Anda di halaman 1dari 29

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ....................................................................................................................................... ii

A. PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 1

B. METODE PENELITIAN .................................................................................................................... 2

C. PROFIL PROVINSI LAMPUNG ......................................................................................................... 5

D. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UMKM ........................................................................................ 6

E. PENGEMBANGAN UMKM.............................................................................................................. 9

F. PERANAN PERBANKAN DALAM PENGEMBANGAN UMKM...................................................... 9

H. PENETAPAN BOBOT TUJUAN DAN KRITERIA ....................................................................... 10

I. KPJu UNGGULAN SEKTORAL KABUPATEN/KOTA .................................................................... 11

J. KPJu UNGGULAN LINTAS SEKTORAL KABUPATEN/KOTA ....................................................... 13

K. PENETAPAN KPJu UNGGULAN SEKTORAL TINGKAT PROVINSI .............................................. 16

L. PRODUCT LIFE CYCLE ................................................................................................................. 18

M. ANALISIS PEMBENTUKAN INFLASI.............................................................................................. 21

N. REKOMENDASI ............................................................................................................................. 23

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Kecamatan di Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung ..................................... 3


Tabel 2. Kriteria Penetapan KPJu Unggulan.......................................................................... 3
Tabel 3. Kriteria KPJu Unggulan Kabupaten/Kota ............................................................... 4
Tabel 4. Struktur Ekonomi Provinsi Lampung Menurut Lapangan Usaha 2007- 2011 (%)....... 6
Tabel 5. Bobot dan Rangking Kepentingan dari Tujuan dan Kriteria untuk Penetapan KPJu
Unggulan di Provinsi Lampung .............................................................................. 10
Tabel 6. KPJU Unggulan Sektoral Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Tahun 2012 11
Tabel 7. KPJu Unggulan Lintas Sektoral Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Tahun
2012 .................................................................................................................... 14
Tabel 8. Matrix KPJu Unggulan Provinsi Sektoral Tahun 2012.............................................. 16
Tabel 9. KPJu Lintas Sektoral Tingkat Provinsi Lampung Tahun 2012 ................................... 18
Tabel 10. Tahap Daur Hidup KPJu Unggulan Lintas Sektor Provinsi Lampung ......................... 19
Tabel 11. Sumbangan inflasi KPJu Unggulan lintas sektor Provinsi Lampung ......................... 22

ii
A. PENDAHULUAN

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran
yang penting dan strategis. Kondisi tersebut dapat dilihat dari berbagai data yang
mendukung bahwa eksistensi UMKM cukup dominan dalam perekonomian Indonesia.
Pertama, jumlah industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan Kementrian Koperasi dan UKM tahun 2008,
jumlah UMKM tercatat 51,3 juta unit atau 99,9% dari total unit usaha. Kedua, potensinya
yang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Setiap unit investasi pada sektor UMKM dapat
menciptakan lebih banyak kesempatan kerja jika dibandingkan dengan investasi yang sama
pada usaha besar. Sektor UMKM menyerap 97,04 juta tenaga kerja atau 99,4% dari total
angkatan kerja yang bekerja. Ketiga, kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB cukup
signifikan, yakni sebesar 55,56% dari total PDB.

Dalam rangka mendukung pengembangan dan pemberdayaan UMKM, Bank Indonesia


memiliki pilar-pilar kebijakan strategis yang meliputi (1) Pengaturan kepada perbankan yang
mendorong pengembangan dan pemberdayaan UMKM, (2) Pengembangan kelembagaan
yang menunjang, (3) Pemberian bantuan teknis, dan (4) Kerjasama dengan berbagai pihak
baik dengan lembaga pemerintah maupun lembaga lainnya. Salah satu pilar kebijakan Bank
Indonesia tersebut adalah mendorong pengembangan UMKM melalui pemberian bantuan
teknis. Salah satu bentuk bantuan teknis adalah menyediakan informasi tentang
komoditi/produk/jenis usaha (KPJu) Unggulan bagi UMKM di Kabupaten/kota, yang
diidentifikasi melalui kegiatan penelitian dengan menggunakan alat analisis Analytic
Hierarchy Process (AHP) dan metode pengambilan keputusan seperti Metode Bayes,
Metode Perbandingan Eksponensial dan Metode BORDA. Informasi tersebut diharapkan
memberikan manfaat bagi stakeholders, baik kepada pemerintah daerah, perbankan,
kalangan swasta, maupun masyarakat luas yang berkepentingan dalam upaya pemberdayaan
UMKM.

Pada kajian Penelitian Pengembangan Komoditas Unggulan UMKM ini, terdapat perubahan
yang cukup mendasar dalam penetapan daftar skala prioritas. Semula penetapan
menggunakan kriteria data produksi, pendapat instansi dan data primer responden UMKM
pada suatu KPJu di suatu kecamatan. Namun dengan metode tersebut, hanya dapat
diperoleh kelompok daftar KPJu Sangat Potensial (SP), Potensial (P) dan Kurang Potensial (KP)
tanpa dapat diperoleh informasi urutan atau rangking KPJu dimasing-masing kelompok.
Dengan demikian, sangat sulit untuk menentukan KPJu apa yang paling unggul atau
terunggul di kelompoknya masing-masing, karena KPJu dalam suatu kelompok dianggap
sama, yaitu SP atau P atau KP. Dalam rangka mengeliminir kelemahan tersebut, selanjutnya
metode penetapan KPJu Unggulan daerah diubah menggunakan Metode Analytic Hierarchy
Process (AHP) yang dimodifikasi atau modified AHP. Disebut demikian karena penelitian ini
juga menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), Metode Borda dan Metode
Bayes dalam menetapkan KPJu Unggulan kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi. AHP
adalah suatu alat analisis yang di dukung oleh pendekatan matematika sederhana, yang
dapat dipergunakan untuk memecahkan permasalahan “decision making‟ seperti
pengambilan kebijakan atau penyusunan prioritas (Marimin, 2004).

Dengan penelitian tersebut, nantinya tiap kabupaten/kota di Provinsi Lampung diharapkan


memiliki KPJu unggulan dari berbagai sektor ekonomi yang patut dan cocok untuk
dikembangkan. Unggulan dapat dilihat dari beberapa perspektif:

a. Perspektif Product Life Cycle (PLC)


KPJu disebut unggulan dengan melihat tahap kematangan dari KPJu. Apakah KPJu dalam
tahap mature karena saat ini unggul dibanding KPJu yang lain (meskipun kemungkinan

1
besar akan mengalami decline setelah melewati fase mature), atau saat ini tidak terlalu
unggul namun berpotensi besar unggul di masa depan (fase growth). Hal ini akan
menimbulkan konsekuensi pada perspektif strategi pengembangan.
b. Perspektif Tujuan
Dalam perspektif ini penentuan KPJu unggulan dimaksudkan untuk mengembangkan
UMKM dalam rangka pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan
peningkatan daya saing produk/daerah.
c. Perspektif Keberpihakan
Pemilihan KPJu unggulan dengan melibatkan unsur keberpihakan, misalnya keberpihakan
pada usaha mikro, kecil dan menengah serta pengusaha lokal.
d. Perspektif Skenario Kebijakan
Disebut unggulan, apakah karena dilihat dari kondisi saat ini (existing) KPJu unggul
dibanding dengan yang lain tanpa melihat ada kontradiksi dengan skenario kebijakan
pemerintah normatif.

Penelitian Pengembangan Komoditi/Produk/Jenis Usaha Unggulan UMKM di Provinsi


Lampung dilaksanakan dengan tujuan:
a. Mengenal dan memahami mengenai :
1) Profil daerah, meliputi: kondisi geografis, demografi, perekonomian dan potensi
sumberdaya;
2) Profil UMKM di Lampung termasuk faktor pendorong dan penghambat dalam
pengembangan UMKM;
3) Kebijakan Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah
(Kabupaten/Kota) yang terkait dengan pengembangan UMKM;
4) Peranan Perbankan dalam pengembangan UMKM.
b. Memberikan informasi tentang Komoditi/Produk/Jenis Usaha (KPJu) Unggulan yang
perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan di Provinsi Lampung dan kabupaten/kota
serta kecamatan di wilayah Lampung dalam rangka:
1) Mendukung pembangunan ekonomi daerah;
2) Penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja; serta
3) Peningkatan daya saing produk.
c. Memberikan informasi dan permasalahan yang timbul dari masing-masing KPJu
unggulan lintas sektoral di masing-masing kabupaten/kota, misal mengenai bahan baku,
tenaga kerja, teknologi yang digunakan, produksi, kondisi permintaan, harga dan lokasi
(kecamatan).
d. Memberikan informasi tentang KPJu potensial, yaitu KPJu yang saat ini belum menjadi
unggulan namun memiliki potensi untuk menjadi unggul di masa datang apabila
mendapatkan perlakuan atau kebijakan tertentu.
e. Memberikan rekomendasi berupa:
1) KPJu unggulan yang perlu/dapat dikembangkan di masing-masing kabupaten/kota;
2) Peranan Perbankan dalam pengembangan KPJu unggulan;
3) Kebijakan kepada Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), yang
dikaitkan pula dengan kebijakan Pemerintah Pusat, dalam rangka pengembangan
KPJu unggulan UMKM.

B. METODE PENELITIAN

Penetapan KPJu unggulan daerah di kabupaten/kota dilakukan dengan menghimpun


informasi dari seluruh kecamatan yang ada dengan mempertimbangkan keterwakilan dari
karakteristik wilayah secara geografis, jumlah UMKM, kontribusi pembentukan PDRB
kabupaten/kota serta kebijakan Pemerintah Daerah. Jumlah wilayah kecamatan yang tercakup

2
dalam penelitian ini adalah sebanyak 214 kecamatan yang tersebar di setiap wilayah
kabupaten/kota di Provinsi Lampung, seperti tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Kecamatan di Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung


No Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan
1 Kabupaten Lampung Barat 25
2 Kabupaten Lampung Selatan 17
3 Kabupaten Lampung Tengah 28
4 Kabupaten Lampung Timur 24
5 Kabupaten Lampung Utara 23
6 Kabupaten Mesuji 7
7 Kabupaten Pesawaran 7
8 Kabupaten Pringsewu 8
9 Kabupaten Tanggamus 20
10 Kabupaten Tulang Bawang 15
11 Kabupaten Tulang Bawang Barat 8
12 Kabupaten Way Kanan 14
13 Kota Bandar Lampung 13
14 Kota Metro 5
Jumlah 214

Penelitian KPJu Unggulan di Provinsi Lampung menggunakan empat metode utama untuk
pengolahan data yaitu Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), Metode Borda, Metode
Analytic Hierarchy Process (AHP), dan Metode Bayes.

Penetapan KPJu Unggulan di kabupaten/kota dan provinsi dilakukan menggunakan 11


kriteria utama yang terdiri atas beberapa variabel sebagai indikator sebagaimana ditampilkan
pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Kriteria Penetapan KPJu Unggulan


Tujuan Penetapan KPJu Unggulan
1 Pertumbuhan ekonomi
2 Penciptaan lapangan kerja
3 Peningkatan daya saing produk
Kriteria Penetapan KPJU Unggulan Tingkat Kecamatan
1 Jumlah unit usaha
2 Jangkauan/kondisi pemasaran
3 Ketersediaan bahan baku/sarana produksi
4 Kontribusi terhadap perekonomian daerah (kecamatan

Dengan adanya keterbatasan data dan informasi maka analisis penentuan fase hidup produk
tersebut berdasarkan kesepakatan dengan SKPD, Perbankan dan pihak terkait yang diperoleh
pada FGD di tingkat Provinsi Lampung. Prespektif product life cycle ditentukan tidak
berdasarkan evaluasi ekonomi, namun berdasarkan evaluasi teknis dengan memperhatikan
prospek dan potensi KPJu unggulan lintas sektoral tingkat provinsi dengan narasumber SKPD,
perbankan dan institusi terkait lainnya dalam mekanisme Forum Group Disscussion (FGD) pada
tingkat provinsi. Kriteria prospek digambarkan pada prespektif (a) kesesuaian dengan
kebijakan pemda; KPJu unggulan yang teridentifikasi didukung oleh kebijakan pemda berupa
kebijakan yang mendorong pengembangan KPJu tersebut dan diperkuat dengan peraturan
atau program daerah, (b) prospek pasar; KPJu unggulan yang teridentifikasi masih memiliki
penjualan dan pertumbuhan yang tinggi, (c) minat investor; KPJu unggulan yang teridentifikasi

3
masih menarik minat investor untuk investasi di KPJu tersebut, (d) dukungan dan program
pembangunan infrastruktur usaha; ada tidaknya infrastruktur yang dilakukan pemerintah
untuk mendukung pengembangan KPJu unggulan baik secara langsung maupun tidak
langsung, (e) risiko terhadap lingkungan; prediksi kemungkinan dampak (resiko) negatif yang
terjadi terhadap lingkungan sebagai akibat dari kegiatan KPJu unggulan tersebut, (f) tingkat
persaingan; kemampuan daya saing KPJu terhadap produk baru sejenis di pasar. Sedangkan
kriteria potensi dilihat dari prespektif penawaran dan permintaan (supply-demand).

Tabel 3. Kriteria KPJu Unggulan Kabupaten/Kota


Kriteria Unsur Penilaian
A INPUT
1 Tenaga kerja terampil (Skilled) (1) Tingkat pendidikan
(2) Pelatihan
(3) Pengalaman kerja
(4) Jumlah lembaga/ sekolah ketrampilan/ pelatihan
2 Bahan baku (manufacturing) (1) Ketersediaan/kemudahan bahan baku
(2) Harga perolehan bahan baku
(3) Parishability bahan baku (mudah tidaknya rusak)
(4) Kesinambungan bahan baku
(5) Mutu bahan baku
(6) Kemudahan dalam memperoleh
(7) Aspek Lingkungan
3 Modal (1) Kebutuhan investasi awal
(2) Kebutuhan modal kerja
(3) Aksesibilitas terhadap sumber pembiayaan
4 Sarana produksi/usaha (1) Ketersediaan/kemudahan memproleh
(2) Harga
B Proses
5 Teknologi (1) Ketersediaan
(2) Kemudahan (memperoleh teknologi)
(3) Dampak lingkungan
6 Sosial budaya (1) Ciri khas lokal
(faktor endogen) (2) Penerimaan masyarakat
(3) Turun temurun
7 Manajemen usaha Kemudahan untuk memanage
C Output
8 Ketersediaan pasar (1) Jangkauan/wilayah pemasaran
(2) Kemudahan mendistribusikan
9 Harga (1) Stabilitas harga
(2) Nilai tambah (Added Value)
10 Penyerapan Tenaga Kerja Kemampuan menyerap TK
11 Sumbangan terhadap Jumlah jenis usaha yang terpengaruh karena
perekonomian wilayah keberadaan usaha ini (Backward & forward linkages)

Penentuan posisi product life cycle KPJu unggulan yang didasarkan pada evaluasi prospek dan
potensi adalah sebagai berikut :
(1) Tahap introduksi, dimana KPJu unggulan memiliki potensi sedang dan memiliki
prospek yang kurang
(2) Tahap pertumbuhan (growth), dimana KPJu unggulan memiliki potensi sedang dan
memiliki prospek cukup atau baik.

4
(3) Tahap matang (maturity), dimana KPJu unggulan memiliki potensi tinggi dan prospek
cukup atau baik
(4) Tahap penurunan (decline), dimana KPJu unggulan memiliki potensi tinggi dan
prospek kurang

Pada analisis ini dimungkinkan memposisikan KPJu unggulan pada KPJu dengan nilai potensi
atau prospek yang tidak diakomodir pada empat aturan diatas sebagai misal potensi tinggi
dan prospek cukup, maka KPJu tersebut berada pada tahap matang cenderung turun.

Suatu komoditi/produk/jenis usaha dapat memiliki andil besar terhadap sumbangan


pembentukan inflasi di masing-masing wilayah. Oleh karena itu, KPJu unggulan lintas sektoral
yang telah teridentifikasi juga dianalisis seberapa besar peranannya dalam pembentukan
inflasi di tingkat provinsi. Analisis sumbangan inflasi KPJu unggulan dilakukan dengan
mengamati data inflasi yang dikeluarkan dan diolah oleh instansi yang berwenang, yaitu Biro
Pusat Statistik Provinsi Lampung. Apabila KPJu tersebut bukan merupakan penyumbang inflasi
secara langsung, maka analisis dilakukan terhadap komoditi-komoditi pembentuknya atau
produk turunannya yang merupakan barang yang dikonsumsi secara langsung.

C. PROFIL PROVINSI LAMPUNG

Provinsi Lampung dengan ibukota Bandar Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35
km2 termasuk 160 pulau yang terletak pada bagian paling ujung Tenggara Pulau Sumatera.
Secara geografis Provinsi Lampung terletak pada : 103040’ – 105050’ Bujur Timur; serta
antara 6045’ – 3045’ Lintang Selatan. Sebagian besar lahan di Provinsi Lampung merupakan
kawasan hutan yaitu mencapai 833.847 ha atau 25,26%. Selain itu merupakan daerah
perkebunan (20,92%); tegalan/ladang (20,50%); daerah pertanian, dan perumahan.

Topografi Lampung dapat dibagi dalam 5 (lima) unit topografi, yakni: 1) daerah berbukit
sampai bergunung dengan kemiringan berkisar 25%, dan ketinggian rata-rata 300 m di atas
permukaan laut; 2) daerah berombak sampai bergelombang dengan kemiringannya antara
8% sampai 15% dan ketinggian antara 300 m sampai 500 m dari permukaan laut; 3) daerah
dataran alluvial dengan kemiringan 0% sampai 3%; 4) daerah dataran rawa pasang surut
dengan ketinggian ½ m sampai 1 m; serta 5) serta daerah river basin.

Jumlah penduduk Provinsi Lampung menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung pada
tahun 2011 berjumlah 7,69 juta jiwa. Dengan luas wilayah sekitar 35.288,35 km2, setiap km2
ditempati penduduk sebanyak 218 orang. Kepadatan penduduk Kota Bandar Lampung
mencapai 4.619,48 jiwa/km2 diikuti Kota Metro mencapai 2.379,83 jiwa/km2. Kabupaten
Pringsewu menempati urutan ketiga, dengan kepadatan penduduk sebesar 590,94 jiwa/km2.
Sebaliknya wilayah Kabupaten Lampung Barat memiliki kepadatan penduduk terendah
tercatat 85,57 jiwa/km2.

Pertanian merupakan potensi ekonomi utama Provinsi Lampung setelah migas sebagaimana
halnya dalam perekonomian Indonesia. Mayoritas penduduk provinsi ini mengandalkan
sumber penghidupanya pada usaha di bidang pertanian dalam arti luas, mulai dari tanaman
pangan, peternakan hingga perikanan. Provinsi Lampung berfokus pada pengembangan
lahan bagi perkebunan besar seperti kelapa sawit, karet, padi, singkong, kakao, lada hitam,
kopi, jagung, tebu. Pada beberapa daerah pesisir, komoditas perikanan seperti tambak udang
lebih menonjol, bahkan untuk tingkat nasional dan internasional. Selain hasil bumi, Lampung
juga merupakan kota pelabuhan (liverpoolnya Sumatra) karena Lampung adalah pintu
gerbang untuk masuk ke Pulau Sumatra. Hasil bumi yang melimpah merupakan trigger
tumbuhnya kawasan industri seperti di daerah pesisir panjang, daerah Natar, Tanjung Bintang

5
dan Bandar Jaya.

Dalam kurun waktu 2007-2011 perekonomian Lampung digerakkan oleh tiga sektor ekonomi
utama, yakni sektor Pertanian, sektor Industri Pengolahan serta sektor Perdagangan, Hotel
dan Restoran. Jika dibandingkan, kontribusi masing-masing sektor dalam pembentukan PDRB
tahun 2007 dan tahun 2011 tidak mengalami pergeseran yang signifikan. Sektor Pertanian
tetap merupakan penyumbang terbesar terhadap total PDRB (36,05%) dan berturut-turut
diikuti oleh sektor Industri Pengolahan, Perdagangan, Hotel, dan Restoran serta sektor
Pengangkutan/ Komunikasi. Sebaliknya sektor Listrik, Gas dan Air Bersih memberikan
sumbangan terkecil (0,5%). Struktur ekonomi Provinsi Lampung menurut lapangan usaha
diuraikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Struktur Ekonomi Provinsi Lampung Menurut Lapangan Usaha 2007- 2011 (%)
LAPANGAN USAHA 2007 2008 2009 2010 2011
1. Pertanian 37,31 39,07 38,89 36,83 36,05
2. Pertambangan dan Penggalian 3,59 3,13 2,09 1,99 1,93
3. Industri Pengolahan 13,65 13,29 14,07 15,80 16,01
4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,66 0,62 0,58 0,55 0,54
5. Bangunan 5,05 4,45 4,21 3,66 3,42
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 14,30 13,78 13,44 15,25 15,91
7. Pengangkutan dan Komunikasi 8,36 9,03 9,9 10,16 11,47
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa
6,02 6,47 6,67 6,29 5,88
Perusahaan
9. Jasa-Jasa 11,05 10,16 10,15 9,46 8,79
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: Indikator Makro Ekonomi Regional Provinsi Lampung 2011

D. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UMKM

Berbagai kebijakan pemerintah pusat telah diambil oleh Lembaga Pemerintah Departemen
dan Non Departemen sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, yang antara lain mengatasi
masalah dan meminimalisir kendala yang dihadapi oleh UMKM, baik dari segi permodalan
dan pembiayaan usaha, kelembagaan, teknik dan teknologi produksi, manajemen usaha, dan
pemasaran. Masalah dan kendala yang dihadapi oleh UMKM pada dasarnya bersumber dari
sumberdaya manusia dan kondisi dan iklim usaha yang dalam beberapa hal tidak
menguntungkan dan kondusif bagi pengembangan UMKM. Berbagai kebijakan dan program
yang telah diambil oleh berbagai Departemen dan Non-Departemen dalam
operasionalisasinya dihadapkan kepada masalah koordinasi dan pengendalian.

Dalam rangka mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM,


pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan melalui INPRES No. 6 tahun 2007. Tertuang
pada Inpres No. 6 tahun 2007, pemberdayaan UMKM secara garis besar meliputi: (1)
peningkatan akses permodalan bagi UMKM, (2) pengembangan kewirausahaan dan
sumberdaya manusia, (3) peningkatan peluang pasar produk UMKM, dan (4) reformasi
regulasi.

Peningkatan akses permodalan bagi UMKM meliputi kebijakan untuk: (1) meningkatkan
kapasitas kelembagaan dan akses UMKM pada sumber pembiayaan yang meliputi program
pengembangan skema kredit investasi bagi UMKM, meningkatkan efektivitas fungsi dan
peran Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB), (2) memperkuat sistem penjaminan kredit
bagi UMKM yang meliputi program peningkatan sertifikasi tanah untuk memperkuat
penjaminan kredit UMKM, peningkatan peran Lembaga Penjaminan Kredit bagi UMKM, dan

6
program pengembangan sistem resi gudang sebagai instrumen pembiayaan bagi UMKM, (3)
mengoptimalkan pemanfaatan dana non perbankan untuk pemberdayaan UMKM yang
meliputi program untuk meningkatkan efektivitas pemanfaatan dana bergulir APBN untuk
pemberdayaan UMKM serta restrukturisasi pengeloaan dana Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL) pada BUMN.

Pengembangan kewirausahaan dan sumberdaya manusia meliputi kebijakan untuk: (1)


meningkatkan mobilitas dan kualitas SDM melalui program peningkatan askes UMKM pada
mobilitas dan kualitas SDM, peningkatan peran Perguruan Tinggi dalam pengembangan
Bussines Development Services Provider (BDS-P) dan pemberdayaan UMKM, pengembangan
Koperasi Civitas Akademika, dan peningkatan program Sarjana Pencipta Kerja Mandiri
(Prospek Mandiri), (2) mendorong tumbuhnya kewirausahaan yang berbasis teknologi dengan
melaksanakan program pembentukan Pusat Inovasi UMKM untuk pengembangan
kewirausahaan dengan mengoptimalkan peran lembaga yang sudah ada.

Peningkatan peluang pasar bagi produk UMKM terdiri dari kebijakan untuk: (1) mendorong
dan berkembangnya kreasi produk UMKM melalui program pengembangan institusi promosi
produk UMKM, peningkatan efektivitas pengembangan klaster sentra IKM melalui
pendekatan One Village One Product, dan program pengembangan akses pasar produk
UMKM melalui hotel, (2) mendorong berkembangnya pasar tradisional dan tata hubungan
dagang antar pelaku pasar yang berbasis kemitraan melalui program pemberdayaan pasar
tradisional dan peningkatan peran ritel modern dalam membuka akses pasar bagi produk
UMKM, (3) mengembangkan sistem informasi angkutan kapal untuk UMKM dengan program
fasilitasi informasi tentang angkutan kapal untuk UMKM dan (4) mengembangkan sinergitas
pasar dengan program pengembangan pasar yang terintegrasi antara pasar penunjang, pasar
induk dan pasar tradisional.

Pada kelompok reformasi regulasi meliputi kebijakan untuk menyediakan insentif perpajakan
untuk UMKM serta menata kembali kebijakan di bidang UMKM termasuk meredefinisi usaha
mikro, kecil dan menengah. Prinsip dan tujuan, Kriteria usaha, penumbuhan iklim usaha,
pengembangan usaha, pembiayaan dan penjaminan, kemitraan, serta koordinasi dan
pengendalian pemberdayaan usaha mkro, kecil dan menengah telah diatur dalam
payung hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 09/M/2005 tanggal 31 Januari
2005 bahwa kedudukan Kementerian Koperasi dan UKM adalah unsur pelaksana pemerintah
dengan tugas membantu Presiden untuk mengkoordinasikan perumusan kebijakan dan
koordinasi pelaksanaan kebijakan pemberdayaan Koperasi dan UMKM di Indonesia. Tugas
Kementerian Koperasi dan UKM adalah merumuskan kebijakan dan mengkoordinasikan
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan serta pengendalian pemberdayaan koperasi dan
UMKM di Indonesia. Sesuai dengan kedudukan, tugas dan fungsinya Kementerian Koperasi
dan UKM telah menetapkan visi, yaitu: menjadi Lembaga Pemerintah yang kredibel dan
efektif untuk mendinamisasi pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam rangka
meningkatkan produktivitas, daya saing dan kemandirian. Dalam menjalankankan tugasnya
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, mengeluarkan beberapa peraturan
yaitu: Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
Nomor: 23/PER/M.KUKM/XI/2005 Tentang Perubahan Atas Surat Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor: 32/Kep/M.KUKM/IV/2003 Tentang
Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Sentra Usaha Kecil dan Menengah, Peraturan
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor:
/Per/M.KUKM/VIII/2006 Tentang Pedoman Teknis Bantuan Untuk Teknologi Tepat Guna
Kepada Usaha Kecil dan Menengah di Sentra, Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha

7
Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 19/Per/M.KUKM/VIII/2006 Tentang Pedoman
Teknis Perkuatan Permodalan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah di Kawasan Industri,
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia Nomor:
02/Per/M.KUKM/I/2008 Tentang Pedoman Pemberdayaan Business Development Services-
Provider (BDS-P) Untuk Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(KUMKM) Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia.

Dalam pengembangan UMKM tentunya tidak terlepas dari faktor pendorong dan faktor
penghambat. Faktor utama pendorong dan peluang bagi pengembangan UMKM adalah
adanya berbagai kebijakan yang telah diambil serta program yang dilaksanakan oleh
Pemerintah baik Pusat maupun Daerah serta Perbankan, mengingat peran UMKM yang
penting dan strategis sebagai pelaku ekonomi dalam hal kegiatan dan pertumbuhan
ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan penumbuhan ekonomi rakyat di kabupaten/kota
Provinsi Lampung. Walaupun demikian dalam implementasinya berbagai kebijakan dan
program tersebut belum sepenuhnya berjalan dengan berbagai penyebab antara lain
hambatan birokrasi, koordinasi dan anggaran. Manfaat dari berbagai kebijakan dan program
tersebut belum sepenuhnya dirasakan oleh pelaku usaha UMKM. Selain itu, oleh karena
faktor sebaran geografis lokasi usaha UMKM, distribusi dan akses informasi yang terbatas,
serta kemampuan individu pelaku usaha UMKM yang beragam menyebabkan terbatasnya
jumlah dan jangkauan UMKM yang memperoleh manfaat dari kebijakan dan program yang
telah dilaksanakan. UMKM juga terhambat oleh karena kualitas produk (terutama kemasan)
yang tidak memenuhi tuntutan dan kebutuhan pasar. Hal ini disebabkan oleh karena
kurangnya kemampuan untuk menerapkan teknologi produksi yang dapat meningkatkan
mutu dan kapasitas serta rendahnya kemampuan UMKM dalam mengakses informasi
teknologi produksi.

Faktor penghambat yang lain adalah kurangnya kemampuan dan aksessibilitas pelaku usaha
UMKM terhadap fasilitas kredit perbankan untuk pembiayaan dan pengembangan usaha.
Pada umumnya UMKM terutama usaha mikro dan kecil tidak mampu memenuhi persyaratan
dan prosedur yang ditetapkan perbankan, khususnya dari syarat jaminan/agunan. Pemerintah
Pusat, Provinsi maupun Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota telah cukup banyak
menggalakkan pemanfaatan dana perbankan melalui berbagai kebijakan, antara lain melalui
skim Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Usaha Mikro (KUM).

Dari sisi faktor eksternal UMKM, saat ini yang menjadi salah satu alasan utama hambatan
pengembangan UMKM adalah membanjirnya produk/komoditas impor sebagai dampak
terhadap tidak adanya kebijakan perlindungan terhadap produk dalam negeri, menyebabkan
semakin tertekannya produk UMKM di pasar domestik/lokal. Tidak adanya atau belum adanya
kebijakan yang mengatur perlindungan usaha bagi UMKM yang efektif terhadap Usaha Besar
menyebabkan tertekannya pengembangan UMKM, seperti masalah keberadaan dan lokasi
pasar modern.

Faktor penghambat yang lain adalah kendala SDM, birokrasi dan anggaran yang
menyebabkan belum maksimalnya kinerja SKPD di tingkat kabupaten/kota dalam
mengimplementasikan berbagai kebijakan dan program dari pemerintah pusat dan daerah
kabupaten/kota untuk mengatasi masalah dan mengurangi kendala serta mendorong
pengembangan UMKM. Faktor lain yang dapat menjadi penghambat adalah permasalahan
yang terkait dengan iklim usaha antara lain (a) besarnya biaya transaksi, karena panjangnya
proses perizinan, akibatnya timbul berbagai pungutan, (b) praktik usaha yang tidak sehat, dan
(c) kondisi infrastruktur yang kurang memadai.

Faktor penghambat dalam pengembangan UMKM secara garis besar menyangkut faktor
internal dan faktor eksternal UMKM. Dari segi internal, khususnya Usaha Mikro dan Kecil

8
(UMK) adalah rendahnya kemampuan dan keterampilan sumberdaya manusia, yang
menyangkut penguasaan teknologi, organisasi dan manajemen usaha serta kemampuan
akses pasar dan akses terhadap informasi pasar. Termasuk dalam hubungan dengan SDM ini
adalah masih lemahnya sikap kewirausahaan.

Pemerintah Provinsi Lampung menetapkan visi dan misi yang hendak dicapai dalam rangka
mengarahkan pembangunan. Visi Provinsi Lampung adalah : Lampung Yang Maju Dan
Sejahtera 2025". Untuk mencapai Visi, Provinsi Lampung menetapkan Misi sebagai berikut :
1. Menumbuhkembangkan dan memeratakan ekonomi daerah yang berorientasi nasional
dan global.
2. Membangun sarana dan prasarana wilayah untuk mendukung pengembangan ekonomi
dan pelayanan sosial.
3. Membangun pendidikan, penguasaan IPTEKS, kesehatan, dan kesejahteraan sosial.
4. Membangun masyarakat religius, berbudi luhur, dan berbudaya, serta melestarikan dan
mengembangkan budaya daerah.
5. Mewujudkan daerah yang asri dan lestari.
6. Menegakkan supremasi hukum untuk menciptakan keamanan, ketentraman dan
ketertiban, serta mewujudkan masyarakat yang demokratis.
7. Mewujudkan pemerintah yang bersih, berorientasi kewirausahaan, dan bertatakelola
yang baik.

E. PENGEMBANGAN UMKM

Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Provinsi Lampung dikoordinasikan oleh Dinas
Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan yang memiliki visi ”Terwujudnya Lampung
sebagai Daerah Industri dan perdagangan yang Berdaya Saing didukung oleh Koperasi dan
UMKM yang Tangguh tahun 2014”. Berkenaan dengan visi tersebut, Dinas ini mempunyai misi:
1. Meningkatkan peran UMKM sebagai pelaku ekonomi yang produktif dan berdaya saing
2. Mendorong iklim usaha yang kondusif, menumbuh kembangkan wirausaha baru dan
meningkatkan kemitraan dengan usaha besar
3. Meningkatkan kualitas SDM aparatur dan pengelola UMKM, pelayanan dan fasilitasi
akses pemodalan UMKM
4. Mengembangkan industri yang menyerap banyak tenaga kerja
5. Meningkatkan akses dan perluasan pasar ekspor komoditi daerah
6. Meningkatkan efisiensi efektivitas sistem distribusi, tertib niaga, dan kepastian berusaha
7. Meningkatkan peran kelembagaan industri dan perdagangan seperti kemetrologian,
pengujian dan sertifikasi mutu barang dan perlindungan konsumen
8. Meningkatkan keterpaduan, koordinasi dan sinergisitas antar kementrian Koperasi dan
UKM, perindustrian dan perdagangan Provinsi dan Kabupaten/Kota

Selain Pembinaan, Pengawasan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM, Salah satu fungsi dari
dinas ini terkait dengan sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya adalah fungsi Fasilitasi
akses penjaminan dalam penyediaan modal/dana bagi UKM pada tingkat provinsi.

F. PERANAN PERBANKAN DALAM PENGEMBANGAN UMKM

Permasalahan umum yang dihadapi oleh pelaku usaha atau UMKM adalah aspek permodalan
untuk pengembangan usaha, sehingga dalam hal ini pihak perbankan memiliki peran yang
sangat penting dan strategis dalam membantu perkembangan UMKM. Berdasarkan statistik
kredit perbankan menunjukkan bahwa pada Bulan September Tahun 2012, terdapat
peningkatan pertumbuhan penyaluran kredit UMKM (investasi dan modal kerja) sebesar

9
21,93% atau senilai Rp 2.134,19 milyar dibandingkan pada bulan yang sama Tahun 2011
sebesar 7,33% atau senilai Rp 664,69 milyar. Keadaan ini menunjukkan bahwa semakin
bertambah perbankan yang menjadikan UMKM sebagai target potensial penyaluran kreditnya
(Workshop Nasional Pendirian Perusahaan Penjamin Kredit Daerah, Bank Indonesia, 2012).

Sementara penyaluran kredit untuk sektor pertanian di wilayah Lampung berada pada
peringkat 3 yang mencapai Rp 3,94 triliun (13,0%) dari total kredit yang disalurkan yaitu
sebesar Rp28,5 triliun. Kondisi ini masih memberi peluang untuk meningkatkan pembiayaan
di sektor ini mengingat sektor pertanian merupakan penyumbang tertinggi di dalam struktur
perekonomian Lampung yaitu sebesar 36% yang diikuti oleh sektor industri dan PHR.
Pembiayaan sub sektor tertinggi adalah tanaman perkebunan sebesar 2.070,59 milyar,
perikanan sebesar 892,14 milyar, peternakan, tanaman bahan makanan dan kehutanan
(Rakor Bank Indonesia, 2012).

H. PENETAPAN BOBOT TUJUAN DAN KRITERIA

Penetapan KPJu unggulan dilakukan secara bertingkat yang diawali dengan penetapan KPJu
unggulan pada tingkat kecamatan, kemudian tingkat kabupaten/kota dan terakhir pada
tingkat provinsi. Hasil penetapan KPJu unggulan pada tingkat kecamatan merupakan
kandidat KPJu unggulan tingkat kabupaten/kota yang proses penetapannya dilakukan dengan
metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Penetapan KPJu unggulan pada tingkat provinsi
menggunakan hasil proses agregasi KPJu unggulan tingkat kabupaten/kota.

Tabel 5. Bobot dan Rangking Kepentingan dari Tujuan dan Kriteria untuk Penetapan KPJu
Unggulan di Provinsi Lampung
No. Aspek Bobot
1 Tujuan Penetapan KPJu Unggulan
1.1. Pertumbuhan Ekonomi 0,3359
1.2. Peningkatan Daya Saing Produk/Daerah 0,3347
1.3. Penciptaan Lapangan Kerja 0,3294

2. Kriteria Penetapan KPJu Unggulan Tingkat Kecamatan


2.1. Pasar/pemasaran produk 0,3545
2.2. Ketersediaan input, sarana produksi atau usaha 0.2573
2.3. Kontribusi terhadap perekonomian kecamatan 0,2090
2.4. Jumlah unit usaha, rumah tangga usaha, produksi, luas areal atau 0,1792
populasi KPJu yang ada
3. Kriteria Penetapan KPJu Unggulan Tingkat Kabupaten/Kota
3.1 Ketersediaan pasar 0,1633
3.2. Tenaga kerja trampil 0,1067
3.3. Penyerapan tenaga kerja 0,1063
3.4. Harga / nilai tambah 0.1044
3.5. Manajemen usaha 0,0907
3.6 Teknologi 0.0906
3.7. Sarana produksi / usaha 0.0829
3.8. Bahan Baku 0,0776
3.9 Modal 0.0637
3.10. Sumbangan terhadap perekonomian 0.0626
3.11 Sosial Budaya 0.0511

10
Hasil KPJu unggulan ditentukan oleh kriteria dan sub-kriteria yang ditetapkan sebelumnya,
dan penentuan kriteria tersebut dilandasi oleh Tujuan dari penetapan KPJu unggulan UMKM,
yaitu: (a) Penciptaan lapangan kerja, (b) Pertumbuhan ekonomi daerah, dan (c) Peningkatan
daya saing produk. Untuk memperoleh keseragaman dan konsistensi dalam proses penetapan
KPJu unggulan, maka bobot setiap Tujuan dan bobot setiap Kriteria yang digunakan pada
semua kabupaten/kota adalah sama. Adapun bobot 3 (tiga) pada sektor ekonomi pada
tingkat provinsi berdasarkan Tujuan dan bobot 11 (sebelas) Kriteria yang digunakan secara
berurutan berdasarkan nilai skor-terbobot pada setiap aspek ekonomi disajikan pada Tabel 5.

I. KPJu UNGGULAN SEKTORAL KABUPATEN/KOTA

Adapun KPJu unggulan terpilih di Provinsi Lampung untuk masing-masing sektor/subsektor di


kabupaten/kota yang mempunyai skor terbobot tertinggi yaitu :

Tabel 6. KPJU Unggulan Sektoral Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Tahun 2012
No Kabupaten/Kota KPJu Unggulan
1 Kabupaten Lampung Budidaya padi sawah (tanaman padi/palawija), cabe (sayuran),
Barat durian (buah-buahan), kopi robusta (perkebunan), ternak ayam
ras (peternakan), penangkapan ikan di laut (perikanan), damar
(hasil hutan non kayu), pasir (penggalian), industri kopi bubuk
(perindustrian, pedagang hasil pertanian (perdagangan), wisata
alam (pariwisata), jasa kesehatan (jasa), dan angkutan pedesaan
(transportasi).
2 Kabupaten Lampung Budidaya padi sawah (tanaman padi/palawija), cabe (sayuran),
Selatan pisang (buah-buahan), budidaya kelapa sawit (perkebunan),
ternak sapi (peternakan), budidaya payau udang (perikanan),
pengolahan dan pengawetan ikan (perindustrian), pedagang
kaki lima (perdagangan), jasa pendidikan (jasa), dan ojeg
(transportasi).
3 Kabupaten Lampung Budidaya padi sawah (tanaman padi/palawija), cabe (sayuran),
Tengah nanas (buah-buahan), budidaya karet (perkebunan), ternak
ayam buras (peternakan), budidaya ikan di kolam (perikanan),
industri anyaman rotan dan bambu (perindustrian), pedagang
hasil peternakan (perdagangan), rental mesin pertanian (jasa)
dan ojek (trasnportasi).
4 Kabupaten Lampung Budidaya ubi kayu (tanaman padi/palawija), cabe (sayuran),
Timur pisang (buah-buahan), budidaya lada (perkebunan), ternak
ayam ras pedaging (peternakan), budidaya ikan di kolam
(perikanan), industri tepung dan pati (perindustrian), pedagang
hasil pertanian (perdagangan), wisata alam (pariwisata), jasa
kesehatan (jasa), dan angkutan pedesaan (transportasi).
5 Kabupaten Lampung Budidaya padi sawah (tanaman padi/palawija), kacang panjang
Utara (sayuran), pisang (buah-buahan), budidaya lada (perkebunan),
ternak sapi (peternakan), budidaya ikan di kolam (perikanan),
industri kripik pisang (perindustrian), pedagang hasil
perkebunan (perdagangan), wisata alam (pariwisata), jasa
kesehatan (jasa), dan angkutan barang (transportasi).
6 Kabupaten Mesuji Budidaya padi sawah (tanaman padi/palawija), ketimun
(sayuran), sawo (buah-buahan), budidaya karet (perkebunan),
ternak sapi (peternakan), budidaya ikan di kolam (perikanan),
industri peralatan pertanian (industri), counter Handphone

11
No Kabupaten/Kota KPJu Unggulan
(perdagangan), kolam pemancingan (pariwisata), jasa koperasi
simpan pinjam (jasa), dan AKDP (angkutan kota dalam provinsi)
(transportasi).
7 Kabupaten Pesawaran Budidaya ubi kayu (tanaman padi/palawija), melinjo (sayuran),
pisang (buah-buahan), budidaya kakao (perkebunan), ternak
ayam ras pedaging (peternakan), budidaya rumput laut
(perikanan), industri pengolahan marmer (perindustrian),
pedagang hasil pertanian (perdagangan), wisata pantai
(pariwisata), jasa pendidikan (jasa), dan angkutan barang
(transportasi).
8 Kabupaten Pringsewu Budidaya padi sawah (tanaman padi/palawija), kacang panjang
(sayuran), durian (buah-buahan), budidaya kelapa
(perkebunan), ternak sapi (peternakan), budidaya ikan gurame
(perikanan), industri furniture (perindustrian), pedagang toko
kelontong (perdagangan), jasa pendidikan (jasa), dan angkutan
barang (transportasi)
9 Kabupaten Tanggamus Budidaya padi sawah (tanaman padi/palawija), cabe (sayuran),
alpukat (buah-buahan), budidaya kopi robusta (perkebunan),
ternak sapi (peternakan), penangkapan ikan di laut (perikanan),
kopi bubuk (industri), pedagang hasil perikanan (perdagangan),
wisata alam pantai (pariwisata), bengkel motor (jasa), dan
angkutan AKDP (angkutan kota dalam provinsi) (transportasi)

10 Kabupaten Tulang Budidaya ubi kayu (tanaman padi/palawija), ketimun (sayuran),


Bawang pisang (buah-buahan), budidaya kelapa sawit (perkebunan),
ternak sapi (peternakan), penagkapan ikan di perairan umum
(perikanan), industri tahu tempe (perindustrian), toko
kelontong (perdagangan), wisata pantai (pariwisata), jasa
kesehatan (jasa), dan angkutan barang (transportasi)
11 Kabupaten Tulang Budidaya jagung (tanaman padi/palawija), budidaya karet
Bawang Barat (perkebunan) ternak kambing (peternakan), industri konveksi
dan perlengkapanya (perindustrian), pedagang hasil
perkebunan (perdagangan), jasa kesehatan (jasa), angkutan
barang (transportasi)
12 Kabupaten Way Kanan Budidaya padi sawah (tanaman padi/palawija), ketimun
(sayuran), nanas (buah-buahan), budidaya lada (perkebunan),
ternak ayam pedaging (peternakan), budidaya ikan di kolam
(perikanan), industri kripik pisang (perindustrian), pedagang
toko kelontong (perdagangan), wisata alam (pariwisata),
koperasi perkebunan (jasa), dan angkutan barang pada sektor
transportasi
13 Kota Bandar Lampung Budidaya padi sawah (tanaman padi palawija), cabe (sayuran),
nanas (buah-buahan), kopi (perkebunan), ternak ayam petelur
(peternakan), perikanan laut (perikanan), industri kripik pisang
(perindustrian), pedagang elektronik (perdagangan), hotel
berbintang (pariwisata), jasa pendidikan (jasa), dan angkutan
barang (transportasi)

12
No Kabupaten/Kota KPJu Unggulan
14 Kota Metro Budidaya padi sawah (tanaman padi/palawija), cabe (sayuran),
pisang (buah-buahan), ternak sapi (peternakan), budidaya ikan
di kolam lele (perikanan), industri krupuk kripik dan peyek
(perindustrian), pedagang barang kerajinan (perdagangan),
kost-kosan (jasa), dan angkutan kota (transportasi)

J. KPJu UNGGULAN LINTAS SEKTORAL KABUPATEN/KOTA

Dalam rangka memenuhi kebutuhan informasi tentang penetapan unggulan daerah


dilakukan penetapan KPJu unggulan lintas sektor. Penetapan dilakukan dengan
menggunakan Metoda Bayes, dengan mempertimbangkan bobot kepentingan atau prioritas
setiap sektor usaha serta hasil skor KPJu unggulan setiap sektor usaha yang telah diperoleh.

Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan metode MPE, Borda, AHP dan normalisasi
diperoleh 10 KPJu unggulan lintas sektoral di masing-masing daerah, dapat dilihat pada
Tabel 7.

13
Tabel 7. KPJu Unggulan Lintas Sektoral Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Tahun 2012
Kabupaten/ KPJu (SKOR)
No
Kota 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Kabupaten Kopi Hasil Wisata
Kopi Robusta Cabe Durian Pisang Hasil Pertanian Padi Sawah Kopi Bubuk
Lampung Arabika Perkebunan Alam
Barat 0,0567 0,0390 0,0389 0,0388 0,0362 0,0317 0,0308 0,0296 0,0276 0,0260
2 Kabupaten Budidaya
Pedagang Kelapa Kelapa
Lampung Cabe Pisang Ubi Kayu Nenas Sapi Padi Sawah Payau
Kaki Lima Dalam Sawit
Selatan Udang
0,0391 0,0309 0,0307 0,0305 0,0253 0,0253 0,0251 0,0245 0,0238 0,0227
3 Kabupaten Anyaman
Kelapa
Lampung Padi Sawah Nenas Cabai Lada Pisang Karet Rotan dan Kopi Tomat
Dalam
Tengah Bambu
0,0427 0,0371 0,0358 0,0344 0,0312 0,0280 0,0262 0,0261 0,0257 0,0254
4 Kabupaten Industri
Kelapa Hasil Hasil Budidaya Ikan di Toko
Lampung Ubi Kayu Lada Wisata Alam Padi Sawah Tepung dan
Sawit Pertanian Perikanan Kolam Kelontong
Timur Pati
0,0328 0,0327 0,0291 0,0274 0,0267 0,0235 0,0228 0,0227 0,0224 0,0221
5 Kabupaten Kerupuk,
Kacang Hasil
Lampung Sapi Lada Pisang Padi Sawah Ubi Kayu Karet Mangga Keripik dan
Panjang Perkebunan
Utara Peyek
0,0471 0,0458 0,0405 0,0357 0,0335 0,0324 0,0315 0,0303 0,0301 0,0297
6 Kabupaten Kelapa
Karet Padi Sawah Ketimun Sawo Pisang Pepaya Sapi Bayam Ubi Kayu
Mesuji Sawit
0,0805 0,0681 0,0362 0,0303 0,0281 0,0279 0,0266 0,0244 0,0217 0,0197
7 Kabupaten Ayam Pedagang Hasil
Pisang Melinjo Ubi Kayu Kakao Cabe Besar Sapi Potong Kopi Robusta Durian
Pesawaran Pedaging Pertanian
0,0504 0,0475 0,0422 0,0339 0,0336 0,0287 0,0280 0,0272 0,0272 0,0268
8 Kabupaten Ikan Jasa Jasa Toko
Sapi Padi Sawah Kelapa Salon Durian Furniture
Pringsewu Gurame Pendidikan Kesehatan Kelontong
0,0365 0,0298 0,0263 0,0259 0,0257 0,0256 0,0245 0,0238 0,0228 0,0223
9 Kabupaten Pedagang
Tanggamus Kopi Robusta Kopi Bubuk Alpukat Sapi Cabe Kakao Terong Hasil Padi Sawah Kambing
Perikanan
0,0415 0,0400 0,0289 0,0286 0,0276 0,0255 0,0250 0,0239 0,0237 0,0230

14
Kabupaten/ KPJu (SKOR)
No
Kota 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
10 Kabupaten Budidaya
Angkutan Tahu dan Toko
Tulang Pisang Ketimun Ubi Kayu Kelapa Sawit Padi Sawah Terong Tambak
Barang Tempe Kelontong
Bawang (udang)
0,0370 0,0331 0,0300 0,0292 0,0285 0,0262 0,0242 0,0237 0,0225 0,0225
11 Kabupaten Kerupuk,
Hasil Pedagang Konveksi dan
Tulang Kambing Sapi Jagung Ubi Kayu Padi Sawah Karet Keripik dan
Perkebunan Kaki Lima perlengkapannya
Bawang Peyek
Barat 0,0333 0,0293 0,0246 0,0220 0,0215 0,0213 0,0204 0,0197 0,0189 0,0183
12 Kabupaten Pedagang
Keripik Toko Ayam
Way Kanan Nanas Padi Sawah Hasil Lada Bata Timun Kopi
Pisang Kelontong Pedaging
Peternakan
0,0321 0,0313 0,0298 0,0287 0,0286 0,0275 0,0265 0,0264 0,0263 0,0262
13 Kota Bandar Kerupuk,
Jasa Jasa Toko Barang Toko Hotel
Lampung Padi Sawah Cabai Keripik dan Kain Tenun Ikat Nenas
Pendidikan Kesehatan Elektonik Kelontong Berbintang
Peyek
0,0308 0,0307 0,0300 0,0282 0,0277 0,0275 0,0272 0,0258 0,0255 0,0234
14 Kota Metro Kerupuk, Pedagang Koperasi
Rumah Jasa
Keripik dan Pisang Counter HP Sapi Padi Sawah Barang Perikanan Simpan
Kosan Pendidikan
Peyek Kerajinan Pinjam
0,0440 0,0420 0,0403 0,0335 0,0302 0,0294 0,0294 0,0285 0,0285 0,0280

15
K. PENETAPAN KPJu UNGGULAN SEKTORAL TINGKAT PROVINSI

KPJu unggulan tingkat provinsi terdiri dari KPJu unggulan per sektor ekonomi dan KPJu
unggulan lintas sektor. Penetapan KPJu unggulan tersebut, sesuai dengan metodologi yang
telah dikemukakan merupakan agregasi dari KPJu unggulan per sektor dan lintas sektor tingkat
kabupaten/kota tersebut yang ditetapkan dengan menggunakan metode Borda.

Berdasarkan hasil KPJu unggulan per sektor di setiap kabupaten/kota, rangking pertama KPJu
unggulan per sektor/subsektor pada tingkat provinsi adalah usaha budidaya padi sawah (padi
dan palawija), usaha budidaya cabe (sayuran), usaha budidaya pisang (buah-buahan), usaha
budidaya karet (perkebunan), usaha budidaya sapi (peternakan), usaha budidaya ikan kolam
(perikanan), usaha budidaya damar (kehutanan), penggalian pasir (penggalian), industri kripik,
kerupuk dan peyek (perindustrian), usaha toko kelontong (perdagangan), wisata alam
(pariwisata), jasa kesehatan (jasa) dan truk angkutan (angkutan). Adapun 5 (lima) KPJu
unggulan secara berurutan berdasarkan nilai skor-terbobot pada setiap sektor/subsektor
ekonomi disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Matrix KPJu Unggulan Provinsi Sektoral Tahun 2012


Sektor Usaha/ Skor Sektor Usaha/ Skor
No. No.
KPJu Terbobot KPJu Terbobot

Padi dan Palawija Sayuran


1 Padi Sawah 16,1533 1 Cabe 8,7103
2 Ubi Kayu 7,8869 2 Kacang Panjang 3,8999
3 Jagung 6,0798 3 Ketimun 3,5773
4 Kacang Hijau 2,2051 4 Tomat 3,1800
5 Padi Ladang 1,8066 5 Kangkung 2,6117

Buah-Buahan Perkebunan
1 Pisang 9,4454 1 Karet 6,3431
2 Nanas 4,5057 2 Kopi Robusta 6,1985
3 Durian 4,0565 3 Kelapa 5,0584
4 Mangga 2,2972 4 Kelapa Sawit 4,9184
5 Pepaya 1,5906 5 Kakao 2,8334

Peternakan Perikanan
1 Sapi 9,6827 1 Budidaya Ikan di Kolam 7,6243
2 Kambing 5,8781 2 Budidaya Udang 3,2930
Penangkapan Ikan di
3 Ayam Ras Pedaging 4,3868 3 3,2730
Perairan Umum
4 Ayam Buras 2,6464 4 Penangkapan Ikan di Laut 3,2277
5 Itik 2,5121 5 Budidaya Rumput Laut 3,2200

Kehutanan/Hasil Hutan Penggalian


1 Damar 1,2595 1 Pasir 1,3806
2 Rotan 0,9049 2 Pasir Besi 1,0990
3 Hutan Rakyat (Sengon) 0,0000 3 Marmer 0,7610
4 Madu 0,3406 4 Kapur 0,5262
5 Gaharu 0,1000 5 Tanah liat 0,0584

16
Sektor Usaha/ Skor Sektor Usaha/ Skor
No. No.
KPJu Terbobot KPJu Terbobot

Perindustrian Perdagangan
Kerupuk, Keripik dan
1 1 Toko Kelontong 4,7753
Peyek 5,0252
2 Tahu dan Tempe 3,5734 2 Hasil Perkebunan 4,4445
3 Penggilingan Padi 2,2043 3 Pedagang Hasil Pertanian 4,0575
4 Furnitur dari Kayu 2,0325 4 Pedagang Hasil Peternakan 2,5913
5 Pengolahan Kopi 1,9001 5 Pedagang Hasil Perikanan 2,3949

Pariwisata Jasa-Jasa
1 Wisata Alam 9,0457 1 Jasa Kesehatan 8,4210
2 Wisata Pantai 5,4384 2 Jasa Pendidikan 7,1380
3 Wisata Budaya 3,4436 3 Bengkel Motor 2,5801
4 Kolam Pemancingan 3,1683 4 Rental Mesin/Alat Pertanian 1,6748
5 Hotel Berbintang 1,8454 5 Koperasi Simpan Pinjam 1,6352

Transportasi
1 Truk Barang 11,2552
2 AKDP 7,2910
3 Angkutan Pedesaan 6,5825
4 Angkutan Kota 3,6292
5 Ojeg 3,0096

Berdasarkan hasil pemilihan KPJU sektoral tingkat provinsi, selanjutnya dilakukan pemilihan
komoditi unggulan lintas sektoral di tingkat Provinsi Lampung dengan menggunakan metode
Borda serta memberikan bobot 1 untuk komoditi yang bernilai rendah dan 5 untuk komoditi
yang bernilai tinggi. Hasil perhitungan tersebut kemudian diurutkan untuk memperoleh 20
komoditi unggulan lintas sektoral tingkat provinsi. Pada Tabel 9 diperlihatkan 20 KPJu lintas
sektoral.

KPJu unggulan lintas sektor di tingkat provinsi merupakan hasil agregasi KPJu Lintas sektor pada
setiap kabupaten/kota, yang mencakup 131 KPJu 13 sektor/subsektor. Dengan metode Borda,
maka hasil nilai skor-terbobot dan urutan KPJu Unggulan lintas sektor setiap kabupaten/kota
adalah sebagai berikut, urutan 10 (sepuluh) KPJu dengan skor terbobot tertinggi sebagai KPJu
unggulan lintas sektor di tingkat Provinsi Lampung adalah : usaha budidaya padi sawah, usaha
budidaya pisang, usaha budidaya karet, usaha budidaya kopi robusta, usaha budidaya ubi kayu,
usaha budidaya ternak sapi, usaha budidaya ikan di kolam, usaha budidaya kelapa sawit, usaha
perdagangan toko kelontong dan usaha industri krupuk, kripik dan peyek. Hasil lengkap berupa
rangking atau urutan 20 jenis KPJu lintas sektor berdasarkan nilai skor terbobot masing-masing
KPJu dapat dilihat pada Tabel 9.

Permasalahan utama dalam pengembangan KPJu unggulan di Provinsi Lampung yang sebagian
besar masuk pada kelompok budidaya pertanian dan agribisnis adalah risiko budidaya yang
tinggi akibat faktor alam yang kadang tidak menentu dan kurangnya kemampuan teknis
dan manajemen serta akses terhadap permodalan.

17
Peran perbankan saat ini dilihat dari porsi penyaluran kredit kepada UKM sudah relatif besar
namun demikian di masa yang akan datang peran perbakan perlu ada penguatan baik dalam
hal peningkatan baik dalam hal jumlah dan fasilitasi perbankan untuk penguatan kemampuan
teknis dan manajemen pengembangan KPJu unggulan melalui program pelatihan dan
pendampingan.

Tabel 9. KPJu Lintas Sektoral Tingkat Provinsi Lampung Tahun 2012


Rangking Sektor/ Subsektor KPJu Bobot
1 Padi Palawija Padi Sawah 0,0680
2 Buah-Buahan Pisang 0,0396
3 Perkebunan Karet 0,0378
4 Perkebunan Kopi Robusta 0,0370
5 Padi Palawija Ubi Kayu 0,0332
6 Peternakan Sapi 0,0315
7 Perikanan Budidaya Ikan di Kolam 0,0303
8 Perkebunan Kelapa sawit 0,0302
9 Perdagangan Toko Kelontong 0,0300
10 Perindustrian Kerupuk, Keripik dan Peyek 0,0295
11 Perkebunan Kelapa 0,0293
12 Perdagangan Hasil Perkebunan 0,0279
13 Sayuran Cabe 0,0256
14 Padi Palawija Jagung 0,0256
15 Perdagangan Pedagang Hasil Pertanian 0,0255
16 Jasa Jasa Kesehatan 0,0220
17 Perindustrian Tahu dan Tempe 0,0208
18 Peternakan Kambing 0,0191
19 Buah-Buahan Nanas 0,0189
20 Jasa Jasa Pendidikan 0,0187

L. PRODUCT LIFE CYCLE

Dalam rangka penetapan KPJu unggulan lintas sektoral di tingkat provinsi, maka dilakukan
pendalaman terhadap KPJu unggulan yang sudah teridentifikasi berdasarkan perspektif Product
Life Cycle (PLC), apakah KPJu unggulan tersebut masih berada pada posisi tahap introduksi,
tahap pertumbuhan (growth), tahap matang (mature), atau sudah mencapai tahap kejenuhan
dan cenderung menurun (decline). Penetapan Product Life cycle ini berdasarkan pada aspek
teknik yaitu dengan melihat analisis prospek dan potensi masing KPJu. KPJu dinilai berada
dalam tahap introduksi (pengenalan) jika memiliki potensi sedang dan prospek kurang. KPJu
yang berada pada tahap pertumbuhan (growth) memiliki potensi sedang, namun memiliki
prospek yang cukup atau baik. KPJu yang berada dalam tahap matang (mature) memiliki
potensi tinggi dan prospek yang cukup atau baik, sedangkan KPJu yang memiliki potensi tinggi
serta prospek yang kurang berada dalam tahap menurun (decline). Pada analisis ini
dimungkinkan memposisikan KPJu unggulan pada posisi tahapan daur hidup tertentu
(pengembangan klasifikasi tahap daur hidup KPJu). KPJu dengan potensi tinggi dan prospek
cukup, maka KPJu tersebut berada pada tahap matang cenderung turun. KPJu dengan potensi
sedang dan prospek baik berada dalam posisi pertumbuhan cenderung matang. Keberadaan
KPJu unggulan pada tahap daur hidup yang berbeda-beda memerlukan strategi yang berbeda
dalam pembinaannya sehingga KPJu tersebut dapat meningkatkan kinerjanya.

Analisis PLC dilakukan terhadap 10 KPJu lintas sektor yang telah diperoleh dan telah disepakati
oleh pemangku kepentingan di tingkat provinsi. Penetapan tersebut dilaksanakan melalui

18
kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan pejabat SKPD tingkat Provinsi Lampung dan
lembaga perbankan. Tahap daur hidup masing-masing KPJu unggulan yang didasarkan pada
pendapat peserta FGD diperlihatkan pada Tabel 10.

Tabel 10 menunjukkan bahwa 10 KPJu unggulan yang berada pada Provinsi Lampung hampir
semua memiliki daur hidup pada tahap matang (mature) kecuali komoditi pisang, budidaya ikan
di kolam, dan produk krupuk, kripik dan peyek, yang terindikasi memiliki daur hidup pada
tahap matang cenderung turun.

Tabel 10. Tahap Daur Hidup KPJu Unggulan Lintas Sektor Provinsi Lampung
No KPJu Unggulan Prospek Potensi Tahap Daur Hidup Produk
1 Padi Sawah Baik Tinggi Matang
2 Pisang Cukup Tinggi Matang cenderung turun
3 Karet Baik Tinggi Matang
4 Kopi robusta Baik Tinggi Matang
5 Ubi Kayu Baik Tinggi Matang
6 Sapi Baik Tinggi Matang
7 Budidaya ikan di Kolam Cukup Tinggi Matang cenderung turun
8 Kelapa Sawit Baik Tinggi Matang
9 Toko Kelontong Baik Tinggi Matang
10 Krupuk, Kripik, dan peyek Cukup Tinggi Matang cenderung turun

Adanya tahap daur hidup yang berbeda pada 10 KPJu unggulan pada Provinsi Lampung, yaitu
tahap matang dan matang cenderung turun menunjukkan pada saat ini kondisi KPJu Unggulan
masih memilki potensi yang tinggi pada sisi produksi dan permintaan terhadap KPJu tersebut.
Dari sisi prospek, KPJu yang berada pada tahap matang terindikasi masih memiliki prospek baik
pada sisi kebijakan, persaingan, resiko lingkungan dan pemasaran terhadap KPJu tersebut.
Sedangkan KPJu unggulan yang berada pada tahap matang cenderung turun, saat ini prospek
dapat terindikasikan dalam beberapa hal yaitu, dukungan dan Infrastruktur usaha dan resiko
terhadap lingkungan. Pisang dan industri krupuk, kripik dan peyek memiliki prospek yang cukup
sebagai akibat dari kemungkinan resiko terhadap lingkungan yang masih belum baik,
sedangkan budidaya ikan di kolam menunjukkan infrastruktur yang memang belum baik,
seperti adanya kuantitas dan kualitas air yang masih belum baik.

Sebagai salah satu lumbung padi nasional, pengembangan usaha padi sawah merupakan
kebijakan yang tidak hanya dilakukan pada tingkat provinsi, tetapi juga merupakan kebijakan
pada tingkat nasional. Adanya kebijakan swasembada beras yang diiringi dengan peningkatan
luas areal tanam mengindikasikan KPJu ini merupakan jenis usaha yang memiliki kekuatan pada
sisi persaingan dan juga penjualannya. Dengan potensi yang tinggi di Provinsi Lampung, maka
dapat dikelompokkan komoditi tersebut memiliki daur hidup yang matang (mature). Komoditi
subsektor palawija lainnya yang unggul adalah ubi kayu yang merupakan salah satu ciri khas
Provinsi Lampung. Tingkat persaingan komoditi ini sangat tinggi mengingat produk olahan dari
komoditi ubi kayu cukup luas, seperti sebagai bahan baku tapioka dan juga bioetanol (bahan
bakar). Komoditi ini banyak diusahakan oleh masyarakat, baik yang bersifat plasma ataupun
untuk keperluan sendiri. Dengan permintaan yang sangat besar, ubi kayu merupakan komoditi
yang memang dibutuhkan terutama untuk diolah menjadi produk lainnya. Strategi pembinaan
untuk kedua KPJu Unggulan dari sektor padi palawija ini dapat dilakukan dengan memperluas
areal tanam dan dengan meningkatkan produktivitas, terutama untuk ubi kayu. Kebijakan
eksternal lainnya seperti kebijakan pembatasan impor kedua komoditi, perbaikan harga bahan
baku secara tidak langsung akan lebih mendorong kedua komoditi tersebut untuk tetap
memiliki potensi yang tinggi dan prospek yang baik.

Ketiga KPJu unggulan dari subsektor perkebunan yaitu karet, kopi, dan kelapa sawit memang
memiliki areal tanam yang cukup luas di Provinsi Lampung. Hingga saat ini prospek pasar untuk

19
karet masih dikatakan baik dikaitkan dengan pasar karet dunia. Dengan didukung oleh
infrastruktur dan kebijakan pemerintah, KPJu karet memiliki kemampuan untuk bisa
meningkatkan perekonomian masyarakat. Selain kinerja dan produktivitas perkebunan karet
yang harus di tingkatkan, kemampuan menghasilkan produk olahan karet juga harus diperluas
dan ditingkatkan untuk mengatasi kejenuhan dan persaingan pasar karet dunia, sehingga
komoditi ini tetap menjadi komoditi yang dibutuhkan oleh pasar.

KPJu kopi adalah salah satu yang menjadi ciri khas Lampung dan sudah diusahakan sejak lama.
Aroma yang khas menjadikan kopi Lampung memiliki tingkat persaingan tersendiri diantara
komoditi sejenis pada daerah lain. Kebijakan pemerintah daerah dan provinsi yang menjadikan
kopi sebagai komoditi unggulan daerah juga mendorong pengembangan kuantitas dan kualitas
kopi. Strategi yang dibutuhkan untuk mempertahankan posisi pemasaran kopi dalam daur
hidup produknya adalah dengan melakukan pengembangan produk olahan, disamping kinerja
produksi perkebunan yang harus ditingkatkan, terutama sekali pada perbaikan pasca panennya.
Strategi lainnya adalah dengan melakukan promosi terhadap keunggulan kopi Lampung
sehingga dapat meningkatkan dan memperluas pengguna atau konsumen.

Sebagai salah satu primadona sektor perkebunan, KPJu kelapa sawit yang terdapat di Provinsi
Lampung didukung oleh kebijakan infrastruktur yang baik sehingga memiliki tingkat persaingan
dan pasar yang baik. Harga yang cukup tinggi memiliki daya tarik tersendiri bagi para investor
untuk bisa menanam modalnya pada perkebunan kelapa sawit. Strategi yang dibutuhkan untuk
mendukung pemasaran kelapa sawit adalah dengan memperbaiki kinerja produksi di
perkebunan dengan menerapkan penggunaan bibit yang telah teruji, pemeliharaan yang tepat
serta penanganan panen yang tepat. Strategi lainnya adalah dengan memperbaiki sisi
lingkungan yang kuat untuk mengimbangi respon negatif perkebunan kelapa sawit terhadap
lingkungan.

Prospek KPJu sapi pada Provinsi Lampung dinilai baik terutama dinilai dari kebutuhkan terhadap
sapi potong dirasakan kurang, tidak hanya untuk daerah Lampung namun juga secara nasional.
Kebutuhan yang besar ini akan meningkatkan minat investor terhadap peternakan sapi di
Lampung. Karakteristik sapi Lampung yang cukup khas merupakan unsur positif terhadap
persaingan terhadap komoditi sejenis dari daerah lain. Pengembangan KPJu ini akan
mendorong industri lainnya seperti pakan ternak dan olahan lainnya seperti pengrajin kulit,
sehingga memilki prospek baik. Beberapa strategi yang harus dilakukan untuk menumbuhkan
pemasaran usaha ini adalah dengan melakukan perbaikan dan perbanyakan bibit serta
perluasan areal peternakan, sehingga permintaan terhadap komoditi ini dapat terpenuhi
dengan baik.

Persaingan usaha perdagangan toko kelontong di Provinsi Lampung masih cukup besar karena
masyarakat masih membutuhkan peralatan rumah tangga pada tingkat eceran yang terdapat di
pasar tradisional. Kebijakan terhadap pembatasan keberadaan pedagang besar (hypermart atau
supermarket besar) yang hanya berada di kota besar, memperkuat peluang usaha toko
kelontong ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap peralatan rumah tangga.
Strategi perbaikan kualitas produk, perluasan pasar dan juga bauran pemasaran serta variasi
produk yang ditawarkan akan menjadikan usaha toko kelontong di Provinsi Lampung masih
dapat berkembang dengan baik.

KPJu unggulan provinsi Lampung yang dianggap telah memasuki masa matang cenderung
turun yaitu pisang, industri krupuk, kripik dan peyek, serta budidaya ikan kolam yang memiliki
sedikit kekurangan terhadap tingkat persaingan usaha. Dalam upaya untuk tetap pada posisi
yang matang dan menghindarkan dari kecenderungan penurunan maka alternatif yang dapat
dilakukan adalah (a) menambah investasi agar dapat mendominasi atau menempati posisi
persaingan yang baik, (b) mengubah produk atau mencari penggunaan/manfaat baru pada
produk, dan (c) mencari pasar baru (Kotler, 1997). Dukungan infrastruktur dan ketertarikan

20
investor sangat dibutuhkan untuk KPJu pisang dapat berkembang dengan baik. Tindakan
lainnya adalah memilih beberapa jenis pisang yang unggul yang didukung oleh bibit dan
budidaya tanaman pisang yang unggul. Perbaikan-perbaikan ini akan menumbuhkan potensi
dan juga prospek KPJu pisang yang lebih baik.

Tingkat persaingan industri krupuk, kripik dan peyek Provinsi Lampung masih dianggap belum
dikatakan unggul terhadap industri sejenis yang ada di daerah lain. Perbaikan pengelolaan dan
pengolahan industri ini harus dilakukan dengan lebih baik agar kualitas dan variasi produk
dapat berkembang lagi. Secara nyata pengembangan industri ini sudah banyak ditunjang oleh
kebijakan pemerintah setempat sebagai penciri khas produksi Lampung, namun memang belum
mampu menarik minat investor. Strategi pemasaran yang tepat akan menjadi titik utama dalam
pengembangan KPJu ini, disamping pengembangan terhadap variasi produk dan perbaikan
kinerja produksi dan produk krupuk, kripik, dan peyek.

Dukungan infrastruktur dan minat investor merupakan titik lemah pengembangan KPJu
budidaya ikan di kolam pada Provinsi Lampung. Strategi untuk KPJu budidaya ikan di kolam
terutama dilakukan perbaikan terhadap sumber-sumber air sehingga dapat memungkinkan
perluasan dari kegiatan usaha KPJu tersebut. Disamping itu juga harus dilakukan pemilihan jenis
ikan yang dianggap punya potensi tinggi dan khas untuk Provinsi Lampung, sehingga
pengadaan benih yang baik akan lebih tepat. Strategi pemasaran juga harus dilakukan yang
diiringi dengan kebijakan-kebijakan seperti strategi ‘Gemar Makan Ikan’.

M. ANALISIS PEMBENTUKAN INFLASI

Suatu komoditi/produk/jenis usaha dapat memiliki andil besar terhadap sumbangan


pembentukan inflasi di masing-masing wilayah. Apabila KPJu tersebut bukan merupakan
penyumbang inflasi secara langsung, maka analisis dilakukan terhadap komoditi-komoditi
pembentuknya. Analisis pembentukkan inflasi KPJu unggulan yang berada di wilayah Lampung
dilakukan dengan pendekatan data sekunder yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
Lampung dan diolah oleh BI Lampung (KERT,2012) terhadap kota Bandar Lampung sebagai
representatif Provinsi Lampung.

Secara umum inflasi yang terjadi pada Provinsi Lampung pada tahun 2012 (sampai November
2012) adalah 3,62%. Angka inflasi ini lebih kecil dibandingkan dengan angka inflasi yang
terjadi pada tahun 2011 dan 2010 yang masing-masing sebesar 4,24% dan 9,95%.
Perkembangan inflasi yang dicatat oleh kantor BI Lampung juga mengindikasikan penurunan
angka inflasi dari 4,24% pada triwulan IV-2011 menjadi 3,42% pada triwulan I-2012, dengan
penyumbang inflasi tahunan terbesar adalah kelompok inflasi inti (1,96%), kelompok
administered price (1,01%) dan kelompok volatile foods (0,45%). Berdasarkan penetapan
terhadap KPJu unggulan yang terdapat pada Provinsi Lampung tercatat bahwa sebgian besar
KPJu termasuk pada kelompok volatile food yang memang sangat tergantung pada jumlah dan
juga harga pasar saat itu. KPJu unggulan yang termasuk volatile foods adalah beras (padi
sawah), pisang, kopi bubuk (KPJu Kopi), daging sapi, Ikan kolam dan minyak goreng (KPJu
kelapa sawit). Sedangkan KPJu unggulan lainnya yaitu ban (KPJu karet), ubi kayu, krupuk dan
toko kelontong merupakan produk yang termasuk pada inflasi inti.

Berdasarkan pencatatan inflasi yang dilakukan oleh Kantor BPS dan diolah oleh BI Lampung
(KERT,2012), sumbangan inflasi komoditi ataupun produk KPJu Unggulan tidak memberikan
angka yang signifikan (rata-rata dibawah 0,1%). Hal ini menunjukkan bahwa KPJu UMKM tidak
memberikan gejolak inflasi yang nyata terhadap perekonomian Provinsi Lampung. Kondisi ini
menggambarkan bahwa UMKM di Provinsi Lampung memiliki potensi yang sangat tinggi dalam
menopang perekonomian, sehingga pengembangan KPJu unggulan tersebut secara tidak
langsung dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.

21
Indikasi inflasi pada KPJu padi sawah didekatkan dengan konsumsi beras yang dilakukan pada
wilayah Provinsi Lampung menunjukkan sumbangan inflasi sebesar 0,08% pada triwulan I-
2012. Sumbangan inflasi ini hampir sama dengan KPJu sapi yang diindikasikan dengan
sumbangan inflasi daging sapi sebesar 0,08% pada waktu yang sama. Pada dua triwulan
selanjutnya (April-Agustus 2012), sumbangan inflasi beras cenderung menunjukkan
peningkatan sampai mencapai 0,1% seiring dengan peningkatan harga beras.

Tabel 11. Sumbangan inflasi KPJu Unggulan lintas sektor Provinsi Lampung
No KPJu Unggulan Komoditi diamati Kelompok Inflasi
1 Padi sawah Beras Volatile Foods
2 Pisang Pisang Volatile Foods
3 Karet Ban Inti
4 Kopi robusta Kopi bubuk Volatile foods
5 Ubi kayu Ubi kayu inti
6 Sapi Daging sapi Volatile Foods
7 Budidaya ikan di kolam Patin, mas, lele, gurame Volatile Foods
8 Kelapa sawit Minyak goreng Volatile Foods
9 Toko kelontong Panci, piring Inti
10 Krupuk, Kripik, dan peyek Krupuk ikan dan udang Inti

Sedangkan untuk daging sapi, sumbangan inflasi menunjukkan kecenderungan menurun


sampai 0,01% pada bulan Juni 2012 dan kembali meningkat pada bulan Juli-Agustus yang
mencapai sekiar 0,06%. Fluktuasi pada daging sapi ini sangat bergantung pada permintaan
yang terjadi pada saat itu. Pada akhir tahun 2012 dengan adanya gejolak harga daging sapi
pada 3 bulan terakhir, diperkirakan sumbangan inflasi KPJu tersebut akan bergerak naik.

KPJu pisang terindikasi terdapat peningkatan sumbangan inflasi yang tercatat pada tahun 2012
dibandingkan dengan tahun 2011 dan 2010. Kantor BPS Lampung mencatat bahwa pada
tahun 2012, pisang memiliki sumbangan inflasi 0,0705% setelah pada tahun 2010 tercatat
0,0191% dan tahun 2011 sebesar 0,0568%. Kecenderungan peningkatan sumbangan inflasi
ini disebabkan karena jumlah pisang yang semakin berkurang sehingga harga komoditi tersebut
menjadi lebih tinggi dari tahun sebelumnya.

Kantor BPS Lampung menunjukkan bahwa KPJu budidaya ikan di kolam yang diwakilkan oleh
komoditi ikan patin dan ikan mas memiliki kecenderungan peningkatan inflasi pada rentang
waktu 2010 sampai 2012. Inflasi terjadi pada ikan patin menunjukkan kenaikan, dimana pada
tahun 2010 memiliki sumbangan inflasi sebesar 0,0053% menurun pada tahun 2011 sebesar
0,0024% dan kembali meningkat sampai mencapai angka inflasi 0,0176% pada tahun 2012.
Sedangkan untuk ikan mas, kenaikkan pada tahun 2012 mencapai 0,0695% setelah pada
tahun 2010 dan 2011 tercatat pencapaian angka inflasi sebesar 0,0031% dan 0,0053%.
Kantor BI Lampung mencatat sumbangan inflasi untuk ikan gurame meningkat pada bulan Juni
dan Juli 2012 sebesar 0,001-0,004%, walaupun pada akhir Agustus 2012 tidak memberikan
sumbangan inflasi. Sumbangan inflasi terbesar untuk KPJu ikan kolam ini adalah komoditi ikan
lele yang tercatat mencapai 0,026-0,03% pada Juli dan Agustus, setelah pada bulan Juni 2012
hanya memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,002%. Kenaikkan yang cukup tinggi untuk
KPJu budidaya ikan di kolam tersebut menunjukkan kebutuhan terhadap komoditi tersebut
sangat tinggi sehingga perbaikan infrastruktur harus dilakukan supaya penguatan usaha ini
akan semakin baik dan jumlah komoditi akan semakin bertambah.

Pergerakkan harga kopi gilingan tercatat meningkat pada periode 2010 (Rp 2000) sampai
pertengahan tahun 2011 (Rp 2600), namun menurun sampai akhir tahun 2012 (Rp 2000).

22
Kantor BI Lampung mencatat bobot inflasi untuk produk kopi bubuk pada triwulan kedua dan
ketiga tahun 2012 mencapai 0,5%, namun demikian sumbangan inflasi produk tersebut baru
terlihat pada Juli 2012 yang mencapai 0,006% dan meningkat pada bulan Agustus 2012
sebesar 0,01%.

Pergerakan sumbangan inflasi untuk komoditi minyak goreng sebagai produk turunan KPJu
kelapa sawit menunjukkan angka yang positif sebesar 0,013% dan 0,01% pada bulan April dan
Mei 2012. Pada bulan Juni dan Juli sumbangan minyak goreng ini memberikan angka yang
negatif (-0,004% dan -0,014%) dan kembali meningkat pada bulan Agustus 2012 sebesar 0%
atau tidak memberikan sumbangan inflasi.

Krupuk ikan dan krupuk udang yang tercatat untuk pendekatan KPJu unggulan industri krupuk,
kripik, dan peyek menunjukkan akan inflasi sebesar 0,0012% dan 0,0025% pada tahun 2012
(BPS Lampung). Inflasi krupuk ikan menunjukkan penurunan tahun sebelumnya (2011) yang
mencapai angka inflasi 0,0028%, setelah tahun 2010 mengalami deflasi sebesar 0,0005%.
Sedangkan untuk krupuk udang tahun 2010 mencapai 0,0213% dan mengalami penurunan
pada tahun 2011 sampai mencapai 0,0008%. Perbaikan produksi dan variasi produk industri
tersebut perlu dilakukan secara intensif untuk meningkatkan posisi produksi terhadap
konsumen.

KPJu ubi kayu merupakan komoditi yang banyak ditemui pada wilayah Provinsi Lampung, baik
yang ditanam oleh para petani dan plasma ataupun oleh perkebunan besar. Kantor BI Lampung
mencatat angka bobot inflasi bulanan yang terjadi untuk komoditi ini sepanjang tahun 2011
sampai tahun 2012 mendekati angka 0,02-0,03%, dengan sumbangan inflasi mendekati
0,006%, bahkan bulan Juni sampai Agustus 2012 tidak memberikan sumbangan inflasi (0%).
Bobot dan sumbangan inflasi ini cenderung tetap karena kebutuhan ubi kayu memang cukup
tinggi baik yang digunakan sebagai bahan baku tapioka ataupun untuk produksi etanol. Kondisi
ini menunjukkan KPJu tersebut cukup stabil dalam perkembangannya.

Angka inflasi produk ban sebagai turunan dari KPJu karet selama tahun 2011-2012 ternyata
juga menunjukkan bobot inflasi bulanan yang tetap sebesar 0,03% dan 0,07%, dan tidak
memberikan sumbangan inflasi yang nyata sampai dengan bulan Agustus 2012. Sedangkan
untuk KPJu toko kelontong, pada tahun 2012 Kantor BI Lampung mencatat untuk produk panci
dan piring memiliki bobot inflasi sebesar 0,06% dan tidak memberikan sumbangan inflasi
terhadap perekonomian pada Provinsi Lampung. Hal ini menunjukkan produk toko kelontong
memiliki sisi permintaan dan harga yang cukup stabil sepanjang tahun tersebut

N. REKOMENDASI

Rekomendasi kebijakan untuk pengembangan KPJu unggulan di Provinsi Lampung adalah


sebagai berikut:
1. Kebijakan dan program yang bersifat lintas sektor di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota, seyogyanya lebih diintensifkan, dengan dukungan alokasi dana yang
lebih proporsional sesuai dengan nilai skor-terbobot KPJu yang bersangkutan.
2. KPJu unggulan seyogyanya dituangkan kedalam bentuk ketentuan hukum (Surat
Keputusan Kepala Daerah, atau dituangkan dalam dokumen RPJM), sehingga bersifat
mengikat dan menjadi acuan bagi semua instansi dan pemangku kepentingan lain
dalam pengembangan UMKM pada bisnis KPJu unggulan yang telah diidentifikasi.
3. Pendekatan klaster yang terintegrasi menurut rantai nilai dari hulu ke hilir perlu
dikembangkan untuk pengembangan KPJu unggulan. Selain itu perlu lebih
diintensifkan dan dikembangkan, intensifikasi promosi KPJu unggulan serta
pengembangan sistem informasi peluang investasi dan informasi pasar KPJu
unggulan.

23
4. Pada wilayah sentra produksi KPJu unggulan memerlukan perbaikan dan peningkatan
infrastruktur dan sarana transportasi. Selain itu perlu diintensifkan pengembangan
atau revitalisasi kelembagaan pelaku usaha (kelompok usaha, gabungan kelompok
usaha, koperasi atau asosiasi) untuk meningkatkan efisiensi biaya transaksi usaha dan
pemasaran bersama.
5. Studi baru atau peremajaan tentang kelayakan usaha serta penyusunan Lending
Model untuk setiap KPJu unggulan perlu dilakukan, sehingga lebih meningkatkan
minat calon investor/ pelaku usaha untuk mengembangkan usaha KPJu unggulan
serta mendukung pihak perbankan dalam meningkatkan pembiayaan pada UMKM
yang bergerak pada usaha KPJu unggulan.
6. Instansi terkait bekerja sama dengan perguruan tinggi dan LSM di daerah perlu lebih
meningkatkan program/kegiatan untuk menumbuh-kembangkan kelompok
wirausaha baru untuk usaha KPJu unggulan, dengan sasaran pelaku usaha adalah
sarjana yang baru lulus dari perguruan tinggi daerah melalui tahapan
rekruitmen/seleksi, pendidikan/pelatihan tambahan (pada aspek wirausaha dan
keterampilan teknis serta manajemen usaha), serta penyediaan fasilitas kredit
permodalan/pembiayaan dengan skim dana bergulir.
7. Pengembangan dan rancang bangun model implementasi pengembangan usaha KPJu
unggulan pada setiap wilayah kabupaten/kota.
8. UMKM pada bisnis KPJu unggulan memerlukan peningkatan akses kepada sumber
pembiayaan, dan untuk itu diperlukan program dan upaya antara lain:
a. Penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) atau Lembaga Pembiayaan
Alternatif (LPA), khususnya dari aspek kelembagaan dan permodalan.
b. Penyertaan Pemerintah Daerah yang lebih intensif dalam bentuk penyertaan
dana jaminan pembiayaan UMKM pada Bank Pembangunan Daerah.
c. Pembentukan lembaga penjamin kredit UMKM utamanya pada KPJu unggulan
dari sektor dan subsertor pertanian yang mempunyai kendala tingginya risiko
gagal panen akibat faktor alam dan perubahan iklim yang sulit diprediksi.
d. Revitalisasi peran dan peningkatan jumlah Konsultan Keuangan Mitra Bank
(KKMB).
e. Pengembangan Business Development Service (BDS) – Provider melalui
peningkatan kerjasama dengan swasta dan Perguruan Tinggi.
f. Peningkatan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) pada BUMN dan
BUM-Daerah.
g. Fasilitasi pemerintah daerah untuk sertifikasi tanah bagi pelaku usaha dan PIRT
bagi produk UMKM.
9. Program pelatihan disertai pendampingan pelaku usaha UMKM perlu lebih
ditingkatkan dalam rangka meningkatkan keterampilan teknologi/teknik produksi,
manajemen dan pemasaran serta akses pembiayaan. Kerjasama dengan perguruan
tinggi dalam rangka mengintegrasikan program PKL (Praktek Kerja Lapang), KKN
(Kuliah Kerja Nyata), KKP (Kuliah Kerja Profesi) atau kegiatan kurikulum/ko-kurikuler
lain dan inkubator bisnis perguruan tinggi dalam rangka kegiatan pendampingan bagi
UMKM secara lebih terprogram dan berkesinambungan perlu dikembangkan.
10. Diperlukan strategi pemasaran baru, misalnya, peningkatan pangsa pasar dan
produksi bagi pengembangan KPJu pada posisi matang. Dilain pihak diperlukan
usaha-usaha untuk mengembangan produk turunan dari KPJu unggulan dan
terobosan dari aspek teknis budidaya dan produksinya.
11. Secara spesifik lembaga Perbankan perlu lebih intensif untuk meningkatkan akses
pembiayaan untuk KPJu unggulan bagi UMKM melalui:
a. Sosialisasi yang lebih intensif tentang skim pembiayaan Kredit Usaha Rakyat
(KUR) bagi UMKM.
b. Peningkatan dan perluasan jaringan pelayanan disertai peningkatan kemampuan
SDM dalam hal memahami karakter UMKM khususnya pada bisnis KPJu
Unggulan. Perbankan perlu lebih memperluas dan meningkatkan perannya

24
dengan lebih berperan serta dalam hal peningkatan kualitas SDM/ pelaku usaha
UMKM.
c. Peningkatan kerjasama dengan lembaga perguruan tinggi, BDS, Inkubator Bisnis
dan KKMB untuk pembinaan UMKM khususnya dalam hal peningkatan
kemampuan UMKM untuk memenuhi prosedur dan persyaratan kredit.
d. Pengembangan inovasi dan skim pembiayaan / penyaluran kredit yang berbeda
untuk masing-masing usaha mikro, kecil dan menengah terutama bagi KPJu
unggulan. Hal ini didasarkan atas perbedaan karakteristik usaha antar KPJu
unggulan dan antara skala mikro, kecil dan menengah. Seyogyanya
dipertimbangkan untuk memberikan fleksibilitas jangka waktu pengembalian
pinjaman yang disesuaikan dengan karakteristik usaha KPJu unggulan khususnya
pada KPJu sektor pertanian, karena adanya perbedaan waktu siklus produksi.

25

Anda mungkin juga menyukai