Anda di halaman 1dari 3

Awal mula muncul hukum ekonomi syari’ah di Indonesia.

Pengertian akad,
subyek, obyek dalam kompilasi hukum ekonomi syari’ah
Hukum Ekonomi syari’ah adalah ketentuan hukum yang bersumber dari al Qur’an, al Hadist dan
sumber-sumber Islam lainnya dalam kaitannya dengan kegiatan manusia untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya atau mengenai bagaimana manusia melakukan kegiatan ekonomi. Hukum
ekonomi syariah juga dikenal dengan nama hukum bisnis syariah, fiqh at-tijari wa almu’amalat, kitab al-
amwal wa al-buyu’, hukum keuangan syariah dan Islamic law of commerce and trade. Selain bisnis
syariah juga dikenal tijarah. al-bay’ (jual beli), “yaitu penukaran harta dengan harta untuk tujuan
memiliki dan menguasainya.”

Sejarah perkembangan ekonomi syariah tak jauh dari lembaga keuangan syariah yang mana
menjadi pilar ekonomi masyarakat Indonesia yang mana telah dimulai pada awal tahun 1980-an. Hanya
saja, pada awal periode 1990- an lembaga keuangan syari’ah ini bisa terealisasikan, yaitu dengan
kehadiran Bank Muamalat Indonesia ditahun 1992, sebagai lembaga keuangan pertama di Indonesia
yang menerapkan prinsip syari’ah dalam setiap kegiatan transaksasinya.

Kelahiran lembaga keuangan syari’ah ini disambut sangat baik oleh mayoritas masyarakat
muslim. Bahkan, perkembangannya juga pesat, hingga terdapat 45 cabang diseluruh Indonesia.
Kemudian, kesuksesan ini diikuti lembaga lembaga keuangan lain.

Untuk memenuhi harapan masyarakat, serta untuk meningkatkan kesadaran umat muslim,
maka pada tahun 1998, pemerintah mulai memberlakukan suatu aturan yang berkaitan dengan system
ekonomi syari’ah. Melalui undang undang nomer 10, pemerintah memberikan arahan kepada lembaga
keuangan konvensesional untuk turut menyediakan divisi perbangkan syari’ah, atau bahkan
mengonversi secara total lembaga keuangan syari’ah. Tidak hanya itu, di tahun 1999 MUI (Majelis
Ulama Indonesia) juga membentuk sebuah lembaga yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan dan
implementasi ekonomi syari’ah. Lembaga tersebut bernama Dewan Syari’ah Nasional (DSN). Lembaga
yang berangotakan para ahli hhukum islam dan praktisi ekonomi ini, bertugas untuk menggali, mengkaji,
dan merumuskan nilai dan prinsip prinsip hokum islam, untuk kemudian dijadikan pedoman dalam
implementasi ekonomi syari;ah Indonesia.

Akad dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kontrak, persetujuan atau perjanjian, yang artinya
membuat suatu perbuatan dimana sesorang atau sekelompok orang mengikatkat dirinya pada
sesemorang atau kelompok.

Dalam al Quran kata akad digunakan untuk perikatan atau perjanjian untuk masa kini,
sedangkan ‘ahdu adalah perjanjian untuk masa depan.

Ahmad Azhar Basyir, mendefinisikan akad yaitu suatu perikatan antara ijab dan kabol dengan
cara membenarkan syari’ah yang menetapkan adanya akibat akibat hokum pada obyeknya.
Maka dapat disimpulkan bahwaa akad adalah persetujuan antara duabelah pihak yang
bertujuan saling mengikatkan diri tentang perbuatan yang akan dilakukan secara khusus setelah akad
secara efisien dan efektif.

Dengan demikian akad diwujudkan dalam ijab dan kabul yang menunjukkan adanya
kesukarelaan secara timbal balik terhadap perikatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang harus
sesuai dengan kehendak syariah. Artinya bahwa seluruh perikatan yang diperjanjikan oleh kedua belah
pihak atau lebih baru dianggap sah apabila secara keseluruhan tidak bertentangan dengan syariah Islam.
Dengan adanya ijab kabul yang didasarkan pada ketentuan syariah, maka suatu akad akan menimbulkan
akibat hukum pada objek perikatan, yaitu terjadinya perpindahan kepemilikan atau pengalihan
kemanfaatan dan seterusnya.

Subyek hokum dalam kompilasi hokum ekonomi syriah yakni seseorang yang dianggap cakap
melakuakan perbuatan hokum atau seseorang yang berusia 18 tahun atau pernah menikah, dan badan
usaha yang berbadan hokum atau tidak berbadan hokum dapat melakukan perbuatan hokum asal tidak
pailit atau taflis berdasarkan pengadilan atas putusan yang sudah berkekuatan hokum tetap. Jika
seseorang belum beusia 18 tahun maka boleh mengajukan permohonan pengakuan cakap dalam
perbuatan hokum kepada pengadilan. Dan pengadilan akan mempertimbangkan permohonan tersebut.
Jika adaorang yang berumur 18 tahun atau pernah menikah tidak cakap melakukan perbuatan maka
pihak keluarga boleh mengajukan pemohonan wali bagi orangf tersebut. Dan jika ada badan hokum
yang tidak berprestasi sehingga terjadi kepailitan atau terlilit hutang dan memohon penundaan
kewajiban membayar hutang maka pengadilan dapat menentapkan curator atau pengurus untuk
mengurusi permohonan yang berkepentingan tersebut. Pengadilan juga berwenang menetapkan
pewalian terhadap orang yang dianggap tidak cakap melakukan tindakan hokum, begitu pula bagi orang
yang berutang berada dalam perwalian kepada orang yang berpiutang. Pengadilan juga dapat
menetapkan pewalian terhadap orang yang merugikan banyak orang.

Muwalla juga mendapat keuntungan meski tidak izin pada wali, dan juga tidak mendapatkan
kerugian meski diizinkan oleh wali. Dan jika terjadi perselisihan antara wali dan muwalla maka muwalla
dapat mengajukan permohonan kecakapan melakukan perbuatan hokum. Izin dalam pewalian dapat
diajukan dalam bentuk tulis atau lisan.

Wali dari pada mualla terdiri dari tiga, yakni orang tua muwalla, orang yang menerima wasiat
dari orang tua mualla dan badan hokum yang ditetapkan oleh pengadilan. Badan hokum yang
ditetapkan oleh pengadilan berlaku setelah outusan dari pengadilan berkekuatan hokum tetap. Wali
juga melindungi muwalla dan menjaga hak haknya sampai cakap melakukan perbuatan hokum. Dan wali
juga dapat meberikan izin atau menolak dalam [perbuatan hokum atas dasar pertimbangan keuntungan
dan kerugian muwalla tersebut. Kekuasaan wali berakhiur jika sudah ada beberapa hal yang terjadi
yakni, meninggal dunia, muwalla sudah cakap melakukan perbuatan hokum, dan dicabut berdasarkan
penetapan pengadilan. Dalam hal kerugian wali wajib mengganti kerugian yang diderita muwalla dan itu
terjadi jika pengadilan sudah menetapkan.
Pemilikan amwal didasarkan pada asas: amanah, bahwa pemilikan amwal pada dasarnya
merupakan titipan dari Allah Subhanahu Wata’ala untuk didayagunakan bagi kepentingan hidup, infiradiyah,
bahwa pemilikan benda pada dasarnya bersifat individual dan penyatuan benda dapat dilakukan dalam
bentuk badan usaha atau korporasi, ijtima’iyah, bahwa pemilikan benda tidak hanya memiliki fungsi
pemenuhan kebutuhan hidup pemiliknya, tetapi pada saat yang sama didalamnya terdapat hak masyarakat
manfaat, bahwa pemilikan benda pada dasarnya diarahkan untuk memperbesar manfaat dan
mempersempit madharat. Benda dapat diperoleh dengan cara:

a. pertukaran;
b. pewarisan;
c. hibah;
d. wasiat;
e. pertambahan alamiah;
f. jual beli;
g. luqathah;
h. wakaf ;
i. cara lain yang dibenarkan menurut syari'ah;
Prinsip pemilikan amwal adalah:

a. pemilikan yang penuh, mengharuskan adanya kepemilikan manfaat dan tidak dibatasi waktu;
b. pemilikan yang tidak penuh, mengharuskan adanya kepemilikan manfaat dan dibatasi waktu;
c. pemilikan yang penuh tidak bisa dihapuskan, tetapi bisa dialihkan.
d. pemilikan syarikat yang tidak penuh sama dengan kepemilikan terpisah tasharruf-nya.
e. Pemilikan syarikat yang penuh di-tasharruf-kan dengan hak dan kewajiban secara proporsional.

Anda mungkin juga menyukai