SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
oleh:
DWI WAHYUNI
NIM. 106083002802
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
oleh:
DWI WAHYUNI
NIM. 106083002802
Menyetujui,
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
oleh :
DWI WAHYUNI
NIM. 106083002802
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing
Sidang Munaqasyah
Pembimbing
Penguji I Penguji II
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik Universitas
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dwi Wahyuni
ABSTRAK
iv
KATA PENGANTAR
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan rahmat, hidayah
Periode 1997-2006”. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide,
maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin
1. Prof. Dr. Bahtiar Efendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Jakarta.
Jakarta.
Hidayatullah Jakarta.
v
kesabaran dan motivasi yang berharga sehingga menjadi pengalaman yang
Sosial dan Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Armein Daulay M.Si.,
Kiky Rizky M.Si., Adian Firnas, S.Sos, M.Si., Rahmi Fitriyanti, M.Si.,
yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam
Jakarta, Bapak Amali, Bapak Nanda, Bapak Jajang yang telah memberikan
perkuliahan.
8. Kedua orang tua penulis, Bapak Suyitno dan Ibu Karsih yang telah
dan membantu secara moril maupun material kepada penulis. Terima kasih
9. Kakak dan Adik penulis, Muhammad Zuhry dan Agung Setiawan yang
skripsi ini.
10. Husni Mubarak SE., yang telah memberikan perhatian dan setia menemani
11. Sahabat-Sahabat terbaik penulis, Puji Nia Rachmatika (Niut), Umi Kulsum
(Mimi), dan Iyul Yanti (Bu’Yung) yang selalu ada dalam suka dan duka,
vi
serta memberikan keceriaan selama masa perkuliahan hingga akhir
kebersamaan dan keakraban selama ini. Good Luck for you all.
15. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun
sebagai amal ibadah, Amin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat
Dwi Wahyuni
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR BAGAN........................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................ xi
DAFTAR GRAFIK......................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Pertanyaan Penelitian .................................................................... 6
C. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 6
D. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 8
D.1 Kebijakan Luar Negeri ...................................................... 8
D.2 Kepentingan Nasional ..................................................... 10
D.3 Diplomasi ........................................................................ 11
E. Metode Penelitian ........................................................................ 12
F. Sistematika Penulisan .................................................................. 13
viii
D. Mitigasi Kabut Asap Dari Kebakaran Hutan dan Lahan
di Indonesia ................................................................................. 29
Lampiran-Lampiran
ix
DAFTAR BAGAN
x
DAFTAR TABEL
III. Kerugian Kebakaran dan Kabut Asap di Indonesia Tahun 1997 ............... 39
IV. Kerugian Malaysia Akibat Kabut Asap Dari Indonesia Tahun 1997 ......... 40
VI. Tindakan Indonesia dan Malaysia Dalam Merespon Isu Kabut Asap
xi
DAFTAR GRAFIK
1997-2006 ................................................................................................... 17
III. Luas Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia Tahun 1997-2006 (Ha) ... 22
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan Kamus Bahasa Inggris Oxford, kabut asap diterjemahkan dari tiga
istilah dalam bahasa inggris, yaitu (1) haze, yang berarti kabut tipis (slight mist);
(2) smoke yang berarti subtansi hasil pembakaran berupa gas yang terlihat oleh
mata (visible vapour from burning subtance); dan (3) smog adalah kabut asap
tebal (dense smoky fog).1 Menurut Winarso, haze, smog (smoke and fog) adalah
berbagai macam polutan yang berasal dari beragam sumber yang berbeda dengan
fenomena atau proses fisik yang berbeda pula.2 World Resources Institute (WRI)
memperjelas istilah kabut asap sebagai smog karena kategori kabut asap sudah
termasuk pencemaran udara (urban air pollution) yang mengandung zat kimia
berbahaya bagi manusia dan hewan.3 Sementara dalam istilah meteorologi, kabut
asap menggunakan istilah smog, yaitu debu halus atau partikel garam (salt
1
A.S. Homby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, New York:
Oxford University Press, 2000, h. 622 & 1268.
2
P.A Winarso, Several Aspect of Haze, Fog, and Smog, Possibility Occurrence Over
Tropical Region of Indonesia, In Proceeding The ASEAN Workshop on The Transboundary
Pollution of Haze, Balikpapan: Indonesia, 1992, h. 11.
3
Charles Victor Barber dan James Schweithelm, Penggunanaan Oleh Api: Kebakaran
Hutan dan Kebijakan Kehutanan di Masa Krisis dan Reformasi Indonesia, edisi terjemahan dari
Trial by Fire: Forest Fires and Forestry policy in Indonesia’s Era of Crisis and Reform,
Washington D.C: World Resources Institute, 2000, h. 10.
4
“Weather Words”, diakses dari http://www.bom.gov.au/weather-services/about/
definitions.shtml, pada tanggal 02 Mei 2011, pukul 11.09 WIB.
2
karena memiliki potensi melintasi batas negara. Menurut Elliot, pencemaran udara
lintas batas (transboundary air pollution) bukan masalah baru dalam politik
internasional sejak tahun 19606 dan menjadi salah satu agenda yang diangkat
dalam Konferensi Stockholm tahun 1972.7 Konferensi ini dihadiri oleh 114 kepala
perjanjian internasional. Salah satu isu yang dibahas dalam konferensi ini isu
pencemaran lintas batas atau yang dikenal dengan kabut asap. Hasil dari
kegiatan transportasi, kebakaran hutan dan lahan. Pada kegiatan industri, kabut
asap bersumber dari proses produksi yang dilakukan oleh pabrik-pabrik.9 Pada
kegiatan transportasi, sumber utama kabut asap berasal dari transportasi darat,
5
Lorraine Elliot, The Global Politics of The Environment, Second Edition, New York:
Washington Squere, 2004, h. 7.
6
Ditandai oleh pesatnya proses industrialisasi di Eropa Barat, seperti Inggris, Jerman, dan
sejumlah negara Eropa Tengah yang berimplikasi pada pencemaran udara. Polutan yang dihasilkan
mengandung sulfur dioksida dan nitrogen oksida berasal dari asap pabrik, kendaraan bermotor,
stasiun pembangkit tenaga listrik, dan pembakaran dengan menggunakan energi batubara yang
dilepas ke udara sehingga mencemari udara di negara Skandinavia, dikutip dalam Elliot, Ibid, h. 7.
7
Lorraine Elliot, The Global Politics of The Environment, London: Mac Millan Press
LTD, 1998, h. 37-39.
8
Lorraine Elliot, The Global Politics of The Environment, Second Edition, h. 11-12.
9
Lailan Syaufina, Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia, Prilaku Api, Penyebab dan
Dampak Kebakaran, Malang: Bayumedia, 2008, h. 62.
3
lahan, kabut asap bersumber dari aktivitas manusia yang membuka lahan hutan
Salah satu negara yang menjadi sumber kabut asap di Asia Tenggara
yaitu dari kebakaran hutan dan lahan.12 Indikasi ini terlihat nyata sejak Indonesia
mengalami kebakaran hutan dan lahan yang cukup besar, sekitar 161.798 ha lahan
pada tahun 1982. Kebakaran tersebut, khususnya terjadi di Pulau Kalimantan dan
Sumatera.13 Kemudian, tercatat beberapa kebakaran hutan dan lahan lainnya yang
cukup besar pada tahun 1997 hingga 2006. Pada periode tersebut, setidaknya
terjadi sepuluh kali kebakaran hutan dan lahan dengan kerugian sekitar 526.945
ha lahan.14 Kebakaran hutan dan lahan yang paling besar terjadi pada tahun 1997
yang membakar sekitar setengah dari total keseluruhan lahan di Indonesia yakni
263.991 ha.
persen penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia yang terjadi tahun 1997-
2006 adalah faktor manusia dan 10% disebabkan oleh faktor alam.15 Faktor
10
Syaufina, Ibid, h. 63.
11
David Glover and Timothy Jessup, Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap
di Indonesia, edisi terjemahan dari Indonesian’s Fires and Haze The Cost of Catastrophe,
Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2002, h. 5.
12
Isu kabut asap dari kebakaran hutan mulai mendapat perhatian di Asia Tenggara pada
tahun 1985, melalui organisasi di Asia Tenggara yaitu Association of South East Asian Nations
(ASEAN) yang menghasilkan ASEAN Agreement on The Conservation of Nature And Natural
Resource. Perjanjian tersebut berisi kebijakan-kebijakan negara anggota ASEAN untuk mencegah
kebakaran hutan yang dapat mengakibatkan kabut asap, dikutip dalam “Agreement on the
Conservation of Nature and Natural Resources 9 Juli 1985”, diakses dari
http://www.aseansec.org/1490.htm, pada tanggal 04 April 2011, pukul 18.20 WIB.
13
Harry Suryadi dan Hira Jhamtani, Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Rencana
Tindak Penanggulangan Bencana, Jakarta: Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 1998, h. 1.
14
Yetti Rusli, Data Strategis Kehutanan 2008, Jakarta: Departemen Kehutanan, 2008, h.
153.
15
Rusli, Ibid, h. 151.
4
membakar. Pada umumya, lahan atau hutan sengaja dibakar dengan alasan
Kalimantan dan Sumatera; (2) pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI); (3)
pembukaan lahan untuk kelapa sawit; dan (4) konflik atau pertikaian hak tanah
antara pemilik Hak Pengusaha Hutan (HPH) dengan penduduk asli sekitar hutan
kondisi cuaca yang sangat panas akibat fenomena El Nino.17 Fenomena El Nino
adalah gejala alam yang disebabkan naiknya suhu dipermukaan laut hingga
mencapai sekitar 5-6 derajat Celcius di wilayah khatulistiwa dan timur laut Lautan
Pasifik.18 Kenyataannya, baik faktor alam dan manusia bisa terjadi secara
pembukaan lahan. Namun, kebakaran menjadi meluas karena didukung juga oleh
Menurut penelitian David Glover tahun 2002, kabut asap dari kebakaran
hutan di Indonesia tahun 1997 telah membawa kerugian cukup besar bagi
16
David Glover and Timothy Jessup, Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap
di Indonesia, h. 6-9.
17
Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Analisis Kebijakan Penanggulangan
Kebakaran Hutan dan Lahan, Jakarta: Kantor Negara Lingkungan Hidup, 1998, h. 8.
18
Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Ibid, h. 14-15.
19
Harry Suryadi dan Hira Jhamtani, Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Rencana
Tindak Penanggulangan Bencana, h. 20.
20
David Glover and Timothy Jessup, Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap
di Indonesia, h. 135.
21
Glover and Jessup, Ibid, h. 105.
5
Ini menunjukkan bahwa permasalahan kabut asap memiliki implikasi yang luas
penelitian David Glover, Malaysia adalah korban terparah dari kabut asap
Indonesia dibandingkan dengan negara tetangga lain.22 Misalnya saja pada tahun
321 juta.23 Kerugian ini mencakup biaya kesehatan, pengeluaran untuk masker,
Masalah kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan merupakan salah satu
terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Hal ini membuat masyarakat Malaysia yang
nota protes dan aksi protes ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di
terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan di Indonesia. Nota protes dan aksi
protes tersebut dilakukan oleh masyarakat Malaysia pada tahun 199725 dan 2005
ketika kabut asap yang paling parah melintasi batas negara mereka.26
22
Glover and Jessup, Ibid, h. 29.
23
Glover and Jessup, Ibid, h. 57.
24
Glover and Jessup, Ibid, h. 29.
25
“Kabut Asap Juga Dari Lahan perkebunan Investor Malaysia”, diakses dari
http://www.gatra.com/artikel.php?pil=23&id=87332, pada tanggal 5 Maret 2011, pukul 13.24
WIB.
26
“Kabut Asap: Rakyat Malaysia Marah”, diakses dari http://www.suarakarya-
online.com/news.html?id=118116, pada tanggal 5 Maret 2011, pukul 16.33 WIB.
6
tersebut merupakan indikasi bahwa isu kabut asap sudah memiliki implikasi
internasional. Ini menarik untuk diteliti karena isu ini memiliki potensi
selanjutnya.
B. Pertanyaan Penelitian
Malaysia?”.
C. Tinjauan Pustaka
adalah penelitian yang dilakukan oleh Atom Ginting Munthe dengan judul
kabut asap di Indonesia adalah kesengajaan yang dilakukan oleh manusia, antara
lain masyarakat dan pengusaha perkebunan yang membakar hutan atau lahan.
Alasan ini dianggap menghemat biaya, lebih praktis tanpa modal dan tenaga yang
yang berat terhadap para pelaku pembakaran hutan dan lahan, agar menimbulkan
Penelitian lain mengenai kabut asap juga dilakukan oleh David Glover dan
Timothy Jessup dengan judul “Indonesian’s Fires and Haze The Cost of
di Indonesia tahun 1997, tidak hanya dialami oleh Indonesia tetapi juga dirasakan
oleh negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Kabut asap tahun
lama kabut asap melintasi batas negara mereka dan tidak terulang lagi dimasa
pada permasalahan kabut asap dalam hubungan Indonesia dan Malaysia. Dengan
ada.
28
Glover and Jessup, Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap di Indonesia, h.
57 & 95.
8
D. Kerangka Pemikiran
Kebijakan luar negeri sebenarnya telah banyak dibahas oleh para peneliti
ilmiah dan akademisi, namun hampir semua pembahasan tersebut memiliki variasi
dasar pemikiran yang berbeda. Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau
tindakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan negara menghadapi negara lain
Kebijakan luar negeri menurut K.J. Holsti adalah sikap dan tindakan yang
dilakukan oleh para pembuat keputusan suatu negara terhadap negara lain
eksternalnya.30
negeri suatu negara terhadap kejadian dan situasi di luar negaranya mempunyai
tiga konsep yaitu: pertama, orientasi. Orientasi adalah pedoman bagi para
terdiri dari sikap, persepsi, dan nilai-nilai dari pengalaman sejarah dan keadaan
kebijakan luar negeri yang dipandang sebagai orientasi mengacu pada prinsip-
29
K.J. Holsti, Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis, Jakarta: Pedonam
Ilmu Jaya, 1987, h. 182.
30
James N. Rosenau, Gavin Boyd, and Kenneth W. Thompson, World Politics: An
Introduction. New York: The Free Press, 1976, h. 27.
31
Rosenau, Boyd, and Thompson, Ibid, h. 16.
9
prinsip negara didalam dunia internasional, misalnya UUD 1945 dan Pancasila
Kedua, komitmen dan rencana tindakan. Dalam hal ini, kebijakan luar
negeri dipahami sebagai alat atau cara untuk menangani suatu permasalahan dari
luar negeri. Komitmen dan rencana tindakan dilakukan oleh para pembuat
ini merupakan kebijakan pemerintahan yang terdiri dari kegiatan dan berdasarkan
Bagan 1.
Konsep Kebijakan Luar Negeri
32
Rosenau, Boyd, and Thompson, Ibid, h. 16.
33
Rosenau, Boyd, and Thompson, Ibid, h. 17.
10
Malaysia dalam merespon permasalahan kabut asap. Hal ini penting untuk dikaji
menentukan masa depan suatu negara melalui para pembuat keputusan dalam
Tujuan nasional yang ingin dicapai dari suatu negara antara lain
hanya diperoleh dalam lingkup domestik saja, akan tetapi melalui kerangka
nasional yang merupakan sebagai dasar dari hubungan luar negeri suatu negara.37
34
K.J. Holsti, Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis, h. 206.
35
Hans J. Morgenthau, Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace,
Michigan University: A. A. Knopf, 1948, h. 45.
36
W. David Clinton, The Two Faces of National Interest, New York: Louisiana State
University Press, 1994, h. 54.
37
Paul Seabury, Power, Freedom, and Diplomacy: The Foreign Policy of The United
States of America, New York: Random House, 1963, h. 86.
11
D.3 Diplomasi
apa yang akan dilakukan dan tidak dilakukan.39 Dari dua pengertian diplomasi
dilakukan oleh seorang pemerintah, tetapi dapat juga dilakukan oleh aktor-aktor
terdapat dua bentuk diplomasi yang akan digunakan oleh penulis dalam merespon
isu kabut asap antara Indonesia dan Malaysia, yaitu first track diplomacy dan
second track diplomacy. First track diplomacy adalah sebuah proses komunikasi
yang bersifat resmi dan rahasia dalam menyelesaikan konflik dengan negara
lain.41 First track diplomacy ini dilakukan oleh pemerintah dengan pemerintah
dapat dilakukan secara bilateral antara dua negara, dan mutilateral dengan
governmental organizations/IGOs).42
E. Metode Penelitian
skripsi ini adalah metode kualitatif. Analisis data yang digunakan dalam skripsi
ini adalah data kuantitatif dan kualitatif.46 Penelitian ini dilakukan untuk
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis sumber dalam
pengumpulan data yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer
adalah sumber data yang langsung memberikan data, berupa dokumen resmi dari
42
Ibid.
43
Geoff Berridge and Alan James, A Dictionary of Diplomacy, Second Edition, h. 260.
44
Berridge and James, Ibid, h. 187.
45
Mas’oed Mohtar, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, Jakarta:
LP3ES, 1990, h. 223.
46
John W. Creswell, Research Design Qualitative and Quantitative Approaches,
California: Sage Publications, 1994, h. 145.
13
internet dan artikel.48 Data sekunder mengenai isu kabut asap diperoleh dari
data yang didapat akan digunakan untuk mempelajari permasalahan kabut asap,
hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia terkait dengan isu kabut asap,
dan konsep kebijakan luar negeri yang ingin dicapai baik oleh Indonesia maupun
F. Sistematika Penulisan
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Pertanyaan Penelitian
C. Tinjauan Pustaka
D. Kerangka Pemikiran
D.1 Kebijakan Luar Negeri
D.2 Kepentingan Nasional
D.3 Diplomasi
E. Metode Penelitian
F. Sistematika Penulisan
47
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta,
2009, h. 225.
48
Sugiyono, Ibid, h. 225.
14
BAB II
atmosfer. Partikel ini berbahaya bagi manusia dan hewan yang menghirupnya.
60% penduduk Indonesia menghirup udara tidak sehat akibat kabut asap pada
Glover sebagai pencemaran udara yang berasal dari kebakaran hutan dalam skala
kebakaran hutan tidak hanya terjadi di kawasan hutan, tetapi juga di kawasan
lahan. Khususnya di Pulau Kalimantan dan Sumatera, kebakaran yang terjadi pada
oleh manusia.51
2006, dalam bab ini penulis akan membahas mengenai: (1) sumber-sumber kabut
lahan di Indonesia, (3) dampak kabut asap di Indonesia, dan (4) mitigasi kabut
49
ASEAN Secretariat, Third ASEAN State of the Environment Report 2006, Jakarta:
ASEAN Secretariat, 2006, h 16.
50
David Glover and Timothy Jessup, Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap
di Indonesia, h. 5.
51
Harry Suryadi dan Hira Jhamtani, Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Rencana
Tindak Penanggulangan Bencana, h. 1.
16
yang dilepas ke udara, diantaranya partikel debu halus (PM10), karbon monoksida
(CO), nitrogen oksida (NOx), dan sulfur dioksida (SO2). Zat-zat berbahaya
antara lain infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), iritasi kulit, dan iritasi mata.52
Selain itu, zat tersebut juga dapat mengganggu jarak pandang atau penglihatan
Hidup Republik Indonesia sumber kabut asap di Indonesia terdiri dari kegiatan
menghasilkan zat kimia berbahaya yaitu NOx dan SO2 yang dilepas ke
udara. Zat berbahaya ini, mengakibatkan kabut asap yang bersifat lokal-
domestik dan tidak melintasi batas negara. Meskipun begitu, kabut asap
ISPA.54
52
“Mutu Udara Kota”, diakses dari http://www.hpli.org., pada tanggal 24 November
2010, pukul 23.24 WIB.
53
Adang Sutisna, et.al, Status Lingkungan Hidup Indonesia 2003, Jakarta: Kementerian
Negara Lingkungan Hidup, 2004, h. 46.
54
Sutisna, Ibid, h. 46-48.
17
sebagai berikut:
Grafik 1.
Jumlah Industri di Pulau Jawa dan di Luar Pulau Jawa
Tahun 1997-2006
29,412
30,000
21,228
18,521 17,925 17,118 16,901 16,995
20,000
18,709 17,413 16,607
10,000
3,847 2,741 4,145 3,983 4,028 3,717 3,784 3,734
964 56
0
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
55
“Jumlah Industri Pengolahan Besar dan Sedang, Jawa dan Luar Jawa”, diakses dari
http://www.bps.go.id, pada tanggal 06 Februari 2011, pukul 23.25 WIB.
56
“Unit Usaha Industri Manufaktur Skala Besar dan Menengah”, diakses dari
http://www.kemenperin.go.id, pada tanggal 06 Februari 2011, pukul 11.07 WIB.
57
Ibid.
18
industri.58
pada mesin industri, dan penetapan bahan bakar minyak atau batu bara
sumber utama kabut asap di kota-kota besar. Asap tersebut dihasilkan dari
gas buang setelah mengalami pembakaran, seperti Pb, PM10, CO, NOx,
dan SO2.61
58
Ibid.
59
Lihat lampiran.
60
Hariadi Kartodihardjo, et.al, Status Lingkungan Hidup Indonesia 2002, Jakarta:
Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003, h. 54.
61
Kartodihardjo, Ibid, h. 36.
19
Grafik 2.
Jumlah Kendaraan Bermotor di Indonesia
Tahun 1997-2006 (Unit)
45,081,255
50,000,000
40,000,000 26,706,705
30,000,000 16,535,119 18,224,149 21,201,272 38,156,278
20,000,000 30,769,093
17,611,767 18,975,344 22,985,193
10,000,000
0
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
62
Kartodihardjo, et.al, Ibid, h. 37.
63
Kartodihardjo, et.al, Ibid, h. 37.
64
“Pencemaran Udara dari Sektor Transportasi”, diakses dari http://www.bplhdjabar.
go.id, pada tanggal 03 Maret 2011, pukul 01.24 WIB.
65
“Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis tahun 1987-2008”, diakses
dari http://www.bps.go.id, pada tanggal 06 Februari 2011, pukul 10.50 WIB.
20
bermotor”.68
66
Ibid.
67
Hendra Setiawan, et.al, Status Lingkungan Hidup Indonesia 2006, Jakarta:
Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007, h. 74.
68
Hariadi Kartodihardjo, et.al, Status Lingkungan Hidup Indonesia 2002, h. 52-54.
21
kabut asap yang bersifat lintas batas negara. Musim kemarau panjang di
David Glover, pada dekade terakhir ini, kebakaran hutan dan lahan
lahan tersebut dapat menghasikan kabut asap dan zat berbahaya, seperti
PM10, CO, NOx, dan SO2. Zat berbahaya ini dapat mengganggu kesehatan
manusia, antara lain memicu ISPA, asma, iritasi kulit, iritasi mata, dan
paru-paru.70
Lampung, Jawa Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara
Sulawesi Selatan.71
69
David Glover and Timothy Jessup, Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap
di Indonesia, h. 5.
70
Glover and Jessup, Ibid, h. 10.
71
Yetti Rusli, Data Strategis Kehutanan 2008, h. 153.
22
Grafik 3.
Luas Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia
Tahun 1997-2006 (Ha)
300,000
250,000
Luas Kebakaran
200,000 Hutan dan Lahan
150,000 di Indonesia
Tahun 1997-2006
100,000 (Ha)
50,000
0
kembali terjadi secara berangsur pada tahun 1999, 2002, dan 2006.
Namun, kenaikan pada periode tersebut tidak sebesar pada tahun 1997.
1997-2006.
72
Rusli, Ibid, h. 153.
73
Lihat lampiran.
23
Indonesia.
disebabkan oleh banyak faktor. Akan tetapi, yang paling dominan menyebabkan
kabut asap di Indonesia tahun 1997-2006 adalah kebakaran hutan dan lahan.
Indonesia, 90% dari kebakaran hutan dan lahan di Indonesia tahun 1997-
74
Rusli, Ibid, h. 151.
75
Rusli, Ibid, h. 151.
76
Rusli, Ibid, h. 150.
24
sistem ijon atau sistem bagi hasil. Penyiapan lahan dengan membakar
77
David Glover and Timothy Jessup, Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap
di Indonesia, h. 6.
78
Yetti Rusli, Data Strategis Kehutanan 2008, h. 154.
79
Glover and Jessup, Ibid, h. 7.
80
“Terus Berlangsung Pembakaran Limbah Kehutanan”, diakses dari
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0107/28/IPTEK/teru10.htm, pada tanggal 02 Mei 2011,
pukul 22.38 WIB.
25
kasus.81 Hal ini menunjukkan bahwa banyak pemegang HPH yang justru
atau pertikaian hak tanah sejak tahun 1998.85 Konflik ini terjadi antara
81
Yetti Rusli, Data Strategis Kehutanan 2008, h. 152.
82
Glover and Jessup, Ibid, h. 8.
83
Harry Suryadi dan Hira Jhamtani, Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Rencana
Tindak Penanggulangan Bencana, h. 6.
84
Yetti Rusli, Data Strategis Kehutanan 2008, h. 152.
85
Glover and Jessup, Ibid, h. 9.
26
sekitar hutan merasa kepemilikan atas lahan, hutan dan tanah mereka telah
alam ini terjadi karena kondisi cuaca yang sangat panas akibat fenomena
sekali, yaitu pada tahun 1997, 2000 dan 2003.92 Walaupun pada awalnya
manusia, tetapi kebakaran menjadi lebih besar ketika didukung juga oleh
Kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan di Indonesia tahun 1997-2006
membawa dampak yang cukup besar di bidang ekonomi, sosial, dan ekologi.
sebesar 13% tahun 1997.93 Di bidang sosial, tahun 1997 kabut asap berdampak
pada menurunnya kegiatan produksi seperti tenaga kerja sebesar 3%, hasil
pertanian sebesar 2%, perkebunan sebesar 2%, dan berdampak pada kesehatan
seperti infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) sebesar 9%, alergi sebesar 2%,
asma sebesar 4%, iritasi mata sebesar 2%, dan paru-paru sebesar 1%.94 Sedangkan
91
Ibid, h. 15.
92
Southern Oscillation Index (SOI) dikutip dari Harry Suryadi dan Hira Jhamtani,
Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Rencana Tindak Penanggulangan Bencana, h. 19.
93
David Glover and Timothy Jessup, Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap
di Indonesia, h. 24.
94
Glover and Jessup, Ibid, h. 21-23.
28
lingkungan, seperti jenis tanaman sebesar 10%, hewan sebesar 10%, dan kerugian
kayu sebesar 35%.95 Datanya diilustrasikan pada grafik II.3.1, berikut ini:
Grafik 4.
Ikhtisar Dampak Kabut Asap di Indonesia (%)
Bidang
Ekonomi
20%
Bidang
Ekologi
Bidang
55%
Sosial
25%
Sumber: David Glover and Timothy Jessup, Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan
Asap di Indonesia, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2002, h. 25.
paling besar dari kabut asap. Menurut penelitian Iman Santoso, Indonesia
mengalami kebakaran hutan paling buruk peringkat kedua di dunia setelah Brazil
pada tahun 1997, yaitu seluas 263.991 ha. Sedangkan, Brazil mengalami
kebakaran hutan seluas 2,8 juta ha pada tahun 1997.96 Tabel II.3.2 akan merinci
luas kebakaran hutan dan nilai kerugian yang dialami Indonesia pada tahun 1997-
2006:97
95
Glover and Jessup, Ibid, h. 25.
96
Iman Santoso, “Prospek Kerjasama Indonesia-Brazil di Bidang Kehutanan”, Jakarta:
Departemen Luar Negeri (Jurnal Luar Negeri) Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2008, h. 82.
97
Yetti Rusli, Data Strategis Kehutanan 2008, h. 155, dan data perkiraan kerugian
diperoleh dari Ditjen Pengendalian Kebakaran Hutan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia
pada tanggal 02 Maret 2011.
29
Tabel 1.
Luas Kebakaran Hutan dan Perkiraan Kerugian Akibat Kabut Asap
di Indonesia Tahun 1997-2006
No Tahun Luas Perkiraan Kerugian (Rp)
Kebakaran Hutan (ha)
1 1997 263.991 40.852.400.000
2 1998 24.253 95.760.150
3 1999 49.640 147.680.000
4 2000 43.648 111.295.000
5 2001 17.968 1.819.905.190
6 2002 45.527 122.967.050
7 2003 7.090 11.440.250
8 2004 4.868 4.309.000
9 2005 13.742 5.375.000
10 2006 56.218 107.310.000
Sumber: Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), serta Ditjen
Pengendalian Kebakaran Hutan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
Kerugian terparah terjadi pada tahun 1997. Rata-rata luas lahan yang terbakar di
Indonesia selama periode 1997-2006 adalah 52.695 ha per tahun. Dalam periode
terutama Malaysia.
diperkirakan dapat terjadi akibat adanya suatu kegiatan. Kegiatan mitigasi kabut
yang ditimbulkan akibat kabut asap yang terjadi di Indonesia, maka diperlukan
Pemerintah.99
penanggulangan.
a. Pencegahan
98
Harry Suryadi dan Hira Jhamtani, Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Rencana
Tindak Penanggulangan Bencana, h. 22.
99
Lihat lampiran.
100
Lihat lampiran.
101
Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Analisis Kebijakan Penanggulangan
Kebakaran Hutan dan Lahan, h. 38.
31
b. Penanggulangan
dalam melakukan mitigasi kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan di
102
Soemarsono, Kebakaran Lahan, Semak Belukar dan Hutan di Indonesia: Penyebab,
Upaya dan Perspektif Upaya di Masa Depan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997,
h. 7.
103
Harry Suryadi dan Hira Jhamtani, Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Rencana
Tindak Penanggulangan Bencana, h. 23.
104
Lihat lampiran.
32
saat, dan setelah terjadinya kabut asap dari kebaran hutan dan lahan”.106
ini:108
105
Harry Suryadi dan Hira Jhamtani, Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Rencana
Tindak Penanggulangan Bencana, h. 22.
106
Soemarsono, Kebakaran Lahan, Semak Belukar dan Hutan di Indonesia: Penyebab,
Upaya dan Perspektif Upaya di Masa Depan, h. 14.
107
Harry Suryadi dan Hira Jhamtani, Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Rencana
Tindak Penanggulangan Bencana, h. 26.
108
Data pendanaan mitigasi kabut asap diperoleh dari Ditjen Pengendalian Kebakaran
Hutan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia pada tanggal 02 Maret 2011.
33
Tabel 2.
Pendanaan Mitigasi Kabut Asap dari Kebakaran Hutan dan
Lahan di Indonesia Tahun 1997-2006
Pendanaan Mitigasi Kabut Asap
No Tahun dari Kebakaran Hutan dan
Lahan di Indonesia (Milyar Rp)
1 1997 5,61
2 1998 1,93
3 1999 3,33
4 2000 1,84
5 2001 1,18
6 2002 1,25
7 2003 2,73
8 2004 4,28
9 2005 2,48
10 2006 2,18
untuk mitigasi kabut asap tidak tepat waktu disaat kebakaran terjadi.
109
Wawancara Deny Haryanto, Ketua Pelaksana Pemantauan Hotspot Kebakaran Hutan
dan Lahan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 02 Maret 2011.
110
Ibid.
34
BAB III
Indonesia dan Malaysia akan menjadi pembahasan bab III. Pada bab III ini
membahas mengenai kebijakan Indonesia dan Malaysia dalam merespon isu kabut
asap. Bab ini terdiri dari tiga bagian, yaitu (1) kebijakan luar negeri Indonesia dan
Indonesia dan Malaysia berkaitan dengan kabut asap; serta (4) analisis
permasalahan kabut asap dalam hubungan Indonesia dan Malaysia. Tujuan dari
bab ini antara lain untuk mengetahui kebijakan Indonesia dan Malaysia dalam
Asap
konsep kebijakan luar negeri terdiri dari tiga elemen yaitu orientasi, komitmen
dan rencana tindakan, serta perilaku.111 Orientasi adalah hasil dari serangkaian
111
James N. Rosenau, Gavin Boyd, and Kenneth W. Thompson, World Politics: An
Introduction, h. 16-17.
35
eksternal.112 Salah satu faktor yang mempengaruhi orientasi kebijakan luar negeri
adalah dinamika politik domestik, dimana tuntutan dari dalam negeri dapat
A.1 Indonesia
energi, atau komponen lain dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
Pencemaran yang dimaksud adalah berasal dari udara, air, dan makanan
kabut asap, pencemaran berasal dari udara akibat pembakaran hutan yang
112
Rosenau, Boyd, and Thompson, Ibid, h. 16.
113
“Enam Dekade Dinamika Persahabatan Indonesi-Rusia”, diakses dari
http://www.politik.lipi.go.id, pada tanggal 02 Februari 2011, pukul 02.15 WIB.
114
“Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang: Pengelolaan Lingkungan Hidup”,
diakses dari http://www.menlh.go.id/Peraturan/UU/UU23-1997.pdf, pada tanggal 04 Mei 2011,
pukul 15.26 WIB.
115
Ibid.
36
hanya untuk tujuan khusus, antara lain pembasmian hama dan penyakit
116
Departemen Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Tentang
Perlindungan Hutan, Jakarta: Manggala Agni, 2008, h. 5-6.
117
Departemen Kehutanan, Ibid, h. 14.
118
“Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 37 Tahun 1997 tentang Hubungan Luar
Negeri”, diakses dari http://www.kemlu.go.id/PeraturanTerkait/UU%20No.37%20Tahun%
201999.pdf, pada pukul 16.28 WIB.
119
Adang Sutisna, et.al, Status Lingkungan Hidup Indonesia 2003, h. 25.
37
A.2 Malaysia
beberapa kebijakan luar negeri Malaysia dalam merespon isu kabut asap
manusia.
than cure”. Hal ini diterapkan bagi industri yang akan melakukan investasi
di Malaysia.122
120
Sekretariat Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia, Hutan Kita di Bakar, Jakarta:
Skephi, 1999, h. 193.
121
David Glover and Timothy Jessup, Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap
di Indonesia, h. 31.
122
Glover and Jessup, Ibid, h. 37.
38
hutan telah tumbuh, maka kabut asap dari kebakaran hutan dan
Asap
merupakan konsep untuk menentukan masa depan suatu negara melalui para
kabut asap di Indonesia yang cenderung melintasi batas negara Malaysia, terdapat
kepentingan nasional yang ingin dicapai oleh Indonesia dan Malaysia dalam
B.1 Indonesia
kerugian akibat kabut asap dari kebakaran hutan yang paling besar yaitu
123
Glover and Jessup, Ibid, h. 41.
124
K.J. Holsti, Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis, h. 206.
125
David Glover and Timothy Jessup, Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap
di Indonesia, h. 105.
39
Tabel 3.
Kerugian Kebakaran Hutan dan Kabut Asap di Indonesia
Tahun 1997
Jenis Kerugian Nilai Kerugian Ekonomi
(juta US $)
1. Kerugian Kabut Asap
Kesehatan 924,00
Pariwisata 70,35
Transportasi 17,54
Kerugian total kabut asap 1.011,89
2. Kerugian Kebakaran Hutan
Kerugian kayu 493,67
Kerugian pertanian dan perkebunan 470,39
Kerugian produksi ekosistem hutan 1.782,06
Kerugian keanekaragaman hayati 30,00
domestik yang dapat dimanfaatkan
Biaya pemadaman kebakaran 25,13
Pelepasan karbon 272,10
Kerugian total kebakaran 3.073,35
Total Kerugian 4.085,24
126
Glover and Jessup, Ibid, h. 135.
127
Glover and Jessup, Ibid, h. 134.
40
B.2 Malaysia
nasional Malaysia dalam merespon isu kabut asap dari kebakaran hutan
asap dari Indonesia yang paling besar yaitu pada tahun 1997 sekitar US $
Tabel 4.
Kerugian Malaysia Akibat Kabut Asap Dari Indonesia
Tahun 1997
Jenis Kerugian Kerugian Ekonomi
(Juta US $)
Kesehatan 8,41
Pengeluaran untuk masker 0,28
Produktivitas selama keadaan darurat 157,40
Penurunan jumlah wisatawan 127,42
Pembatalan penerbangan 0,18
Penurunan jumlah tangkapan ikan 16,23
Biaya pemadaman kebakaran 10,00
Penyemaian awan 0,83
128
David Glover and Timothy Jessup, Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap
di Indonesia, h. 29.
129
Glover and Jessup, Ibid, h. 57.
41
Malaysia akibat kabut asap Indonesia tahun 1997 cukup besar. Apalagi,
tersebut terjadi pada tahun 1997, 1998, 2004, 2005 dan 2006. Hal ini
kabut asap ini sudah terjadi sejak tahun 1982.133 Namun, kabut asap yang paling
parah terjadi di Indonesia yaitu pada tahun 1997. Sebagaimana yang dijelaskan
pada bab II mengenai permasalahan kabut asap di Indonesia, bahwa kabut asap
yang dihasilkan berasal dari kegiatan pembakaran hutan dan lahan. Isu kabut asap
130
Glover and Jessup, Ibid, h. 56.
131
Wawancara Ketua Pelaksana Pemantauan Hotspot Kebakaran Hutan dan Lahan
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 02 Maret 2011.
132
Menurut Deny Haryanto, Ketua Pelaksana Pemantauan Hotspot Kebakaran Hutan dan
Lahan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, total kerugian yang dialami oleh Malaysia
akibat kabut asap Indonesia tahun 1998-2006, tidak disebutkan jumlahnya dikarenakan data yang
sangat terbatas.
133
Harry Suryadi dan Hira Jhamtani, Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Rencana
Tindak Penanggulangan Bencana, h. 1.
42
ini cenderung melintasi batas negara Malaysia setiap tahunnya pada tahun 1997-
Pada isu kabut asap di Indonesia, first track diplomacy dalam bentuk
Malaysia sejak tahun 1985.134 Diplomasi yang dilakukan antara lain adalah
melakukan patroli di udara dalam menangani kabut asap dan memberi peringatan
penanggulangan kabut asap dari kebakaran hutan. Pada tahun 1997, terjadi
pada tahun 2006, diplomasi yang dilakukan antara lain adalah lebih meningkatkan
134
“Environment Aspect”, diakses dari http://www1.american.edu/ted/ice/kaliman.htm,
pada tanggal 15 Maret 2011, pukul 22.20 WIB.
135
Ibid.
136
Mohd Shahwahid H.O, World Conference on Land and Forest Fire Hazard 2002,
Putra World Trade Centre: Malaysia, 2002, h. 331.
137
Wawancara Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Kementerian Kehutanan
Republik Indonesia, pada tanggal 02 Maret 2011.
43
Haze Pollution (AATHP) pada tahun 2002.143 AATHP ini berisi langkah-langkah
hukum terhadap pelaku pembakaran hutan.144 Hingga saat ini, AATHP masih
138
“Haze Issue: Malaysia to Sign Mou with Indonesia”, diakses dari
http://www.thestaronline.co.my/new/story.asp, pada tanggal 13 Maret 2011, pukul 13.56 WIB.
139
“Situasi Lingkungan Strategis”, diakses dari www.deplu.go.id/Documents/
Kerjasama%20Fungsional%20ASEAN.rtf, pada tanggal 13 Februari 20011, pukul 20.31 WIB.
140
Ibid.
141
“Agreement on the Conservation of Nature and Natural Resources”, diakses dari
http://www.aseansec.org/1490.htm, pada tanggal 04 April 2011, pukul 17.12 WIB.
142
Ibid.
143
“ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution”, diakses dari
http://haze.asean.org/hazeagreement/, pada tanggal 10 Maret 2011, pukul 10.25 WIB.
144
Ibid.
44
kabut asap di Indonesia ini dilakukan sejak tahun 1998 oleh beberapa organisasi
(CIFOR), World Wide Fund (WWF) Indonesia,146 World Wind Fund for Nature
147
(WWF) Malaysia dan Global Envoronment Centre (GEC). Organisasi non-
kabut asap, melakukan kerjasama teknis, dan penelitian ilmiah tentang kebakaran
Malaysia
ini setidaknya sudah diidentifikasi di Indonesia sejak tahun 1982. Seperti yang
telah dijelaskan pada bab II, permasalahan kabut asap di Indonesia bersumber dari
Masalah kabut asap di Indonesia bukan lagi masalah nasional, tetapi sudah
145
Wawancara dengan Israr Albar, Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, pada tanggal 02 Maret 2011.
146
Arild Angelsen, Realising Reducing Emissions from Deforestation and Forest
Degradation (REDD): National Strategy and Policy Option, Bogor: Center for International
Forestry Research (CIFOR), 2009, h. 13.
147
“Malaysian Environmental NGOs”, diakses dari http://www.mengo.org/index2.shtml,
pada tanggal 15 maret 2011, pukul 22.13 WIB.
148
Arild Angelsen, Realising Reducing Emissions from Deforestation and Forest
Degradation (REDD): National Strategy and Policy Option, h. 146.
45
Bagi Malaysia kabut asap ini dianggap sebagai masalah yang serius karena
Tabel 5.
API di Malaysia
Tahun Air Pollution Index (API)
di Malaysia
1997 301
1998 322
2004 330
2005 342
2006 420
Sumber: http://www.statistics.gov.my
Berdasarkan data di atas, API terjadi pada tahun 1997, 1998, 2004, 2005,
dan 2006. Peningkatan tersebut ditunjukkan dari data statistik Lingkungan Hidup
Malaysia, bahwa API telah mencapai tingkat membahayakan yaitu pada angka
300-500 dengan standar yang baik yaitu 0-50.150 Kondisi ini akan mengganggu
aktivitas mereka sehari-hari pun akan terganggu akibat adanya kabut asap.
149
“Buku Tahunan Perangkaan Malaysia”, diakses dari http://www.statistics.gov.my,
pada tanggal 25 Februari 2011, pukul 23.31 WIB.
150
Ibid.
46
Malaysia telah menerima dampak dari kabut asap. Tindakan yang dilakukan oleh
Indonesia dan Malaysia dalam merespon isu kabut asap, terdapat pada data
Tabel 6.
Tindakan Indonesia dan Malaysia Dalam Merespon Isu Kabut Asap
Tahun 1997-2006
No Tindakan Aktor Tanggal Sumber
pada masalah kabut asap selama periode 1997-2006 sebanyak sebelas kali, yaitu
pada tahun 1997, 1998, 2004, 2005, dan 2006. Adapun, aktor-aktor yang terlibat
dalam setiap tindakan yang dimunculkan di media massa antara lain: (1) Presiden
(4) Presiden Malaysia, (5) Menteri Lingkungan Hidup Malaysia, (6) Pemerintah
Malaysia, (7) Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, dan (7) masyarakat Malaysia.
Dari data di atas, bukan hanya pemerintah kedua negara saja yang
tegas terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan di Indonesia.151 Tindakan yang
dilakukan oleh Democratic Action Party (DAP) merupakan salah satu bentuk
pendapat dan persepsi sebagian masyarakat Malaysia terhadap masalah kabut asap
yang telah terjadi di Malaysia. Aksi dan nota protes tersebut, menunjukkan bahwa
menindak pelaku pembakaran hutan. Seperti yang dikatakan oleh Deny Haryanto,
dengan Malaysia. Seperti yang telah dijelaskan pada tabel 6, bahwa pemerintah
bahwa dalam menangani isu-isu yang terjadi diantara kedua negara diperlukan
mengenai kabut asap, antara lain telah menghasilkan kesepakatan berupa MoU.154
151
“Kabut Asap Juga Dari Lahan perkebunan Investor Malaysia”, diakses dari
http://www.gatra.com/artikel.php?pil=23&id=87332, pada tanggal 5 Maret 2011, pukul 16.33
WIB.
152
Wawancara dengan Deny Haryanto, Ketua Pelaksana Pemantauan Hotspot Kebakaran
Hutan dan Lahan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 02 Maret 2011.
153
T.J. Pempel, “Challenges to Bilateralism: Changing Foes, Capital Flows, and Complex
Forums”, dikutip dalam N. Ganesan and Ramses Amer, International Relations in Southeast Asia:
Between Bilateralism and Multilateralism, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2010,
h. 18.
154
Mohd Shahwahid H.O, World Conference on Land and Forest Fire Hazard 2002, h.
331.
50
Sejauh ini, masalah kabut asap terhadap hubungan Indonesia dan Malaysia
bidang keamanan, ekonomi, sosial, politik, tenaga kerja, dan pendidikan. Hal
tersebut juga dikatakan oleh Direktorat Hubungan Bilateral Asia Timur dan
masalah kabut asap pada kenyataannya tidak merusak terhadap hubungan bilateral
Indonesia dan Malaysia, karena terdapat kebutuhan yang lebih penting yaitu
155
“Malaysia”, diakses dari http://www.kemlu.go.id/Daftar%20Perjanjian%20
Internasional/malaysia.htm, pada tanggal 20 Maret 2011, pukul 23.48 WIB.
156
Wawancara dengan Nabil Muchalela, Kepala Direktorat Hubungan Bilateral Asia
Timur dan Pasifik (ASTIMPAS) Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, 05 April 2011.
51
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sumatera dan Kalimantan. Masalah ini mulai diidentifikasi sejak tahun 1982,
tetapi gangguan kabut asap yang paling parah terjadi pada tahun 1997 oleh faktor
manusia dan faktor alam. Gangguan kabut asap yang bersumber dari ulah manusia
Tanaman Industri (HTI), pembukaan lahan untuk kelapa sawit, dan konflik hak
tanah antara pemilik Hak Pengusaha Hutan (HPH) dengan penduduk asli di
alam yang juga dapat menyebabkan gangguan kabut asap di antaranya adalah
fenomena El Nino terjadi setiap 3-7 tahun sekali pada tahun 1997, 2000, dan
2003.
Malaysia. Bagi Indonesia, kerugian nasional yang paling besar terjadi pada tahun
tahun yang sama, Malaysia mengalami kerugian sekitar US $ 321 juta mencakup
penurunan jumlah tangkapan ikan. Ini menunjukkan bahwa masalah kabut asap
terhadap masalah kabut asap. Terlihat adanya diplomasi bilateral antara Indonesia
dan Malaysia untuk mengatasi masalah kabut asap. Diplomasi bilateral yang
Secara umum, MoU tersebut melakukan pembukaan lahan tanpa membakar (zero
masyarakat di Malaysia.
53
telah dijelaskan pada bab III, hubungan kerjasama Indonesia dan Malaysia pada
kabut asap menjadi permasalahan yang mengganggu jika dilihat dari kepentingan
bidang di antara Indonesia dan Malaysia. Masalah kabut asap ini, justru membuat
mengenai kabut asap, berupa MoU pada tanggal 11 Desember 1997. Hal tersebut
juga dikatakan oleh Nabil Muchalela, Kepala Direktorat Hubungan Bilateral Asia
yang lebih penting yaitu penanganan bersama dalam damai, tanpa harus
mengedepankan konflik.
perkembangan masalah ini perlu dipantau secara berkala agar tidak merugikan
BUKU
xiii
Hermawan, Yulius P., 2007, Transformasi Dalam Studi Hubungan Internasional:
Aktor, Isu, dan Metodologi, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Holsti, K.J., 1987, Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis, Jakarta:
Pedonam Ilmu Jaya.
Homby, A.S, 2000, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English,
New York: Oxford University Press.
Kartodihardjo, Hariadi, et.al, 2003, Status Lingkungan Hidup Indonesia 2002,
Jakarta: Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 1998, Analisis Kebijakan
Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan, Jakarta: Kantor Negara
Lingkungan Hidup.
Morgenthau, Hans J., 1948, Politics Among Nations: The Struggle for Power and
Peace, Michigan University: A. A. Knopf.
Mohtar, Mas’oed, 1990, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi,
Jakarta: LP3ES.
Papp, Daniel, 2002, Contemporary International Relation: Frameworks for
Understanding, Sixth Edition, New York: Longman.
Rosenau, James N., Gavin Boyd, and Kenneth W. Thompson, 1976, World
Politics: An Introduction. New York: The Free Press.
Rusli, Yetti, 2008, Data Strategis Kehutanan 2008, Jakarta: Departemen
Kehutanan.
Seabury, Paul, 1963, Power, Freedom, and Diplomacy: The Foreign Policy of The
United States of America, New York: Random House.
Sekretariat Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia, 1999, Hutan Kita di Bakar,
Jakarta: Skephi, 1999.
Setiawan, Hendra, et.al, 2007, Status Lingkungan Hidup Indonesia 2006, Jakarta:
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Shahwahid, Mohd H.O, 2002, World Conference on Land and Forest Fire Hazard
2002, Malaysia: Putra World Trade Centre.
Soemarsono, 1997, Kebakaran Lahan, Semak Belukar dan Hutan di Indonesia:
Penyebab, Upaya dan Perspektif Upaya di Masa Depan, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
xiv
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung:
Alfabeta.
Suryadi, Harry dan Hira Jhamtani, 1998, Kebakaran Hutan dan Lahan di
Indonesia: Rencana Tindak Penanggulangan Bencana, Jakarta:
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Sutisna, Adang, et.al, 2004, Status Lingkungan Hidup Indonesia 2003, Jakarta:
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Syaufina, Lailan, 2008, Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia, Prilaku Api,
Penyebab dan Dampak Kebakaran, Malang: Bayumedia.
Winarso, P. A, 1992, Several Aspect of Haze, Fog, and Smog, Possibility
Occurrence Over Tropical Region of Indonesia, In Proceeding The ASEAN
Workshop on The Transboundary Pollution of Haze, Balikpapan: Indonesia.
Jurnal
Internet
xv
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=118116, pada tanggal 5 Maret
2011, pukul 16.33 WIB.
http://www.beyondintractability.org/essay/track1_ diplomacy/, pada tanggal 15
Maret 2009, pukul 17.05 WIB.
http://www.hpli.org, diakses pada tanggal 24 November 2010, pukul 23.24 WIB.
http://www.bps.go.id, diakses pada tanggal 06 Februari 2011, pukul 23.25 WIB.
http://www.kemenperin.go.id, diakses pada tanggal 06 Februari 2011, pukul 11.07
WIB.
http://www.bplhdjabar.go.id, diakses pada tanggal 03 Maret 2011, pukul 01.24
WIB.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0107/28/IPTEK/teru10.htm, diakses pada
tanggal 02 Mei 2011, pukul 22.38 WIB.
http://www.politik.lipi.go.id, diakses pada tanggal 02 Februari 2011, pukul 02.15
WIB.
http://www.menlh.go.id/Peraturan/UU/UU23-1997.pdf, diakses pada tanggal 04
Mei 2011, pukul 15.26 WIB.
http://www.kemlu.go.id/PeraturanTerkait/UU%20No.37%20Tahun%201999.pdf,
diakses pada pukul 16.28 WIB.
http://www1.american.edu/ted/ice/kaliman.htm, diakses pada tanggal 15 Maret
2011, pukul 22.20 WIB.
http://www.thestaronline.co.my/new/story.asp, diakses pada tanggal 13 Maret
2011, pukul 13.56 WIB.
www.deplu.go.id/Documents/Kerjasama%20Fungsional%20ASEAN.rtf, diakses
pada tanggal 13 Februari 20011, pukul 20.31 WIB.
http://www.aseansec.org/1490.htm, diakses pada tanggal 04 April 2011, pukul
17.12 WIB.
http://haze.asean.org/hazeagreement/, diakses pada tanggal 10 Maret 2011, pukul
10.25 WIB.
http://www.mengo.org/index2.shtml, diakses pada tanggal 15 maret 2011, pukul
22.13 WIB.
http://www.statistics.gov.my, diakses pada tanggal 25 Februari 2011, pukul 23.31
WIB.
xvi
http://www.kemlu.go.id/Daftar%20Perjanjian%20Internasional/malaysia.htm,
diakses pada tanggal 20 Maret 2011, pukul 23.48 WIB.
http://www.ippl.org/indonesia.php, diakses pada tanggal 12 Mei 2011, pukul
13.49 WIB.
http://world.mongabay.com/indonesian/pemerintah.html, diakses pada tanggal 10
Mei 2011, pukul 12.18 WIB.
http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/3828461.stm, diakses pada tanggal 7 Mei
2011, pukul 11.46 WIB.
http://english.cri.cn/2239/2005-8-11/118@265302.htm, diakses pada tanggal 10
Maret 2011, pukul 22.34 WIB.
http://www.gatra.com/2005-08-14/artikel.php?id=87332, diakses pada tanggal 14
Maret 2011, pukul 10.48 WIB.
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=118116, diakses pada tanggal 5
Maret 2011, pukul 16.33 WIB.
http://www.kbrikualalumpur.org/web/press-release/10-10-2006-kabut-asap.pdf,
diakses pada tanggal 19 Oktober 2010, pukul 12.23 WIB.
http://koran.republika.co.id/berita/67848/Malaysia_Prihatin_Kebakaran_Hutan_di
_Riau, diakses pada tanggal 14 Maret 2011, pukul 13.29 WIB.
http://www.kemlu.go.id/Daftar%20Perjanjian%20Internasional/malaysia.htm,
diakses pada tanggal 20 Maret 2011, pukul 23.48 WIB.
xvii
BOX 3.5
PENAATAN BAKU MUTU EMISI SO2 DI KEGIATAN PLTU BAHAN BAKAR BATUBARA
Dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi
Sumber Tidak Bergerak tercantum Baku Mutu Emisis Standar untuk tahun 1995 sampai tahun 2000. Pada
prinsipnya pentaatan untuk parameter SO2 telah dilakukan oleh seluruh kegiatan PLTU berbahan bakar
batubara di Indonesia, namun ada juga PLTU yang sulit untuk memenuhi ketentuan tersebut.
TABEL 3.12
BAKU MUTU EMISI UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP
BERBAHAN BAKAR BATU BARA
KEP-13/MENLH/3/1995
Pihak PLTU berkeberatan untuk menggunakan batubara berkadar sulfur rendah secara kontinyu karena
pembangunan FGD (Flue Gas Desulfurization) memerlukan biaya dan luas area tertentu. Sementara itu
dampak pencemaran SO2 di lingkungan semakin meningkat, ditandai dengan semakin tingginya kejadian
hujan asam di Indonesia, sehingga tidak dimungkinkan untuk memberikan kelonggaran terhadap Baku Mutu
Emisi tersebut dan peraturan itu tetap diberlakukan sampai saat ini. Untuk menyelesaikan polemik baku
mutu emisi SO2 dari PLTU berbahan bakar batubara ternyata tidak dapat digeneralisasi, tetapi harus dilihat
kasus demi kasus karena tidak semua PLTU meminta kelonggaran peraturan tersebut.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 78
Disahkan di Jakarta,
Pada tanggal 30 September 1999
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 30 September 1999
Bagian Ketiga
Penanggulangan
Pasal 17
Setiap orang berkewajiban menanggulangi kebakaran huutan dan atau lahan di lokasi
kejadian.
Pasal 18
Ayat (1)
Setiap penanggung jawab usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi
usahanya dan wajib segera melakukan penanggulangan kebakaran hutan dan atau
lahan di lokasi usahanya.
Ayat (2)
Pedoman umum penanggulangan kebakaran hutan dan atau lahan ditetapkan lebih
lanjut dengan Keputusan Menteri yang bertanggung jawab di bidang kehutanan
setelah berkoordinasi dengan Menteri lain yang terkait dengan instansi yang
bertanggung jawab.
Ayat (3)
Ketentuan lebih lanjut tentang pedoman teknis penanggulangan kebakaran huutan
dan atau lahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan peraturan
daerah.
Pasal 19
Dalam hal pedoman umum dan pedoman teknis penanggulangan kebakaran hutan dan
atau lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) belum ditetapkan,
maka penanggulangan kebakaran dan atau lahan dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Transkip Wawancara Deny Haryanto, Ketua Pelaksana Pemantauan Hotspot
Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia