Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruption dari kata kerja


corrumpere berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik,
menyogok. Menurut Transparency International adalah perilaku
pejabat publik, baik politikus/ politisi maupun pegawai negeri, yang
secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya
mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan
publik yang dipercayakan kepada mereka.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi
secara harfiah berarti: buruk, rusak, suka memakai barang (uang)
yang dipercayakan padanya, dapatdisogok (melalui kekuasaannya
untuk kepentingan pribadi). Adapun arti terminologinya, korupsi adalah
penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan)
untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
Sementara, disisi lain, korupsi (corrupt, corruptie, corruption)
juga bisa bermakna kebusukan, keburukan, dan kebejatan. Definisi ini
didukung oleh Acham yang mengartikan korupsi sebagai suatu
tindakan yang menyimpang dari norma masyarakat dengan cara
memperoleh keuntungan untuk diri sendiri serta merugikan
kepentingan umum. Intinya, korupsi adalah menyalahgunakan
kepercayaan yang diberikan publik atau pemilik untuk kepentingan
pribadi. Sehingga, korupsi menunjukkan fungsi ganda yang
kontradiktif, yaitu memiliki kewenangan yang diberikan publik yang

5
6

seharusnya untuk kesejahteraan publik, namun digunakan untuk


keuntungan diri sendiri.
Korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan dengan penuh
perhitungan oleh mereka yang justru merasa sebagai kaum terdidik
dan terpelajar. Korupsi juga bisa dimungkinkan terjadipada situasi
dimana seseorang memegang suatu jabatan yang melibatkan
pembagian sumber-sumber dana dan memiliki kesempatan untuk
menyalahgunakannya guna kepentingan pribadi.
Sebetulnya pengertian korupsi sangat bervariasi. Namun
demikian, secara umum korupsi itu berkaitan dengan perbuatan yang
merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk
kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

B. Dampak Terhadap Politik dan Demokrasi

Dalam data Indeks Persepsi Korupsi Transparansi Internasional


2012, India menempati peringkat ke-94 dengan skor 36, di bawah
Thailand, Maroko, dan Zambia. Meskipun India adalah negara
demokrasi, korupsi tetap jadi penyakit yang terus melanda.
Sebaliknya, di Singapura, penyelenggaraan pemerintahan yang bersih
telah menjadi praktik yang lama berlangsung. Padahal, Singapura
bukanlah tergolong negara demokrasi. Skor indeks persepsi korupsi
Singapura adalah 87, menempati peringkat ke-5, di atas Swiss,
Kanada, dan Belanda. Dalam kasus India dan Singapura, demokrasi
tak tampak berkorelasi dengan berkurangnya korupsi.

Di negara-negara demokrasi baru, demokrasi juga seperti tak


berpengaruh terhadap pengurangan korupsi. Sebagai contoh,
Indonesia telah menjadi negara demokrasi sejak tahun 1998. Menurut
7

Freedom House, lembaga pemeringkat demokrasi dunia, Indonesia


sudah tergolong negara bebas sepenuhnya (demokrasi) sejak 2004.
Namun, Indeks Persepsi Korupsi 2012 menempatkan Indonesia di
peringkat ke-118 dengan skor 32. Artinya, masyarakat merasakan
bahwa korupsi masih merajalela di negeri ini.

Mengapa di sejumlah negara, terutama negara-negara


demokrasi baru, demokrasi tampak tidak menihilkan korupsi?
Jawabannya terkait dengan kualitas demokrasi di suatu negara.

Ada dua aspek penting yang terkait dengan demokrasi:


prosedur dan substansi. Negara-negara demokrasi baru seperti
Indonesia umumnya masih tergolong ke dalam demokrasi prosedural.
Yang sudah berjalan adalah aspek-aspek yang terkait dengan
pemilihan umum.

Hal ini tidak cukup menjamin berlangsungnya demokrasi yang


dapat meminimalkan korupsi. Para aktor yang korup dalam demokrasi
prosedural dapat memanipulasi pemilihan umum yang justru membuat
mereka menjadi pemegang tampuk kekuasaan.

Tindakan korupsi yang terjadi membuat ada banyak


permasalahan yang terjadi dalam politik dan demokrasi yang ada
dalam suatu negara. Terdapat beberapa macam dampak korupsi
terhadap politik dan demokrasi :

a. Munculnya pemimpin korup


Perbuatan korupsi dilakukan dari bawah dimana di dapatkan
karena adanya suap yang dilakukan oleh para calon calon
pemimpin partai.
8

Terjadimya suap tersebut untuk kepentingan dalam persaingan


merebutkan jabatan. Ketika sudah menjadi pimpinan akhirnya
terjadilah tindakan korupsi.
b. Menguatnya plutokrasi
Korupsi yang menyandera pemerintakan akan menghasilkan
konsekuensi menguatnya plutokrasi (sistem politik yang dikuasai
pemilik modal/kapitalis). Faktanya perusahaan-perusahaan besar
punya hubungan dengan partai-partai yang ada dikancah
perpolitikan di negeri ini, bahkan beberapa pengusaha besar
menjadi ketua sebuah partai politik. Seringkali kepentingan partai
bercampur dengan kepentingan perusahaan.
c. Hilangnya kepercayaan pada demokrasi
Terjadinya tindak korupsi besar besaran yang dilakukan para
petinggi pemerintah atau petinggi partai. Hal tersebut
mengakibatkan berkurangnya kepercayaan dari masyarakat
terhadap pemerintahan yang sedang berjalan.
d. Hancurnya kedauatan rakyat
Kekayaan di negara indonesia hanya dinikmati oleh sekolompok
orang saja, bukan kepada rakyat. Seharusnya kedaulatan ada di
tangan rakyat, namun kedaulatan yang ada dalam partai politik di
anggap bahwa sebuah partai memiliki andil yang besar dalam
rakyat.
Contoh kasus korupsi di bidang politik yaitu :
Kasus suap penanganan sengketa pilkada akil mochtar, akil
mohtar menerima suap dan gratifikasi terkait penanganan belasan
sengketa pilkada di MK, serta tindak pidana pencucian uang.
9

C. Dampak terhadap penegakan hukum

Sejak lahirnya UU No. 24/PrP/1960 berlaku sampai 1971,

setelah diungkapkannya Undang-undang pengganti yakni UU No. 3

pada tanggal 29 Maret 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. Baik pada waktu berlakunya kedua undang-undang tersebut

dinilai tidak mampu berbuat banyak dalam pemberantasan korupsi di

Indonesia. Hal ini disebabkan karena undang-undang yang dibuat

dianggap tidak sempurna yaitu sesuai dengan perkembangan zaman,

padahal undang-undang seharusnya dibuat dengan tingkat

prediktibilitas yang tinggi. Namun pada saat membuat peraturan

perundang-undangan ditingkat legislatif terjadi sebuah tindak pidana

korupsi baik dari segi waktu maupun keuangan. Dimana legislatif

hanya memakan gaji semu yang diperoleh mereka ketika melakukan

rapat. Sehingga apa yang dituangkan dalam peraturan perundang-

undangan itu hanya melindungi kaum pejabat saja dan mengabaikan

masyarakat.

Menyikapi hal seperti itu pada tahun 1999 dinyatakan undang-

undang yang dianggap lebih baik, yaitu UU No.31 tahun 1999 yang

kemudian diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 sebagai pengganti

UU No. 3 tahun 1971. kemudian pada tanggal 27 Desember telah

dikeluarkan UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan


10

Korupsi, yaitu sebuah lembaga negara independen yang berperan

besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

Hal ini berarti dengan dikeluarkannya undang-undang dianggap

lebih sempurna, maka diharapkan aparat penegak hukum dapat

menegakkan atau menjalankan hukum tersebut dengan sempurna.

Akan tetapi yang terjadi pada kenyataannya adalah budaya suap telah

menggerogoti kinerja aparat penegak hukum dalam melakukan

penegakkan hukum sebagai pelaksanaan produk hukum di Indonesia.

Secara tegas terjadi ketidaksesuaian antara undang-undang yang

dibuat dengan aparat penegak hukum, hal ini dikarenakan sebagai

kekuatan politik yang melindungi pejabat-pejabat negara. Sejak

dikeluarkannya undang-undang tahun 1960, gagalnya pemberantasan

korupsi disebabkan karena pejabat atau penyelenggara negara terlalu

turut campur dalam pemberantasan urusan penegakkan hukum yang

mempengaruhi dan mengatur proses jalannya peradilan. Dengan hal

yang demikian berarti penegakan hukum tindak pidana di Indonesia

telah terjadi feodalisme hukum secara sistematis oleh pejabat-pejabat

negara. Sampai sekarang ini banyak penegak hukum dibuat tidak

berdaya untuk mengadili pejabat tinggi yang melakukan korupsi.

Dalam domen logos, pejabat tinggi yang korup mendapat dan

menikmati privilege karena mendapat perlakuan yang istimewa, dan

pada domen teknologos, hukum pidana korupsi tidak diterapkan


11

adanya pretrial sehingga banyak koruptor yang diseret ke pengadilan

dibebaskan dengan alasan tidak cukup bukti.

Korupsi yang terjadi juga berimbas kepada penagakan hukum


yang ada. Berikut merupakan beberapa macam dampak yang terjadi
terhadap penegakan hukum, yaitu:
a. Fungsi pemerintahan yang mandul
Dampak korupsi yang terjadi menghambat jalnnya suatu fungsi
dalam pemerintahan. Korupsi menghambat adanya peran negara
dalam atuaran aturan alokasi, menghambat negara dalam
pemerataan suatu aset dan memperlemah pemerintah dalam
mengurusi kestabilan politik dan ekonomi.

b. Hilangnya kepercayaan rakyat terhadap lembaga Negara


Korupsi yang terjadi dalam lembaga lembaga indonesia yang di
publikasiakan kepada masyarakat mengakibatkan kepercayaan
masyarakat mulai hilang.
Contoh kasus korupsi terhadap penegakan hukum yaitu:
Kasus korupsi wisma atlet dan kasus hambalang yang dilakukan
oleh para pejabat aparatur negara. Tindakan korupsi tersebut
membuat masyarakat mulai tidak percya terhadap kinerja para
pejabat negara.

Anda mungkin juga menyukai