Anda di halaman 1dari 9

DEVELOPMENT OF ENTERPRENEURSHIP LEARNING MODEL TO

INCREASE STUDENTS’ ENTERPRENEURSHIP SKILL

Elvi Rahmi, S. Pd, M. Pd


Department of Economics Education, Faculty of Economics
Universitas Negeri Padang
elvirahmi.feunp@gmail.com

ABSTRACT

Entrepreneurship plays a vital role in the Indonesian economy. However, teaching theoretical
principles does not translate into making entrepreneurs. This research aimed to create a practical
curiculum for teaching Enterpreneurship, consisting of Rencana Pembelajaran Satu Semester (One
Semester Lesson Plans) and Satuan Acara Perkuliahan (Lecture Units) which were developed based
on Project-Based learning model combined with Problem-Based learning model. This research uses a
Research and Development (R&D) method and consists of three stages: preliminary study, model
development and model validation. Data were collected through questionnaires, observation and
documentation. A Focus Group Discussion (FGD) of experts was held to find out a good model for
the learning media draft. The results show that 1) the one semester lesson plans are categorized as
good and can be applied with slight revision; 2) learning units are categorized as good and can be
applied with slight revision.

Keywords: Project-based learning, Problem-based learning, Entrepreneurship

PENDAHULUAN
Sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas merupakan faktor utama dalam
melaksanakan pembangunan. Kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh produktivitas
dan mutu dari lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan, yang terdiri atas atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan
menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan untuk menerapkan, mengembangkan, dan atau menciptakan ilmu
pengetahuan, teknologi dan kesenian. Oleh karena itu seyogianya proses pembelajaran di perguruan
tinggi diarahkan kepada pencapaian kompetensi ini.

Proses pembelajaran merupakan sebuah sistem dan melibatkan beberapa komponen, dimana
komponen tersebut saling berinteraksi dan berinterelasi. Sanjaya (2006: 58) menjelaskan komponen-
komponen pembelajaran tersebut, yaitu; tujuan,materi pelajaran, metoda atau strategi
pembelajaran, serta media dan evaluasi. Strategi atau metode adalah salah satu komponen yang
mempunyai fungsi yang sangat menentukan, bagaimanapun lengkap dan jelasnya komponen
lain, tanpa dapat diimplementasikan melalui strategi yang tepat maka komponen-komponen tersebut
tidak akan memiliki makna dalam proses pencapaian tujuan (Sanjaya, 2006: 60). Oleh karena itu
setiap dosen perlu memahami secara tepat, baik itu model, metode dan strategi pembelajaran yang
tepat dalam pelaksanaan proses pembelajaran Tokoh pendidikan Arends berpendapat bahwa tidak
ada satupun model pembelajaran yang lebih baik dibanding model pembelajaran lainnya, namun
beliau menekankan bahwa model yang tepat sangat tergantung pada karakteristik mahasiswa, materi
ataupun tujuan pembelajaran yang terkait, (Arends,2008:259- 260). Menerapkan model
pembelajaran yang tepat bisa dicobakan oleh dosen sebagai usaha agar mahasiswa menjadi tertarik
dan berminat untuk mengikuti proses pembelajaran sehingga nantinya kompetensi yang
diharapkan dari mahasiswa bisa dicapai.

1
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2014, di Indonesia ada 9,5 persen
(688.660 orang) dari total penganggur yang merupakan alumni perguruan tinggi. Dari jumlah itu,
penganggur paling tinggi merupakan lulusan universitas bergelar S-1 sebanyak 495.143 orang.
Angka pengangguran terdidik pada 2014 itu meningkat dibandingkan penganggur lulusan perguruan
tinggi pada 2013 yang hanya 8,36 persen (619.288 orang) dan pada 2012 sebesar 8,79 persen
(645.866 orang). (Kompas.com :2016). Permasalahan pengangguran terdidik lebih kompleks
dibandingkan dengan pengangguran non terdidik karena pengangguran terdidik lebih menginginkan
bekerja di sektor formal dengan gaji tinggi dan prestise di masyarakat, sedangkan pengangguran non
terdidik bersedia untuk bekerja di sektor non formal.
Masalah pengangguran sebenarnya dapat diperkecil dengan memperbanyak jumlah wirausaha
sebagai alternatif pilihan yang tepat untuk mengatasi masalah ini. Hal ini sesuai dengan pendapat
sosiolog David Mc Clelland bahwa suatu negara bisa menjadi makmur bila ada entrepreneur
sedikitnya 2% dari jumlah penduduk sedangkan Indonesia hanya memiliki 0,18% atau sekitar
400.000-an wirausaha dari jumlah penduduknya. Untuk Pemecahan masalah pengangguran harus
menjadi kajian bersaama termasuk perguruan tinggi, untuk itu perguruan tinggi seyogianya tidak
hanya diarahkan menghasilkan lulusan yang siap kerja, namun juga mampu menciptakan pekerjaan

Mata kuliah (MK) kewirausahaan merupakan salah satu mata kuliah diperguruan tinggi yang
bertujuan membentuk karakter wirausaha dan menambah pengetahuan mahasiswa mengenai seluk-
beluk bisnis baik dari sisi soft skill maupun hard skill sehingga mahasiswa mampu memanfaatkan
peluang-peluang yang ada di sekitarnya dalam menciptakan usaha sendiri setelah lulus maupun saat
masih kuliah. Beberapa penelitian menunjukkan pembelajaran kewirausahaan banyak dinilai oleh
mahasiswa kurang menarik karena mereka banyak dijejali dengan teori kewirausahaan oleh dosen
( Rahmi : 2015 ), dan ada beberapa isi kajian perkuliahan tersebut tidak selamanya cocok dengan
konteks lapangan,dan terkadang mahasiswa tau teorinya namun tidak bisa menggunakan teori
tersebut di lapangan, kondisi ini tentu saja berdampak negatif terhadap sense entrepreneur
mahasiswa,

Project-Based Learning (PJBL) adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang
inovatif, yang menekankan belajar kontektual melalui kegiatan kegiatan yang kompleks (CORD,
2001). Senada dengan itu Joel L Klein et. al (2009) menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis
proyek adalah strategi pembelajaran yang memberdayakan peserta didik untuk memperoleh
pengetahuan dan pemahaman baru berdasar pengalamannya melalui berbagai presentasi, Melalui
pembelajaran PJBL hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi mahasiswa, dan lebih
mandiri dalam belajar. Dalam PJBL mahasiswa dituntut mampu memecahkan masalah terkait
kewirausahaan. Pembelajaran PJBL memiliki potensi yang amat besar untuk membuat pengalaman
belajar yang lebih menarik dan bermakna untuk pembelajar usia dewasa. Senada dengan PJBl model
pembelajaran lain yang diharapkan dapat meningkatkan keantusiasan dan kreativitas mahasiswa
dalam MK Kewirausahaan adalah Problem Based Learning (PBL).

PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pembelajar
dengan masalah-masalah praktis atau pembelajaran yang dimulai dengan pemberian masalah dan
memiliki konteks dengan dunia nyata” (Tan, 2003; Wee & Kek, 2002:12). Model ini melatih siswa
untuk memecahkan masalah dengan pengetahuan yang dimilikinya. Proses tersebut akan membuat
terbangunnya pengetahuan baru yang lebih bermakna bagi siswa., dimana PBL adalah a
pedagogical approach that encourages those who take part in its processes to act both as supportive
change agents working in collaboration with colleagues, and also as individuals to use their
creativity in finding solutions to practical problems.

Penelitian tentang PJBL dan PBl ini sudah banyak dilakukan, dan dari hasil penelitian
terdahulu menunjukkan pengalaman belajar menjadi lebih menarik dan bermakna bagi siswa.Dalam
PJBL, siswa menjadi terdorong lebih aktif dalam belajar, guru hanya sebagai fasilitator, guru
mengevaluasi produk hasil kinerja siswa yang meliputi outcome yang mampu ditampilkan dari hasil
proyek yang dikerjakan. Pada saat siswa mengerjakan tugas proyek,mereka dapat berkolaborasi
dengan satu atau dua orang guru. Siswa juga melakukan investigasi dalam kelompok kolaboratif

2
antara 4- 5 orang. Keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dan dikembangkan oleh siswa dalam
tim adalah merencanakan, mengorganisasikan, negosiasi, dan membuat konsensus tentang tugas
yang dikerjakan, siapa yang mengerjakan apa,

Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengembangkan MK


kewirausahaan baik secara tatataran perencanaan pembelajaran maupun tataran implementasi, maka
dapat dirumuskan permasalahan untuk tahun pertama penelitian ini adalah 1) Bagaimana rancangan
silabus MK kewirausahaan yang berbasis project based learning yang dipadu dengan problem
based learning, 2)Bagaimana rancangan Satuan Acara Perkuliahan (SAP) MK kewirausahaan yang
berbasis project based learning yang dipadu dengan problem based learning, sedangkan tujuan
penelitiannya adalah, 1) Menghasilkan silabus MK kewirausahaan yang berbasis project based
learning yang dipadu dengan problem based learning. 2) Menghasilkan SAP MK kewirausahaan
yang berbasis project based learning dipadu dengan problem based learning.

THEORETICAL FRAMEWORK
A. Belajar dan Pembelajaran

Teori Belajar Konstruktivistik dijadikan sebagai grand theory dalam penelitian ini Teori
Konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget (1896-1980). Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya
setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya
sendiri. Hergenhahn, dan Olson(2010 :313) Pengetahuan yang direkonstruksi akan menjadi
pengetahuan yang bermakna (Sanjaya, 2007 :124). Dengan demikian mengajar dianggap bukan
sebagai proses di mana gagasan-gagasan guru dipindahkan kepada siswa, melainkan sebagai proses
untuk mengubah gagasan si anak yang sudah ada yang mungkin ”salah”. Dari uraian di atas dapat
ditegaskan bahwa belajar dalam hal ini dapat mengandung makna sebagai perubahan struktural
yang saling melengkapi antara asimilasi dan akomodasi dalam proses menyusun kembali dan
mengubah apa yang telah diketahui melalui belajar. Selain teori belajar Piaget, juga digunakan
Teori yang disusun oleh Gagne merupakan perpaduan yang seimbang antara behaviorisme dan
Kognitivisme yang berpangkal pada teori pengolahan informasi. Menurut Gagne di dalam proses
belajar terdapat dua fenomena, yaitu meningkatnya keterampilan intelektual sejalan dengan
meningkatnya umur serta latihan yang diperoleh individu, dan belajar akan lebih cepat bilamana
strategi kognitif dapat dipakai dalam memecahkan masalah secara lebih efisien.

B. Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)

Project-Based Learning (PBL) adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang
inovatif, yang menekankan belajar kontektual melalui kegiatan- kegiatan yang kompleks (CORD,
2001). Fokus pembelajaran terletak pada konsep- konsep dan prinsip-prinsip inti dari suatu disiplin
studi, melibatkan pebelajar dalam investigasi pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas
bermakna yang lain, memberi kesempatan pebelajar berkerja secara otonom mongkonstruksi
pengetahuan mereka sendiri dan mencapai puncaknya menghasilkan produknya (Thomas, 2000).
Pembelajaran yang berbasis PJBL memiliki potensi yang amat besar untuk membuat
pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna untuk pebelajar usia dewasa, untuk
memasuki lapangan kerja (Gaer, 1998).. Oleh karena itu, di dalam Project-Based Learning, guru,
dosen atau intruktur tidak lebih aktif dan melatih secara langsung, akan tetapi intruktur menjadi
pendamping, fasilitator dan memahami pikiran mahasiswa
Proyek belajar dapat disiapkan dalam kolaborasi dengan isntruktur tunggal atau instruktur
ganda, mereka bisa bekerja dan belajar di dalam kelompok kolaboratif antara 5-7 orang. Ketika
mahasiswa bekerja dalam tim, mereka menemukan ketrampilan merencanakan, mengorganisasi,
negosiasi, dan membuat konsensus tentang isu-isu tugas yang akan dikerjakan, siapa yang

3
bertanggungjawab untuk setiap tugas, dan bagaimana informasi akan dikumpulkan dan disajikan.
Ketrampilan-ketrampilan yang diidentifikasi oleh pebelajar ini merupakan ketrampilan yang amat
penting untuk keberhasilan hidupnya (Hutasuhut : 2010).
Proyek melibatkan pembelajar dalam investigasi. Investigasi mungkin berupa proses
desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, diskoveri, atau proses
pembangunan model. Akan tetapi, agar dapat disebut proyek memenuhi kriteria Pemberlajaran
Berbasis Proyek, aktivitas inti dari proyek itu harus meliputi transformasi dan konstruksi
pengetahuan (dengan pengertian pemahaman baru atau ketrampilan baru) pada pihak pebelajar
(Bereiter& Scardamalia, 1999).
C. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Problem-based learning is an educational approach whereby the problem is the


startingpoint of the learning process. The type of problem is dependent on the specific
organisation( De Graff, Kolmos : 2003), sejalan dengan itu Menurut Arends (2008:41), PBL
merupakan model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan
bermakna kepada peserta didik, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk
investigasi dan penyelidikan. PBL membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan
berpikir kritis dan keterampilan menyelesaikan masalah dan u Savoi & Andrew (1994), juga
menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah dirancang dalam suatu prosedur pembelajaran
yang diawali dengan sebuah masalah, dan menggunakan instruktur sebagai pelatih metakognitif,
untuk mencapai hal itu ada enam hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan proses
pembelajaran berbasis masalah yaitu : (1) Mulai dengan penyajian masalah; (2) Masalah hendak-
nya berkaitan dengan dunia siswa (masalah riil); (3) Organisasi materi pembelajaran sesuai dengan
masalah; (4) Memberi siswa tanggung jawab utama untuk membentuk dan mengarahkan
pembelajarannya sendiri; (5) Menggunakan kelompok-kelompok kecil dalam proses pembelajaran;
dan (6) Menuntut siswa untuk menampilkan apa yang telah mereka pelajari.
PBL memiliki tahapan yang sedikit berbeda dengan pembelajaran biasa, dikutip dari oleh
Ronnis (2000) tahap pelaksanaan PBL menerapkan prosedur yang dikemukakan yaitu: 1.
Determining whether a problem exists, 2. Creating an exact statement of the problem, 3.
Identifying information needed to understand the problem, 4. Identifying resources for gathering
information, 5. Generating possible solutions, 6. Analyzing the solutions, 7. Presenting the
solution, orally and/or in writing.
Pembelajaran yang menggunakan model PBL mempunyai dua tahap inti, yaitu analisis
pemecahan masalah secara kolabotarif dan belajar mandiri” (Paulina dkk, 2001). Seperti definisi
PBL yang dikemukakan oleh Barrows (1996), dalam tulisannya yang berjudul Problem-Based
Learning in Medicine and Beyond mengemukakan beberapa karakteristik Problem based learning,
yakni (1) Proses pembelajaran bersifat Student-Centered; (2) Proses pembelajaran berlasung dalam
kelompok kecil; (3) Guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing; (4) Permasalahan-
permasalahan yang disajikan dalam setting pembelajaran diorganisasi dalam bentuk dan fokus
tertentu dan merupakan stimulus pembelajaran; (5) Informasi baru diperoleh melalui belajar secara
mandiri (Self- directed learning); dan (6) Masalah (problems) merupakan wahana untuk
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah.
D. Entrepreneurship

Hisrich (2008) menjelaskan, pendidikan sangat penting untuk membantu seseorang yang
dalam mempersiapkan seseorang menjadi pengusaha dalam menghadapi masalah yang akan datang
karena seorang pengusaha juga harus memahami pengetahuan akan sistem manajemen keuangan,
perencanaan dan pasar. Pendidikan dapat memfasilitasi pengetahuan yang baru, menyediakan
kesempatan yang lebih luas (memperluas jaringan sehingga dapat menemukan kesempatan
yang potensial) dan membantu seseorang untuk beradaptasi dengan situasi baru.
Fenomena downsizing ternyata juga menyebabkan berubahnya pandangan Generasi X
(mereka yang terlahir antara tahun 1965–1980) tentang entrepreneur. Mereka tidak lagi melihat

4
entrepreneur sebagai alur karier yang penuh risiko, namun mereka lebih melihatnya sebagai sebuah
cara untuk menciptakan usaha yang aman. Memperhatikan kondisi di atas, pembekalan dan
penanaman jiwa entrepreneur pada mahasiswa diharapkan dapat memotivasi mahasiswa untuk
melakukan kegiatan kewirausahaan. Pengalaman yang diperoleh di bangku kuliah ini diharapkan
dapat dilanjutkan setelah lulus, sehingga muncullah wirausahawan baru yang berhasil menciptakan
kerja, sekaligus menyerap tenaga kerja. Menurut Hendarwan: ”Pendidikan dan pelatihan
kewirausahaan ini merupakan langkah serius dari pemerintah untuk mengatasi pengangguran
terdidik yang terus bertambah jumlahnya”. Ciputra (dalam Direktorat Kelembagaan Dikti, 2009)
menegaskan ”pendidikan kewirausahaan bisa memberi dampak yang baik bagi masa depan
Indonesia, seperti yang terjadi di Singapura. Namun kuncinya, pendidikan harus dijalankan dengan
kreatif”

RESEARCH METHOD

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran untuk mahasiswa yang
mengikuti perkuliahan kewirausahaan dengan menggunakan model project based learning yang
dipadu dengan problem based learning, yang diharapkan mampu meningkatkan entrepreneurship
mahasiswa. Menurut Borg dan Gall (1979: 624) metode research and development merupakan
suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan, serta
dapat juga digunakan untuk mendapatkan pengetahuan baru melalui research.Penelitian akan
terdiri atas tiga langkah besar yaitu studi pendahuluan, pengembangan model dan pengujian
model(validasi). Studi pendahuluan meliputi studi kepustakaan dan survei lapangan mentelaah
perangkat pembelajaran kewirausahaan, tahap pengembangan meliputi pengembangan perangkat
pembelajaran MK kewirausahaan yang terdiri dari silabus, SAP, Perangkat ini akan dilakukan
(diimplementasikan) melalui uji coba terbatas dan uji coba meluas. Sedangkan tahap ketiga
merupakan eksperimen untuk menguji validitas model yang dihasilkan. Pada Tahun Pertama ini
baru sampai pada tahap mengembangkan perangkat pembelajaran.

B. Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan berbagai data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka
digunakan berbagai instrumen yaitu panduan observasi, panduan wawancara, angket, studi
dokumentasi

C. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang akan digunakan untuk mengolah data yang diperoleh dilakukan
secara kualitatif dan secara kuantitatif baik secara statistik deskriptif, amupun secara inferensial.
Untuk mendapatkan model yang baik akan dilakukan uji pakar (focus group discussion) terhadap
draft perangkat pembelajaran. Teknik analisis kualitatif dilakukan triangulasi data, kemudian
diambil kesimpulan, sedangkan teknik analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
persentase

RESULT AND DISCUSSION

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah, a)
Rencana Pembelajaran satu semester (RPS), b) Satuan Acara Perkuliahan (SAP),

A. Rencana Pembelajaran Satu Semester (RPS),

5
RPS yang dikembangkan yang direncanakan adalah RPS yang berbasis problem based
learning dan project based learning dan sesuai dengan panduan penyusunan kurikulum perguruan
tinggi yang dikeluarkan oleh direktorat pembelajaran Kemenristek Dikti tahun (2016)., RPS adalah
dokumen program pembelajaran yang dirancang untuk menghasilkan lulusan yang memiliki
kemampuan sesuai CPL yang ditetapkan, sehingga harus dapat ditelusuri keterkaitan dan
kesesuaian dengan konsep kurikulumnya. ( dirjen Pembelajaran, 2016), Tahapan kegiatan yang
dilakukan dalam penyusunan RPS Mk Kewirausahaan ini adalah :`1)Menyusun capaian
pembelajaran lulusan (CPL) yang dibebankan pada MK kewirausahaan, dimana CPL mengandung
capaian pembelajaran sikap, capaian pembelajaran pengetahuan, capaian pembelajaran
keterampilan umum dan capaian pembelajaran keterampilan khusus, 2) Menyusun kemampuan
akhir dari MK kewirausahaan yang direncanakan pada tiap tahap pembelajaran untuk memenuhi
capaian pembelajaran lulusan; 3) Memilih dan menyusun bahan kajian/materi yang terkait
dengan kemampuan yang akan dicapai; 4) Memilih metode pembelajaran yang akan digunakan
pada saat pembelajaran, dimana metode pembelajaran yang akan digunakan berbasis pada
problem based larning dan project based learning, 5) Menentukan waktu yang disediakan untuk
mencapai kemampuan pada tiap tahap pembelajaran; 6) Menentukan pengalaman belajar
mahasiswa yang diwujudkan dalam deskripsi tugas yang harus dikerjakan oleh mahasiswa yang
mengambil MK kewiarusahaan selama satu semester; 7) Menentukan kriteria, teknik dan
bobot penilaian

Pada tahap perancangan sesuai dengan tujuan penelitian pada tahun pertama , maka peneliti
sudah membuat produk awal (prototype) untuk Rencana Pembelajaran satu semester (RPS) sesuai
dengan tahapan yang dijabarkan diatas Sebelum rancangan (design) produk dilanjutkan ke
tahap berikutnya (uji coba terbatas dan uji meluas), maka rancangan produk dilakukan divalidasi.
Validasi RPS (MK kewirausahaan) yang dirancang dilakukan oleh 3 orang yang dianggap
pakar dalam bidang pembelajaran dan kewirausahaan, yang terdiri dari 1 orang profesor dan 2
orang doktor. Dimana expert akan menilai apakakah RPS yang dikembangkan3 penilaian yaitu
baik dengan nilai(3), cukup dengan nilai (2) dan kurang dengan nilai(1), expert juga akan
memberikan rekomendasi perbaikan agar RPS yang dikembangkan bisa lebih baik, berikut hasil
validasi dari expert yang disajikan pada tabel 1 berikut ini :Aspek capaian pembelajaran
menggunakan 3 indikator,

Tabel 1
Hasil Expert Judgment Rencana Pembelajaran Semester (RPS MK
Kewirausahaan

No Aspek Rerata

1 Capaian Pembelajaran 2,89


2 Bahan Kajian 2,84
3 Metode/Strategi Pembelajaran 2,78
4 Penilaian 2,78
5 Bobot 3,00
Sumber : data Primer diolah 2017

Dari Tabel 1 diatas, ke lima aspek dikebangkan menjadi beberapa indikator, dimana
pada aspek capaian pembelajaran dikembangkan menjadi 3 indikator,pada aspek bahan
kajian dikembangkan menjadi 4 indikator, pada aspke metode/strategi pembelajaran
dikembangkan menjadi 3 indikator, pada aspek penilaian dikembangkan menjadi 3
indikator, dan pada aspek bobot hanya dikembangkan menjadi 1 indikator. Tabel 1 di atas
juga memperlihatkan bahwa penilaian expert untuk RPS yang dikembangkan sudah
menilai pada rentang baik dan cukup> dari 2, disamping memberikan pertanyaan per

6
aspek peneliti juga meminta penilaian secara umum terkait RPS yang dikembangkan, dari
ke 3 expert menilai bahwa RPS sudah baik dan bisa digunakan dengan sedikit perbaikan,
salah satunya menambah materi perkuliahan finansial literacy.
B. Satuan Acara Perkuliahan (SAP)

SAP yang dikembangkan yang direncanakan adalah SAP yang berbasis problem
based learning dan project based learning dan sesuai dengan panduan penyusunan
kurikulum perguruan tinggi KKNI karena pada panduan dikti yang 2016 tidak ada
panduan dalam penyusunan SAP, SAP yang dikembangkan adalah SAP untuk 16X
pertemuan langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan SAP adalah sebagai
berikut :
1) Menyelaraskan antara capaian pembelajaran dengan Capaian pembelajaran
dalam silabus
2) Merancanga kegiatan pembelajaran untuk dosen dan mahasiswa, untuk
tahap kegiatan pendahuluan, penyajian dan penutup
3) Menyelaraskan teknik penilaian dengan silabus
4) Memilih media
5) Merancang rubrik penilaian
6) Menentukan referensi
Pada tahap perancangan sesuai dengan tujuan penelitian pada tahun pertama , maka
peneliti sudah membuat produk awal (prototype) untuk Satuan Acara Perkuliahan untuk
16X pertemuan (SAP) disusun sesuai dengan tahapan yang dijabarkan diatas Sebelum
rancangan (design) produk dilanjutkan ke tahap berikutnya (uji coba terbatas dan uji
meluas), maka rancangan produk dilakukan validasi. Validasi SAP untuk (MK
kewirausahaan) yang dirancang dilakukan oleh 3 orang yang dianggap pakar dalam
bidang pembelajaran dan kewirausahaan, yang terdiri dari 1 orang profesor dan 2 orang
doktor. Dimana expert akan menilai apakah SAP yang dikembangkan akan dinilai dengan
3 penilaian, yaitu baik dengan nilai(3), cukup dengan nilai (2), dan kurang dengan
nilai(1). Expert juga akan memberikan rekomendasi perbaikan agar SAP yang
dikembangkan bisa lebih baik, berikut hasil validasi dari expert yang disajikan pada Tabel
2 berikut ini :

Tabel 2
Hasil Expert Judgment Satuan Acara Perkuliahan (SAP) MK Kewirausahaan

No Aspek Rerata

1 Kecocokan uraian kegiatan dosen dalam SAP dengan Strategi


2,91
yang disampaikan dalam RPS untuk setiap pertemuan
Kecocokan uraian kegiatan mahasiswa dalam SAP dengan
2,99
strategi dalam RPS untuk setiap pertemuan
2 Pemilihan Media dalam menunjang learning outcome 2,33
3 Kelengkapan Rubrik Penilaian 2,67
4 Referensi yang digunakan 3,00

7
Dari Tabel 2 di atas, aspek1 akan dikembangkan menjadi 15 pertanyaan, karena
dalam semester, terdiri atas 15 X pertemuan. Dari Tabel 2 tampak bahwa hasil penilain
relatif baik karena nilai yang diberikan untuk semua aspek >2. Disamping memberikan
pertanyaan per aspek peneliti juga meminta penilaian secara umum terkait SAP yang
dikembangkan, dari ke 3 expert menilai bahwa SAP sudah baik dan bisa digunakan dengan
sedikit perbaikan, salah satunya memperbaiki dan memvariasikan media yang digunakan.

CONCLUSION, IMPLICATION AND LIMITATION

A. Conclusion
Penelitian ini pada tahun pertama telah menghasilkan produk perangkat
pembelajaran Mata kuliah Kewirausahaan yang berbasis kepada problem based learning
dan project based learning yang terdiri atas, 1)Rencana Pembelajaran Satu Semester
(RPS), 2) Satuan Acara perkuliahan (SAP)

B. Implication

Agar Perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan pada tahun pertama ini bisa
diketahui efektivitas /tidaknya maka disarankan kepada dosen untuk bisa menggunakan
perangkat ini dalam pembelajaran MK kewirausahaan

C. Limitation

Pengembangan perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPS (Rencana Pembelajaran


Semester), SAP (Satuan Acara Pembelajaran) tidak mengembangkan bahan dari awal tetapi
menggunakan perangkat pembelajaran yang telah digunakan sebelumnya di Fakultas
Ekonomi.Validasi perangkat pembelajaran yang dikembangkan menggunakan 3 orang expert
judgment yang dinilai kompeten terkait dengan strategi pembelajaran dan kewirausahaan,
keeektivan perangkat pembelajaran ini dalam meningkatkan entrepreneurship mahasiswa masih
belum diketahui karena belum dilakukan uji coba. Uji coba terbatas dan uji coba meluas akan
direncanakan dilakukan pada tahun ke dua penelitian.

Bibliography

Allen, D. E., Duch, B. J., & Groh, S. E. (1996). The power of problem-based learning in teaching introductory
science courses. In L. Wilkerson, & .H. Gijselaers (Eds.), Bringing Problem-Based Learning
to Higher Education: Theory and Practice (pp. 43-52). San Francisco: Jossey-Bass

Arends, Richard.2008. learning to teach (terjemahan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta De Graff,

CORD. 2001. Contextual Learning Resource. ttp://www.cord.org/lev2. cfm/65. Gaer, S. 1998. What is
Project-Based Learnin. http://members.aol.com /CulebraMom /pblprt.html.

8
Direktorat Pembelajaran Kemenristek Dikti. 2016. Panduan Penyusunan Kurikulum Perguruan Tinggi. Jakarta :
2016

Hutasuhut, Saidun. 2010. Implementasi Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) Untuk
Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Mata Kuliah Keonomi Pembangunan. Pekbis
Jurnal Vol. 2 No. 1 Universitas Negeri Medan.

Gunantara, Suarjana. 2014. penerapan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas v . jurnal mimbar PGSD
Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

Kolmos, Annete.2003. Characteristics of Problem Based learning. Int J. Enggg Ed Vol 19 no 5 PP 657-662.
Great britain

National Council of Teachers of Mathematics. 2004. Overview:Standards for School Mathematics. Problem
Solving.Tersedia di: http://standards.nctm.org/documen, diakses Juni 2016

Normala, O., & Shar, M.(2013). Problem-based learning in the English language classroom. English Language
Teaching, 6(3): 125-134.

Rais, Muh. 2010. Model Project Based Learninig Sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Akademik
Mahasiswa. Jurnal Penididikan Dan Pengajaran Jilid 43 No. 3 Universitas Negeri Makasar.

Ronis, D. L. (2008). Problem-based learning for math and science: Integrating inquiry and the Internet (2nd
Ed). California: Corwin Press.

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana

Siswoyo, B.B. 2009. Kewirausahaan dalam Kajian Dunia Akademik. FE UM Siswoyo, Bambang Banu.
2009. Pengembangan Jiwa Kewirausahaan Di Kalangan Dosen Dan Mahasiswa.
Jurnal Ekonomi Bisnis Tahun 14 No. 2. Universitas Negeri Malang.

Tan, Oon Seng. (2003). Problem-based learning innovation. Singapore: Thomson.

Thomas, J. W., 2000.A Review od Research on Project Based Learning. California: the Autodesk
Foundation, Available on : httpz;//www.autodesk.com/ foundation.

Winataputra, Udin, S., 2001. Model-Model Pembelajaran Inovatif, Jakarta: Pusat Antar Universitas Untuk
Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional, Dirjen Dikti.

Anda mungkin juga menyukai