Anda di halaman 1dari 5

SAMPAH, DIBUANG BEBAN

Made Aries Hartadijaya/165060501111016

Bertempat di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2015, Wakil Presiden
Indonesia Jusuf Kalla turut andil dalam mengesahkan Agenda Tujuan Pembangunan berkelanjutan atau
Sustainable Development Goals (SDGs). Pemimpin dari 193 negara yang hadir mengusung tema
‘Mengubah Dunia Kita: Agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan”. Hadirnya tema dalam SDGs
melahirkan 17 Tujuan dan 169 Target yang direncakanan dan diaplikasikan sejak 2016 hingga 2030.
Rencana Aksi Global ini diikuti oleh seluruh negara, Tentunya, Indonesia pun ikut andil sebagai negara
berkembang dalam melaksanakan rencana aksi global SDGs. Sedangkan, negara maju memiliki peran dalam
berkewajiban secara moral mencapai tujuan dan target berupa mengakhiri kemiskinan, menguani
kesenjangan dan melindungi lingkungan.
SDGs merupakan kelanjutan dari Millenium Development Goals (MDGs) yang diadopsi pada tahun
2000 hingga 2015. MDGs pun membentuk kesepakatan bersama secara global terhadap aksi perdamaian
dan keamanan, pengurangan kemiskinan, Pendidikan, kesetaraan, perlindungan lingkungan, demokrasi dan
tata pemerintahan yang baik. Berlanjut dengan SDGs tentunya sebuah konsensi baru yang memiliki tujuan
lebih baik daripada sebelumnya. Negara-negara maju memenuhi komitmen yang disepakati dalam tujuan
global. Tetapi, dunia tidak fokus dalam berbagai tujuan hanya memandang satu tujuan yang utama.
Sehingga muncul permasalahan baru setelah mencapai target yang ingin dicapai. Mengatasi kemiskinan
dengan menciptakan lapangan kerja baru, menumbuhkan industri baru seringkali tidak dalam keseimbangan
terhadap alam. Kerap, alam dikorbankan demi kepentingan manusia.
Sebagai negara besar, Indonesia mencoba mengikuti arahan secara global. Beberapa tahun terakhir
dalam kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pembangunan infrakstruktur secara masif terus dilakukan.
Berbagai pengembangan pada aksesibilitas menimbulkan industri baru yang muncul. Membuka akses jalan
baru merangsang korporasi berekspansi untuk membentuk lahan bisnis. Alih-alih berucap demi
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat diukur dari banyaknya infrastruktur
yang di bangun. Klaim statistik menunjukan kemiskinan mengalami presentase menurun. Kemajuan besar
dalam berkurangnya angka kemiskinan alam seringkali membayar harganya. Pembangunan tidak diiringi
pertimbangan terhadap kerusakan lingkungan. Menyeimbangan dimensi lingkungan dan ekonomi, 17 SDGs
sekarang dimaksudkan untuk membangun model baru sebagai dasar pertumbuhan yang melindungi sumber
daya. Serta, memiliki maksud lain sebagai fasilitas hubungan yang damai dan adil antara negara.
Indonesia tidak hanya berfokus satu tujuan, mengakhiri kemiskinan. Sebagai negara besar, tak luput
dari kayanya negara memiliki 34 provinsi dengan 93 kota dan 5 kota administrasi. Persepsi masyarakat
kecenderungan memilih kota sebaga tempat yang layak. Bahkan, tidak sedikit pun menganggap
kesejahteraan lebih baik ada di kota. Tak hanya itu, 6 dari 10 penduduk tinggal di kota. Sehingga beban kota
di Indonesia tentunya lebih berat. Banyak persoalan diberbagai sektor, seperti kemiskinan, kemacetan,
Pendidikan dan banyak hal lainnya. Jika mengaitkan dengan tujuan dari SDGs, maka mewujudkan Kota dan
pemukiman inklusif, aman, tanggung dan berkelanjutan tidak dapat melupakan 16 tujuan yang lain.
Meskipun banyak tantangan perencanaan, kota menawarkan ekonomi yang efisien dari berbagai tingkatan,
termasuk penyediaan barang, jasa dan transportasi. Namun, sebuah kota tidak akan dapat berdiri sendiri
dalam menjalankan aktivitas dan memenuhi kebutuhannya. Perlu konektivitas perkotaan dengan daerah
lainnya. Termasuk, kota-kota lain di Indonesia.
Pemasalah kota tidak hanya melulu persoalan ekonomi. Pengelolaan limbah padat di kota,
khususnya kota-kota besar masih menjadi masalah hingga kini. Pengelolaan limbah padat memiliki
oprasional yang didasarkan pada metode pengumpula, pengangkutan dan pembuangan atau disebut metode
tunggal. Akhir dari limbah padat yang dihasilkan di perkotaan berakhir pada Tempat Pembuangan Akhir.
Permasalahan seringkali muncul pada pembuangan akhir, sistem manajemen konvensional berdampak pada
ketersediaan lahan untuk menampung limbah. Belum lagi, konflik kerap muncul di masyarakat. Perluasan
lahan sebagai wilayah tamping kerap diresahkan masyarakat hingga berujung konflik antara masyarakat
dengan pemerintah. Perluasan wilayah membahayakan masyrakat disekitar TPA, lebih buruk lagi merusak
kualitas udara di sekitar lingkungan. Belum lagi TPA di kota-kota besar umumnya memiliki tempat
pembuangan terbuka. Bahkan lebih dari separuh TPA di Indonesia merupakan pembuangan terbuka yang
tidak dikelola. Terlebih lagi kota di Kalimantan dan Sulawesi memiliki tempat pembuangan yang sulit
dikategorikan.
Populasi yang terus meningkat tiap tahunnya menjadi persoalan sampah yang dihasilkan.
Peningkatan jumlah populasi berdampak pada peningkatan jumlah sampah. Selain masalah pada tempat
pembuangan, masalah lain terus menumpuk mengenai pengelolaan limbah padat serta dampaknya harus
segera ditangani. Sampah yang dihasilkan di Denpasar memiliki peninggkatan jumlah yang di diakibatkan
meningkatnya jumlah populasim peningkaan daya beli masyarakat dan perubahan gaya hidup masyarakat.
Awal tahun 2019, kota berbasis budaya tersebut mencoba menekan hasil produksi sampah plastik dengan
mengeluarkan regulasi terhadap pemakaian barang berbahan plastik. Industri rumah tangga, pasar
tradisional, swalayan, rumah makan, hingga pedagang kaki lima ikut dalam pengendalian sampah plastik.
Aturannya dengan tidak membungkus atau menggunakan kantong plasik saat berbelanja. Masyarakat bebas
aktif dalam kebijakan tersebut. Sedotan berbahan plastik mulai langka ditemukan pada rumah makan atau
restaurant.
Kebijakan dalam mengurangi sampah plastik memang sudah baik. Namun pengelolahaan limbah
pada sektor industri dan rumah tangga belum memiliki cara pemilahan sampah dengan baik. Pemilahaan
menjadi masalah krusial, ketika sampah organik basah bercampur dengan sampah lainnya. Surabaya secara
mandiri mengolah sampah organik menjadi kompos. Bahkan, peningkatan jumlah limbah dari rumah
tangga, dan rumah makan dapat diatasi dengan menghasilkan energi listrik. Sistem kelola diatur dengan
baik dan bijak. Regulasi setempat mengatur waktu terhadap sistem pengangkutan sampah. Bahkan tidak
diperbolehkan oleh pemerintah melebihi satu hari. Negara-negara maju memiliki sistem pemilahan limbah
yang efektif dengan mewajibkan tiap rumah memiliki dua jenis tempat sampah yang berbeda. Pemilahan
tersebut menjadi efektif dalam pengelolan limbah di pembuangan akhir. Tak hanya itu, pengelolaan limbah
terpadu lebih efektif dan efisien terhadap serta bijak dalam penggunaan energi.
Inovasi Pemanfaatan limbah dari sampah sebetulnya sudah banyak dilakukan di kota-kota besar.
Bandung memiliki sistem pengelolaan limbah dengan menyulap sampah menjadi bahan bakar. Putra-putri
bangsa sering melakukan inovasi tersebut. Sampah plastik memiliki nilai ekonomis ketika dimanfaatkan.
Tak hanya bahan bakar, plastik dapat dimanfaatkan sebagai bahan daur ulang. Mengubah sampah menjadi
plastik belum sepenuhnya mampu memperbaiki sistem lingkungan. Aktivitas distribusi pembuangan
sampah menggunakan energi dari bahan bakar minyak. Emisi yang dihasilkan menyumbang kontribusi
terhadap peningkatan kadar polusi udara. Sehingga beban ekonomis kembali lagi dibayar oleh alam yang
dirusak. Jerman memiliki system pengolahan limbah terpadu yang cukup baik. Sistem pengolahan dilakukan
pada satu tempat yang terigrentitas. Pengolahan plastik yang tidak dapat di daur ulang menggunakan
teknologi pembakaran ditempat, hanya saja pembakaran tersebut menggunakan cara yang efisien dan ramah
lingkungan. Sampah kertas bekas didaur kembali menjadi kertas baru yang dapat difungsikan.
Sampah organik tidak hanya dapat digunakan sebagai kompos dalam kebutuhan masyarakat.
Pengelolaan dengan inovasi dan kreatifitas baru serta didukung dengan teknologi yang mumpuni dapat
mengembangkan sampah organic menjadi berbagai produk. Komunitas peneliti muda Denpasar dalam
berbagai ajang mampu menciptakan produk dari limbah organik. Limbah dari daun bambu digunakan
sebagai peredam kebisingan dengan mengaplikasikan pada bahan konstruksi, bata dan batako. Tim peneliti
mampu menciptakan bioasphalt yang terbuat dari Apus Bambu. Serta penggunaan streofoam dapat diatasi
dengan inovasi menfaatkan limbah kulit pisang dan glodokan tiang leaf litter sebagi bio-foam. Inovasi
menggunakan salah satu tolak ukur pada kandungan dalam limbah berupa kadar selulosa. Semakin tinggi
kadarnya, semakin efektif. Ekonomi menjadi penghambat dalam mewujudkan inovasi-inovasi baru. Kerap
kali kreatifitas terkendala dengan biaya.
Dalam skala perkotaan, arsitektur berdiri seiring perkembangan ekonomi. Persaingan pasar,
kebutuhan spasial, dan perubahan gaya hidup masyarakat menimbulkan perkembangan pada bangunan.
Bangunan baru maupun renovasi menyumbang peningkatan limbah-limbah konstruksi. Sehingga arsitektur
berkontribusi terhadap limbah padat di perkotaan. Kompleksitas permasalahan sampah sangat tinggi.
Identitas perkotaan pun dinilai dari segi pengelolaan sampah. Kualitas visual, desain, dan

Anda mungkin juga menyukai