Disusun Oleh:
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.
ًۚ
سكُمۡ أ َ ۡز َٰ َو ٗجا ِلت َ ۡس ُكنُ ٓواْ إِلَ ۡي َها َو َجعَ َل بَ ۡينَكُم َّم َود َّٗة َو َر ۡح َمة إِنَّ فِي
ِ َُو ِم ۡن َءا َٰيَتِ ِ ٓۦه أ َ ۡن َخلَقَ لَكُم ِم ۡن أَنف
٢١ ََٰذَ ِلكَ ََلٓ َٰيَ ٖت ِلقَ ۡو ٖم يَتَفَك َُّرون
2
2. Rumusan Masalah.
1. Apa itu Pernikahan Beda Agama dan Contoh Kasus nya ?
2. Bagaimana Hukum dan Pandangan Islam terhadap Pernikahan Beda
Agama ?
3. Bagaiamana Kritik Masyarakat Terhadap Pernikahan Beda Agama ?
4. Apa Solusi untuk Menyelesaikan Permasalahan Terhadap Pernikahan
Beda Agama ?
3. Tujuan.
1. Mengetahui apa itu pernikahan agama dan contoh dari kasus – kasus
yang terjadi dimasyarakat.
2. Mengetahui Hukum dan Pandangan Islam Terhadap Pernikahan Beda
Agama.
3. Mengetahui Kritik Masyarakat terhadap Pernikahan beda agama.
4. Mengetahui solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi
terhadap Pernikahan Beda Agama.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan.
Dalam kamus Bahasa Indonesia perkawinan berasal dari kata "kawin" yang
berarti membentuk suatu keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan
kelamin atau beeersetubuh. Perkawnan disbut juga "pernikahan" brasal dari kata
"nikah" yang berarti mengumpulkan, memasukan, dan digunakan dalam arti kata
bersetubuh. Pernikahan adalah suatu sunatullah yang berlaku pada smua makhluk-
Nya baik hewan, tumbuh-tumbuhan dan mnusia. Hal ini merupakan kebutuhan
makhluk demi kelangsungan hidupnya.1
1
Dep Dikbud Kamus Besar Bahasa Inddonesia. (Jakarta : Balai Pustka, 1994). Cet. ke-3 edisi ke-2
hal. 456
4
disimpulkan bahwa yang dimaksud adalah perkawinan antara dua orang yang
berbeda agama dan masing-masing tetap mempertahankan agama yang dianutnya2
2
Ana Lela, dkk. Fiqih Perkawnan Beda Agama Sebagai Upaya Sebagai Upaya Harmonisasi Agam,
JurnalIlmu Akidah dan Studi Keagamaan, Volume 4, Januari 2016, hal. 119
3
Masthuriyah Sa’dan, Perkawinan Beda Agama: Perspektif Islam Progresif, Volume 4, hlm. 319
5
ب ۡٱب ِن ِلي ِعن َدكَ بَ ۡي ٗتا فِي ۡٱل َجنَّ ِة ِ ٱَّللُ َمث َ ٗٗل ِللَّ ِذينَ َءا َمنُواْ ۡٱم َرأَتَ فِ ۡرع َۡونَ إِ ۡذ قَالَ ۡت َر
َّ ب َ َوض ََر
١١ َظ ِل ِمينَّ َٰ ع َم ِل ِۦه َونَ ِجنِي ِمنَ ۡٱلقَ ۡو ِم ٱل
َ َونَ ِجنِي ِمن فِ ۡرع َۡونَ َو
Artinya “Dan Allah membuat isteri Fir´aun perumpamaan bagi orang-orang yang
beriman, ketika ia berkata: "Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di
sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir´aun dan perbuatannya, dan
selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim"
c. Perkawinan antara pria kafir dengan wanita kafir.
seperti halnyaperkawinan antara Abu Lahab/Abu Jahal dengan
isterinya(Ummu Jamil). Tentunya praktek perkawinan semacam ini sangatbanyak
jumlahnya, dan dipastikan masih akan terus berlangsunghingga sekarang dan
mendatang. Seperti yng dijelaskan dalam Q.S Al-Lahab 111:4 sebagi berikut:
Pembawa kayu bakar dalam bahasa Arab adalah kiasan bagi penyebar fitnah.
Isteri Abu Lahab disebut pembawa kayu bakar, karena dia selalu menyebar-
nyebarkan fitnah untuk memburukburukkanNabi Muhammad Saw dan kaum
Muslim.
d. Perkawinan pria muslim dengan wanita muslimah.
Praktek perkawinan inilah yang paling ideal dan paling banyak terjadi
dikalangansesama “ummatan muslimatan”, mulai dari kalanganNabi, Sahabat,
Tabi‟in, Wali, orang-orang yang benar (ash-shiddiqin), dan para pahlawan (al-
syuhada). Seperti yangterkandung dalam Q.S An-Nisa 4:69.
ٓ
ِ علَ ۡي ِهم ِمنَ ٱلنَّ ِب ِيۧنَ َو
ُّ ٱلصدِي ِقينَ َوٱل
ش َه َدا ِٓء َّ سو َل فَأ ُ ْو َٰلَئِكَ َم َع ٱلَّ ِذينَ أ َ ۡنعَ َم
َ ُٱَّلل ُ ٱلر
َّ ٱَّللَ َو
َّ َو َمن يُ ِط ِع
٦٩ سنَ أ ُ ْو َٰ َلٓئِكَ َرفِ ٗيقا
ُ ينَ َو َح َّ َٰ َوٱل
ًۚ ص ِل ِح
Artinya: "Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu:
6
Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh.
Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya"
4
Ahmad Hasanuddin, dkk.”Pernikahan Beda Agama ditinjau dari prespektif islam dan
Ham”.Khazanah, Vol.6,No.1,Juni 2013. Hlm 105 – 106.
7
ص ِم ۡٱلك ََوافِ ِر ِ وره ًُۚنَّ َو ََل ت ُ ۡم
َ سكُواْ ِب ِع َ علَ ۡيكُمۡ أَن تَن ِك ُحوهُنَّ إِذَآ َءات َ ۡيت ُ ُموهُنَّ أ ُ ُج َ أَنفَقُو ًۚاْ َو ََل ُجنَا َح
َٰ ًۚ
١٠ ّيمٞ ع ِلي ٌم َح ِك َ ُٱَّلل َّ َو ۡسلُواْ َما ٓ أَنفَ ۡقت ُمۡ َو ۡليَ ۡسلُواْ َما ٓ أَنفَقُواْ ذَ ِلكُمۡ ُح ۡك ُم
َّ ٱَّللِ يَ ۡح ُك ُم بَ ۡينَكُمٖۡۖ َو
ّْر ِمن ُّم ۡش ِرك َٖة َولَ ۡو أ َ ۡع َجبَ ۡتكُمۡۗۡ َو ََل تُن ِك ُحواٞ ّة ُّم ۡؤ ِمنَةٌ َخ ۡيٞ ت َحت َّ َٰى يُ ۡؤ ِم ًۚنَّ َو ََل َ َمِ َو ََل تَن ِك ُحواْ ۡٱل ُم ۡش ِر َٰ َك
عونَ ِإلَى ٱلنَّ ِٖۖار ُ ّر ِمن ُّم ۡش ِر ٖك َولَ ۡو أ َ ۡع َجبَكُمۡۗۡ أ ُ ْو َٰلَٓئِكَ يَ ۡدٞ ّد ُّم ۡؤ ِمنٌ َخ ۡيٞ ۡٱل ُم ۡش ِر ِكينَ َحت َّ َٰى يُ ۡؤ ِمنُو ًۚاْ َولَعَ ۡب
ِ َّٱَّللُ يَ ۡدع ُٓواْ ِإلَى ۡٱل َجنَّ ِة َو ۡٱل َم ۡغ ِف َر ِة ِب ِإ ۡذنِ ِٖۖۦه َويُبَ ِينُ َءا َٰيَتِ ِۦه ِللن
٢٢١ َاس لَ َعلَّ ُهمۡ يَتَذَك َُّرون َّ َو
8
Ayat – ayat diatas telah menerangkan secara jelas dan eksplisit, tentang
larangan bagi wanita muslimah menikah dengan pria non-muslim, tidak ada
satupun ulama yang berbeda pendapat tentang masalah ini. Sehingga keputusan
yang sering dianggap terbaik adalah meminta pria non-muslim tersebut untuk
menjadi muslim terlebih dahulu untuk memenuhi syarat sah pernikahan sesuai
hukum islam. Namun apa yang akan terjadi apabila di kemudian hari si Pria non-
muslim ini kembali kepada keyakinannya yang semula (Murtadz) setelah
pernikahan tersebut berlangsung. Fenomena ini sering terjadi di dalam
masyarakat, pada dasarnya ia memeluk islam bukan karena mendapat hidayah
atau menemukan kebenaran dalam Islam, melainkan karena hanya ingin
mendapatkan wanita muslim tersebut. Apabila hal itu terjadi, maka pernikahan
tersebut dalam hukum Islam dianggap batal. Ada tiga pendapat terkait waktu
batalnya pernikahan akibat Murtadznya suami yaitu:
1. Menurut pendapat Madzhab Hanafiyah, Malikiyah, dan salah satu dari dua
riwayat yang ada dari Ahmad. Pendapat ini juga diriwayatkan dari al-
Hasan al-Bashri, Umar bin Abdul Aziz, Ats Tsauri, Abu Nur dan Ibnu Al
Mundzir, bahwa pernikahan menjadi batal seketika itu juga, baik sebelum
atau sesudah bersetubuh. Orang yang Murtadz di Qiyaskan kepada orang
yang mati, karena Murtadz merupakan sebab buruk yang ada pada dirinya,
sedanglan orang mati bukanlah obyek untuk dinikahi. Oleh karena itu,
tidak boleh menikahi orang Murtadz.
2. Menurut Madzhab Syafi’iyah dan Hanbaliyah dalam sebuah riwayat yang
Masyhur dari mereka. Apabila Murtadznya sebelum melakukan
persetubuhan, maka pernikahan tersebut batal seketika itu juga. Namun,
apabila Murtadznya setelah melakukan persetubuhan, maka pembatalan
nikahnya ditangguhkan hingga masa iddahnya habis. Jika orang yang
murtadz tu kembali masuk islam sebelum masa iddahnya habis , maka dia
tetap pada status pernikahannya. Dan jika dia masuk islam setelah masa
iddahnya habis, maka diantara keduanya telah dianggap cerai sejak dia
murtadz.
9
3. Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnul Qayyim.
Apabila salah seorang dari pasangan suami-istri Murtadz, maka
pernikahannya harus dibekukan. Apabila ia masuk islam lagi, maka
pernikahannya kembali sah. Baik dia masuk islam sebelum bersetubuh
atau setelahnya, baik dia masuk islam sebelum masa iddah habis atau
sesudah masa iddah habis.
Jadi, apabila suami Murtadz, maka pernikahan menjadi batal demi hukum
yang dalam istilah Fiqh disebut Fasakh (Literal, Rusak). Hal ini, merupakan
pendapat dari mayoritas pakar syariah madzhab yang empat yaitu, syafi’i, Hanafi,
Hambali. Bahwa tidak ada hubungan pernikahan lagi antara suami dan istri, dan
hubungan intim setelah itu dianggap Zina. Sedangkan menurut madzhab Maliki,
suami Murtadz akan berakibat istri tertalak tiga secara otomatis.
Beda antara talak dan fasakh, jika fasakh ber akibat putusnya pernikahan tanpa
adanya masa iddah bagi istri. Sedangkan talak, putusnya pernikahan dengan
adanya masa iddah bagi istri.
Dalam Hukum Islam, Perkawinan antara Pria muslim dengan Wanita non-
muslim, yang dimaksud dalam Hukum islam adalah apabila Wanita non-muslim
tersebut merupakan dari golongan ahli kitab, artinya orang yang mengimani kitab
terdahulu. Dalam hal ini wanita Nasrani dan Wanita Yahudi, maka pernikahan ini
diperbolehkan. Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Maidah 5:5 sebagai berikut:5
َص َٰنَتُ ِمن َ َ َو َط َعا ُم ٱلَّ ِذينَ أُوتُواْ ۡٱل ِك َٰت
َ ّل لَّ ُهمٖۡۖ َوٱ ۡل ُم ۡحٞ ّل لَّكُمۡ َو َط َعا ُمكُمۡ ِحٞ ب ِح ُط ِي َٰبَ ٖۖت
َّ ۡٱليَ ۡو َم أ ُ ِح َّل لَ ُك ُم ٱل
َورهُنَّ ُم ۡح ِصنِين َ ب ِمن قَ ۡب ِلكُمۡ ِإذَآ َءات َ ۡيت ُ ُموهُنَّ أ ُ ُج َ َ ِمنَ ٱلَّ ِذينَ أُوتُواْ ۡٱل ِك َٰت ُص َٰنَت َ ت َو ۡٱل ُم ۡح ِ َۡٱل ُم ۡؤ ِم َٰن
َع َملُ ۥهُ َو ُه َو ِفي ۡٱَلٓ ِخ َر ِة ِمن
َ ٱۡلي َٰ َم ِن فَقَ ۡد َح ِب َط ٖۡۗ ِي أ َ ۡخد
ِ ۡ َان َو َمن َي ۡكفُ ۡر ِب َ َٰ غ ۡي َر ُم
ٓ س ِف ِحينَ َو ََل ُمت َّ ِخذ َ
٥ َۡٱل َٰ َخس ِِرين
5
Ahmad Hasanuddin, dkk.”Pernikahan Beda Agama ditinjau dari prespektif islam dan
Ham”.Khazanah, Vol.6,No.1,Juni 2013. Hlm 104.
10
Artinya : “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan)
orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal
(pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga
kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang
menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu,
bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak
dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.
Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam)
maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi”
Sebagian sahabat Nabi juga menikahi wanita ahlul kitab (Nasrani dan
Yahudi) seperti Utsman bin Affan dan Talhah bin Ubaidillah yang menikah
dengan wanita Nasrani dan Hudzaifah yang menikahi wanita Yahudi.
a. Haram.
11
- Pendapat Muhammadiyah.
Dalam sidang muktamar Tarjih ke-22 pada tahun 1989 di malang, para ulama
Muhammadiyah telah menetapkan keputusan bahwa pernikahan beda agama
hukumya tidak sah. Laki – laki muslim tidak boleh meikhaki wanita musyrik
(Hindhu, Budha, Konghucu, atau agama selain islam). Begitu juga dengan wanita
ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) hukumnya juga haram. Karena menurut ulama
Muhammadiyah, wanita ahlul kitab di jaman sekarang berbeda dengan jaman nabi
dahulu. Selain itu juga wanita yang beda agama akan mempersulit membentuk
keluarga saknah yang sesuai syariat islam.
Mengapa wanita muslim tidak boleh menikahi laki – laki beda agama, sebab
posisi wanita dalam keluarga adalah menjadi makmum. Belum tentu bisa
membimbing suaminya. Jadi, jika suaminya non muslim, maka bisa beresiko
merusak pondasi keimanan rumah tangga.6
6
Rahma Nurlinda,Skripsi:”Pernikahan Beda Agama di Indonesia ditinjau dari hukum Islam dan
Ham” (Lampung: Universitas Islam Negri Raden Intan, 2018), Hlm 15.
12
banyak pasangan yang ingin hidup bersama namun tidak ada perkawinan karena
di dasari dengan agama atau kepercayaan yang berbeda. Ada juga pasangan yang
sudah hidup bersama atau “Kumpul Kebo” karena adanya suatu alasan yang
berpengaruh dalam ikatan hubungan mereka, yaitu berbeda agama. Suatu
perkawinan tentunya selalu menimbulkan akibat hukum dan apabila perkawinan
tersebut adalah perkawinan beda agama, tentunya akan menimbulkan berbagai
masalah. Masalah – masalah tersebut menyangkut hubungan suami-istri dan
berimbas kepada anak – anaknya nanti apabila memiliki keturunan. Baik akibat
hukum menurut aspek psikologis, dan menurut aspek Yuridis. 7
Indonesia di kenal dengan beraneka ragam budaya, dan adat istiadat yang
sudah tertanam dari nenek moyang sejak dulu. Tentunya Indonesia di setiap suku
nya memiliki corak agama dan kepercayaan yang berbeda – beda. Juga, masing –
masing memiliki aturan yang berbeda – beda, Sama hal nya dengan perkawinan.
Budaya perkawinan memiliki beraneka ragam ritual dan aturan yang ada
didalamnya, semua itu tidak lepas dari pengaruh agama.
7
Jane Marlen M,”Akibat Hukum dan Perkawinan Beda Agama di Indonesia”, lex Privatum, Vol.1,
No 2, Apr-Jun 2013, Hlm 131.
8
Djaja S. Meliala, SH, MH, Himpunan Peraturan Perundang – Undangan Tentang Perkawinan,
Nuansa Aulia, Bandung,2008,Hlm1.
13
Salah satu tokoh agama sekaligus budayawan Indonesia, Frans Magnis
Suseno, dihadirkan dalam sidang lanjutan pengujian Konstitusional UU No 1
tahun 1974 pas 2 ayat 1 tentang perkawinan, yakni soal pernikahan beda agama.
Ia berpendapat bahwa Pelaksanaan perkawinan mengacu kepada aturan negara
dan hukum agama. Maka dari itu perkawinan menurut hukum agama harus
dijunjung tinggi. Sebagaimana yang tercantum dalam aturan tersebut akan
berimplikasi pada tidak sah nya perkawinan yang dilakukan di luar hukum
maisng- masing agama dan kepercayaannya. Dengan kata lain negara ‘memaksa’
agar setiap warga negaranya untuk mematuhi hukum agama dan kepercayaannya
masing – masing dalam hukum perkawinan.
Tetapi, masih saja ada orang – orang yang ingin mempertahankan hak – hak
nya untuk dapat menikah karena cinta, meskipun terhalang dari segi perbedaan
agama. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern telah
mempengaruhi pola interaksi masyarakat melintasi batas – batas suku, bangsa,
dan agama. Sehingga pergaulan manusia yang melalui lintas batas ini
menimbulkan ketertarikan satu dengan yang lainnya, sehingga menyebabkan
terjadinya perkawinan tidak hanya terjadi antara satu suku saja, tetapi antara
bangsa – bangsa, dan yang berlainan agama.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Ana Lela, dkk. Fiqih Perkawnan Beda Agama Sebagai Upaya Sebagai
Upaya Harmonisasi Agam, JurnalIlmu Akidah dan Studi Keagamaan, Volume 4,
Januari 2016, hal. 119
16