Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

BA4202-TEKNOLOGI PERTANIAN BERBASIS NON-LAHAN

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN TANAMAN


SELADA MERAH (Lactuca sativa L.) DENGAN
TANAMAN SAWI (Brassica rapa L.) DALAM SISTEM
HIDROPONIK KRATKY

Disusun oleh:
Afriansyah Danupermana | 11415001
Anggun Nurul Fatimah | 11415009
Rekhsa Angkasawan | 11415026
Nindya Erni Safitri | 11915037

PROGRAM STUDI REKAYASA PERTANIAN


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Populasi dunia semakin meningkat semakin pada tahun 2025
diperkirakan akan menjadi 8,04 miliar orang. Meningkatnya populasi manusia
menyebabkan permintaan lahan terus meningkat. Hidroponik menjadi solusi di
tengah keterbatasan lahan dan juga keterbatasan tanah berkualitas yang masih
tersedia (Specht, et al., 2014).
Floating raft system atau dikenal dengan sistem kratky merupakan
alternatif solusi permasalahan lahan pertanian yang semakin sedikit. Sistem
hidroponik ini dikembangkan dari sistem kultur air dimana akar tanaman
terendam dalam larutan nutrisi yang menyokong pertumbuhan tanaman. Sistem
Kratky memiliki kelebihan dalam menghemat penggunaan air dan
meminimalisir penggunaan energi listrik karena merupakan sistem yang sangat
sederhana. Sistem hidroponik sederhana ini memanfaatkan pengembangan
teknologi budidaya sayuran dengan menggunakan air dan nutrisi yang secara
nyata lebih efisien dibandingkan dengan budidaya di tanah. Penggunaan sistem
hidroponik juga dapat menghasilkan satuan produktivitas yang sama jika
dibandingkan dengan budidaya secara konvensional (Lonardy, 2006).
Budidaya tanaman dengan sistem hidroponik harus memperhatikan
kandungan unsur hara yang ada di dalam media, yakni larutan nutrisi. Nutrisi
dalam hidroponik diserap dalam bentuk ion dalam bentuk kation, yakni Ca2+
(kalsium), Mg2+ (magnesium), dan K+ (kalium), serta dalam bentuk anion
adalah NO3- (nitrat), SO42- (sulfat), dan H2PO4- (dihidrogen fosfat). Nutrisi
terlarut dalam air yang umum digunakan adalah penggunaan AB mix.
Komposisi larutan nutrisi AB mix terbagi menjadi dua pekatan, yakni pekatan
A dan pekatan B. Kandungan pekatan A meliputi kalsium nitrat, kalium nitrat,
dan Fe EDTA. Sedangkan kandungan pekatan B meliputi kalium dihidro fosfat,
ammonium sulfat, kalium sulfat, magnesium sulfat, tembaga sulfat, seng sulfat,
asam borat, mangan sulfat, dan ammonium hepta molibdat (Hoagland dan
Amon, 1950).
Di Indonesia, selada dan sawi-sawian merupakan komoditas yang
banyak dibutuhkan dalam konsumsi sehari-hari. Di Indonesia, sawi masuk

2
kedalam 10 besar produk dengan kontribusi pasar yang tinggi, yaitu sebesar
602.468 ton atau berkontribusi sebesar 5,05% (peringkat 7) (Kementan, 2015),
sedangkan untuk komoditas selada di Indonesia memiliki tingkat konsumsi
sebesar 35,30 kg/kapita per tahun dan semakin meningkat setiap tahunnya
(Fitriansah, 2018). Oleh karena itu, percobaan mengenai budidaya tanaman
selada dan sawi perlu dilakukan karena merupakan produk yang diminati oleh
masyarakat dan memiliki daya beli tinggi.

I.2 Tujuan
Membandingkan pertumbuhan tanaman selada merah (Lactuca sativa
L.) dengan tanaman sawi (Brassica sp.) dalam sistem hidroponik kratky.

3
BAB II METODOLOGI
II.1 Waktu dan Tempat Percobaan
Kegitan budidaya tanaman selada dan pakcoy dilakukan di screen house
ITB Jatinangor. Kegiatan dilakukan pada bulan April – Meil 2019.

II.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah baki 10 L, infraboard,
gelas ukur, netpot, dan timbangan, Adapun bahan-bahan yang digunakan pada
percobaan ini adalah bibit sawi (Brasicca rapa L.), bibit selada merah (Lactuca
sativa L.), larutan AB mix, dan rockwool.

II.3 Cara Kerja


Percobaan ini menggunakan bibit tanaman selada merah (Lactuca sativa
L.) dan saw (Brasicca sp.) yang ditanam menggunakan sistem hidroponik kratky.
Sistem hidroponik kratky menggunakan baki berkapasitas 10 L sebanyak lima
buah dengan diberi infraboard sebagai penyangga netpot pada bagian atas baki.
Infraboard diberi lubang sesuai dengan diameter netpot sebanyak delapan lubang.

Parameter yang diamati adalah pengukuran jumlah daun yang dilakukan


setiap satu minggu sekali dan bobot akhir pada akhir pengamatan. Perawatan yang
dilakukan ialah pemberian larutan nutrisi AB mix yang diatur dengan rentang nilai
electrical conductivity dengan range 1500-1800 mS/cm2.

Dilakukan perhitungan nilai rata-rata jumlah daun dan bobot akhir yang
berasal dari 20 tanaman terbaik, serta dilakukan analisis uji statitik non parametrik
Man-Whitney.

4
BAB III HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

III.1 Hasil Pengamatan

Berikut ini merupakan hasil pertumbuhan daun serta bobot basah tanaman
selada dan sawi:

Tabel III.1 Jumlah Daun serta Bobot Basah Tanaman Selada dan Sawi

III.2 Pembahasan
Kondisi umum tempat percobaan yang berada di sreenhouse ITB Jatinangor
cenderung panas disiang hari dengan suhu mencapai diatas 30 C.

III.2.1 Jumlah Daun


Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa pertumbuhan daun
semakin meningkat dari minggu ke minggu, hingga diminggu terakhir didapatkan

5
bahwa sawi pakcoy memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan
dengan selada. Menurut Novriansyah, dkk (2007), tanaman selada biasanya
memiliki jumlah daun sebanyak 8-14 helai ketika dipanen, sedangkan untuk
tanaman pakcoy menurut Sarado dan Junia (2017), biasanya memiliki umlah daun
sebanyak 14-20 helai.

Gambar III.1 Rata-rata Jumlah Daun Tanaman


Dari tren Gambar III.1 didapatkan bahwa pakcoy memiliki jumlah daun rata-
rata yang lebih banyak yaitu sebanyak 11.4 helai dibandingkan dengan selada sebanyak
10.3 helai. Hal tersebut merupakan hal yang wajar jika dilihat dari morfologi yang telah
dipaparkan sebelumnya, bahwa pakcoy memiliki jumlah daun yang lebih banyak jika
dibandingkan dengan selada. Walaupun memiliki jumlah daun yang lebih sedikit, selada
memiliki morfologi lebar daun yang lebih lebar dibandingkan dengan pakcoy
(Novriansyah, dkk. 2007).
Dilakukan uji statistik Mann Whitney pada parameter jumlah daun, dan
didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata karena memiliki nilai signifikansi lebih dari
0.05 (P>0.05) (Tabel III.3) . Hal tersebut menggambarkan bahwa pertumbuhan jumlah
daun pada tanaman pakcoy dan selada tidak berbeda nyata secara kuantitas jika ditanam
dalam sistem hidroponik kratky.

6
Tabel III.3 Uji Statistik Mann Whitney Jumlah Daun

Jumlah daun menurut Nyakpa, dkk. (1988), sangat dipengaruhi oleh penyerapan
unsur hara seperti nitrogen dan fosfor. Menurut Fatma (2009), akar akan menyerap unsur
hara yang diperlukan tanaman dalam pertumbuhan vegetatif sehingga batang tumbuh
tinggi dan mempengaruhi jumlah daun. Penyerapan hara N yang baik dapat meningkatkan
pembentukan dan pertumbuhan daun pada tanaman.

III.2.2 Bobot Akhir


Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa bobot akhir tanaman
selada memiliki bobot basah tertinggi sebesar 22.69 gram, dibandingkan tanaman
sawi sebesar 15.78 gram. Bobot basah optimal tanaman selada merah adalah
berkisar 80-120 gram (Novriansyah dkk., 2007), sedangkan bobot basah optimal
tanaman sawi pakcoy adalah 90-200 gr (Sarido dan Junia, 2017).

Gambar III.2 Rata-rata Bobot Basah Tanaman

Pertumbuhan vegetatif tanaman menjadi faktor penentu bobot basah dari


tanaman yang akan dikonsumsi. Semakin baik pertumbuhan vegetatif tanaman,
maka bobot basah tanaman akan baik. Pertumbuhan vegetatif sangatlah
dipengaruhi oleh penyerapan nitrogen yang baik (Taiz dan Zeiger, 2002).
Berdasarkan uji Mann Whitney yang dilakukan, didapatkan nilai signifikansi yang

7
tidak berbeda nyata antara selada merah dan sawi pakcoy (P>0.05) (Tabel III.4).
Hal tersebut menggambarkan bahwa pertumbuhan bobot basah pada tanaman
pakcoy dan selada tidak berbeda nyata secara kuantitas jika ditanam dalam sistem
hidroponik kratky.
Tabel III.4 Uji Statistik Mann Whitney Bobot Basah

Secara umum bobot basah pada tanaman selada merah dan sawi pakcoy masih
jauh dari bobot ideal. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi ingkungan screen house yang
panas dimana bisa bersuhu lebih dari 30 C jika disiang hari. Tanaman sayuran sendiri
idealnya ditanaman pada suhu 15-24 C. Ketika suhu tinggi maka tanaman akan
melakukan evaporasi yang tinggi sehingga nutrisi hasil fotosintesis tidak terakumulasi
dalam tanaman dan pertumbuhan tanaman terhambat (Samadi, 2014).
Selain itu, penggunaan sistem hidroponik kratky idealnya dibarengi dengan
pengadukan larutan nutrisi yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan oksigen
terlarut dalam tanaman. Menurut Ramadhan (2018), didapatkan bahwak nilai oksigen
terlarut (DO) dalam sistem hidroponik kratky tanpa pengadukan ataupun aerasi sebesar 2-
3.5 ppm, sementara menurut Samadi (2014), hidroponik sendiri idealnya memiliki
kandungan oksigen terlarut ideal sebesar 4-7 ppm.
Kandungan oksigen terlarut akan berkaitan dengan jumlah oksigen yang akan
digunakan oleh akar untuk melakukan respirasi. Ketika oksigen tercukupi maka
proses respirasi akar akan optimal sehingga menghasilkan energi akar yang
digunakan untuk menyerap nutrisi hidroponik secara maksimal (Fauzi, 2013)

8
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1 Kesimpulan
Secara umum tren dari pertumbuhan daun dan bobot basah tanaman selada merah lebih
baik jika dibandingkan dengan tanaman sawi pakcoy jika ditanam dalam sistem
hidroponik kratky.

IV.2 Saran
Dalam menanam sayuran sebaiknya ditanam pada suhu yang sejuk, sehingga tanaman
akan tumbuh secara optimal

9
DAFTAR PUSTAKA
Hoagland, D.R. and D.I. Arnon. 1950. The Water Culture Method For Growing
Plants Without Soil. California Agr. Expt. Stat. Circ. 347.
Lonardy, M.V. 2006. Respons Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill)
terhadap Suplai Senyawa Nitrogen Dari Sumber Berbeda Pada
Sistem Hidroponik. Skripsi. Universitas Tadulako, Palu.
Kementrian Pertanian. 2015. Statistik Produksi Hortikultura Tahun 2014.
Jakarta: Direktorat Jendral Hortikultura.
Specht, K. Rosemarie S., Ina H., dan Ulf B. F. 2014. “Urban agriculture of the
future: an overview of sustainability aspects of food production in and on
buildings”. Agric Hum Values, 31(1): 35-21.
Fitriansah, T. 2018. “Pertumbuhan Tanaman Selada (Lactuca Sativa L) Pada
Dosis Dan Interval Penambahan AB Mix Dengan Sistem Hidroponik”.
Thesis. Universitas Brawijaya, Malang.
Fatma, D. M. 2009. “Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi Caisim”. Agronobis 1(1) : 89 - 98.
Nyakpa, M. Y., A. M. Lubis., M. A. Pulung., Amrah., A. Munawar., G. B.
Hong., N. Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung Press.
Novriansyah, W. D., Armaini, dan Rusli R. 2007. “Pengaruh Aplikasi Urine Sapi
Terfermentasi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada (Lactuca
sativa L.)”. Jom Faperta, 4(1): 1-13.
Sarido, La dan Junia. 2017. “Uji Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pakcoy
(Brassica rapa L.) dengan Pemberian Pupuk Organik Cair pada Sistem
Hidroponik”. Agrivor, 16(1): 65-74.
Fauzi, R., Eka Tarwaca S. P., dan Erlina A. 2013. “Pengayaan Oksigen Di Zona
Perakaran Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Dan Hasil Selada (Lactuca
Sativa L.) Secara Hidroponik”. Vegetalika, 2(4): 63-74.
Samadi, B. 2014. Rahasia Budidaya Selada Secara Organik dan Anorganik.
Pustaka Mina. Jakarta.
Ramadhan, B. K. 2018. Pengaruh Lindi Hasil Biokonversi Larva Hermetia
Illucens dPada Kualitas Selada Romaine (Lactuca sativa L.var. longifolia)
dalam Sistem Hidroponik Rakit Apung. Skripsi. ITB, Bandung.

10

Anda mungkin juga menyukai