendi yang sama pada kedua sisi tubuh secara
bersamaan
Nodul reumatoid Adanya nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang,
permukaan ekstensor atau daerah juxtaartikular
Faktor reumatoid serum Titer abnormal faktor reumatoid serum yang memberikan
positif hasil positif <5% pada control subjek normal
Perubahan gambaran Pada foto anteroposterior tangan dan pergelangan tangan
radiologi berupa erosi atau dekalsifikasi tulang yang terdapat pada
sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Artritis Reumatoid Menurut ACR

Differential Diagnose

Page 6
Penyakit lain harus disingkirkan sebelum diagnosis rheumatoid arthritis dibuat.
Pemeriksaan klinis yang teliti dapat menguatkan lagi diagnosis penyakit tersebut.
Rheumatoid arthritis merupakan poliartritis simetris yang melibatkan sendi kecil tangan dan
kaki, pergelangan tangan, siku, bahu, pinggul, lutut dan pergelangan kaki. Faktor reumatoid
positif dan adanya erosi tulang pada gambaran radiologis membuat diagnosis selain
rheumatoid arthritis menjadi tidak mungkin. Terdapat sejumlah penyakit jaringan ikat
sistemik lainnya dan infeksi sistemik dapat hadir dalam gejala klinis yang sama dan harus
disingkirkan. Rheumatoid arthritis harus dibedakan dengan sejumlah penyakit lainnya,
seperti:7

1. Osteoarthritis

Penyakit ini merupakan penyakit artritis kronik yang angka kejadiannya


meningkat seiring dengan bertambahnya umur oleh karena itu disebut penyakit degeneratif
sendi sinovial. Terdapat kerusakan kartilago hialin disertai sklerosis, pembentukan kista
dan osteofit pada tulang subkondral yang mendasari, dan penyempitan rongga sendi. Ada
dua jenis osteoartritis, yaitu osteoartritis primer (tidak diketahui penyebabnya), dan
osteoartritis sekunder (pencetusnya adalah penyakit lain). Baik RA maupun OA, keduanya
menyebabkan terjadinya radang sendi sehingga mengakibatkan nyeri (hebat), kaku,
kerusakan jaringan sendi dan hilangnya fungsi. Pada dasarnya rheumatoid arthritis sangat
berbeda dengan OA, RA adalah penyakit autoimun, artinya, sistem imun tubuh menyerang
jaringan sehat sehingga mengakibatkan rusaknya sendi, inflamasi kronik yang ditambah
dengan rusaknya organ-organ lain dan sistem organ. Rheumatoid arthritis cenderung muncul
pada usia yang lebih muda, dan tidak terbatas pada sendi-sendi penyangga (berat) tubuh.
Sebaliknya pada OA, rusaknya sendi dikarenakan oleh penggunaan dan usia, OA biasanya
menyerang sendi penyangga (berat) tubuh, tidak menyerang organ-organ lain, dan
biasanya berkaitan dengan bertambahnya usia.

PBL Blok 14 Page 7


Gambar 2. Osteoarthritis

2. Gout

Walaupun pada awalnya, gout bersifat monoartikular dan intermittent, namun


pada stadium lanjut, bisa bersifat poliartikular. Jadi, perlu dilihat riwayat pasien
menghidap intermittent monoarthritis, dan pemeriksaan kristal asam urat dalam cairan
sinovial. Penyebab utama penyakit ini adalah hiperurisemia atau kelebihan asam urat
dalam darah. Biasanya menyerang ibu jari kaki, dan sering muncul pada tengah malam.
Penyakit ini umumnya menyerang orang dengan gaya hidup yang tidak sehat, terkait pula
oleh pola makan seseorang. Misalnya orang yang sering mengonsumsi jerohan, ikan laut,
mengonsumsi alkohol dan berbagai makanan yang tinggi purin (seperti bayam, buncis,
jamur, asparagus, ragi). Penderita disarankan mengkonsumsi makanan rendah purin seprti
buah-buahan, sereal, gelatin, susu, gula, telur, tepung, mentega.

Gambar 3. Gout

3. Septic arthritis

Page 8
Septic arthritis adalah infeksi yang sangat menyakitkan pada sendi. Bakteri atau
jamur dapat menyebar dari daerah lain dalam tubuh ke dalam sendi. Kadang-kadang
bakteri hanya menginfeksi sendi saja tanpa mengganggu daerah tubuh lain. Pada septic
arthritis, kuman menyusup ke dalam sendi dan menyebabkan nyeri yang parah disertai
pembengkakan. Biasanya kuman hanya menyerang satu sendi. Bakteri paling sering
menyerang lutut, meskipun sendi lain juga dapat terkena, termasuk pinggul, pergelangan
kaki, siku, pergelangan tangan, dan bahu. Septic arthritis terjadi ketika ada infeksi di
tempat lain di tubuh, kemudian menyebar melalui aliran darah ke sendi. Luka tusuk,
suntikan obat atau pembedahan yang dilakukan di dekat sendi juga memungkinkan bakteri
masuk ke dalam ruang sendi. Lapisan sendi (sinovium) memiliki sedikit perlindungan dari
infeksi. Setelah mencapai sinovium, bakteri masuk dengan mudah dan dapat mulai
menghancurkan tulang rawan. Peradangan, tekanan sendi meningkat, dan berkurangnya
aliran darah dalam sendi merupakan reaksi tubuh terhadap bakteri, dan itu semua
berkontribusi pada kerusakan sendi.

Gambar 4. Septic Arthritis

4. SLE

Lupus eritematosus sistemik atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE)


merupakan suatu penyakit autoimun sistemik. Diagnosis dibuat berdasarkan adanya 4 dari
11 kriteria klinis atau laboratorium. Artritis termasuk antara kriteria tersebut. Kondisi ini
umumnya mempengaruhi tangan, pergelangan tangan dan lutut secara simetris dan
ditandai oleh eksaserbasi dan remisi. SLE dapat hadir dengan poliartritis simestris yang
tidak dapat dibedakan dari rheumatoid arthritis. Ternyata ciri khas adalah deviasi ulnar pada
sendi MCP tanpa adanya erosi, tetapi reversibel. Tidak adanya karakteristik ruam, ulkus
mukosa, nefritis dan tes serologi spesifik secara efektifnya mengecualikan SLE.

Etiologi

PBL Blok 14 Page 9


1. Faktor genetik

Faktor genetik sangat berperan penting dalam kontribusinya terhadap penyakit


rheumatoid arthritis, dengan angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Alel
yang ikut terlibat dalam terjadinya rheumatoid arthritis adalah MHC (major
histocompability complex). Kebanyakan terjadi perubahan pada gen HLA-DRB1, yang
merupakan pengkode molekul MHC II rantai β. Beberapa lokus non-HLA juga dapat
berhubungan dengan terjadinya rheumatoid arthritis seperti daerah 18q21 dari gen
TNFRSR11A yang mengkode aktivator reseptor nuclear factor kappa B (NF-kB). Gen ini
berperan penting dalam resorpsi tulang pada rheumatoid arthritis. Faktor genetik juga
berperan penting dalam terapi pasien rheumatoid arthritis karena aktivitas enzim seperti
methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurine methyltransferase untuk metabolisme
metrotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetik.3

2. Hormon sex

Prevalensi rheumatoid arthritis lebih besar pada perempuan dibandingkan pada


laki-laki, sehingga diduga hormon seks ikut berperanan pada penyakit rheumatoid
arthritis. Pada observasi ternyata didapatkan perbaikan gejala rheumatoid arthritis selama
kehamilan. Perbaikan ini diduga karena:3

- Adanya aloantibodi dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR sehingga


terjadi hambatan fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan penyakit.

- Adanya perubahan profil hormon. Placental corticotropin-releasing hormone secara


langsung menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron (DHEA), yang merupakan
androgen utama pada perempuan yang dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus.
Androgen bersifat imunosupresi terhadap respon imun selular dan humoral. DHEA
merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Estrogen dan progesteron
menstimulasi respon imun humoral (Th2) dan menghambat respon imun selular (Th1).
Oleh karena pada rheumatoid arthritis respon selular lebih dominan sehingga estrogen
dan progesteron mempunyai efek berlawanan terhadap perkembangan rheumatoid 
arthritis. Pemberian kontrasepsi oral dilaporkan mencegah perkembangan rheumatoid 

arthritis atau berhubungan dengan penurunan insiden rheumatoid arthritis yang lebih


berat.

Page 10
3. Faktor infeksi

Beberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit. Organisme
ini diduga menginfeksi sel induk semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T
sehingga mencetuskan timbulnya penyakit. Walaupun belum ditemukan agen infeksi yang
secara nyata terbukti sebagai penyebab penyakit.3

4. Faktor resiko

Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya rheumatoid


arthritis antara lain jenis kelamin perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita
rheumatoid arthritis, umur lebih tua, paparan salisilat dan merokok. Konsumsi kopi lebih
dari tiga cangkir sehari, khususnya kopi decaffeinated mungkin juga berisiko. Makanan
tinggi vitamin D, konsumsi teh dan penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan
penurunan risiko. Tiga dari empat perempuan dengan rheumatoid arthritis mengalami
perbaikan gejala yang bermakna selama kehamilan dan biasanya akan kambuh kembali
setelah melahirkan.3

Epidemiologi

Pada kebanyakan populasi di dunia, prevalensi rheumatoid arthritis relatif konstan


yaitu berkisar antara 0,5-1%. Prevalensi yang tinggi didapatkan di Pima Indian dan Cippewa
Indian masing-masing sebesar 5,3% dan 6,8%. Prevalensi rheumatoid arthritis di India dan
negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75%. Sedangkan di China, Indonesia, dan
Philipina prevalensinya kurang dari 0,4%, baik di daerah urban maupun rural. Hasil survey
yang dilakukan di Jawa Tengah mendapatkan prevalensi rheumatoid arthritis sebesar 0,2% di
daerah rural dan 0,3% di daerah urban. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malang pada
penduduk berusia diatas 40 tahun mendapatkan prevalensi rheumatoid arthritis sebesar 0,5% di
daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah kabupaten. Prevalensi rheumatoid arthritis lebih
banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat
terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada decade
keempat dan kelima.3

Manifestasi Klinis

1. Awitan (onset)

PBL Blok 14 Page 11


Kurang lebih 2/3 penderita rheumatoid arthritis, awitan terjadi secara perlahan,
arthritis simetris terjadi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan
penyakit. Kurang lebih 15% dari penderita mengalami gejala awal yang lebih cepat yaitu
antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Sebanyak 10-15% penderita mempunyai
awitan fulminami berupa arthritis poliartikular, sehingga diagnosis rheumatoid arthritis
lebih mudah di tegakkan. Pada 8-15% penderita, gejala muncul beberapa hari setelah
kejadian tertentu (infeksi). Artritis sering kali diikuti oleh kekakuan sendi pada pagi hari
yang berlangsung selama 1 jam atau lebih. Beberapa penderita juga mempunyai gejala
konstitusional berupa kelemahan, kelelahan, anoreksia dan demam ringan.3

2. Manifestasi artikular

Penderita rheumatoid arthritis pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan
kaku pada banyak sendi, walaupun ada sepertiga penderita mengalami gejala awal pada
satu atau beberapa sendi saja. Walaupun tanda cardinal inflamasi (nyeri, bengkak,
kemerahan dan teraba hangat) mungkin ditemukan pada awal penyakit atau selama
kekambuhan (flare), namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada
rheumatoid arthritis yang kronik.3

Penyebab arthritis pada rheumatoid arthritis adalah sinovitis, yaitu adanya


inflamasi pada membran sinovial yang membungkus sendi. Pada umumnya sendi yang
terkena adalah persendian tangan, kaki dan vertebra servikal, tetapi persendian besar
seperti bahu dan lutut juga bisa terkena. Sendi yang terlibat pada umumnya simetris,
meskipun pada presentasi awal bisa tidak simetris. Sinovitis akan menyebabkan erosi
permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan fungsi. Ankilosis tulang
(destruksi sendi disertai kolaps dan pertumbuhan tulang yang berlebihan) bisa terjadi pada
beberapa sendi khususnya pada pergelangan tangan dan kaki. Sendi pergelangan tangan
hampir selalu terlibat, demikian jugasendi interfalang proksimal dan metakarpofalangeal.
Sendi interfalang distal dan sakroiliaka tidak pernah terlibat.3

3. Manifestasi ekstra-artikular

Walaupun arthritis merupakan menifestasi klinis utama, tetapi rheumatoid


arthritis merupakan penyakit sistemik sehingga banyak penderita juga mempunyai
manifestasi ekastraartikular. Manifestasi ekastra-artikular pada umumnya didapatkan pada
penderita yang mempunyai titer faktor rheumatoid (RF) serum tinggi. Nodul rheumatoid

Page 12
merupakan manifestasi kulit yang paling sering dijumpai, tetapi biasanya tidak
memerlukan intervensi khusus. Nodul reumatoid umumnya ditemukan didarerah ulna,
olekranon, jari tangan, tendon Achilles atau bursa olekranon. Nodul rheumatoid hanya
ditemukan pada penderita rheumatoid arthritis dengan dengan faktor rheumatoid positif
(sering titernya tinggi) dan mungkin dikelirukan dengan tofus gout , kista ganglion, tendon
xanthoma atau nodul yang berhubungan dengan demam reumatik, lepra, MCTD atau
multicentric reticulohistiocytosis. Manifestasi paru juga bisa didapatkan, tetapi beberapa
perubahan patologik hanya di temukan saat otopsi. Beberapa manifestasi ekstraartikuler
seperti memerlukan terapi spesifik.3

Patofisiologi

Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis rheumatoid arthritis terjadi akibat


rantai peristiwa imunologis sebagai berikut:3

Suatu antigen penyebab rheumatoid arthritis yang berada pada membran sinovial, akan
diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel
sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-DR
pada membran selnya. Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD4+
bersama dengan determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut
membentuk suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan
interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+.3

Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi


reseptor interleukin-2 (IL-2) pada permukaan CD4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+
akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan
menyebabkan terjadinya mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan
berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+
yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon,
tumor necrosis factor β (TNF-β), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-
macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang bekerja
merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang
proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini
dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.3

PBL Blok 14 Page 13


Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan
membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi.
Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang akan membebaskan
komponen-komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang
selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel
polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis
membran sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada RA adalah
peningkatan permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan
pengendapan fibrin pada membran sinovial.3

Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan
pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease neutral
(collagenase dan stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang. Radikal
oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas
juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.3

Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat merangsang
terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNFβ. Rantai peristiwa
imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab dapat dihilangkan dari
lingkungan tersebut. Akan tetapi pada rheumatoid arthritis, antigen atau komponen antigen
umumnya akan menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan
berlangsung terus. Tidak terhentinya destruksi persendian pada rheumatoid arthritis
kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah
suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90% pasien
rheumatoid arthritis. Faktor reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau mengalami
agregasi sendiri, sehingga proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks
imun juga menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya
pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat.3

Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan kompleks imun
menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam
patogenesis rheumatoid arthritis. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel
fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara

Page 14
histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya sel mononukleus,
umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan proteoglikan.3

Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi pada penderita rheumatoid arthritis, antara lain:3

KOMPLIKASI KETERANGAN
Berkorelasi dengan LED dan aktivitas penyakit; 75%
penderita AR mengalami anemia karena penyakit
Anemia
kronik dan 25% penderita tersebut memberikan respon
terhadap terapi besi.
Mungkin akibat sekunder dari terapi yang diberikan;
kejadian limfoma dan leukemia 2-3 kali lebih
seringterjadi pada penderita AR; peningkatan resiko
Kanker
terjadinya berbagai tumor solid; penurunan resiko
terjadinya kanker genitourinaria,diperkirakan karena
penggunaan OAINS.
1/3 penderita AR mungkin mengalami efusi
perikardial asimptomatik saat diagnosis ditegakkan;
Komplikasi kardiak
miokarditis bisa terjadi ,baik dengan atau tanpa
gejala ;blok atriventrikular jarang ditemukan.
Tenosinovitis pada ligamentum transversum bisa
menyebabkan instabilitas sumbu atlas, hati-hati bila
melakukan intubasi endotrakeal; mungkin ditemukan
Penyakit tulang belakang leher hilangnya lordosis servikal dan berkurangnya lingkup
(cervical spine disease) gerak leher, subluksasi C4-C5 dan C5-C6.
Penyempitan celah sendi pada foto servical lateral.
Myelopati bisa terjadi yang ditandai oleh kelemahan
bertahap pada ekstremitas atas dan parestesia.
Gangguan mata Episkleritis jarang terjadi.
Terbentuknya sinus kutaneus dekat sendi yang
Pembentukan fistula
terkena, terhubungnya bursa dengan kulit.

Peningkatan infeksi Umumnya merupakan efek dari terapi AR.

Deformitas sendi tangan Deviasi ulnar pada sendi metakarpofalangeal;


deformitas boutonniere (fleksi PIP dan hiperekstensi

PBL Blok 14 Page 15


DIP);deformitas swan neck (kebalikan dari deformitas
boutonniere); hiperekstensi dari ibu jari ;peningkatan
risiko ruptur tendon.
Beberapa kelainan yang bisa ditemukan antara lain:
Deformitas sendi lainnya frozen shoulder, kista poplitel, sindrom terowongan
karpal dan tarsal.
Nodul paru bisa bersama-sama dengan kanker dan
pembentukan lesi kavitas; bisa ditemukan inflamasi
pada sendi cricoarytenoid dengan gejala suara serak
Komplikasi pernafasan
dan nyeri pada laring: pleuritis ditemukan pada 20%
penderita; fibrosis interstitial bisa ditandai dengan
adanya ronki pada pemeriksaan fisik
Ditemukan pada 20-35 % penderita AR, biasanya
ditemukan pada permukaan ekstensor ekstremitas atau
Nodul rheumatoid
daerah penekanan lainnya, tetapi bisa juga ditemukan
pada daerah sklera, pita suara, sakrum atau vertebra.
Bentuk kelainannya antara lain: arteritis distal,
perikarditis, neuropati perifer, lesi kutaneus, arteritis
organ viscera dan artritis koroner; terjadi peningkatan
Vaskulitis resiko pada: penderita perempuan, titer RF yang
tinggi, mendapat terapi steroid dan mendapat beberapa
macam DMARD; berhubungan dengan peningkatan
risiko terjadinya infark miokard.

Tabel 2. Komplikasi Rheumatoid Arthritis

Penatalaksanaan

Tujuan terapi dari artritis reumatoid adalah mengurangi nyeri, mengurangi inflamasi,
menjaga struktur persendian, mempertahankanfungsi sendi, dan mengontrol perkembangan
sistemik.8

1. Terapi non farmakologi

Terdapat beberapa cara yang dirancang untuk mencapai tujuan yang disebut di
atas. Antara lain pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi serta obat-obatan.

Page 16
Pendidikan yang cukup tentang penyakit harus diberikan kepada pasien, keluarga
dan siapa saja yang mempunyai hubungan dengan si pasien. Pendidikan tersebut
merangkumi patofisiologi, etiologi, dan prognosis penyakit ini. Selain itu, pendidikan
tentang semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang
kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode-metode
efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan harus dilakukan secara
terus menerus.8

Istirahat amat penting sebab penyakit reumatoid arthritis ini biasanya disertai
dengan rasa lelah yang hebat. Ada masa-masa pasien merasa lebih baik atau lebih berat
walaupun rasa lelah tersebut dapat timbul setiap hari. Metode-metode untuk mengurangi
nyeri malam hari harus diajarkan, contohnya dengan memberikan obat antiinflamasi kerja
lama dan analgesik. Walaupun begitu, pasien harus membagi waktu seharinya menjadi
beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.8

Latihan-latihan spesifik amat bermanfaat mempertahankan fungsi sendi. Latihan


ini meliputi gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali
sehari. Obat-obatan untuk menghilangkan nyeri mungkin perlu diberikan sebelum
memulakan latihan. Kompres panas pada sendi-sendi yang sakit dan bengkak juga dapat
mengurangi nyeri. Terapi panas dan dingin digunakan untuk merelakskan otot dan efek
analgesik. Latihan dan terapi panas ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang
sudah mendapatkan latihan khusus seperti fisioterapis atau terapis kerja. Harus berhati-hati
karena latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang
sudah lemah karena penyakit ini.8

Pasien reumatoid artritis tidak membutuhkan diet khusus. Prinsip umumnya


adalah pentingnya diet seimbang. Mempertahankan berat badan pada batas-batas yang
sewajarnya adalah penting karena pasien biasanya akan mudah menjadi terlalu gemuk
sebab kurang melakukan aktivitas. Bertambahnya berat badan dapat menambah tekanan
pada sendi panggul, lutut, dan sendi-sendi pada kaki. Masalah ini dapat diatasi sekiranya
mendapatkan rujukan dari ahli gizi.8

Alat-alat pembantu dan adaptif mungkin diperlukan untuk melakukan aktivitas


kehidupan sehari-hari. Pasien memegang tongkat pada tangan berlawanan dengan sendi
yang berdampak.8

PBL Blok 14 Page 17


2. Terapi farmakologi

Farmakoterapi untuk penderita rheumatoid arthritis pada umumnya meliputi obat


anti-inflamasi non steroid (OAINS) untuk mengendalikan nyeri, glukokortikoid dosis
rendah atau intra-artikuler dan DMARD. Analgetik lain juga mungkin digunakan seperti
acetaminophen, opiate, diproqualone dan lidokain topical. Saat ini pendekatan piramid
terbalik (reverse pyramid) lebih disukai, yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk
menghambat perburukan penyakit. Perubahan pendekatan ini merupakan hasil yang
didapat dari beberapa penelitian yaitu: 1. Kerusakan sendi sudah terjadi sejak awal
penyakit; 2. DMARD memberikan manfaat yang bermakna bila diberikan sedini mungkin;
3. Manfaat DMARD bertambah bila diberikan secara kombinasi; 4. Sejumlah DMARD
yang baru sudah tersedia dan terbukti meberikan efek menguntungkan.3

Penderita dengan penyakit ringan dan hasil pemeriksaan radiologis normal, bias
dimulai dengan terapi hidroksiklorokuin/klorokuin fosfat, sulfasalazine atau minosiklin,
meskipun methotrexate (MTX) juga menjadi pilihan. Penderita dengan penyakit yang
lebih berat atau ada perubahan radiologis harus dimulai dengan terapi MTX. Jika gejala
tidak bias dikendalikan secara adekuat, maka pemberian leflunomide, azathioprine atau
terapi kombinasi (MTX ditambah satu DMARD yang terbaru) bisa dipertimbangkan.
Kategori obat secara individual akan dibahas dibawah ini.3

- OAINS

OAINS digunakan sebagai terapi awal untuk mengurangi nyeri dan


pembengkakan. Oleh karena obat-obat ini tidak merubah perjalanan penyakit maka
tidak boleh digunakan secara tunggal. Penderita AR mempunyai risiko dua kali lebih
sering mengalami komplikasi serius akibat penggunaan OAINS dibandingkan dengan
penderita osteoarthritis, oleh karena itu perlu pemantauan secara ketat terhadap gejala
efek samping gastrointestinal.

- Glukokortikoid

Page 18
Steroid dengan dosis ekuivalen dengan prednisone kurang dari 10 mg per hari
cukup efektif untuk meredakan gejala dan dapat memperlambat kerusakan sendi. Dosis
steroid harus diberikan dalam dosis minimal karena risiko tinggi mengalami efek
samping seperti osteoporosis, katarak, gejala Cushingoid, gangguan kadar gula darah.
ACR merekomendasikan bahwa penderita yang mendapat terapi glukokortikoid harus
disertai dengan pemberian kalsium 1500 mg dan vitamin D 400-800 IU perhari. Bila
artritis hanya mengenai satu sendi dan mengakibatkan distabilitas yang bermakna,
maka injeksi steroid cukup aman dan efektif, walaupun efeknya bersifat sementara.
Adanya atrtitis injeksi harus disingkirkan sebelum melakukan injeksi. Gejala mungkin
akan kambuh kembali bila steroid di hentikan, terutama bila menggunakan steroid
dosis tinggi, sehingga kebanyakan Rheumatologist menghemtikan steroid secara
perlahan dalam satu bulan atau lebih, untuk menghindari rebound effect. Steroid
sistemik sering digunakan bridging therapy selama periode insiasi DMARD sampai
timbulnya efek terapi dari DMARD tersebut, tetapi DMARD terbaru saat ini
mempunyai kerja relative cepat.

- DMARD

Pemberian DMARD harus dipertimbangkan semua penderita rheumatoid


arthritis. Pemilihan jenis DMARD harus mempertimbangkan kepatuhan, beratnya
penyakit, pengalaman dokter adanya penyakit penyerta. DMARD yang paling umum
digunakan adalah MTX, hidroksiklorokuin atau klorokuin fosfat, sulfasalazine,
leflunomide, infiliximab dan etanercept. Sulfasilazin atau hidroksiklorokuin atau
klorokuin fosfat sering digunakan sebagai terapi awal, tetapi pada kasus yang lebih
berat MTX atau kombinasi terapi mungkin digunakan sebagai terapi lini pertama.
Banyak bukti menunjukkan bahwa kombinasi DMARD leih efektif dibandingkan
dengan terapi tunggal. Perempuan pasangan usia subur harus mengunakan alat
komtrasepsi yang adekuat bila sedang dalam terapi DMARD, oleh karena DMARD
membahayakan fetus.

Leflinomide bekerja secara kompetitif inhibitor terhadap enzim intraselular


yang diperlukan untuk sintesis pirimidin dalam linfosit yang teraktivitas.Leflunomide
memperlambat perburukan kerusakan sendi yang diukur secara radiologis dan juga
mencegah erosi sendi yang baru pada 80% penderita dalam periode 2 tahun. Antagonis
TNF menurunkan konsentrasi TNF-α, yang konsentrasinya ditemukan meningkat pada

PBL Blok 14 Page 19


cairan sendi penderita AR. Etanercept adalah suatu soluble TNF-receptor fusion
protein, dimana efek jangka panjangnya sebanding dengan MTX, tetapi lebih cepat
dalam memperbaiki gejala, sering dalam 2 minggu terapi. Antagonis TNF yang lain
adalah infliximab, yang merupakan chimeric IgG1 anti-TNF-α antibody. Penderita AR
dengan respons buruk terhadap MTX, mempunyai respons yang lebih baik dengan
pemberian infliximab dibandingkan placebo.Adalimumabuga merupakan rekombinasi
human IgG1 antibody, yang mempunyai efek aditif bila dikombinasi dengan MTX.
Pemberian antagonis TNF berhubungan, khususnya reaktivitasi tuberkolosis.

Anakinra adalah rekombinasi antagonis reseptor interleukin-1.Beberapa uji


klinis tersamar ganda mendapatkan bahwa anakinra lebih efektif dibandingkan dengan
placebo, baik diberikan secara tunggal maupun dikombinasi dengan MTX. Efek
sampingnya antara lain iritasi kulit pada tempat suntikan, peningkatan risiko infeksi
dan leukopenia. Rituximab merupakan antibodi terhadap reseptor permukaan sel B
(anti-CD20) menunjukkan efek cukup baik. Antibodi terhadap reseptor interleukin-6
juga sedang dalam evaluasi.

Prognosis

Prediktor prognosis buruk pada stadium dini rheumatoid arthritis antara lain: skor
fungsional yang rendah, status sosioekonomi rendah, tingkat pendidikan, ada riwayat
keluarga dekat menderita rheumatoid arthritis, melibatkan banyak sendi, nilai CRP atau LED
tinggi saat permulauian penyakit, RF atau anti CCP positif, ada perubahan radiologis pada
awal penyakit, ada nodul rheumatoid/manifestasi ekstra-artikuler lainnya. Sebanyak 30%
penderita rheumatoid arthritis dengan manifestasi penyakit berat tidak berhasil memenuhi
kriteria ACR 20 walaupun sudah mendapat berbagai macam terapi. Sedangkan penderita
dengan penyakit lebih ringan memberikan respon yang baik dan terapi. Penelitian yang
dilakukan oleh Linqvist dkk pada penderita rheumatoid arthritis yang mulai tahun 1980-an,
memperlihatkan tidak adanya peningkatan angka mortalitas pada 8 tahun pertama sampai 13
tahun setelah diagnosis. Rasio keseluruhan penyebab kematian pada penderita rheumatoid
arthritis dibandingkan dengan populasi umum adalah 1,6. Tetapi hasil ini mungkin akan
menurun setelah penggunaan jangka panjang DMARD terbaru.3

Kesimpulan

Page 20
Rheumatoid arthritis adalah penyakit autoimun dan ditandai inflamasi sistemik kronik
dengan manifestasi utama poliartritis progresif. Penyakit ini kebanyakan menyerang orang
yang berusia lanjut, dengan perbandingan lebih banyak wanita dibanding pria. Pada skenario
didapatkan nyeri pada jari-jari tangan dan pergelangan tangan baik kanan maupun kiri. Ini
merupakan salah satu ciri khas pada penyakit rheumatoid arthritis, ditambah pasien memiliki
riwayat keluarga dekat, yaitu ibu yang memiliki gangguan nyeri sendi lutut kiri. Sehingga
dapat dipastikan bahwa pasien pada skenario ini menderita penyakit rheumatoid arthritis.

Daftar Pustaka

PBL Blok 14 Page 21


1. Supartondo, Setiyohadi B. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Anamnesis. Ed.5. Vol.1.
Jakarta. Interna Publishing; 2009. h. 25-7.

2. Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta; 2005.

3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.2495-508.

4. Imboden J, Hellmann D, Stone J. Current diagnosis & treatment: rheumatology. 2nd ed.
USA: The McGrawHill Companies; 2007. p.161-7.

5. Longo, Fauci, Kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo. Harrison’s principles of internal


medicine. Volume 2. 18thed. USA: The McGrawHill Companies; 2012. p.2738-49.

6. I Nyoman S. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Artritis Reumatoid. Edisi V. Jilid III.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta; 2009. h.2495-511.

7. Isselbecher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison’s principle of internal


medicine. 15th Ed. USA: McGraw Hill; 2001. p.1928-37.

8. Sjamsuhodajat R et al. Buku ajar bedah. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2010. h.1006-7.

Page 22

Anda mungkin juga menyukai