Anda di halaman 1dari 15

PLASENTA PREVIA

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Maternitas

Dosen :
Ns. Marini Agustin, S.kep,Mpd.

Disusun oleh :
Nurhapipah (1720170043)
Riska putri utami (1720170038)
Iis Shellawati (1720170041)
Syifa Fauziah (1720170066)
Ulul azmi (1720170037)

PROGRAM STUDI AKADEMI KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ISLAM AS -SYAF‘IYAH
Jl. Raya Jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi 17411 Jawa Barat, Indonesia

2019 / 2020.
A. KONSEP TEORI PLASENTA PREVIA

A. Definisi
Plasenta previa yaitu plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah
Rahim (SBR) sehingga menutup sebagian atau seluruh OUI (OrifisiumUterlintermum).
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian segmen bawah rahim,
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir yang ditandai dengan
perdarahan uterus yang dapat keluar melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri pada
kehamilan trimester terakhir, khususnya pada bulan kedelapan (Chalik, 2008).
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim dapat
memberikan dampak yang sangat merugikan ibu maupun janin berupa perdarahan,
prematuritas dan peningkatan angka kesakitan dan kematian perinatal
(Romundstadetall,2006).

B. Etiologi
Penyebab utama dari plasenta previa masih belum diketahui pasti. Meskipun
demikian ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhinya, antara lain:
1. Penyakit hipertensi menahun
2. Pre-eklamsia
3. Tali pusat yang pendek
4. Trauma
5. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior

C. Jenis
Menurut Chalik (2008) plasenta previa dapat digolongkan menjadi empat bagian
yaitu:
1. Plasenta previa totalis atau komplit, adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum (23-31,3%).
2. Plasenta previa parsialis, adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium
uteri internum (20,6-33%).
3. Plasenta previa margianalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum.
4. Plasenta letak rendah, yang berarti bahwa plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim yang sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada
pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.

Menurut Perisaei, Sheilendra, Pahay, Rian (2008) plasenta previa dapat dibagi
menjadi empat derajat berdasarkan scan pada ultrasound yaitu:
1. Derajat I : plasenta sudah melampaui segmen terendah rahim.
2. Derajat II : plasenta sudah mencapai ostium uteri internum.
3. Derajat III : plasenta telah terletak pada sebagian ostium uteri internum.
4. Derajat IV : plasenta telah berada tepat pada segmen bawah rahim.

Menurut de Snoo dalam Mochtar (1998) klasifikasi plasenta previa berdasarkan


pembukaan 4 -5 cm yaitu:
1. Plasenta previa sentralis (totalis), apabila pada pembukaan 4-5 cm teraba
plasenta menutupi seluruh ostea.
2. Plasenta previa lateralis, apabila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi menjadi dua ,yaitu:
a) Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian
belakang.
b) Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian
depan.
c) Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir
ostea yang ditutupi plasenta.

D. Patofisiologi
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi
pada triwulan ketiga karena saat itu segmen bawah uterus lebih mengalami perubahan
berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan semakin
melebar, dan serviks mulai membuka. Perdarahan ini terjadi apabila plasenta terletak
diatas ostium uteri interna atau di bagian bawah segmen rahim. Pembentukan segmen
bawah rahim dan pembukaan ostium interna akan menyebabkan robekan plasenta
pada tempat perlekatannya (Cunninghametal, 2005).
Darah yang berwarna merah segar, sumber perdarahan dari plasenta previa ini
ialah sinus uterus yang robek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau
karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan
karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
menghentikan perdarahan tersebut, tidak sama dengan serabut otot uterus
menghentikan perdarahan pada kala III pada plasenta yang letaknya normal.
Semakin rendah letak plasenta, maka semakin dini perdarahan yang terjadi. Oleh
karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada
plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai (Oxorn,
2003).

E. Manifestasi Klinis
1. Bercak darah (gejala awal)
2. Keluar darah segar pervaginam
3. Biasanya malam hari saat pembentukan SBR
4. Perdarahan sebagian besar berasal dari ibu, sebagian kecil dari janin.

Ciri yang menonjol dari plasenta previa adalah perdarahan uterus yang keluar melalui
vagina tanpa disertai dengan adanya nyeri. Perdarahan biasanya terjadi diatas akhir
trimester kedua. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan dapat berhenti
sendiri. Namun perdarahan dapat kembali terjadi tanpa sebab yang jelas setelah
beberapa waktu kemudian. Dan saat perdarahan berulang biasanya perdarahan yang
terjadi lebih banyak dan bahkan sampai mengalir. Karena letak plasenta pada plasenta
previa berada pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering teraba bagian
terbawah janin masih tinggi diatas simfisis dengan letak janin tidak dalam letak
memanjang. Pada plasenta previa ini tidak ditemui nyeri maupun tegang pada perut
ibu saat dilakukan palpasi (Chalik, 2008).

F. Komplikasi
Menurut Dutta (2004) komplikasi dapat terjadi pada ibu dan bayi yaitu: Selama
kehamilan pada ibu dapat menimbulkan perdarahan antepartum yang dapat
menimbulkan syok, kelainan letak pada janin sehingga meningkatnya letak bokong
dan letak lintang. Selain itu juga dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Selama
persalinan plasenta previa dapat menyebabkan ruptur atau robekan jalan lahir, prolaps
tali pusat, perdarahan postpartum, perdarahan intrapartum, serta dapat menyebakan
melekatnya plasenta sehingga harus dikeluarkan secara manual atau bahkan dilakukan
kuretase.
Sedangkan pada janin plasenta previa ini dapat mengakibatkan bayi lahir dengan berat
badan rendah, munculnya asfiksia, kematian janin dalan uterus, kelainan kongenital
serta cidera akibat intervensi kelahiran.

G. Diagnostik
Apabila plasenta previa terdeteksi pada akhir tahun pertama atau trimester kedua,
sering kali lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim membesar. Untuk
memastikannya dapat dilakukan pemeriksaan USG, namun bagi beberapa wanita
mungkin bahkan tidak terdiagnosis sampai persalinan, terutama dalam kasus-kasus
plasenta previa sebagian (Faiz & Ananth, 2003).
Menurut Mochtar (1998) diagnosa dari plasenta previa bisa ditegakkan dengan
adanya gejala klinis dan beberapa pemeriksaan yaitu:
1. Anamnesia, pada saat anamnesis dapat ditanyakan beberapa hal yang
berkaitan dengan perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat
terjadinya perdarahan, apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya
perdarahan, frekuensi serta banyaknya perdarahan (Wiknjosastro, 2007)
2. Inspeksi, dapat dilihat melalui banyaknya darah yang keluar melalui vagina,
darah beku, dan sebagainya. Apabila dijumpai perdarahan yang banyak maka
ibu akan terlihat pucat (Mochtar, 1998).
3. Palpasi abdomen, sering dijumpai kelainan letak pada janin, tinggi fundus
uteri yang rendah karena belum cukup bulan. Juga sering dijumpai bahwa
bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala
masih bergoyang, terapung atau mengolak di atas pintu atas panggul (Mochtar,
1998).
4. Pemeriksaan inspekulo, dengan menggunakan spekulum secara hati-hati
dilihat dari mana sumber perdarahan, apakah dari uterus, ataupun terdapat
kelainan pada serviks, vagina, varises pecah, dll (Mochtar, 1998).
5. Pemeriksaan radio-isotop
6. Ultrasonografi, transabdominal ultrasonografi dalam keadaan kandung kemih
yang dikosongkan akan memberikan kepastian diagnosa plasenta previa.
Walaupun transvaginal ultrasonografi lebih superior untuk mendeteksi
keadaan ostium uteri internum namun sangat jarang diperlukan, karena di
tangan yang tidak ahli cara ini dapat menimbulkan perdarahan yang lebih
banyak (Chalik, 2008). Penentuan lokasi plasenta secara ultrasonografis
sangat tepat dan tidak menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin (Mochtar,
1998)
7. Pemeriksaan dalam, pemeriksaan ini merupakan senjata dan cara paling akhir
yang paling ampuh dalam bidang obstetrik untuk diagnosa plasenta previa.
Walaupun ampuh namun harus berhati-hati karena dapat menimbulkan
perdarahan yang lebih hebat, infeksi, juga menimbulkan his yang kemudian
akan mengakibatkan partus yang prematur. Indikasi pemeriksaan dalam pada
perdarahan antepartum yaitu jika terdapat perdarahan yang lebih dari 500 cc,
perdarahan yang telah berulang, his telah mulai dan janin sudah dapat hidup
diluar janin (Mochtar, 1998). Dan pemeriksaan dalam pada plasenta previa
hanya dibenarkan jik a dilakukan dikamar operasi yang telah siap untuk
melakukan operasi dengan segera (Mose, 2004).

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaa medis
Pendarahan significan yang pertama biasanya terjadi di rumah pasien dan
biasanya tidak berat. Pasien harus dirawat dirumah sakit dan tidak dilakukan
pemeriksaan vagina, karena kan mencetuskan pendarahan yang sangat berat.
Dirumah sakit TTV pasien diperiksa, dinilai jumlah darahyang keluar, dan
dilakuka close match. Kehilanga darah yang banyak akan memerlukan
tranfusi. Dilakukan palpasi abdomen untuk menentukan umur kehamilan
janin,presentasi dan posisinya. Pemeriksaan ultra sonografi dilakuka segera
setelah masuk , untuk mengkonfirmasi diagnosis. Penatalaksanaan berikutnya
tergantung pada perdarahan dan umur kehamilan janin. Dalam kasus
perdarahan hebat, diperlukan tindakan darurat untuk melahirkan bayi dan
plasenta tanpa memperhitungkan umur kehamilan janin. Jika perdarahan tidak
hebat , perawatan kehamilan dapat dibenarkan jika umur kehamilan janin
kurang dari 36 minggu. Karena perdarahan ini cenderung berulang, ibu harus
tetap dirawat dirs.,
Adapun penatalaksanaan medis lainnya adalah sebagai berikut:
a. Rawat inap
b. Infus D 5% dan elektrolit
c. Berikan tokolitik bila kontraksi : MgSO4 gr IV dilanjutkan 4 gram tiap 6 jam,
nifedipin 3 x 20 mg/hari
d. Betamethason 24 mg IV dosisi tunggal untuk pematangan paru
e. Pemeriksaan HB, HT Ct/BTdan golongan darah
f. Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia
kehamilan, letak dan presentasi janin
g. Uji pematangaan paru janin dengan Tes kocok (Bubbles Test) dari test
amniosentesis
h. Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan klien ditunggu
sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif (persalinan
Seksio sesaria dan Normal)

2. Penatalaksanaan keperawatan
Sebelum dirujuk anjurkan pasien untuk tirh baring total dengan menghadap
kekiri, tidak melakukan senggm, menghindari peningkatan tekanan rongga
perut(batuk,mengedan). Pasang infus NaCL fisiologis . Bila tidak
memungkikan, beri cairan peroral, pantau tekanan darah dan frekuensi nadi
pasien secara teratur setiap 15 menit untuk mendeteksi adanya hipotensi atau
syok akibat perdarahan.
Penanganan di Rumah sakit dilakukan berdasarkan usia kehamilan,
adapun pemeriksaanya yaitu :
a. kaji kondisi fisik klien
b. menganjurkan klien untuk beristirahat
c. mengobservasi pendarahan
d. memeriksa TTV
B. KONSEP ASKEP PLASENTA PREVIA

Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Dokumentasi pengkajian merupakan catatan hasil pengkajian yang dilaksanaka n


untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang klien dan
membuat catatan respon kesehatan klien (A.Aziz Alimul h,2000)
1. Identitas Klien
Kaji nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal
klien. Selain itu perlu juga dikaji nama dan alamat penanggung jawab serta hubungannya
dengan klien.
2. Keluhan Utama
3. Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu/ trimester III.
1) Sifat pendarahan; tanpa nyeri, berulang
2) Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek.
3) Sedikit banuaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan pembuluh
darah dan placenta.
4. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Obstetri
Memberikan informasi yang penting mengenai kehamilan sebelumnya agar perawat
dapt menentukan kemungkinan masalah pada kehamilan sekarang. Riwayat obstersi
meliputi:
1. Gravida, para abortus, dan anak hidup (GPAH)
2. Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi
3. Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan, dan penolong
persalinan
4. Jenis anetesi dan kesulitan persalinan
5. Komplikasi maternal seperti diabetes, hipertensi, infeksi dan pendarahan.
6. Komplikasi pada bayi
7. Rencana menyusui bayi
b) Riwayat menstruasi
Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menentukan taksiran persalinan (TP). TP
ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT). Untuk menentukan TP
berdasarkan HPHT dapat digunakan rumus neagle, yaitu hari ditambah tujuh, bulang
dikuranga tiga, tahun disesuaikan.
c) Riwayat konstrasepsi
Beberapa bentuk konstrasepsi dapat berakibat buruk pada janin, Ibu, atau keduanya.
Riwayat konstrasepsi yang lengkap harus didapatkan pada saat kunjugan pertama.
Penggunaan konstrasepsi oral sebelum kelahiran dan berlanjut pada kepthamilan
yang tidak diketahui dapat berakibat buruk pada pembentukan orgal seksual pada
janin.
d) Riwayat Penyakit dan operasi
Kondisi kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit ginjal bisa berefek
buruk pada kehamilan. Oleh karena itu, adnya riwayat infeksi, prosedur operasi, dan
trauma pada persalinan sebelumnya harus di dokumentasikan.
e) Pemeriksaan fisik
A. Pemeriksaan fisik
1. Rambut : bagaimana bentuk kepala,kebersihan kepala, ada cloasma gravidarum
atau tidak.
2. Mata : pucat,anemis
3. Gigi dan mulut
4. Leher : ada pembesaran kelenjar tiroid
5. Buah dada/payudara yaitu
a) Peningkatan pigmentasi areola puting susu
b) Bertambahnya ukuran
6. Jantung dan paru
a) Volume darah menurun
b) Peningkatan frekuensi nadi
c) Penurunan resistensi pembuluh darah sistemetik dan pembuluh darah
pulmonal
d) Terjadi hiperventilasi selama kehamilan
7. Abdomen
a) Menentukan letak janin
b) Menentukan tinggi fundus uteri
8. Vagina
a) Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan (tanda
Chandwick)
b) Hipertropi epithelium
9. Musculoskeletal
a) Persendian tulang punggul yang mengendur
b) Gaya berjalan yang canggung
c) Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan diastastis
rectal.
B. Khusus
a) Tinggi fundus uteri
b) Posisi dan presentasi janin
c) Panggul dan janin lahir
d) Denyut jantung janin

B. Diagnosa keperawatan

1. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan pervagina


2. Resiko cedera pada janin berhubungan dengan disfungsi uterus
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi

C. Intervensi
o Dx 1 : Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
pervaginam
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan tidak terjadi syok hipovolemik

 Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital dalam batas normal, turgor kulit baik, tidak ada sianosis,
suhu kulit hangat, tidak ada diaporesis, memberan mukosa lembab

 Intervensi :
Observasi
1. Monitor status oksigen (oksimetri nadi,AGD)
2. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
napas,TD,MAP)
3. Monitor status cairan (masukan dan haluaran,turgor kulit,CRT)
4. Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil
5. Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya DOTS
(deformity/deformitas,open wound/luka terbuka,tenderness/nyeri
tekan,swelling/bengkak)
Terapeutik
6. Pertahankan jalan nafas paten
7. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
8. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
9. Lakukan penekanan langsung (direct pressure) pada perdarahan eksternal
10. Berikan posisi syok (modified trendelenberg)
11. Pasang jalur IV berukuran besar (mis. Nomor 14 atau 16)
12. Pasang kateter urine untuk dekompresi lambung
13. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
15. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 1-2 L pada dewasa
16. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 mL/kgBB pada anak

o Dx 2 : Resiko cedera pada janin berhubungan dengan disfungsi uterus


 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
resiko pada janin teratasi
 Kriteria hasil :
Tingkat cedera teratasi,status pertumbuhan membaik,tingkat infeksi berkurang,
tingkat pengetahuan bertambah
 Intervensi :
Observasi
1. Identifikasi status obstetrik
2. Identifikasi riwayat obstetrik
3. Identifikasi adanya penggunaan obat,diet,dan merokok
4. Identifikasi pemeriksaan kehamilan sebelumnya
5. Periksa denyut jantung janin selama 1 menit
6. Monitor denyut jantung janin
7. Monitor tanda vital ibu
Terapeutik
8. Atur posisi pasien
9. Lakukan manuver Leopold untuk menentukan posisi janin
Edukasi
10. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
11. Informasikan hasil pemantauan,jika perlu

o Dx 3 :Ansietas berhubungan dengan krisis situasional


 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan ansietas dapat berkurang

 Kriteria hasil :
Tingkat ansietas berkurang, dukungan sosial,harga diri, kesadaran diri, kontrol
diri, proses informasi

 Intervensi :
Observasi
1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah misalnya saat kondisi waktu
stresor
2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
Terapeutik
4. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
5. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan,jika memungkinkan
6. Pahami situasi yang membuat ansietas
7. Dengarkan dengan penuh perhatian
8. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
9. Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
10. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
11. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi
12. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
13. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan,dan
prognosis
14. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien,jika perlu
15. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif,sesuai kebutuhan
16. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
17. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
18. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
19. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
20. Kolaborasi pemberian obat ansietas,jika perlu

 Implementasi
Pada proses keperawatan, implemetasi adalah fase ketika perawat
mengimplematsikan intervesi keperawatan. Berdasarakan terminologi NIC,
implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentaikan tindaan yang merupakan
keperawatan khusus yang diperlukan untik melaksanakan intervensi (atau program
keperawatan). Perawat melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan
untuk intervensi yang diakhiri tahap implemtasi dengan mencatat tindakan tersebut,
Proses implementasi :
a. Mengkaji kembali klien
b. Menetukan kebutuhan perawat terhadap bantuan
c. Mengimplementasikan intervensi keperawatan
d. Melakukan supervisi terhadap asuhan yang didegelasikan
e. Mendokumentaiskan tindakan keperawatan. (Kozier 2010)

 Evaluasi
Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan menentukan kemajuan
klien menuju pencapaian tujuan/ hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan
Sebelum evaluasi, perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan (indikator) yang
akan digunakan untuk mengukur pencapaian tujuan klien. (hal ini dilkukan dalam
tahap perencanaan). Hasil yang diharapkan memiliki dua tujuan. Menetepkan jenis
data evaluasi yang perlu dikumpulkan dan menjadi standar terhadap data yang dinilai.
Proses evaluasi memiliki lima kompenen :
a. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan (indikator
NOC)
b. Membandingkan dengan hasil
c. Menghubungkan tindakan keperawatan dengan hasil
d. Menarik kesimpulan dengan status masalah
e. Melanjutkan, modifikasi , atau mengakhiri rencana. (Kozier 2010)

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marlyn. E . 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed 3. Jakarta : EGC


Mansjoer Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid I. Media Aesculapius
Sarwono, 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : PT Bina Pustaka.
Syaifuddin, 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. jakarta : EGC.
standar intervensi keperawatan indonesia.
Standar diagnosa keperawatan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai