Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

DEMAM TYPOID

1. Definisi

Demam Typoid adalah penyakit infeksi otot usus halus dengan gejala demam

minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran cerna dengan atau tanpa

gangguan kesadaran.

(Arief Mansjoer. 2000. 421)

Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada

saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan

kesadaran.

(Rita Yuliani: 2006: 126)

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi

salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang

sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine orang yang terinfeksi kuman

salmonella.

(Brunner and Sudart, 1994).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman

salmonella Thypi.

(Arief Maeyer, 1999)

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman

salmonella thypi dan salmonella para thypi A, B, C. Sinonim dari penyakit ini

adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis.

(Syaifullah Noer, 1996)

Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, thypoid disebut juga

paratyphoid fever, typhus dan paratyphus abdominalis.(Soeparman, 1996)


Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus yang menimbulkan gejala-gejala

sistematik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella tipe A, B, C.

Penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang

terkontaminasi.

(Mansoer Orief.M. 1999)

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid

adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A,

B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang

terkontaminasi.

2. Etiologi

Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A, B dan C.

Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid

dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid

dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama 1

tahun.

Penyebab dari demam typoid adalah salmonella typosa, merupakan hasil gram

negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. (Ngastiah.1997.22).

3. Anatomi fisiologi

Traktus digestivus adalah suatu system yang mengurus tentang pemasukan

zat makanan ke dalam tubuh. Zat makanan yang dikonsumsi pada umumnya

karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin sebagian besar air. Zat tersebut

kecuali air akan mengalami saluran-saluran dari makanan itu:


1. Rongga mulut

2. Rongga pharing

3. Esophagus

4. Usus besar

5. Usus kecil

6. Rectum dan anus

Makanan akan dicerna dan disimpan dahulu di lambung sebelum diserap,

fungsi lambung adalah :

- Tempat penumpukan makanan sementara.

- Tempat proses pencernaan makanan.

- Untuk menghasilkan zat intrinsik yang berfungsi membentuk darah.

Makanan yang dari lambung akan diserap oleh usus halus terdiri dari

duodenum, jejenum dan ileum lapisan-lapisan dari usus halus :

a. Lapisan mukosa

b. Lapisan sub mukosa

c. Lapisan muskularis

d. Lapisan serosa

Fungsi usus halus adalah :

1. Tempat penumpukan sementara makanan sebelum diserap.

2. Tempat berlangsungnya pencernaan makanan.

3. Tempat terjadinya penyerapan segala macam zat makanan.

(Aulia. 2003: 62)


4. Fatofisiologi

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman

salmonella typhi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui

perantara lalat, dimana lalat akan hinggap di makanan yang akan dikonsumsi

oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan

dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella

thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melaui mulut.

Salmonella typosa masuk melalui mulut sebagian akan dimusnahkan dalam

lambung oleh asam lambung. Sebagian lagi diserap usus halus melalui pembuluh

limfe terus masuk ke peredaran darah sampai ke organ-organ terutama hati dan

organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada abdomen. Kemudian

masuk kembali dalam darah (bakteriomia) dan menyebar ke seluruh tubuh

terutama ke dalam kelenjer limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk

lonjong pada mukosa, tukak tersebut dapat mengakibatkan pendarahan dan

perforasi pada usus, gejala demam disebabkan oleh endotoksin yang mempunyai

peranan pembantu proses peradangan lokal, salmonella typosa dan endotoksin

merangsang sintesa dan pelepasan zat progenik dan leukosit, jaringan yang

meradang mempengaruhi pusat pengatur suhu di hiphotalamus sehingga

mengakibatkan demam, jika suhu tubuh semakin meningkat lidah yang khas akan

kotor, splenomegali, gejala toksemia berat akan terjadi penurunan kesadaran.

Sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus

halus.

(Suryadi dan Rita Yullani: 2001: 282).


Semula disangka demam biasa dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan
oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitan eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama pada demam typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi
lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang
WOC
Penularan melalui mulut oleh makanan dan
minuman yang terkontaminasi kuman
salmonella typhosa

Masuk ke lambung

Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung

Sebagian lagi diserap usus halus

Bakteri memasuki aliran darah (bakteriomia)

Kelenjer limfoid Endotoksin


usus halus

Merusak epitel usus Mempengaruhi


menembus mukosa usus regulator di hiphotalamus

Tukak usus

- Demam suhu tubuh meningkat


Pendarahan dan perforasi - Penurunan kesadaran
pada usus halus

MK : Gangguan rasa nyaman

Anoreksi, mual, muntah,


diare, rasa tidak enak pada
perut

MK : Gangguan Nutrisi

Pengetahuan dan informasi


yang kurang

MK : Kecemasan MK : Penularan penyakit


5. Tanda dan Gejala

1).Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama tiga minggu

- Minggu I peningkatan suhu tubuh sore dan malam hari, dan menurun

pada pagi hari dan siang hari karena kuman salmonella typosa bekerja

pada malam hari pada individu istirahat.

- Minggu II suhu tubuh terus maningkat

- Minggu III suhu tubuh berangsur turun dan normal kembali.

2. Terjadi gangguan pada saluran cerna bibir kering dan pecah-pecah,

hepatomegali, splenomegali yang disertai nyeri abdomen.

3. Adanya bintik-bintik merah pada kulit akibat dari emboli dalam kapiler kulit.

4. Nyeri kepala, lemah, letih lesu.

5. Gangguan kesadaran, penurunan kesadaran, apatis, samnolen.

6. Manifestasi Klinik

Masa tunas typhoid 10 – 14 hari

Minggu I

Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam

hari. Dengan keluhan dan gejala demam,nyeri otot, nyeri kepala,

anorexia dan mual, batuk epitaksis, obstipasi/ diare, perasaan tidak enal

di perut.

Minggu II

Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi,

lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali,

meteorismus, penurunan kesadaran.


7. Komplikasi

a. Komplikasi intestinal

1. Perdarahan usus

2. Perporasi usus

3. Ilius paralitik

b. Komplikasi extra intestinal

1. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),

miokarditis, trombosis, tromboplebitis.

2. Komplikasi darah : anemia hermolotik, trobositopenia dan

syndroma uremia hemolitik.

3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema dan pleuritis.

4. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis,

kolesistitis.

5. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan

perinepritis.

6. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis

dan arthritis.

7. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,

polyneuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

8. Penatalaksanaan

1. Pemberian antibiotik yang bertujuan untuk menghentikan dan memusnahkan

penyebaran kuman seperti kloram penikol, ampicilin.

2. Isolasi pasien.
3. Istirahatkan selama demam hingga dua minggu.

4. Diit tinggi kalori, tinggi protein, tidak mengandung banyak serat, pada

penderita akut diberi bubur saring.

5. mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya transfusi bila

ada komplikasi perdarahan. (Suryadi dan Rita Yullami: 2001 : 283)

5. Obat-obatan : klorampenikol, tiampenikol, kontrimoxazol, amoxilin dan

ampicillin.

9. Pencegahan

Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typoid adalah cuci tangan

setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan,

hindari minum susu mentah yang (belum yang belum dipasteurisasi), hindari

minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas.

10. Pemeriksaan diagnostic

1. Pemeriksaan darah tepi

Leukopenia, limfositosis, anemia

2. Pemeriksaan sumsum tulang

Menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang.

3. Biakan empedu ditemukan kuman dalam darah, urine dan feses.

4. Tes widal positif dikatakan positif apabila aglutinin abnormal 1/200

atau lebih.

(Ngastiyah : 1997 : 157)


11. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan

laboratorium,yang terdiri dari :

a. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat

leucopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah

sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada

sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang

terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh

karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam

typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi

dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila

biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam

typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa

faktor :

1) Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium

yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan

yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat

demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.


2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu

pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu

kambuh biakan darah dapat positif kembali.

3) Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat

menimbulkan antibody dalam darah klien, antibody ini dapat menekan

bakteremia sehingga biakan darah negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti

mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil

biakan mungkin negatif.

d. Uji Widal

Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody

(aglutunin). Aglutunin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam

serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah

divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi

salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji

widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutunin dalam serum klien yang

disangka menderita typhoid. Akibat infeksi salmonella thypi, klien membuat

antibody atau aglutinin yaitu :

 Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari

tubuh kuman).
 Aglutunin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari

fagel kuman).

 Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari

simpai kuman).

Dari ketiga kuman tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya

untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal :

Faktor yang berhubungan dengan klien :

i. Klien umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan

antibodi.

ii. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit : aglutinin baru

dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai

puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.

iii. Penyakit-penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang

dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan

antibody seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma

lanjut.

iv. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan

obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibody.

v. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat

tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi

karena supresi system retikuloendotelial.

vi. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang

divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer agglutinin O dan H dapat

meningkat. AglutininO biasanya menghilang setelah 6 bulan


sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-

lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada

orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai

diagnostic.

vii. Infeksi klien dengan klinis/ subklinis oleh salmonella

sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang

positif , walaupun dengan hasil titer yang rendah.

viii. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer

agglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi

dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah

tertular salmonella di masa lalu.

Faktor-faktor teknis

1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat

mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi

aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi

pada spesies yang lain.

2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan

mempengaruhi hasil uji widal.

3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada

penelitian yag berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi

antigen dari saluran strain salmonella setempat lebih baik dari

suspensi dari strain lain.

:
ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian

a. Identitas klien

b. Riwayat kesehatan

 Riwayat Kesehatan Dahulu

Kemungkinan klien pernah menderita penyakit tifus abdominalis dan

klien pernah dirawat di rumah sakit karena menderita penyakit yang akut

atau kronis.

 Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien mengeluh badan terasa panas terutama pada sore dan malam hari,

nyeri kepala, pusing dan lesu.

Klien Mual, nafsu makan kurang, terjadi diare, bibir pecah-pecah, lidah

kotor.

 Riwayat Kesehatan Keluarga

Kemungkinan salah satu keluarga pernah menderita penyakit tipus

abdomimalis, kebiasaan keluarga mengolah makanan yang kurang

mempertahankan kebersihan.

c. Pemeriksaan Fisik

1. Kepala dilihat higlena kepala warna rambut apakah ada lesi atau tidak

pada kepala.

2. Mata simetris kiri dan kanan, tidak terjadi edeme, konjungtiva tidak

anemis, sklera tidak ikterik dan penglihatan tajam.


3. Hidung

Dilihat dari higiene hidung, ada lesi atau tidak apakah ada kelainan pada

hidung atau tidak.

4. Mulut

Nafas klien berbau tidak sedap

Bibir kering dan pecah-pecah.

Lidah kotor ditutupi selaput putih kotor, pinggir lidah merah saat

diperintahkan mengangkat lidah.

5. Leher dilihat terjadi peningkatan JVP atau tidak.

6. Dada atau thorax

I : Dada simetris kiri atau kanan.

P : Fremitus kiri kanan

P : Menentukan apakah terjadi konsumsi paru atau tidak.

A : Mendengarkan bunyi nafas apakah ada kelainan atau tidak.

7. Cardiovaskuler

I : Ictus cordis tampak/ tidak.

P : Ictus teraba di LMCS Ric V.

P : Menentukan batas-batas jantung.

A : Bunyi jantung normal.

8. Abdomen

I : Perut tampak membuncit/ tegang.

P : Bunyi sonor.

P : Hepar teraba, lien teraba.

A : Bising usus lemah.

9. Genito urinaria
Terpasang kateter atau tidak, apakah ada kelainan.

10. Muskuloskeletal

 Lemah pada otot, kekuatan otot kurang.

 Pada kulit terdapat bintik-bintik.

11. Terjadi penurunan kesadaran pada keadaan yang lebih berat.

12. Data Psikososial

Emosi klien labil, gelisah, tidak tenang.

13. Data Sosial Ekonomi

Umumnya keadaan ekonomi rendah cenderung mudah diserang

penyakit typus abdominalis karena kurang mampu memelihara

kesehatan.

14. Pola Kehidupan Sehari-hari

a. Nutrisi

Terjadinya penurunan nafsu makan dikarenakan mual dan rasa

pahit pada lidah.

b. Pola Tidur

Klien akan mengalami kesukaran untuk tidur karena mengalami

gangguan rasa nyaman karena peningkatan suhu tubuh.

c. Pola Eleminasi

Biasanya terjadi konstipasi atau diare dan sedikit aliran urine

karena pemasukan yang kurang.

d. Pola Aktifitas

Terbatas, aktifitas klien harus dibantu.

e. Higiene

Kebersihan mandi dan gosok gigi.


15. Data laboratorium

a. Pemeriksaan leukosit

Terdapat leukopinia, leukosit normal 5000-10000/mm³.

b. Tes widal positif

Tes widal positif bila tinin O bernilai 1/200 lebih.

II. Diagnosa Keperawatan

Kemungkinan Diagnosa Keperawatan :

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungana dengan adanya peradangan pada usus

halus. (Marilyn E. Doengoes : 875).

2. Pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake yang tidak adekuat.

3. Gangguan dalam perawatan diri berhubungan dengan imobilasi.

4. Kecemasan tingkat sedang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

tentang penyakit dan perawatannya.

III. Intervensi Keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses

peradangan pada usus halus. Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.

Intervensi :

a. Berikan kompres dingin

Rasional : Dengan kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara

konduksi dari tubuh klien ke alat kompres.


b. Anjurkan klien banyak minum

Rasional : Diharapkan panas tubuh klien dapat keluar melalui urine dan

keringat.

c. Anjurkan klien memakai pakaian yang longgar dan

menyerap keringat.

Rasional : Pakaian yang longgar akan meyerap keringat, panas tubuh akan

dapat keluar.

d. Kontrol tanda-tanda vital

Rasional: Pengontrolan TTV dapat diketahui keadaan umum klien dan

membantu menentukan tindakan selanjutnya.

e. Jaga ventilasi yang adekuat

Rasional : Ventilasi yang adekuat akan terjadi pemindahan panas secara

konveksi.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

Tujuan :

Nutrisi terpenuhi

Intervensi :

1. Timbang berat badan.

Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.

2. Beri diit sesuai dengan program diit.

Rasional : Dengan memberikan diit sesuai program yang diharapkan gula

darah terkontrol dan menghindari penyimpangan dari kebutuhan yang

berlebihan.
3. Identifikasi bersama klien makan yang disukai

Rasional : Makanan yang disukai dapat dimasukkan dalam perencanaan

makanan.

3. Kecemasan orang tua terhadap kondisi anak berhubungan dengan kurangnya

pengetahuan tentang perawatan.

Tujuan : Kecemasan berkurang, pengetahuan klien dan keluarga

bertambah.

Intervensi :

c. Berikan kesempatan pada orang tua klien untuk mengekspresikan

perasaannya.

Rasional : Ekspresi perasaan dapat menguraikan strees.

d. Libatkan keluarga dalam pengawaan klien.

Rasional : Membantu dalam perawatan klien.

e. Pantau mekanisme koping yang digunakan bila ibu cemas.

Rasional : Menentukan apakah koping yang digunakan struktif atau

tidak.

f. Jelaskan pada ibu tentang penyakit anaknya.

Rasional : Menambah pengetahuan orang tua tentang penyakit

anaknya.
IV. Implementasi

Implementasi adalah penerapan dari rencana tindakan

keperawatan yang telah ditetapkan pada tahap perencanaan. Diharapkan untuk

mengatasi masalah guna untuk tercapainya suatu tujuan atas tindakan yang

telah dilakukan perawat terhadap kliennya dan juga kolaborasi yang dilakukan

dengan tim medis dan ahli gizi.

V. Evaluasi

Evaluasi adalah hasil akhir dari proses keperawatan dan merupakan

umpan balik dari proses keperawatan itu sendiri. Di sini perawat dapat menilai

keberhasilan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan dan sejauh mana

msalah klien dapat teratasi.

Anda mungkin juga menyukai