Anda di halaman 1dari 16

Kritik Terhadap Pernikahan Beda Agama

Dosen Pengampu: Fuad Muh. Zein, M.UD.

Disusun Oleh:

Ani Irahmawati (183111001)

Nurfalah Finajiyah (183111015)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.

Pernikahan adalah sesuatu yang dianjurkan dalam islam. Hukumnya adalah


sunnah Muakkad yakni sunnah yang diutamakan. Menikah juga termasuk
pelengkap agama dan merupakan bentuk ibadah kepada Allah Ta’ala. Menikah
juga memiliki keutamaan dalam islam, yaitu menghindarkan diri dari perbuatan
maksiat serta membuat hati terasa tentram. Tertera dalam Firman Allah SWT, Q.S
Ar. Ruum: 21 sebagai berikut:

ًۚ
‫سكُمۡ أ َ ۡز َٰ َو ٗجا ِلت َ ۡس ُكنُ ٓواْ إِلَ ۡي َها َو َجعَ َل بَ ۡينَكُم َّم َود َّٗة َو َر ۡح َمة إِنَّ فِي‬
ِ ُ‫َو ِم ۡن َءا َٰيَتِ ِ ٓۦه أ َ ۡن َخلَقَ لَكُم ِم ۡن أَنف‬
٢١ َ‫َٰذَ ِلكَ ََلٓ َٰيَ ٖت ِلقَ ۡو ٖم يَتَفَك َُّرون‬

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu


isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir”

Lalu bagaimana dengan Pernikahan Beda agama, yaitu salah satu


permasalahan yang cukup tabu di masyarakat kita, terutama di Indonesia. Bagi
orang – orang muslim tentunya pernikahan antara orang muslim dengan non
muslim (kafir) sangat dilarang dalam agamanya. Namun yang terjadi banyak
perbedaan pendapat antara ulama yang satu dengan ulama yang lainnya tentang
pernikahan beda agama tersebut. sehingga memicu banyak kekeliruan dalam
memahami hukum boleh dan tidak nya dalam pernikahan beda agama. Karena itu,
disini kita akan membahas lebih dalam lagi, tentang bagaimana pernikahan beda
agama dalam islam.

2
2. Rumusan Masalah.
1. Apa itu Pernikahan Beda Agama dan Contoh Kasus nya ?
2. Bagaimana Hukum dan Pandangan Islam terhadap Pernikahan Beda
Agama ?
3. Bagaiamana Kritik Masyarakat Terhadap Pernikahan Beda Agama ?
4. Apa Solusi untuk Menyelesaikan Permasalahan Terhadap Pernikahan
Beda Agama ?

3. Tujuan.
1. Mengetahui apa itu pernikahan agama dan contoh dari kasus – kasus
yang terjadi dimasyarakat.
2. Mengetahui Hukum dan Pandangan Islam Terhadap Pernikahan Beda
Agama.
3. Mengetahui Kritik Masyarakat terhadap Pernikahan beda agama.
4. Mengetahui solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi
terhadap Pernikahan Beda Agama.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan.

Dalam kamus Bahasa Indonesia perkawinan berasal dari kata "kawin" yang
berarti membentuk suatu keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan
kelamin atau beeersetubuh. Perkawnan disbut juga "pernikahan" brasal dari kata
"nikah" yang berarti mengumpulkan, memasukan, dan digunakan dalam arti kata
bersetubuh. Pernikahan adalah suatu sunatullah yang berlaku pada smua makhluk-
Nya baik hewan, tumbuh-tumbuhan dan mnusia. Hal ini merupakan kebutuhan
makhluk demi kelangsungan hidupnya.1

Sedangkan pernikahan beda agama menurut Rusli, SH dan R. Tama, SH


menyatakan bahwa perkawinan antar agama merupakan ikatan lahir dan batin
antara seorang pria dan seorang wanita, yang karena berbeda agama,
menyebabkan tersangkutya dua peraturan yang berlainan mengenai syarat-syarat
dan tata cara pelaksanaan perkawinan sesuai dengan hukum agamanya masing-
masing, dengan tujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan Yang Maha Esa. Pengertian lain datang dari I Ketut Mandra, SH dan I
ketut Artadi SH yang menyatakan bahwa perkawinan antar agama adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita yang masing-masing
berbeda agamanya dan mempertahankan perbedaan agamanya itu sebagai suami
istri dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan ketuhanan yang maha Esa.

Sedangkan menurut Abdurrahman, menyatakan bahwa perkawian antara


agama yaitu suatu perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang yang memeluk
agama dan kepercayaan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dari rumusan
pengertian perkawinan antar agama oleh para sarjana tersebut di atas dapat

1
Dep Dikbud Kamus Besar Bahasa Inddonesia. (Jakarta : Balai Pustka, 1994). Cet. ke-3 edisi ke-2
hal. 456

4
disimpulkan bahwa yang dimaksud adalah perkawinan antara dua orang yang
berbeda agama dan masing-masing tetap mempertahankan agama yang dianutnya2

1. Bentuk – bentuk Perkawinan beda Agama.

Dilihat dari sudut pandang agama Islam, terdapat lima bentukperkawinan


sepanjangsejarah umat manusia, yaitu:

a. Perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan kafir.


Diantara contohnya adalah perkawinan Nabi Nuh dengan isterinya dan
terutama perkawinan antara Nabi Lutf dengan isterinya. Nabi Nuh dan Nabi Luth
keduanya adalah muslim yang amat sangat taat dan saleh, sementara masing-
masing isterinya, keduanya tergolong ke dalam deretan orang-orang kafir, fasik,
dan munafik.Seperti yang diceritakan dalam Qs at-Tahrim (66) ayat 10.

َ َٰ ‫وط كَانَتَا ت َ ۡحتَ ع َۡبد َۡي ِن ِم ۡن ِعبَا ِدنَا‬


‫ص ِل َح ۡي ِن‬ ٖۖ ٖ ُ‫ٱَّللُ َمث َ ٗٗل ِللَّ ِذينَ َكفَ ُرواْ ۡٱم َرأَتَ نُوح َو ۡٱم َرأَتَ ل‬َّ ‫ب‬
َ ‫ض ََر‬
ٖ
١٠ َ‫ار َم َع ٱل َٰ َّد ِخ ِلين‬ َّ َ‫فَ َخانَتَا ُه َما فَلَمۡ يُ ۡغنِيَا ع َۡن ُه َما ِمن‬
َ َّ‫ٱَّللِ ش َۡٗيا َوقِي َل ۡٱد ُخ َٗل ٱلن‬
Artinya: Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir,isteri Nuh dan
isteriLuth. Keduanya berada di bawahpengawasan dua orang hamba yang saleh di
antarahamba-hamba kami; lalu kedua isteri itu berkhianatkepada suaminya, tetapi
kedusuaminya itu tidak dapatmembantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah;
dandikatakan (kepada kedua isteri itu): "Masuklah kamuberdua ke neraka bersama
orang-orang yang masuk(neraka)."3
b. Perkawinan antara wanita muslimah dengan laki-laki kafir (non
muslim).
Di antara contohnya adalah kasus Asiyah yangdikawini oleh Fir‟aun, yang
iabukanhanya kafir musyrik,melainkan juga pernah menobatkan dirinya sebagai
Tuhan, bahkan klaim Tuhan tertinggi. Seperti yang difirmankan Allah dalam Q.S
At-Tahrim 66:11.

2
Ana Lela, dkk. Fiqih Perkawnan Beda Agama Sebagai Upaya Sebagai Upaya Harmonisasi Agam,
JurnalIlmu Akidah dan Studi Keagamaan, Volume 4, Januari 2016, hal. 119
3
Masthuriyah Sa’dan, Perkawinan Beda Agama: Perspektif Islam Progresif, Volume 4, hlm. 319

5
‫ب ۡٱب ِن ِلي ِعن َدكَ بَ ۡي ٗتا فِي ۡٱل َجنَّ ِة‬ ِ ‫ٱَّللُ َمث َ ٗٗل ِللَّ ِذينَ َءا َمنُواْ ۡٱم َرأَتَ فِ ۡرع َۡونَ إِ ۡذ قَالَ ۡت َر‬
َّ ‫ب‬ َ ‫َوض ََر‬
١١ َ‫ظ ِل ِمين‬َّ َٰ ‫ع َم ِل ِۦه َونَ ِجنِي ِمنَ ۡٱلقَ ۡو ِم ٱل‬
َ ‫َونَ ِجنِي ِمن فِ ۡرع َۡونَ َو‬
Artinya “Dan Allah membuat isteri Fir´aun perumpamaan bagi orang-orang yang
beriman, ketika ia berkata: "Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di
sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir´aun dan perbuatannya, dan
selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim"
c. Perkawinan antara pria kafir dengan wanita kafir.
seperti halnyaperkawinan antara Abu Lahab/Abu Jahal dengan
isterinya(Ummu Jamil). Tentunya praktek perkawinan semacam ini sangatbanyak
jumlahnya, dan dipastikan masih akan terus berlangsunghingga sekarang dan
mendatang. Seperti yng dijelaskan dalam Q.S Al-Lahab 111:4 sebagi berikut:

ِ ‫َو ۡٱم َرأَت ُ ۥهُ َح َّمالَةَ ۡٱل َح َط‬


٤‫ب‬
Artinya:"Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar"

Pembawa kayu bakar dalam bahasa Arab adalah kiasan bagi penyebar fitnah.
Isteri Abu Lahab disebut pembawa kayu bakar, karena dia selalu menyebar-
nyebarkan fitnah untuk memburukburukkanNabi Muhammad Saw dan kaum
Muslim.
d. Perkawinan pria muslim dengan wanita muslimah.
Praktek perkawinan inilah yang paling ideal dan paling banyak terjadi
dikalangansesama “ummatan muslimatan”, mulai dari kalanganNabi, Sahabat,
Tabi‟in, Wali, orang-orang yang benar (ash-shiddiqin), dan para pahlawan (al-
syuhada). Seperti yangterkandung dalam Q.S An-Nisa 4:69.

ٓ
ِ ‫علَ ۡي ِهم ِمنَ ٱلنَّ ِب ِيۧنَ َو‬
ُّ ‫ٱلصدِي ِقينَ َوٱل‬
‫ش َه َدا ِٓء‬ َّ ‫سو َل فَأ ُ ْو َٰلَئِكَ َم َع ٱلَّ ِذينَ أ َ ۡنعَ َم‬
َ ُ‫ٱَّلل‬ ُ ‫ٱلر‬
َّ ‫ٱَّللَ َو‬
َّ ‫َو َمن يُ ِط ِع‬
٦٩ ‫سنَ أ ُ ْو َٰ َلٓئِكَ َرفِ ٗيقا‬
ُ ‫ينَ َو َح‬ َّ َٰ ‫َوٱل‬
ًۚ ‫ص ِل ِح‬

Artinya: "Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu:

6
Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh.
Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya"

B. Hukum dan Pandangan Islam Terhadap Pernikahan Beda Agama.


1. Hukum Pernikahan Beda Agama dalam Islam.

Sering kita mendengar ungkapan, bahwa menikah adalah ibadah. Menikah


merupakan salah satu anjuran yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, kepada
umatnya. Juga terdapat, banyak ayat Alqur’an yang menerangkan tentang anjuran
untuk menikah. Beberapa dari ayat Alqur’an sering dijadikan sebagai dasar untuk
menikah, salah satunya adalah sebagai berikut:

َ ‫َو ِمن ك ُِل ش َۡيءٍ َخلَ ۡقنَا َز ۡو َج ۡي ِن لَ َعلَّكُمۡ تَذَك َُّر‬


٤٩ ‫ون‬

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu


mengingat kebesaran Allah”

Menikah tentunya, dilakukan oleh laki – laki muslim dengan perempuan


yang juga sesama muslim, sesuai aturan yang telah ditetapkan dalam agama islam.
Lalu bagiamana jika salah satu pihak dari pasangan adalah non-muslim. Baik
karena asalnya yang merupakan pemeluk yang berbeda keyakinan (non-muslim)
atau karena orang yang Murtadz (Keluar dari agama Islam).

a. Pernikahan Pria Non-Muslim dengan Wanita Muslim.

Berdasarkan Hukum Islam, perkawinan antara Pria Non-Muslim dengan


Wanita Muslim telah disepakati hukumnya dalam Alqur’an, Hadits, dan para ahli
Fiqh dari semua madzhab yang ada, yaitu hukumnya HARAM, atau tidak sah.
Allah SWT berfirman dalam Q.S Al Mumtahanah 60:10 sebagai berikut:4

‫ٱَّللُ أ َ ۡعلَ ُم بِ ِإي َٰ َمنِ ِه ٖۖنَّ فَ ِإ ۡن‬ ٖۖ


َّ َّ‫َٰيَٓأَيُّ َها ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓواْ إِذَا َجا ٓ َء ُك ُم ۡٱل ُم ۡؤ ِم َٰنَتُ ُم َٰ َه ِج َٰ َر ٖت فَ ۡٱمت َ ِحنُوهُن‬
ٓ ‫ّل لَّ ُهمۡ َو ََل هُمۡ يَ ِحلُّونَ لَ ُه ٖۖنَّ َو َءاتُو ُهم َّما‬ٞ ‫ع ِل ۡمت ُ ُموهُنَّ ُم ۡؤ ِم َٰنَ ٖت فَ َٗل ت َ ۡر ِجعُوهُنَّ إِلَى ۡٱل ُكفَّ ِٖۖار ََل هُنَّ ِح‬ َ

4
Ahmad Hasanuddin, dkk.”Pernikahan Beda Agama ditinjau dari prespektif islam dan
Ham”.Khazanah, Vol.6,No.1,Juni 2013. Hlm 105 – 106.

7
‫ص ِم ۡٱلك ََوافِ ِر‬ ِ ‫وره ًُۚنَّ َو ََل ت ُ ۡم‬
َ ‫سكُواْ ِب ِع‬ َ ‫علَ ۡيكُمۡ أَن تَن ِك ُحوهُنَّ إِذَآ َءات َ ۡيت ُ ُموهُنَّ أ ُ ُج‬ َ ‫أَنفَقُو ًۚاْ َو ََل ُجنَا َح‬
َٰ ًۚ
١٠ ‫ّيم‬ٞ ‫ع ِلي ٌم َح ِك‬ َ ُ‫ٱَّلل‬ َّ ‫َو ۡسلُواْ َما ٓ أَنفَ ۡقت ُمۡ َو ۡليَ ۡسلُواْ َما ٓ أَنفَقُواْ ذَ ِلكُمۡ ُح ۡك ُم‬
َّ ‫ٱَّللِ يَ ۡح ُك ُم بَ ۡينَكُمٖۡۖ َو‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu


perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan)
mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah
mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu
kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka
tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula
bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah
mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar
kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali
(perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta
mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah
mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu.
Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

Q.S Albaqarah 2:221, Allah SWT juga berfirman:

ْ‫ّر ِمن ُّم ۡش ِرك َٖة َولَ ۡو أ َ ۡع َجبَ ۡتكُمۡۗۡ َو ََل تُن ِك ُحوا‬ٞ ‫ّة ُّم ۡؤ ِمنَةٌ َخ ۡي‬ٞ ‫ت َحت َّ َٰى يُ ۡؤ ِم ًۚنَّ َو ََل َ َم‬ِ ‫َو ََل تَن ِك ُحواْ ۡٱل ُم ۡش ِر َٰ َك‬
‫عونَ ِإلَى ٱلنَّ ِٖۖار‬ ُ ‫ّر ِمن ُّم ۡش ِر ٖك َولَ ۡو أ َ ۡع َجبَكُمۡۗۡ أ ُ ْو َٰلَٓئِكَ يَ ۡد‬ٞ ‫ّد ُّم ۡؤ ِمنٌ َخ ۡي‬ٞ ‫ۡٱل ُم ۡش ِر ِكينَ َحت َّ َٰى يُ ۡؤ ِمنُو ًۚاْ َولَعَ ۡب‬
ِ َّ‫ٱَّللُ يَ ۡدع ُٓواْ ِإلَى ۡٱل َجنَّ ِة َو ۡٱل َم ۡغ ِف َر ِة ِب ِإ ۡذنِ ِٖۖۦه َويُبَ ِينُ َءا َٰيَتِ ِۦه ِللن‬
٢٢١ َ‫اس لَ َعلَّ ُهمۡ يَتَذَك َُّرون‬ َّ ‫َو‬

Artinya: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka


beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-
orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-
perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”

8
Ayat – ayat diatas telah menerangkan secara jelas dan eksplisit, tentang
larangan bagi wanita muslimah menikah dengan pria non-muslim, tidak ada
satupun ulama yang berbeda pendapat tentang masalah ini. Sehingga keputusan
yang sering dianggap terbaik adalah meminta pria non-muslim tersebut untuk
menjadi muslim terlebih dahulu untuk memenuhi syarat sah pernikahan sesuai
hukum islam. Namun apa yang akan terjadi apabila di kemudian hari si Pria non-
muslim ini kembali kepada keyakinannya yang semula (Murtadz) setelah
pernikahan tersebut berlangsung. Fenomena ini sering terjadi di dalam
masyarakat, pada dasarnya ia memeluk islam bukan karena mendapat hidayah
atau menemukan kebenaran dalam Islam, melainkan karena hanya ingin
mendapatkan wanita muslim tersebut. Apabila hal itu terjadi, maka pernikahan
tersebut dalam hukum Islam dianggap batal. Ada tiga pendapat terkait waktu
batalnya pernikahan akibat Murtadznya suami yaitu:

1. Menurut pendapat Madzhab Hanafiyah, Malikiyah, dan salah satu dari dua
riwayat yang ada dari Ahmad. Pendapat ini juga diriwayatkan dari al-
Hasan al-Bashri, Umar bin Abdul Aziz, Ats Tsauri, Abu Nur dan Ibnu Al
Mundzir, bahwa pernikahan menjadi batal seketika itu juga, baik sebelum
atau sesudah bersetubuh. Orang yang Murtadz di Qiyaskan kepada orang
yang mati, karena Murtadz merupakan sebab buruk yang ada pada dirinya,
sedanglan orang mati bukanlah obyek untuk dinikahi. Oleh karena itu,
tidak boleh menikahi orang Murtadz.
2. Menurut Madzhab Syafi’iyah dan Hanbaliyah dalam sebuah riwayat yang
Masyhur dari mereka. Apabila Murtadznya sebelum melakukan
persetubuhan, maka pernikahan tersebut batal seketika itu juga. Namun,
apabila Murtadznya setelah melakukan persetubuhan, maka pembatalan
nikahnya ditangguhkan hingga masa iddahnya habis. Jika orang yang
murtadz tu kembali masuk islam sebelum masa iddahnya habis , maka dia
tetap pada status pernikahannya. Dan jika dia masuk islam setelah masa
iddahnya habis, maka diantara keduanya telah dianggap cerai sejak dia
murtadz.

9
3. Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnul Qayyim.
Apabila salah seorang dari pasangan suami-istri Murtadz, maka
pernikahannya harus dibekukan. Apabila ia masuk islam lagi, maka
pernikahannya kembali sah. Baik dia masuk islam sebelum bersetubuh
atau setelahnya, baik dia masuk islam sebelum masa iddah habis atau
sesudah masa iddah habis.

Jadi, apabila suami Murtadz, maka pernikahan menjadi batal demi hukum
yang dalam istilah Fiqh disebut Fasakh (Literal, Rusak). Hal ini, merupakan
pendapat dari mayoritas pakar syariah madzhab yang empat yaitu, syafi’i, Hanafi,
Hambali. Bahwa tidak ada hubungan pernikahan lagi antara suami dan istri, dan
hubungan intim setelah itu dianggap Zina. Sedangkan menurut madzhab Maliki,
suami Murtadz akan berakibat istri tertalak tiga secara otomatis.

Beda antara talak dan fasakh, jika fasakh ber akibat putusnya pernikahan tanpa
adanya masa iddah bagi istri. Sedangkan talak, putusnya pernikahan dengan
adanya masa iddah bagi istri.

b. Pernikahan Pria Muslim dengan Wanita (non-muslim).

Dalam Hukum Islam, Perkawinan antara Pria muslim dengan Wanita non-
muslim, yang dimaksud dalam Hukum islam adalah apabila Wanita non-muslim
tersebut merupakan dari golongan ahli kitab, artinya orang yang mengimani kitab
terdahulu. Dalam hal ini wanita Nasrani dan Wanita Yahudi, maka pernikahan ini
diperbolehkan. Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Maidah 5:5 sebagai berikut:5

َ‫ص َٰنَتُ ِمن‬ َ َ ‫َو َط َعا ُم ٱلَّ ِذينَ أُوتُواْ ۡٱل ِك َٰت‬
َ ‫ّل لَّ ُهمٖۡۖ َوٱ ۡل ُم ۡح‬ٞ ‫ّل لَّكُمۡ َو َط َعا ُمكُمۡ ِح‬ٞ ‫ب ِح‬ ُ‫ط ِي َٰبَ ٖۖت‬
َّ ‫ۡٱليَ ۡو َم أ ُ ِح َّل لَ ُك ُم ٱل‬
َ‫ورهُنَّ ُم ۡح ِصنِين‬ َ ‫ب ِمن قَ ۡب ِلكُمۡ ِإذَآ َءات َ ۡيت ُ ُموهُنَّ أ ُ ُج‬ َ َ ‫ِمنَ ٱلَّ ِذينَ أُوتُواْ ۡٱل ِك َٰت‬ ُ‫ص َٰنَت‬ َ ‫ت َو ۡٱل ُم ۡح‬ ِ َ‫ۡٱل ُم ۡؤ ِم َٰن‬
َ‫ع َملُ ۥهُ َو ُه َو ِفي ۡٱَلٓ ِخ َر ِة ِمن‬
َ ‫ٱۡلي َٰ َم ِن فَقَ ۡد َح ِب َط‬ ٖۡۗ ‫ِي أ َ ۡخد‬
ِ ۡ ‫َان َو َمن َي ۡكفُ ۡر ِب‬ َ َٰ ‫غ ۡي َر ُم‬
ٓ ‫س ِف ِحينَ َو ََل ُمت َّ ِخذ‬ َ
٥ َ‫ۡٱل َٰ َخس ِِرين‬

5
Ahmad Hasanuddin, dkk.”Pernikahan Beda Agama ditinjau dari prespektif islam dan
Ham”.Khazanah, Vol.6,No.1,Juni 2013. Hlm 104.

10
Artinya : “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan)
orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal
(pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga
kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang
menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu,
bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak
dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.
Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam)
maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi”

Sebagian sahabat Nabi juga menikahi wanita ahlul kitab (Nasrani dan
Yahudi) seperti Utsman bin Affan dan Talhah bin Ubaidillah yang menikah
dengan wanita Nasrani dan Hudzaifah yang menikahi wanita Yahudi.

2. Pandangan Islam Terhadap Pernikahan Beda Agama.

Ada perbedaan pandangan tentang pernikahan beda agama menurut


beberapa ulama. Hukum pernikahan beda agama dalam islam termasuk masalah
khilafiyah yang diperdebatkan. Perbedaan pandangan tersebut tersusun dalam
beberapa pendapat ulama – ulama sebagai berikut:

a. Haram.

Mayoritas ulama dari ke empat Madzhab, yaitu MUI, NU,


Muhammadiyah, dan yang lainnya. Telah bersepakat bahwa menikahi pria atau
wanita non muslim hukumnya haram.

- Pendapat Nahdatul Ulama (NU).

Dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta, bulan November 1989, ulama


Nahdatul Ulama, menetapkan sebuah fatwa bahwa pernikahan beda agama di
Indonesia hukumnya Haram atau tidak Sah.

11
- Pendapat Muhammadiyah.

Dalam sidang muktamar Tarjih ke-22 pada tahun 1989 di malang, para ulama
Muhammadiyah telah menetapkan keputusan bahwa pernikahan beda agama
hukumya tidak sah. Laki – laki muslim tidak boleh meikhaki wanita musyrik
(Hindhu, Budha, Konghucu, atau agama selain islam). Begitu juga dengan wanita
ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) hukumnya juga haram. Karena menurut ulama
Muhammadiyah, wanita ahlul kitab di jaman sekarang berbeda dengan jaman nabi
dahulu. Selain itu juga wanita yang beda agama akan mempersulit membentuk
keluarga saknah yang sesuai syariat islam.

b. Diperbolehkan (antara Makruh dan Mubah).

Pendapat yang kedua tentang hukum pernikahan beda agama antara


makruh dan mubah. Pernyataan ini didasari oleh Q.S Al-Maidah ayat 5 yang
menjelaskan bahwa menikahi wanita Ahlul kitab dihalalkan untuk seorang
muslim. Namun dengan syarat :

- Wanita ahlul kitab, tidak pernah melakukan perbuatan maksiat, seperti


zina dan sejenisnya.
- Hanya laki – laki muslim yang boleh menikaho wanita ahlul kitab,
sedangkan wanita muslim tidak boleh menikahi laki – laki beda agama.

Mengapa wanita muslim tidak boleh menikahi laki – laki beda agama, sebab
posisi wanita dalam keluarga adalah menjadi makmum. Belum tentu bisa
membimbing suaminya. Jadi, jika suaminya non muslim, maka bisa beresiko
merusak pondasi keimanan rumah tangga.6

C. Kritik Masyarakat Terhadap Pernikahan Beda Agama.

Kenyataan dalam kehidupan Masyarakat, menurut mereka pernikahan beda


agama itu terjadi sebagai realitas yang tidak bisa dipungkiri. Pada prakteknya,

6
Rahma Nurlinda,Skripsi:”Pernikahan Beda Agama di Indonesia ditinjau dari hukum Islam dan
Ham” (Lampung: Universitas Islam Negri Raden Intan, 2018), Hlm 15.

12
banyak pasangan yang ingin hidup bersama namun tidak ada perkawinan karena
di dasari dengan agama atau kepercayaan yang berbeda. Ada juga pasangan yang
sudah hidup bersama atau “Kumpul Kebo” karena adanya suatu alasan yang
berpengaruh dalam ikatan hubungan mereka, yaitu berbeda agama. Suatu
perkawinan tentunya selalu menimbulkan akibat hukum dan apabila perkawinan
tersebut adalah perkawinan beda agama, tentunya akan menimbulkan berbagai
masalah. Masalah – masalah tersebut menyangkut hubungan suami-istri dan
berimbas kepada anak – anaknya nanti apabila memiliki keturunan. Baik akibat
hukum menurut aspek psikologis, dan menurut aspek Yuridis. 7

Indonesia di kenal dengan beraneka ragam budaya, dan adat istiadat yang
sudah tertanam dari nenek moyang sejak dulu. Tentunya Indonesia di setiap suku
nya memiliki corak agama dan kepercayaan yang berbeda – beda. Juga, masing –
masing memiliki aturan yang berbeda – beda, Sama hal nya dengan perkawinan.
Budaya perkawinan memiliki beraneka ragam ritual dan aturan yang ada
didalamnya, semua itu tidak lepas dari pengaruh agama.

Untuk menyelaraskan aturan hukum yang beraneka ragam tersebut, maka


dibuatlah hukum perkawinan nasional, yang merupakan landasan hukum serta
aturan pokok dalam perkawian di Indonesia yaitu Undang – undang No.1 Tahun
1974 tentang perkawinan yang isinya “Perkawinan adalah Ikatan Lahir Batin
antara seorang Pria dengan seorang Wanita sebagai suami/Istri dengan tujuan
membentuk keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
tuhan yang maha esa”8 Namun dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan,
seperti peraturan pernikahan beda agama yang belum diatur secara tegas dalam
undang – undang tersebut. Padahal dalam kenyataan sosial dalam kemasyarakatan
Indonesia termasuk dalam kategori negara yang memiliki beragam agama.

7
Jane Marlen M,”Akibat Hukum dan Perkawinan Beda Agama di Indonesia”, lex Privatum, Vol.1,
No 2, Apr-Jun 2013, Hlm 131.
8
Djaja S. Meliala, SH, MH, Himpunan Peraturan Perundang – Undangan Tentang Perkawinan,
Nuansa Aulia, Bandung,2008,Hlm1.

13
Salah satu tokoh agama sekaligus budayawan Indonesia, Frans Magnis
Suseno, dihadirkan dalam sidang lanjutan pengujian Konstitusional UU No 1
tahun 1974 pas 2 ayat 1 tentang perkawinan, yakni soal pernikahan beda agama.
Ia berpendapat bahwa Pelaksanaan perkawinan mengacu kepada aturan negara
dan hukum agama. Maka dari itu perkawinan menurut hukum agama harus
dijunjung tinggi. Sebagaimana yang tercantum dalam aturan tersebut akan
berimplikasi pada tidak sah nya perkawinan yang dilakukan di luar hukum
maisng- masing agama dan kepercayaannya. Dengan kata lain negara ‘memaksa’
agar setiap warga negaranya untuk mematuhi hukum agama dan kepercayaannya
masing – masing dalam hukum perkawinan.

Tetapi, masih saja ada orang – orang yang ingin mempertahankan hak – hak
nya untuk dapat menikah karena cinta, meskipun terhalang dari segi perbedaan
agama. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern telah
mempengaruhi pola interaksi masyarakat melintasi batas – batas suku, bangsa,
dan agama. Sehingga pergaulan manusia yang melalui lintas batas ini
menimbulkan ketertarikan satu dengan yang lainnya, sehingga menyebabkan
terjadinya perkawinan tidak hanya terjadi antara satu suku saja, tetapi antara
bangsa – bangsa, dan yang berlainan agama.

Fenomena maraknya pernikahan beda agama telah berlangsung lama


dalam masyarakat dan menjadi isu yang sangat sensitif yang sampai saat ini
belum mendapat pengakuan secara hukum. Tapi kebanyakan masyarakat ada yang
tidak peduli, dan menganggap pernikahan beda agama adalah hal yang sepele, dan
boleh – boleh saja. Namun masih ada juga yang menyakini bahwa pernikahan
beda agama tidak boleh dilakukan, melihat sangat bertentangan dengan aturan
hukum yang berlandaskan ketuhanan yang maha esa (Agama).

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Pernikahan Beda agama merupakan sebuah permasalahan yang


diharamkan dalam agama Islam. Karna akan banyak menimbulkan mudharat, baik
dari segi sakinah, mawadah, dan warohmah. Semua dampaknya akan berujung
pada anak – anaknya nanti. Ketidakjelasan dalam beragama akan terjadi pada
keturunannya, karena bingung harus ikut siapa. Tetapi, di Indonesia dengan
beragam Budaya, Suku, dan Agama, mengingat zaman semakin modern. Dan
semakin meluasnya pergaulan tanpa batas – batas, mengakibatkan timbulnya pro
dan kontra tentang pernikahan agama. Meski aturan perkawinan sudah diatur
dalam Undang – undang. Kemajemukan dalam agama memunculkan pernikahan
antar agama sebagai gerakan yang dapat diperdebatkan di Indonesia secara umum
dan Islam secara khusus.

1. Adanya beberapa interpretasi yang berbeda dalam fuqaha atau


cendikiawan islam tentang hal ini, dipengaruhi oleh beberapa
penjelasan yang diberikan dalam Alqur’an Suci.
2. Indonesia bukan negara sekuler, legalitas pernikahan diatur sepanjang
hukum positif berlaku bahwa nilai – nilai agama berlaku.
3. Gagasan tentang hak asasi manusia juga menentang penyelesaian
masalah bagi pasangan yang mengusulkan pernikahan beda agama.

Meskipun demikian, faktor – faktor yuridis dan filosofis yang mendasari


adanya pernikahan beda agama memiliki kekosogan hukum.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ana Lela, dkk. Fiqih Perkawnan Beda Agama Sebagai Upaya Sebagai
Upaya Harmonisasi Agam, JurnalIlmu Akidah dan Studi Keagamaan, Volume 4,
Januari 2016, hal. 119

Ahmad Hasanuddin, dkk.2013.Pernikahan Beda Agama ditinjau dari


prespektif islam dan Ham.Khazanah,Vol.6,No.1,Juni. Hlm 105 – 106

Dep Dikbud Kamus Besar Bahasa Inddonesia. (Jakarta : Balai Pustka,


1994). Cet. ke-3 edisi ke-2 hal. 456

Djaja S. Meliala, SH, MH.2008.Himpunan Peraturan Perundang –


Undangan Tentang Perkawinan.Bandung: Nuansa Aulia.
Marlen, M jane.2013.Akibat Hukum dan Perkawinan Beda Agama di
Indonesia. lex Privatum, Vol.1, No 2, Apr-Jun, Hlm 131.
Masthuriyah Sa’dan, Perkawinan Beda Agama: Perspektif Islam
Progresif, Volume 4, hlm. 319
Rahma Nurlinda.Skripsi:Pernikahan Beda Agama di Indonesia ditinjau
dari hukum Islam dan Ham.(Lampung:Universitas Islam Negri Raden Intan,
2018).Hlm 15.

16

Anda mungkin juga menyukai