Anda di halaman 1dari 4

Me

Sekolah tidak berguna. Lebih baik belajar sendirian di kamar daripada ke sekolah dan belajar
dengan teman. Apa gunanya belajar dengan teman ketika kamu tidak punya? Memang buang
waktu dan uang aja. Hidup itu… capek!

“WOI! BANGUN! MASIH PAGI!” Teriakan yang kencang membangunkan saya dari tidur
yang nyenyak dengan pikiran yang gelap dan ketidakpedulian oleh cowok botak negro
berpenampilan rapih di samping saya.
“Ngapain bangunin gue?! Cari ribut?!”
“Hehe, maaf ya. Soalnya kamu kebiasaan tidur mikirin hal-hal yang buruk tentang hidup,”
Haduh… Ada-ada aja dia. Jika seseorang sedang tidur, semua orang pasti berpikir bahwa dia
kecapekan atau masih ngantuk saat di sekolah agar nanti saat pelajaran ngak tidur. Tapi dia tahu
saya tidak seperti yang lain, seperti seorang cenayang yang berani mengambil resiko yang
mematikan. Dia adalah bagai berani sendok pengedang, air hangat direnanginya.
“Haduh… Emangnya ada apa bangunin saya gini? Buat masalah lagi?” saya bertanya dengan
sabar.
“Ada siswa pindahan loh! Dan dia itu cewek!” kata dia dengan seringai yang licik.
“Emangnya kenapa? Lo tau kan gua ngak mau pacaran, kan?”
“Yee… Kan bisa sebagai referensi cewek masa depan lo!”
“Ah… Nanti aja dah ngomongnya. Kelas udah mau mulai bentar lagi,”
“Ya udah, gua juga mau siap-siap mental. Pak Naga memang galak ngajarnya,” kemudian dia
pergi kembali ke tempat duduknya sambil membaca-baca buku Fisika. Dasar Tito… Memang
ngak berubah sifatnya.
Tito memang sejak kecil sudah seperti itu dan ngak pernah berubah. Optimis, seru saat
berteman, lucu, juga jago olahraga. Saya mah beda banget dengan dia, seperti keterbalikan gitu
dah. Tidak jago olahraga, kadang pesimis, dan penyendiri. Anehnya saat SD kelas 3, pertemuan
kita bagai takdir. Dia mau berteman dengan saya, seperti kita memenuhi satu sama lain. Seperti
Yin dan Yang yang harus tetap bersatu. Soalnya selama pertemanan kita selama 8 tahun, dia
tidak menohok kawan seiring, menggunting dalam lipatan. Dia seperti teman sejati saya.
Bel telah berbunyi dan pelajaran akan dimulai. Semua siswa telah duduk dengan rapih dan
siap untuk pelajaran Fisika yang menyeramkan. Tiba-tiba, seorang gadis dengan rambut yang
panjang dan bau yang romantis telah memasuki kelas dengan Pak Harto. Semua pria melihat
gadis tersebut seperti seorang putri dari bangsawan. Gadis tersebut berdiri di depan kelas dengan
malu dan gugup sekaligus.
“Baiklah semuanya, tolong perhatian sebentar. Kita memiliki siswi pindahan dari
homeschooling. Dia bernama Mihi. Mari kita membuatnya seperti anggota keluarga dari SMAK
PENABUR Gading Serpong,” mengumumkannya Pak Harto, guru BK untuk kelas 11 kita.
“Mihi, kamu duduk di sebelah kanan Steven, ya.” Mihi mengangguk dan jalan dengan gugup
sementara semua cowok di kelas mengaggumkan Mihi sedangkan semua cewek merasa iri. Mihi
duduk sebelah saya sesuai perintah.
“Cieee~ Cewek barunya duduk sebelah lo~” bisik Tito.
“Berisik ah!” balas saya.
***

Mihi, gadis perempuan yang cantik. Rajin, pintar, patut dicontoh. Lebih lagi dengan logatnya
yang mirip orang Amerika. Pantes semua cowoknya suka sama dia. Pantes semua perempuannya
iri. Pantes si Tito ingin gue berteman dengannya. Berteman sama orang Amerika… Emangnya
enak ya? Kan harus jago bahasa Inggris dan-

KRING! Bel sekolah telah berbunyi dan waktunya untuk istirahat. Sudah seminggu Mihi
telah pindah ke sekolah SMAK PENABUR Gading Serpong. Dari dilihat, Mihi sudah menjadi
populer seperti artis. Semua cowok suka datang ke dia dan ngobrol, pantes malu dan gugup. Tapi
justru membuat masalah. Sudah tahu Mihi pemalu, tapi banyak yang datang ke Mihi seperti tidak
apa-apa. Para cowok seperti babi yang serakah lah.
“Eh, Steven. Bisa ke ruang BK ngak sekarang?” ajak Pak Harto di jalan ke kantin.
“Ada apa, Pak?” tanya saya.
“Saya ingin ngobrol dengan kamu sebentar, terutama tentang Mihi,” jawab Pak Harto.
Sebenarnya, saya cuman mau ketemu Tito yang di kantin. Tapi selain nonton dia makan, mau
apa lagi? Saya pun ikut Pak Harto ke ruang BK. Saat sampai, kita duduk dengan nyaman di sofa
yang empuk.
“Begini, tahu kan Mihi, siswi pindahan itu?” tanya Pak Harto.
“Iya, kenapa Pak?” jawab dan tanya saya.
“Mihi pernah datang ke saya beberapa hari yang lalu dan dia merasa tidak nyaman dengan
keadaan sekolahnya. Banyak cowok suka datang ke Mihi saat istirahat yang membuatnya ngak
enak. Mau diusir, ngak mau dianggap jahat. Lebih lagi Mihi tidak punya waktu untuk berteman
dengan yang lain. Jadi mulai dari sekarang, kamu akan menjadi teman malaikatnya, ya,” Saya
langsung kaget. Teman malaikat? Kenapa ngak cewek aja? Kenapa harus saya lah?
“Boleh ikut jadi teman malaikat ngak, Pak?” datang Tito di depan pintu BK. Ternyata dia
nguping pembicaraannya. Dasar Tito, memang kebiasaan dia.
“Nah, lebih baik juga. Yang penting Mihi harus merasa nyaman di sekolah ini ya. Itulah misi
kalian,” jawab Pak Harto.
“Tapi, kenapa harus saya, Pak? Bapak boleh pilih yang lain, kan?” tanya saya dengan
penasaran.
“Saya punya rencana sendiri, ya. Nanti kalian tahu sendiri,” jawab Pak Harto. Memang Pak
Harto suka menggenggam rahasia seperti ini. Lebih parahnya, dia taruh beras dalam padi, jadi
susah untuk tahu rahasianya dah.
“Nah, silahkan lanjutin istirahatnya ya,” Tito dan saya pergi meninggalkan ruang BK dengan
serentak, seperti tidak ada yang pernah terjadi di ruang BK. Tapi masalah sekarang adalah…
Bagaimana cara untuk ke Mihi yang saat ini sedang dikeruminin dengan banyak cowok?!
***

KRING! Bel pulang telah berdering dengan keras dan semua siswa di kelas akhirnya bebas
dari pelajaran Matematika yang menyulitkan. Beberapa langsung meninggalkan kelas, beberapa
masih ngobrol. Ada juga yang sedang cek HP, main game, dan lain-lain. Kalau saya, malah mau
pulang secepat mungkin agar bisa main game di rumah. Lalu, sentuhan yang kecil datang
mengetuk belakang saya. Tentunya, saya berputar dan bertemu dengan Mihi. Akhirnya, dia
sendirian dan tidak kerumunan dengan cowok-cowok lainnya.
“Em, apakah kamu Steven?” tanya dia dengan logat yang seperti Amerika. Tidak bisa ketawa
atau merasa jijik. Seperti… biasa saja.
“Ya?” balas saya dengan sekilas.
“Dan gua Tito! Salam kenal, Mihi!” datang Tito dengan dadakan dari belakang saya,
mengagetkan saya dan Mihi.
“Jangan tiba-tiba begitu dong!” tegur saya.
“Maaf, mau gimana lagi? Kan sebagai hadiah atau surprise gitu dah!” Memang Tito ada-ada
aja. Tapi Mihi malah ketawa sedikit.
“Kamu lucu, Tito,” kata Mihi dengan cekikikan. Tito memang lucu sih. Bikin iri, ah, si Tito.
Pada perjalanan pulang, kita ngobrol sambil di perjalanan keluar sekolah. Ternyata Mihi
siswi yang sudah belajar bahasa Inggris saat masih bayi. Orang tuanya tidak pernah
mengajarkannya bahasa Inggris karena papanya kerja tiap hari dan mamanya suka bolos les
inggris waktu masih kecil. Mihi belajar secara autodidak. Bahasa Inggrisnya juga sebagai bahasa
pertama, sedangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Soalnya belajar bahasa Indonesia
saat umur 4. Mihi juga homeschooling karena pernah dibully waktu SD karena logatnya dan cara
ngomongnya. Saya tidak bisa merasa kasihan soalnya sudah lewat, tetapi Tito malah kebalikan
saya.
Pada saat sudah keluar sekolah, kita berpisah ke jalan masing-masing ke rumah. “Mihi…
Sepertinya hidup saya akan menjadi menarik…” pikir saya. Tapi anehnya, saya terus memiliki
pikiran tentang Mihi saat saya di rumah sambil main game. Perasaan apa ini? Inikah namanya…
cinta?
***

Mihi… Siswi pindahan dan teman saya yang baru. Sudah beberapa hari setelah Mihi pindah dan
saya merasa kita sudah dekat. Tapi… apakah kita bisa lebih dekat?

Dua hari lagi dan semester ini sudah mau selesai. Libur sekolah akhirnya akan tiba. Semua
sudah tidak sabar ingin pulang dan merasa kemerdekaan setelah UAS yang capek dan
menyakitkan. Mihi sudah mulai banyak berubah. Dia mulai memiliki banyak teman yang baik
dan hampir semua cowok sudah menyerah untuk dekat dengan Mihi. Tito masih sama saja, tidak
berubah sepeser pun. Kalo saya… punya perasaan dengan Mihi. Kenapa saya? Kenapa ngak
Tito? Kenapa ngak cowok lain sih? Bikin sebel aja!
Bel istirahat telah berbunyi dengan keras dan semua siswa istirahat. Saya mau bertemu
dengan Pak Harto, untuk jawabannya. Dan hokinya, saya ketemu Pak Harto yang sedang ke
ruang guru. Saya lari secepat mungkin ke Pak Harto.

Anda mungkin juga menyukai