Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA (SC)

A. TINJAUAN TEORITIS SECTIO CAESAREA

1. Pengertian sectio caesarea

Seksio secaria merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di bawah anestesia sehingga janin,
plasentadan ketuban di lahirkan melalui insisi dinding abdomendan uterus. Prosedurini biasanya di
lakukan setelah viabilitas tercapai ( mis, usia kehamilan lebih dari 24 minggu ).(Buku Ajar Myles,edisi
14.2011.hal:567).

Sectio sesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen. Teknik ini digunakan jika kondisi ibu
menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi distres janin. Sebagian kelainan yang sering
memicu tindakan ini adalah malposisi janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis
janin dan ibu. Sectio sesarea dapat merupakan prosedur elektif atau darurat .Untuk sectio caesarea
biasanya dilakukan anestesi spinal atau epidural. Apabila dipilih anestesi umum, maka persiapan dan
pemasangan duk dilakukan sebelum induksi untuk mengurangi efek depresif obat anestesi pada bayi .
(Buku pre operatif .arif muttaqin.2010.hal:507)

Sectio caesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen (laparotomi)dan dinding
uterus (histerotomi).Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin dari rongga abdomen pada kasus
rupture uteri atau pada kasus kehamilan abdomen. (obstetri williams,2005).

Kesimpulan dari ketiga pengertian diatas yaitu, Sectio caesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi
dinding abdomen. Teknik ini digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah
terjadi distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi janin, plasenta
previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu.
2. Etiologi

Indikasi kelahiran dengan bedah sesar

Absolute

Relative

Ibu

a Indikasi persalinan yang gagal

b Proses persalinan tidak maju

(distosia persalinan)

c. Disproporsi sefalopelvik(panggul sempit

a Bedah sesar elektif berulang

b Penyakit ibu (pre eklamsi berat,penyakit diabetes,kanker serviks)

Utero plasenta

a. Bedah uterus sebelumnya (sesar klasik)

b. Riwayat ruptur uterus

c. Obstruksi jalan lahir (fibroid)

d. Plasenta previa,abruption plasenta berukuran besar

a. Riwayat bedah uterus sebelumnya miomektomi dengan ketebalan penuh)

b. Presentasi funik(tali pusat)pada saat persalinan

Janin

a. Gawat janin/hasil pemeriksaan janin yang tidak meyakinkan

b. Prolaps tali pusat


c. Malpresentasi janin (posisi melintang)

a. Mal presentasi janin(sungsang ,presentasi alis ,presentasi gabingan )

b. Makrosomia

c. Kelainan janin (hidrosefalus)

Sumber :errol norwis,buku anatomi 2011

3. Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir
secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi
cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu
Sectio Caesarea (SC).

Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami
imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara
dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien
secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi akan
menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan
tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin
dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.

4. Pemeriksaan penunjang

a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan
mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.

b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi


c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah

d. Urinalisis / kultur urine

e. Pemeriksaan elektrolit.

5. Penatalaksanaan Medis Post SC

a. Pemberian cairan

Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup
banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ
tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian
dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.

b. Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian
minuman dan makanan peroral.Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

c. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi

2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar

3) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas
dalam lalu menghembuskannya.

4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)

5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari,
belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa
dipulangkan
d. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi
involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

e. Pemberian obat-obatan

1. Antibiotik

Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi

2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam

2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

3. Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti
neurobian I vit. C.

f. Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.

g. Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

6. Komplikasi

a. Infeksi Puerperalis

Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas atau dapat
juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum
pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis
profunda.
b. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut terbuka atau
karena atonia uteri

c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :

1) Luka kandung kemih

2) Embolisme paru – paru

3) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus,
sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak
ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.

7. Prognosis

1) Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan persediaan darah yang cukup,
pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman dari pada dahulu.

2) Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang kompeten < 2/1000. Faktor -
faktor yang mempengaruhi morbiditas pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi
indikasi pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.

3) Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari keadaan yang menjadi alasan
untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal
dan intranatal yang baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7%.

8. Klasifikasi sectio caesarea

1. Insisi Abdomen

a. InsisiVertikal

Insisi vertical garistengahinfraumbilikus adalah insisi yang paling cepatdibuat.Insisiiniharuscukuppanjang


agar janindapatlahirtanpakesulitan.Olehkarenanya, panjangharus sesuaidengantaksiranukuranjanin

b. Insisi Transversal/Lintang

Kulitdanjaringansubkutandisayatdenganmenggunakan insisi transversal rendah sedikit melengkung.Insisi


kulit transversal jelas memiliki keunggulan kosmetik .walaupun sebagian orang beranggapan bahwa insisi
ini lebih kuat dan kecil kemungkinannya terlepas ,insisi ini juga memiliki kekurangan,pada sebagian
wanita pemajanan uterus yang hamil dan apendiksnya tidak sebaik pada insisi vertical.

c. Insisi Uterus

Suatuinsisi vertical kedalamkorpus uterus diatassegmenbawah uterus danmencapai fundus uterus


namuntindakaninisudahjarangdigunakansaatini.

Keuntungannya adalah menghindari risiko robekan ke pembuluh darah uterus,kemampuan untuk


memperluas insisi jika diperlukan ,hanya pada segment bawah saja.

Untuk presentasi kepala,insisi tranversal melalui segment bawah uterus merupakan tindakan
pilihan.secara umum,insisi transversal:

1. Lebih mudah di perbaiki

2. Terletak ditempat yang paling kecil kemungkinannya rupture disertai keluarnya janin ke rongga
abdomen pada kehamilan berikutnya

3. Tidak menyebabkan perleketan usus atau omentum ke garis insisi..

d. Tekniki sisisesareaklasik

Kadang-kadangperludilakukaninsisiklasikuntukmelahirkanjanin.Beberapaindikasinyaadalah :

1. Apabilasegmenbawah uterus
tidakdapatdipajankanataudimasukidenganamankarenakandungkemihmelekateratakibatpembedahanseb
elumnya,atauapabilasebuahmiomamenempatisegmenbawah uterus atauapabilaterdapatkarsinoma
invasive diserviks.

2. Apabila janin berukuran besar dan terletak melintang ,terutama apabila selaput ketuban sudah
pecah dan bahu terjepit jalan lahir.

3. Pada sebagian kasus plasenta previa dengan implantasi anterior

4. Pada sebagian kasus janin yang sengat kecil terutama dengan presentasi bokong yang segment
bawah uterusnya tidak menipis.

5. Pada sebagian kasus ibu dengan obesitas berat yang hanya memungkinan untuk menakses
bagianatas uterus saja.

e. Seksio sesarea ekstra peritoneum

Tujuan operasi adalah untuk membuka uterus secara ekstra peritoneum dengan melakukan diseksi
melalui ruang retzius dan kemudian disepanjang salah satu dan di belakang kandung kemih untuk
mencapai segmen bawah uterus.
Prosedur ini hanya berlangsung singkat sebagian besar mungkin karena tersedianya berbagai obat
antimikroba yang efektif.

f. Seksio sesarea postmortem

Kadang-kadang seksio sesarea dilakukan pada seorang wanita yang baru meninggal atau yang
diperkirakan tidak lama lagi akan meninggal.pada situasi seperti iniprognosis yang memuaskan pada bayi
bergantung pada:

1) Antisipasi kematian ibu,bila mungkin

2) Usia gestasi janin

3) Ketersediaan petugas dan peralatan yang sesuai

4) Ketersediaan ventilasi perimortem dan masase jantung bagi ibu

5) Pelahiran segera dan resusitasi neonates yang efektif.

2. Vagina (sectio caesarea vaginalis

Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :

1) Sayatan memanjang (longitudinal)

2) Sayatan melintang (tranversal)

3) Sayatan huruf T (T Insisian).(obstetric wiliams.2006,vol.1,)

Anda mungkin juga menyukai