Anda di halaman 1dari 14

Running Head: PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM PENDIDIKAN 1

Perkembangan Pemikiran Gereja terhadap Peranan Orang Tua dan Guru dalam

Pendidikan

Florian I. K. Irawan

Tahun Retorika
PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM PENDIDIKAN 2

Intisari
PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM PENDIDIKAN 3

Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan menjadi sangat penting sekaligus

semakin mendesak.1 Orang-orang yang semakin menyadari hak-hak serta kewajiban mereka

untuk turut ambil bagian dalam perkembangan dunia berlomba-lomba untuk mengejar

pendidikan setinggi mungkin. Sebab melalui pendidikanlah manusia memperoleh bekal yang ia

perlukan untuk ikut ambil bagian dalam kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, sesuai dangan

apa yang diserukan oleh Konsili Suci, pendidikan merupakan hak setiap orang yang tidak dapat

diganggu gugat.2 Sebagai bentuk keprihatinan Gereja terhadap pentingnya pendidikan, pada

tahun 1965, Gereja mengeluarkan dokumen Gravissimum Educationis yang berisi arahan-arahan

serta dasar-dasar pemikiran Gereja terhadap perkembangan pendidikan.

Gereja memandang bahwa pertama-tama tugas mendidik itu adalah tanggung jawab

orang tua yang telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak.3 Mereka adalah pribadi-pribadi

terdekat yang dimiliki oleh anak-anak sejak lahir. Oleh sebab itu, mereka wajib mendidik dan

membimbing anak-anak menjadi orang dewasa yang berakal budi baik. Sejak kecil, anak-anak

memerlukan didikan serta bimbingan terus-menerus dari orang tua sebelum bergabung dengan

masyarakat dan memainkan peran mereka sebagai anggota masyarakat. Pelatihan dasar tentang

cara berkomunikasi, berinteraksi, berperilaku dan bersikap kepada orang lain berhak mereka

dapatkan dalam lingkungan keluarga.

Selain itu, di dalam keluarga Kristen yang diperkaya oleh Sakramen Perkawinan, orang

tua memiliki tanggung jawab untuk mengenalkan Allah kepada anak-anak.4 Anak-anak yang

baru memulai kehidupan yang dianugerahkan Allah perlu mengenal siapa Penciptanya. Mereka

perlu mengenal Allah yang telah menganugerahkan nafas kehidupan kepada mereka, sehingga

1
Konsili Vatikan II, Pernyataan tentang Pendidikan Kristen “Gravissimum Educationis”, pendahuluan..
2
Ibid. art.1.
3
Ibid. art.3.
4
Ibid.
PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM PENDIDIKAN 4

mereka menyadari kasih karunia Allah dan belajar bersujud kepada-Nya sebagai ungkapan

syukur. Berkat sakramen baptis, mereka telah diangkat menjadi anak-anak Allah. Oleh sebab itu,

orang tua perlu membimbing dan mengarahkan mereka untuk selalu hidup sebagai anak-anak

yang takwa dan berbakti kepada Allah.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan orang tua untuk mendidik anak-anak mereka

adalah menyekolahkan anak-anak. Sehubungan dengan hal ini, Konsili mengingatkan para orang

tua Katolik akan kewajiban mereka untuk sedapat mungkin menyekolahkan anak-anak mereka di

sekolah-sekolah Katolik.5 Brebeda dengan sekolah-sekolah lainnya, sekolah Katolik memiliki

cara yang khas dalam melayani pendidikan. Sekolah Katolik mempersiapkan para murid dengan

memberi teladan hidup merasul kepada mereka untuk menjadi seperti ragi keselamatan bagi

masyarakat. Dengan kata lain, para murid tidak hanya dibekali dengan ilmu pengetahuan profan

melainkan juga dengan moral dan keagamaan yang akan membuat mereka semakin mengenal

dan menghayati iman Kristiani mereka serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Di sekolah Katolik, para guru merupakan penentu tercapainya rencana-rencana serta

usaha-usaha sekolah Katolik. Merekalah yang menentukan arah dan tujuan sekolah Katolik

melalui tindakan dan perkataan mereka sehari-hari. Segala keputusan yang mereka ambil dan

mereka terapkan di lingkungan sekolah memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap

perkembangan sekolah. Oleh sebab itu, Konsili menyerukan bahwa hendaknya para guru

sungguh-sungguh disiapkan dan dibekali dengan ilmu-pengetahuan profan maupun keagamaan

yang dikukuhkan dengan ijazah-ijazah semestinya.6 Segala kebutuhan tersebut sangat penting

untuk dipenuhi demi meningkatkan kualitas sekolah-sekolah Katolik.

5
Ibid. art.8
6
Ibid.
PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM PENDIDIKAN 5

Pemikiran Gereja tentang peran guru dalam sekolah Katolik tersebut kemudian

berkembang dalam dokumen The Chatolic School yang dikeluarkan oleh Kongregasi bagi

Pendidikan Katolik pada tahun 1977. Perkembangan pemikiran ini muncul karena tujuan dasar

dari keberadaan sekolah Katolik lebih diperjelas. Tujuan sekolah Katolik yang dimaksud itu

adalah mencapai perkembangan seluruh umat manusia, dengan Kristus sebagai dasarnya, sebab

dalam Kristus, Sang Manusia Sempurna, seluruh nilai-nilai kemanusiaan terpenuhi dan

disempurnakan.7 Oleh sebab itu, Kristus adalah model yang ditunjukkan oleh sekolah Katolik

kepada para murid. Keutamaan-keutamaan hidup serta misteri kehidupan manusia berusaha

diungkapan dalam pribadi Kristus.

Dengan demikian, peran guru di sekolah menjadi lebih istimewa sekaligus lebih berat,

yakni sebagai imitasi Kristus, mereka harus mampu mewartakan pesan-pesan Kristiani tidak

hanya melalui kata-kata melainkan juga melalui setiap tindakan mereka.8 Para gurulah yang

pertama-tama harus menjiwai semangat Kristus dalam pelayanan mereka kepada para murid.

Kristus hendaknya menjadi model utama yang mereka teladani dalam setiap tindakan mereka.

Segala keutamaan-keutamaan Kristus harus benar-benar nyata dalam pribadi mereka masing-

masing. Oleh sebab itu, para guru hendaknya belajar dari sikap dan teladan hidup Kristus yang

selalu siap melayani dan mendampingi murid-murid-Nya hingga mereka benar-benar siap untuk

berkarya di dalam masyarakat.

Pemikiran Gereja tentang orang tua juga mengalami perkembangan. Gereja menyadari

bahwa orang tua merupakan bagian dari komunitas sekolah Katolik.9 Oleh sebab itu, para orang

tua wajib berpartisipasi dalam proses perkembangan pembinaan para murid di sekolah. Mereka

ikut bertanggung jawab dalam mengusahakan tujuan-tujuan sekolah Katolik. Dukungan-

7
The Sacred Congregation for Catholic Education, The Catholic School, art.35.
8
Ibid. art.43.
9
Ibid. art.61.
PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM PENDIDIKAN 6

dukungan dari orang tua baik berupa materi maupun pemikiran-pemikiran yang membangun

sangat dibutuhkan demi perkembangan sekolah. Demikian juga kerjasama dari para orang tua

dengan para guru dan staf di sekolah sangat penting untuk diwujudkan. Kerjasama yang dijiwai

oleh kesadaran semua komponen komunitas akan perannya masing-masing dapat membuat

komunitas itu semakin maju.

Pada tahun 1997, Kongregasi bagi Pendidikan Katolik kembali mengeluarkan dokumen

tentang sekolah Katolik yaitu The Catholic School on the Threshold of the Third Millenium yang

menunjukkan perkembangan pemikiran Gereja terhadap peran guru dan orang tua pada akhir

milenium kedua. Perkembangan pemikiran itu disebabkan oleh beberapa masalah yang dihadapi

oleh dunia pendidikan pada saat itu, khususnya masalah yang dihadapi oleh sekolah-sekolah

Katolik. Masalah-masalah ini muncul seiring dengan perkemabangan teknologi yang semakin

canggih dan pengaruh globalisasi yang semakin meluas.

Yang pertama adalah masalah yang berkaitan dengan peran orang tua di sekolah Katolik.

Masalah yang ada pada saat itu adalah banyak orang tua yang kurang menyadari tanggung jawab

mereka sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak, sehingga mereka cenderung

menyerahkan tugas tersebut.10 Mereka seolah-olah melupakan mereka yang telah menyalurkan

kehidupan kepada anak-anak terkait kewajiban yang tidak boleh diabaikan untuk mendidik anak-

anak. Kesannya, banyak orang tua yang lari dari tanggung jawab mereka untuk mendidik anak-

anak dan menyerahkan tugas itu kepada orang lain.

Contoh nyata dari permasalahan mengenai pengabaian peran orang tua ini juga terjadi di

Indonesia. Seperti yang dilansir oleh koran Kompas, 25 Juli 2015 yang lalu, Direktur

Kesejahteraan Sosial Anak Kementrian Sosial, Edi Suharto, mengatakan bahwa dari total

300.000 anak yang berada di panti asuhan di Indonesia, 80 persennya ternyata masih memiliki
10
Congregation for Catholic Education, The Catholic School on the Threshold of the Third Millenium, art.20.
PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM PENDIDIKAN 7

orang tua. Ada berbagai alasan orang tua menitipkan anak-anak mereka di panti asuhan. 63

persen dari total anak-anak itu dititipkan karena alasan kemiskinan, 8 persen dengan alasan jarak

rumah ke sekolah jauh, 4 persen karena ditelantarkan.11

Dari contoh tersebut, kita menyaksikan kenyataan yang sangat mengerikan. Di satu

pihak, sekolah Katolik membutuhkan partisipasi aktif dari para orang tua sebagai anggota

komunitas yang memainkan peran penting dalam proses pembinaan di sekolah. Di lain pihak,

kita dihadapkan pada kenyataannya bahwa masih banyak orang tua yang tidak bertanggung

jawab. Hanya karena alasan jarak dari rumah ke sekolah jauh, orang tua sampai menitipkan

anaknya di panti asuhan. Mereka tidak hanya menyerahkan peran mereka sebagai pendidik anak,

melainkan juga tanggung jawab mereka untuk mengasuh dan membesarkan anak. Jangankan ikut

berpartisipasi dalam perkembangan pendidikan anak di sekolah, tugas mengasuh dan

membesarkan anak saja diabaikan.

Menanggapi hal ini, Gereja mengajak siapa saja yang terlibat dalam pendidikan Katolik

untuk mengusahakan suatu dukungan konkret bagi para orang tua yang harus diajak untuk

berdialog dan bekerja sama demi peningkatan mutu pendidikan anak.12 Para orang tua perlu

disadarkan kembali akan tugas mereka yang begitu penting dan pantang untuk diabaikan ini.

Dengan mengadakan dialog-dialog serta menyediakan dukungan-dukungan konkret yang

dibutuhkan oleh orang tua, diharapkan dapat tercapai kesadaran orang tua terhadap pentingnya

tanggung jawab mereka. Hasil akhir yang diharapkan adalah para guru di sekolah dan para orang

tua yang merupakan bagian dari komunitas mampu bekerja sama untuk memikirkan apa yang

dibutuhkan oleh anak-anak dalam pendidikannya.

11
Suharto, E. “Mayoritas Anak di Panti Masih Memiliki Orangtua,” Kompas, 25 Juli, 2015, hal.11.
12
Congregation for Catholic Education, loc.cit., art. 20.
PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM PENDIDIKAN 8

Yang kedua adalah masalah yang berkaitan dengan peran para guru di sekolah Katolik.

Pendidkan masa kini cenderung lebih fokus pada hal-hal praktis dan teknis saja sehingga

melupakan bahwa pendidikan selalu mencakup konsep yang pasti tentang manusia dan

kehidupan.13 Sekolah-sekolah bersaing menammatkan siswa-siswi yang berprestasi tetapi lemah

dalam pengertian akan nilai moral. Prestasi telah menjadi suatu syarat yang wajib dipenuhi untuk

masuk dalam dunia kerja. Yang terpenting adalah orangnya pintar, apakah dia bermoral baik atau

tidak itu tidak terlalu penting. Mengingat bahwa para guru merupakan penentu arah dari

pendidikan itu sendiri, maka di dalam sekolah Katolik, para guru dipanggil untuk meluruskan

penyimpangan yang terjadi dalam dunia pendidikan ini.

Untuk mencapai keseimbangan tersebut, perlu untuk melihat kembali apa tujuan dasar

didirikannya sekolah Katolik. Elemen terpenting yang menjadi dasar dalam pendidikan sekolah

Katolik adalah penggabungan antara budaya dan iman.14 Artinya, segala sesuatu yang dipelajari

di dalam sekolah Katolik tidak pernah terlepas dari konteks iman. Tidak ada pemisahan antara

waktu belajar dan waktu pembinaan karakter. Para murid menimba ilmu sambil menemukan

nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam setiap mata pelajaran. Tugas para guru adalah

mengaitkan setiap materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata. Mereka harus mampu

mengungkap nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam setiap pelajaran. Hal inilah yang

membedakan sekolah Katolik dengan sekolah lainnya yang memandang pelajaran agama sebagai

salah satu subjek yang berdiri sendiri tanpa melihat kaitannya dengan pelajaran lain.

Dokumen terbaru yang dikeluarkan oleh Kongregasi bagi Pendidikan Katolik tentang

pendidikan adalah dokumen Educating Today and Tomorrow: A Renewing Passion yang

diterbitkan pada tahun 2014. Adapun pemikiran Gereja terhadap peran guru dan orang tua

13
Ibid. art.10.
14
Ibid. art.14.
PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM PENDIDIKAN 9

semakin berkembang. Pendidikan sangat membutuhkan kerja sama yang kuat antara para orang

tua dan para guru untuk menyediakan kehidupan yang baik, kaya akan makna, terbuka kepada

Allah dan sesama, juga kepada dunia.15 Mengingat bahwa pendidikan dilakukan melalui

interaksi antar pribadi, para orang tua dan para guru yang setiap hari berhadapan langsung

dengan anak-anak harus memiliki sesuatu yang perlu mereka ajarkan kepada anak-anak. Selain

itu, agar pengajaran yang diberikan di sekolah tidak bertentangan dengan apa yang diajarkan

oleh orang tua di rumah, kerja sama yang kuat antara para guru dan orang tua sangat dibutuhkan.

Dengan demikian, anak-anak akan mendapatkan pembinaan yang berkesinambungan baik di

lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarga.

Dalam dokumen Educating Today and Tomorrow: A Renewing Passion ini, Gereja

memberikan perhatian yang lebih besar kepada para guru. Alasannya adalah tugas dan tanggung

jawab guru di sekolah-sekolah Katolik semakin berat dan semakin sulit seiring dengan

perkembangan kebutuhan zaman. Guru sebagai penentu arah perkembangan sekolah-sekolah

Katolik perlu memenuhi kebutuhan-kebutuhan zaman yang semakin mendesak. Berkaitan

dengan hal itu, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh para guru yang mengemban tugas

pelayanan di sekolah-sekolah Katolik.

Kriteria yang pertama ialah para guru harus mampu menciptakan suasana lingkungan

sekolah yang khas sekolah Katolik16. Suasana sekolah Katolik yang dimaksud adalah suasana

yang dibentuk oleh relasi yang harmonis dan dijiwai oleh semangat cinta kasih antara setiap

pribadi yang ada di lingkungan sekolah, yakni relasi antara guru dan murid, murid yang satu

dengan murid yang lain, serta relasi di antara para guru sendiri. Relasi yang baik itu dapat pula

ditandai dengan adanya perhatian guru terhadap perkembangan intelektual dan moral setiap

15
Congregation for Catholic Education, Educating Today and Tomorrow: A Renewing Passion, art.3.
16
Ibid. art.2.1.
PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM PENDIDIKAN 10

murid serta adanya perhatian setiap anggota komunitas sekolah terhadap kebutuhan-kebutuhan

komunitas. Suasana komunitas sekolah Katolik juga dibentuk oleh nilai-nilai hidup yang

ditunjukkan oleh para guru melalui sikap dan tindakan mereka sehari-hari serta kesaksian-

kesaksian hidup yang mereka ungkapkan kepada para murid.

Kriteria yang kedua ialah para guru harus mampu menuntun para murid untuk menguasai

setiap mata pelajaran dengan aplikasi atau penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.17

Kenyataan yang terjadi di dalam dunia pendidikan saat ini adalah banyak murid yang

menganggap pelajaran sebagai kewajiban atau beban semata.18 Hal ini mungkin saja terjadi

akibat kurangnya pemahaman yang diberikan oleh guru kepada anak-anak tentang tujuan dasar

sebuah mata pelajaran. Dengan menyadari bahwa tujuan dari penguasaan materi pelajaran

sebenarnya adalah penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, para murid perlu dituntun melalui

kegiatan penelitian ilmiah yang semakin memperjelas hubungan antara pelajaran dan kehidupan.

Kegiatan penelitian ilmiah ini akan menumbuhkan kesadaran dalam diri setiap murid akan

manfaat dari apa yang ia pelajari bagi kehidupan nyata yang ia alami.

Kriteria yang ketiga ialah para guru harus mampu membangkitkan partisipasi aktif serta

keingintahuan para murid melalui tugas-tugas menantang yang membutuhkan penelitian serta

pemecahan masalah.19 Dengan demikian, para murid tidak hanya sekedar menerima, melainkan

berinisiatif untuk mencari sendiri apa yang benar-benar ia butuhkan. Selain itu, untuk

menyeimbangi cara murid belajar, para guru juga harus memperhatikan apa yang mereka

ajarkan. Para guru harus mengetahui apa yang benar-benar dibuthkan oleh para murid. Dengan

kata lain, pengajaran mereka tidak hanya berfokus pada apa yang nampaknya dibutuhkan oleh

17
Ibid. art.2.2.
18
Ibid. art 2.4.
19
Ibid. art.2.3.
PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM PENDIDIKAN 11

dunia politik, ekonomi, dan sosial saat ini, melainkan juga memperhatikan apa yang benar-benar

penting dalam pendidikan umat manusia yakni pemahaman tentang misteri kehidupan.

Kriteria yang keempat adalah para guru harus mampu menghargai perbedaan di antara

para murid.20 Mengingat bahwa masing-masing pribadi memiliki kelebihan-kelebihan serta

kelemahan-kelemahan tersendiri, para guru dipanggil untuk memberikan perhatian khusus bagi

masing-masing pribadi para murid. Adapun murid-murid yang memiliki kelemahan tidak boleh

ditolak dan dianggap sebagai beban dalam komunitas sekolah. Mereka inilah yang harus

mendapatkan perhatian khusus dan pembinaan terus menerus agar mereka tidak merasa

tersingkirkan dari komunitas sekolah. Mereka memerlukan dukungan dari setiap pribadi yang

ada dalam komunitas itu, terutama dukungan dari pribadi yang sangat dihormati di sekolah yakni

para guru.

Menanggapi hal ini, Gereja mengungkapkan betapa pentingnya diadakan pelatihan bagi

para guru.21 Perlu disadari bahwa kriteria-kriteria tersebut hanya bisa tercapai jika para guru

memiliki profesionalitas serta kecakapan yang tinggi. Guru yang berpengalaman dan

berwawasan tinggi merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan di zaman ini. Oleh sebab itu,

perlu diadakan suatu bentuk pembinaan terus-menerus bagi para guru. Pembinaan itu juga dapat

memberikan dorongan serta menumbuhkan semangat para guru untuk tak henti-hentinya

mengabdikan diri bagi kemajuan sekolah. Akan muncul perasaan bahwa peran mereka sangat

dibutuhkan sehingga mereka sungguh-sungguh mempersiapkan diri sebagai tenaga pengajar

yang cakap dan terampil.

Sebagai bentuk perhatian Gereja terhadap pentingnya pelatiha guru ini, Kongregasi untuk

Pendidikan Katolik memberikan sejumlah saran bagi tempat-tempat serta sumber-sumber

20
Ibid. art.2.5.
21
Ibid. art.2.7.
PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM PENDIDIKAN 12

pelaksanaan pelatihan guru. Tempat-tempat serta sumber-sumber tersebut antara lain: struktur

pemerintahan nasional beserta kementriannya; struktur diosesan; kongregasi-kongregasi religius;

universitas-universitas atau institusi-institusi Katolik; paroki-paroki atau biara-biara sebagai

pusat ret-ret rohani bagi para pengajar; internet atau belajar online.22 Lembaga-lembaga serta

komunitas-komunitas yang telah disebutkan itu sebaiknya menyediakan waktu dan kesempatan

bagi terlaksananya pelatihan guru sebagai bentuk perhatian dan dukungan mereka terhadap

kebutuhan pendidikan yang semakin mendesak.

Praktik pelatihan guru di Indonesia sebenarnya telah diterapkan oleh beberapa lembaga

swasta. Hanya saja, pelatihan-pelatihan tersebut tidak maksimal karena tidak dilakukan secara

rutin. Seperti dilansir oleh majalah Educare edisi Juni 2014 lalu, Prof. Dr. Paul Suparno, SJ,

Guru Besar pada Universitas Sanata Dharma Yogyakarta mengatakan bahwa yayasan

penyelenggara pendidikan swasta pada umumnya tidak lebih baik dalam memperdayakan dan

membina para gurunya. Banyak yayasan yang telah melakukan pembinaan, tetapi sifatnya tidak

rutin, hanya memanfaatkan momentum tertentu seperti hari jadi yayasan, hari pendidikan

nasional, dan sebagainya.23

Pelatihan guru yang tidak rutin ini tidak akan mencapai hasil yang diharapkan. Pelatihan

yang hanya dilakukan pada momen-momen tertentu tidak cukup untuk mempertahankan

semangat serta komitmen yang dibangun oleh para guru dalam pelatihan itu. Kemungkinan yang

terjadi adalah para guru yang mengikuti kegiatan pelatihan tersebut hanya bersemangat pada

bulan-bulan pertama setelah pelatihan, sehingga ketika hal itu tidak ditindaklanjuti, pelatihan

yang telah dilakukan tidak akan menghasilkan apa-apa. Oleh sebab itu, pelatihan guru yang

22
Ibid. art.3.1.k.
23
Parsunu, J. “Hampir Satu Dekade UU GURU & DOSEN,” Majalah Educare, Juni 2014, hal 4-7.
PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM PENDIDIKAN 13

diharapkan adalah pembinaan berkelanjutan yang semakin memperkaya wawasan serta

profesionalitas para guru melalui proses perkembangan dari hari ke hari.


PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM PENDIDIKAN 14

Daftar Pustaka

Gabriel Mariae, A. M. (1977). The Catholic School. The Sacred Congregation for Catholic
Education. Roma.

Pasuru, J. (2014, Juni). Hampir Satu Dekade UU GURU & DOSEN. Majalah Educare, hal. 4-7.

Paulus. (1965). Gravissimum Educationis. Konsili Vatikan II. Roma.

Pio Card. Laghi, J. S. (1997). The Catholic School on the Threshold of the Third Millenium.
Congregation for Catholic Education. Roma.

Suharto, E. (2015, Juli 25). Mayoritas Anak di Panti Masih Memiliki Orangtua. Kompas, hal. 11.

Zenon Grocholewski, A. V. (2014). Educating Today and Tomorrow: A Renewing Passion.


Congregation for Catholic Education. Roma.

Anda mungkin juga menyukai