Anda di halaman 1dari 11

Nama : Salsabila Fitria Khansa

NIM : 1606298

IV. Hasil dan Pembahasan

Sifat Kimiawi

Kel Sampel pH TPT TAT Vitamin C


1. Pisang 4,803 5 o Brix 3,13% 8,8 mg/ g bahan
2. Jeruk 5,17 11 o Brix 23,04% 46,64 mg/ g
bahan
3. Cabai 5,4 3 o Brix 16,8% 36,68 mg/ g
bahan
4. Mentimun 5,17 1 o Brix 3,43% 16,72 mg/ g
bahan
Tabel 1. Sifat Kimia Pada Buah dan Sayur

1. Keasaman (pH)
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menunjukan
tingkat keasaman yang dimiliki buah dan sayur. Yang dimaksudkan
keasaman adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut air.
Dimana nilai pH atau tingkat keasaman ditentukan oleh kandungan asam
organik yang ada dalam sayur atau buah. Menurut Tjahjadi (2008) pada
sayur dan buah banyak dijumpai asam organik seperti asam sitrat, asam
malat, asam tartarat, asam askorbat dan asam isositrat.
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh data pH pada pisang yaitu
4,803, pH pada jeruk yaitu 5,17 , pH pada cabai yaitu 5,4 , dan pH pada
mentimun yaitu 5,17. Adapun penyebab perbedaan pH yaitu jenis sayur
dan buah, perbedaan jumlah asam organik, pra pasca panen, pasca
panen, tanah, lingkungan, perlakuan setelah pasca panen, tingkat
kematangan, tingkat penyimpanan, umur, karena jika buah atau sayur itu
belum matang biasanya pH yang dihasilkan asam, tetapi sebaliknya jika
semakin matang buah atau sayur rasanya akan manis tergantung dari
komoditi buah dan sayurnya.
2. Total Padatan Terlarut (TPT)
Total zat padat terlarut adalah ukuran zat terlarut (baik organik
maupun anorganik) yang terdapat pada air limbah. Dapat dilihat dari tabel
hasil pengamatan pengukuran padatan terlarut pada buah dan sayur
dinyatakan dalam satuan brix dan diukur menggunakan refraktometer
sebagai alat ukur untuk menentukan indeks bias cairan atau padat, bahan
transparan dan refraktometer. Pengukuran total padatan terlarut dengan
satuan Brix menunjukan banyaknya gula yang terlarut dalam sari buah
atau sayur yang diukur semakin besar derajat Brix yang terbaca maka
kandungan gula pada buah dan sayur semakin besar dan semakin tinggi
tingkat kemanisannya.
Berdasarkan hasil pengamatan, setiap sampel diperoleh total
padatan terlarut yang berbeda – beda , padatan terlarut pada pisang yaitu
5o Brix, padatan terlarut pada jeruk yaitu jambu 11o Brix, padatan terlarut
pada cabai yaitu 3 o Brix, padatan terlarut pada mentimun yaitu 1o Brix.
Diantara semua sampel mentimun memiliki jumlah padatan
terlarut yang terkecil yaitu 1 o Brix. Hal tersebut disebabkan oleh
komposisi kimia mentimun yang banyak mengandung air dan serat
sedangkan kadar karbohidrat totalnya hanya 3,63 mg/100 gram
(Rukmana: 1995) dan kadar gulanya hanya 1,57 mg/100gram, hal
tersebut yang menyebabkan rasa manis mentimun tidak mudah dideteksi
oleh lidah.
Faktor umur dan kematangan buah sangat mempengaruhi kadar
TPT. Setelah pemasakan, kandungan gula akan meningkat akibat adanya
konversi pati menjadi gula dengan bantuan amilase dan fosforilase.
Sementara itu, kandungan asam-asam organik dalam buah menurun
sejalan dengan pemasakan akibat pemakaian asam-asam tersebut pada
siklus krebs respirasi.

3. Total Asam Tertitrasi


Setiap buah dan sayur memiliki komposisi dengan kadar
komponen kimia yang berbeda-beda yang kemudian akan menentukan
karakteristik khasnya dan membedakannya dengan buah yang lain. Total
Asam Tertitrasi (TAT) menunjukan total asam yang terkandung dalam
buah dan sayur. Nilai TAT meliputi pengukuran total asam yang
terdisosiasi dan tidak terdisosiasi, sedangkan pH hanya mengukur total
asam dalam kondisi terdisosiasi (Harris 2000) oleh karena itu hasil
pengukuran TAT lebih relevan dari nilai pH dalam penggunaanya untuk
mengethui jumlah asam organi pada buah dan sayur.
Analisis total asam ini dilakukan dengan mentitrasi filtrat dari
pisang, jeruk, cabai, dan mentimun yang telah ditambahkan indikator
phenolphthalein (PP), kemudian di titrasi dengan NaOH sampai terjadi
perubahan warna. Fungsi penambahan indikator fenoftalein untuk
mengetahui terjadinya suatu titik ekivalen dalam proses penitrasian
dengan terjadinya perubahan warna pada larutan. Indikator PP dengan
range pH 8,0 – 9,6 merupakan indikator yang baik untuk larutan basa
dimana indikator ini akan merubah warna larutan dari bening menjadi
merah muda akibat dari perubahan pH larutan pada penitrasian.
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh data nilai TAT yang
berbeda – beda , total asam tertitrasi pada pisang yaitu 3,13%, total asam
tertitrasi pada jeruk yaitu 23,04%, total asam tertitrasi pada cabai yaitu
16,8%, dan total asam tertitrasi pada mentimun yaitu 3,43%. Perbedaan
TAT yang diperoleh tersebut disebabkan oleh perbedaan jenis sayur dan
buah dan banyaknya asam organik dalam sampel. Asam – asam yang
yang terdapat dalam sayur dan buah terdapat dalam jumlah kecil dan
merupakan hasil antara (intermediete) dalam metabolisme, yaitu dalam
siklus kreb (siklus asam trikarboksilat), siklus asam glioksilat, dan siklus
asam shikimat. Rasa asam yang ada juga dapat disebabkan oleh adanya
vitamin C. Buah yang mempunyai kandungan gula tinggi biasanya juga
disertai adanya asam. Pada buah klimaterik yaitu pisang dilihat dari hasil
pengamatan memiliki total asam tertitrasi paling sedikit diantara yang
lainnya, karena asam organik menurun segera setelah proses klimaterik
terjadi. Jumlah asam akan berkurang dengan meningkatnya aktivitas
metabolisme buah tersebut. Selain itu karena pada saat praktikum,
pisang yang digunakan adalah pisang yang sudah matang dan sudah
memiliki aroma yang wangi, hal tersebut menindikasikan bahwa telah
terbentuk senyawa ester. Senyawa ester tersebut dapat berasal dari
esterifikasi asam organik sehingga kadar TAT nya akan lebih rendah
daripada buah yang belum matang dan rasanya pun lebih manis.

4. Kandungan Asam Askorbat (Vitamin C)


Vitamin C adalah vitamin yang tergolong vitamin yang larut dalam
air. Sumber Vitamin C sebagian besar tergolong dari sayur-sayuran dan
buah-buahan terutama buah-buahan segar. Vitamin C juga dikenal
dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Rasa
asam yang ada juga dapat disebabkan oleh adanya vitamin C. Pada saat
praktikum pengukuran vitamin C dilakukan dengan titrasi menggunakan
Iod dan indikator berupa laruta amilum dengan perubahan warna yang
dihapkan adalah warna ungu.
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh kadar vitamin c pada
pisang yaitu 8 mg/ g bahan , kadar vitamin c pada jeruk yaitu 46,64 mg/ g
bahan , kadar vitamin c pada cabai yaitu 36,68 mg/ g bahan, dan kadar
vitamin c pada mentimun yaitu 16,72 mg/ g bahan. Seharusnya yang
memiliki kadar vitamin C paling tinggi adalah cabai, karena cabai memiliki
kandungan vitamin C sebesar 69,7 mg, sedangkan kandungan vitamin C
pada jeruk adalah 59-83 mg.

Laju Respirasi

Sampel CO2 Bobot Warna Aroma Tekstur


(gram)
Pisang -59,732 Sb = 79,1 Sb = hijau Sb = khas Sb = keras
(1) Ss = 78,8 Ss = hijau pisang (+) (+)
bergaris hitam Ss = khas Ss = lunak
(+) pisang (+) (+)
(2) -62,660 Sb = 78,5 Sb = hijau Sb = khas Sb = lunak
Ss = 78,4 bergaris hitam pisang (++) (+)
(+) Ss = khas Ss = lunak
Ss = hijau pisang (++) (+)
bergaris hitam
(+)
(3) 17,653 Sb = 77,8 Sb = kuning (++) Sb = khas Sb = lunak
Ss =78 Ss = kuning (++) pisang (++)
(+++) Ss = lunak
Ss = khas (++)
pisang
(+++)

Jeruk -38,937 Sb = 144,5 Sb = hijau Sb = khas


Sb = keras
(1) Ss = 144,5 kekuningan (++) jeruk (+++)
(++)
Ss = hijau Ss = khas
Ss = keras
kekuningan (++) jeruk (+++)
(++)
(2) -15,860 Sb = 144,2 Sb = hijau Sb = khas
Sb = keras
Ss = 144,2 kekuningan (+) jeruk (++)
(+)
Ss = hijau Sb = khas
Ss = keras
kekuningan (+) jeruk (++)
(+)
(3) -0,756 Sb = 143,9 Sb = kuning Sb = khas
Sb = lunak
Ss = 143,9 kehijauan jeruk (+)
(+)
Ss = kuning Sb = khas
Ss = lunak
kehijauan (+) jeruk (+)
(+)
Tomat -116,005 Sb = 75 Sb = merah Sb = khas
Sb = keras
(1) Ss = 75,1 keorangean (+) tomat (++)
(++)
Ss = merah Ss = khas
Ss = keras
keorangean (+) tomat (+)
(++)
(2) -81,63 Sb = 75 Sb = merah (+) Sb = khas
Sb = keras
Ss = 75 Ss = merah (+) tomat (+++)
(+)
Ss = khas
Ss = keras
tomat (+++)
(+)
(3) -82,779 Sb = 74,8 Sb = merah (+) Sb = khas
Sb = keras
Ss = tomat (++)
(+)
Ss = keras
(+)
Wortel -515,52 Sb = 109,5 Sb = orange Sb = khas Sb = keras
(1) Ss = 109,1 (++) wortel (++) (++)
Ss = orange Sb = khas Ss = keras
(++) wortel (++) (++)
(2) -543,08 Sb = 108,5 Sb = orange Sb = keras
Ss = 108,5 (++) (+++)
Ss = orange Ss = keras
(++) (+++)
(3) -579,23 Sb = 108 Sb = orange (+) Sb = keras
Ss = 108 Ss = orange (+) (++)
Ss = keras
(++)
Tabel 2. Laju respirasi
Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian
senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai
proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan
berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi
aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi.
Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau
kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida,
seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi.
(Lovelles, 1997).
Semua sel aktif terus menerus melakukan respirasi, sering
menyerap O2 dan melepaskan CO2 dalam volume yang sama. Namun
seperti kita ketahui, respirasi lebih dari sekadar pertukaran gas secara
sederhana. Proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi-reduksi,
yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2 dan O2 yang diserap direduksi
menjadi H2O. Pati, fruktan, sukrosa, atau gula yang lainnya, lemak,
asam organik, bahkan protein dapat bertindak sebagai substrat
respirasi. (Salisbury & Ross, 1995)
Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang
terdapat dalam sel tumbuhan tinggi. Terdapat beberapa substrat
respirasi yang penting lainnya diantaranya adalah beberapa jenis
gula seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa; pati; asam organik; dan
protein (digunakan pada keadaan & spesies tertentu). Secara umum,
respirasi karbohidrat dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + O2 → 6CO2 + H2O + energi
Reaksi di atas merupakan persamaan rangkuman dari reaksi-
reaksi yang terjadi dalam proses respirasi. (Danang, 2008) Respirasi
adalah proses utama dan penting yang terjadi pada hampir semua
makhluk hidup, seperti halnya buah. Proses respirasi pada buah sangat
bermanfaat untuk melangsungkan proses kehidupannya. Proses
respirasi ini tidak hanya terjadi pada waktu buah masih berada di
pohon, akan tetapi setelah dipanen buah-buahan juga masih
melangsungkan proses respirasi. Pada gambar berikut tersaji kurva
hubungan antara pertumbuhan tiap buah dengan jumlah CO2 yang
dikeluakan selama respirasi.
Laju Respirasi Pisang
40

CO2 (mg/kg bahan/1 jam)


20

0
0 1 2 3 4
-20
CO2 pisang
-40

-60

-80
Hari ke-

Laju Respirasi Tomat


0
0 1 2 3 4
-20
CO2 (mg/kg bahan/1 jam)

-40

-60

-80 CO2 tomat

-100

-120

-140
Hari ke-

Pada kurva tersebut yaitu pada pisang terlihat bahwa jumlah


CO2 yang dikeluarkan akan terus menurun, kemudian pada saat
mendekati “senescene” produksi CO2 kembali meningkat, dan
selanjutnya menurun lagi. Buah-buahan yang melakukan respirasi
semacam itu disebut buah klimaterik. Tomat juga merupakan buah
klimaterik, akan tetapi dari kurva hasil pengamatan menunjukan (seperti
kurva pada tomat diatas), yang kemungkinan karena adanya kurangnya
ketelitian praktikan. Klimaterik tergolong suatu fase yang banyak sekali
perubahan yang berlangsung (Abidin, 1985). Klimaterik juga diartikan
sebagai suatu keadaan “auto stimulation“ dalam buah sehingga buah
menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses
respirasi (Hall, 1984). Klimaterik merupakan fase peralihan dari proses
pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi tergantung pada
jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein dan
RNA (Heddy, 1989). Dapat disimpulkan bahwa klimaterik adalah suatu
periode mendadak yang unik bagi buah tertentu dimana selama proses
itu terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses
pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak
selama pematangan buah, sehingga disebut buah klimaterik.
Selama proses penyimpanan laju respirasi pada klimaterik akan
terus berjalan dan hal ini beriringan dengan tingkat kematangan buah.
Tranggono et, al (1992) dalam Octavianti Paramita (2010), menyatakan
bahwa umur simpan buah sangat dipengaruhi oleh laju respirasi. Laju
respirasi dapat dikendalikan antara lain dengan memanipulasi kandungan
gas O2 atau CO2 dalam kemasan atau ruang penyimpanan. Dengan
menurunkan konsentrasi O2 atau meningkatkan konsentrasi CO2, maka
laju respirasi dapat diperlambat sehingga umur simpan dapat
diperpanjang.
Selama proses pematangan terjadi perubahan-perubahan seperti
warna, tekstur, citarasa dan flavor, yang menunjukkan terjadinya
perubahan komposisi. Menurut Nair (2003) dalam Octavianti Paramita
(2010) proses pematangan buah pisang meliputi perubahan biokimia,
diantaranya adalah meningkatnya produksi etilen, pelunakan buah,
berkembangnya pigment, aktivitas metabolisme yang semakin lambat
pada karbohidrat, asam organik, lemak, phenolic, kandungan volatile,
struktur polisakarida.
Tekstur buah selama proses penyimpanan mengalami pelunakan.
Kekerasan merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan
tingkat kematangan sebuah produk pertanian terutama buah-buahan.
Buah-buahan yang mulai mengalami proses kematangan cenderung
memiliki tingkat kekerasan/tekstur yang lebih lunak dibandingkan sebelum
proses pematangan. Tekstur yang melunak disebabkan pemecahan
senyawa pektin yang menyebabkan tekstur buah menjadi lunak
(Kartasapoetra, 1994 dalam Tito Yassin dkk, 2013).
Sedangkan warna pada pisang semakin bertambah kuning dan
aromanya semakin lama tercium tajam. Selain terjadi perubahan warna
juga terjadi perubahan aroma, dimana pada saat pematangan, zat aroma
bersifat volatil mulai terbentuk. Sebagian besar senyawa volatil yang
terbentuk adalah etilen. Pada umumnya senyawa volatil pada pisang
lebih aromatis. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh
Wills et al., (1981); Heatherbell et al., (1982) dalam Elisa Julianti (2011)
bahwa perombakan bahan-bahan organik kompleks yang terjadi selama
proses respirasi akan menghasilkan gula-gula sederhana dan asam-asam
organik yang akan mempengaruhi aroma dari buah (Wills et al., 1981;
Heatherbell et al., 1982 dalam Elisa Julianti, 2011).
Semakin tinggi tingkat kematangan buah maka kadar air, total
padatan terlarut, nilai warna serta kesukaan terhadap aroma dan tekstur
buah akan semakin meningkat, tetapi kandungan vitamin C, total asam
dan nilai kekerasan akan semakin menurun (Elisa Julianti, 2011)
Kerusakan vitamin C berhubungan dengan aktivitas enzim ascorbic acid
oxidase yang terdapat dalam jumlah lebih tinggi pada buah yang masak
(Chempakam, 1983 dalam Elisa Julianti, 2011).
Laju Respirasi Jeruk
0
-5 0 1 2 3 4
CO2 (mg/kg bahan/1 jam)
-10
-15
-20
-25 CO2 jeruk
-30
-35
-40
-45
Hari ke-

Laju respirasi Wortel


-510
-520 0 1 2 3 4
CO2 (mg/kg bahan/1 jam)

-530
-540
-550
CO2 wortel
-560
-570
-580
-590
Hari ke-

Pada kurva tersebut, yatu jeruk dapat dilihat CO2 (respiration rate)
yang dihasilkan terus menurun secara perlahan sampai masa senescene
yang berarti menunjukkan buah tersebut termasuk buah non-klimaterik.
Wortel juga merupakan buah non-klimaterik, akan tetapi dari kurva hasil
pengamatan menunjukan (seperti kurva pada wortel diatas), yang
kemungkinan karena adanya kurangnya ketelitian praktikan.
Etilene yang dihasilkan dari non-klimaterik ini rendah atau tidak
mengalami perubahan selama fase perkembangan buah, mulai dari
pembelahan sel sampai fase senescene. Pada buah non klimaterik hanya
terdapat perlakuan yang akan menstimulir prosesrespirasi saja.
Salah satu ciri dari buah non klimaterik adalah buah yang memiliki
kulit yang tebal. Hal ini akan menyebabkan oksigen lebih susah masuk
sehingga aktivitas respirasi akan mengalami penurunan yang sangat
cepat.
Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi,
diantaranya adalah sebagai berikut: Ketersediaan substrat, Ketersediaan
oksigen, Suhu,dan Jenis serta umur tumbuhan. Faktor eksternal yang
mempengaruhi respirasi pada buah-buahan yaitu faktor yang berasal dari
lingkungan sekeliling bahan, meliputi suhu, etilen, ketersediaan oksigen,
karbondioksida, dan luka pada bahan.
Dari hasil pengamatan, tekstur buah yang selama proses
penyimpanan mengalami pelunakan. Kekerasan merupakan salah satu
indikator penting dalam menentukan tingkat kematangan sebuah produk
pertanian terutama buah-buahan. Buah-buahan yang mulai mengalami
proses kematangan cenderung memiliki tingkat kekerasan/tekstur yang
lebih lunak dibandingkan sebelum proses pematangan. Tekstur yang
melunak disebabkan pemecahan senyawa pektin yang menyebabkan
tekstur buah menjadi lunak.
Selain itu, warna hijau pada buah jeruk berkurang, hal ini
disebabkan karena terjadi degradasi klorofil yang dapat disebabkan oleh
penurunan pH, oksidasi dan aktivitas enzim klorofilase.
Bab V

Penutup

5.1 Simpulan
1. Sifat kimia beberapa jenis buah meliputi pH, total padatan terlarut,
total asam tertitrasi, dan kandungan asam askorbat. pH pada pisang
yaitu 4,803 , pH pada jeruk yaitu 5,17 , pH pada cabai yaitu 5,4, dan
pH pada mentimun yaitu 5,17. Total padatan terlarut pada pisang 5o
Brix, pada jeruk 11 o Brix, pada cabai 3o Brix dan yang terkecil adalah
o
mentimun yaitu 1 Brix. Total asam titrasi pada pisang 3,13%, pada
jeruk 23,04%, pada cabai 16,8%, dan pada mentimun 3,43%. vitamin
C pada pisang 8,8 mg/g bahan, pada jeruk 46,64 mg/g bahan, pada
cabai 36,68 mg/g bahan, dan pada mentimun 16,72 mg/g bahan.
2. Cara pengukuran laju respirasi pada buah dapat diketahui
berdasarkan jumlah CO2 yang dikeluarkan.
3. Jenis buah berdasarkan peningkatan laju respirasi menjelang
kematangan dibagi menjadi 2 yaitu klimaterik dan non klimaterik.
klimaterik dapat diketahui berdasarkan jumlah CO 2 yang
dikeluarkan akan terus menurun, kemudian pada saat mendekati
“senescene” produksi CO2 kembali meningkat, dan selanjutnya
menurun lagi. Sedangkan non klimaterik dapat diketahui dilihat dari
CO2 (respiration rate) yang dihasilkan terus menurun secara perlahan
sampai masa senescene
5.2 Saran
Saat praktikum diharapkan praktikan lebih tertib, sehingga waktu yang
digunakan dapat digunakan dengan efektif dan efisien. Selain itu
ketelitian pada saat praktikum juga diperlukan untuk mendapatkan hasil
yang sesuai dan maksimal.
Daftar Pustaka
Cahyono, B. (2002). Wortel Teknik Budi Daya Analisis Usaha Tani. Yogyakarta: Kanisius.

KartaSapoetra, A. G. (2010). Teknologi Penanganan Pasca Panen. Jakarta: Bina Aksara.

Rismunandar. (2001). Tanaman Tomat. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Satuhu. (2004). Penanganan dan Pengolahan Pangan . Jakarta: Penebar Swadaya.

Tjahjadi, C. (2008). Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah. Bandung: Widya Padjajaran.

Tjahjadi, N. (1991). Bertanam Cabai. Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai