7027 12263 1 PB PDF
7027 12263 1 PB PDF
2003, NO. 2, 81 – 90
ABSTRACT
.
*)
Fakultas Psikologi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
**)
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
yang didapat dari merokok. Mereka paru-paru yang tidak bisa disembuhkan ini
beranggapan bahwa merokok tidak akan menduduki peringkat keempat setelah
merusak kesehatan asal diimbangi dengan gangguan mental, kecelakaan lalu lintas
olahraga secara teratur dan mengkonsumsi dan penyakit jantung. Bahkan
makanan bergizi. Bila ditinjau dari aspek Mangunnegoro, ahli paru-paru dari RSUP
sosial, sebagian besar perokok menyatakan Persahabatan Jakarta dan menurut data
bahwa mereka merokok karena terpengaruh WHO tahun 1990, penyakit paru-paru
oleh orang-orang lain di sekitarnya. ‘Demi termasuk peringkat ke-12 penyebab
pergaulan’ adalah alasan yang paling sering kesakitan dan kematian utama penyakit
dikemukakan oleh perokok pada saat tidak menular di dunia (Republika, 2001).
ditanya mengapa mereka merokok. Secara Resiko tersebut sesungguhnya tidak
psikologis, perilaku merokok dilakukan hanya mengenai perokok (aktif) saja tetapi
untuk relaksasi, mengurangi ketegangan juga orang-orang di sekitar perokok, yaitu
dan melupakan sejenak masalah yang orang yang tidak merokok tetapi harus
sedang dihadapi. menghirup asap rokok atau orang yang
Terlepas dari alasan apa yang men- berada di sekitar perokok atau untuk
dorong seseorang merokok, hampir dapat selanjutnya dikatakan dengan perokok
dipastikan bahwa mereka akan memperoleh pasif. Perokok pasif secara tidak langsung
perasaan yang menyenangkan. Pada telah memasukkan zat-zat yang berbahaya
kondisi inilah bangkit hasrat untuk ke dalam tubuh bersamaan dengan asap
mengulangi perilaku tersebut rokok yang tanpa sengaja terhisap. Kondisi
(conditioning). Pada saat yang bersamaan, ini lebih membahayakan karena tubuh
nikotin pada rokok dapat menimbulkan perokok pasif tidak terbiasa dengan asap
perasaan tergantung (Glasgow dan yang terhisap ke dalam tubuh mereka
Bernstein, dalam Aritonang, 1997). Efek (Sarafino, 1990). Beberapa penelitian
toleran yang disebabkan oleh nikotin melaporkan bahwa sekitar 20% - 30%
sesungguhnya relatif ringan, tetapi sifat kejadian terkena resiko penyakit kanker
adiktifnya dapat menyebabkan tubuh paru-paru, dialami oleh perokok pasif
tergantung dan termanifestasi dalam bentuk (Aditama, 1997).
pusing-pusing, mudah gugup, lesu, sakit Interaksi antara perokok aktif dengan
kepala, dan perasaan cemas (Theodorus, perokok pasif ini biasanya terjadi di
dalam Komarasari, 2000) tempat-tempat umum, seperti misalnya
Beberapa penelitian mengenai resiko stasiun kereta api, terminal, di dalam bus
yang mungkin dialami perokok menunjuk- kota, dll. Di tempat-tempat seperti ini, tidak
kan bahwa perokok mempunyai ada pembatas antara ruangan yang
kemungkinan sebelas kali mengidap diperuntukkan bagi perokok dengan yang
penyakit paru-paru yang menyebabkan bukan perokok, sehingga asap yang
kematian dibanding bukan perokok. dikeluarkan akan terhisap tidak hanya oleh
Diperkirakan tahun 2020 nanti kematian perokok itu sendiri tetapi juga juga oleh
yang disebabkan oleh penyakit paru-paru orang lain yang berada di sana. Mereka
atau lebih dikenal dengan PPOK (Penyakit menghisap asap rokok tanpa mereka
Paru-paru Obstruksi Kronik) atau penyakit inginkan. Itulah sebabnya mereka disebut
dengan perokok pasif. Dalam konteks ini, menyamaratakan orang lain dengan
pemahaman terhadap kondisi atau keadaan dirinya, bukan memandangnya sebagai
orang lain sangat dibutuhkan oleh perokok, individu yang unik. Pada tingkat yang lebih
terutama pada saat mereka berada di tempat rendah, empati mensyaratkan kemampuan
umum. membaca emosi orang lain, pada dataran
Johnson dkk (1983) mengemukakan yang lebih tinggi, empati mengharuskan
bahwa empati adalah kecenderungan untuk seseorang mengindera sekaligus menang-
memahami kondisi atau keadaan pikiran gapi kebutuhan atau perasaaan seseorang
orang lain. Seorang yang empati yang tidak diungkapkan lewat kata-kata. Di
digambarkan sebagai seorang yang toleran, tataran yang paling tinggi empati adalah
mampu mengendalikan diri, ramah, menghayati masalah-masalah atau
mempunyai pengaruh, serta bersifat kebutuhan-kebutuhan yang tersirat dibalik
humanistik. Batson dan Coke (Brigham, perasaan seseorang.
1991) mendefinisikan empati sebagai suatu Goleman (2000) mengemukakan
keadaan emosional yang dimiliki oleh prasyarat untuk dapat melakukan empati
seseorang yang sesuai dengan apa yang adalah kesadaran diri, mengenali sinyal-
dirasakan oleh orang lain. Kemampuan sinyal perasaan yang tersembunyi dalam
merasakan perasaan ini membuat seorang reaksi-reaksi tubuh sendiri. Dengan kata
yang empati seolah mengalami sendiri lain, seseorang hanya dapat berempati
peristiwa yang dialami orang lain apabila mereka sudah terlebih dahulu
(Eisenberg dan Fabes, 1989). Apabila ia mengenali diri sendiri (Boyatzis et all.,
seorang perokok, ia akan mampu 2000). Brammer dan Mc Donald (dalam
mengendalikan diri untuk tidak merokok di Munawaroh, 1999) mengungkapkan bahwa
tempat-tempat umum karena menyadari pengenalan diri sendiri ini dapat membantu
bahwa rokok tidak hanya berbahaya bagi individu dalam berupaya menempatkan diri
dirinya tetapi juga bagi orang lain. pada internal frame of reference orang lain,
Pendapat senada juga dikemukakan oleh tanpa kehilangan objektivitasnya. Empati
Koestner dan Franz (1990) yang akan lebih muncul pada saat individu
mengartikan empati sebagai kemampuan melakukan aktivitas ”thingking with”
untuk menempatkan diri dalam perasaan daripada “thingking for about ” orang lain.
atau pikiran orang lain tanpa harus secara Empati memerlukan kerjasama antara
nyata terlibat dalam perasaan atau kemampuan menerima, memahami secara
tanggapan orang tersebut. kognitif dan afektif. Komponen kognitif
Kemampuan mengindera perasaan melibatkan pemahaman terhadap perasaan
seseorang sebelum yang bersangkutan orang lain, baik melalui tanda-tanda atau
mengatakannya merupakan intisari empati. proses hubungan yang simpel maupun
Tanpa kemampuan ini orang dapat menjadi pengambilan perspektif yang kompleks.
terasing, salah menafsirkan perasaan Dalam konteks perilaku merokok, perokok
sehingga mati rasa atau tumpulnya memahami bahwa orang yang hadir di
perasaan yang berakibat rusaknya sekitarnya tidak semuanya menyukai
hubungan. Salah satu wujud kurangnya rokok. Selanjutnya, di samping kemam-
empati adalah ketika seseorang cenderung puan kognitif, empati juga melibatkan
model skala dengan empat alternatif seperti pengorbanan waktu, tenaga dan
jawaban yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju biaya. Dengan demikian seseorang yang
(S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju mempunyai empati tinggi akan peduli
(STS). Penilaian untuk pernyataan terhadap orang lain disekelilingnya yang
favorable bergerak dari 4 (Sangat Setuju) merasa terganggu dengan asap rokok.
hingga 1 (Sangat Tidak Setuju). Sedangkan Solichah (2000) dalam penelitiannya juga
untuk pernyataan unfavorable sebaliknya. mendukung pendapat tersebut yang
Hasil analisis kesahihan butir skala Empati menyatakan bahwa semakin tinggi
menunjukkan bahwa 59 butir aitem yang keyakinan subjek bahwa asap rokok
diujicobakan diperoleh 39 aitem sahih dan mengganggu orang lain maka semakin
20 aitem gugur. Koefisien validitas 39 rendah frekuensi dan kualitas merokok
aitem yang sahih tersebut bergerak antara subjek ketika berada di antara orang lain.
0,3037- 0,5593. Uji reliabilitas terhadap Adanya kesadaran bahwa perilaku
skala Empati menghasilkan koefisien alpha merokok di tempat umum dapat merugikan
sebesar 0,8961. orang lain merupakan cerminan sikap
toleran, yang merupakan bagian penting
HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI dari empati (Johnson, dkk., 1983). Pada
a. Hasil Penelitian saat menyaksikan orang lain batuk atau
mengalami sesak nafas karena udara
Hasil analisis statistik yang telah diuraikan sekitarnya dicemari asap rokok, seorang
diatas menunjukkan bahwa terdapat perokok yang empatik akan merasakan hal
hubungan negatif yang signifikan antara ini, dan mereka mampu mengendalikan
empati dengan perilaku merokok di tempat keinginan merokoknya. Sangat berbeda
umum. Hal ini terlihat dari nilai korelasi r = dengan perokok yang tidak empatik,
– 0,207 (p < 0,05). Sumbangan efektif yang mereka tidak mempedulikan sekitarnya
diberikan oleh empati terhadap perilaku sehingga tidak terlintas dibenak mereka
merokok sebesar 0,043 (4,3%). untuk menghentikan ataupun
mengendalikan keinginan merokok ini.
b. Diskusi Jelas sekali di sini, empati berkaitan
dengan pemahaman terhadap diri sendiri
Empati merupakan emosi atau afeksi yang
yang berujud kesadaran diri, mengenali
positif. Empati ini berperan penting dalam
sinyal-sinyal perasaan yang tersembunyi
mengatasi masalah yang sedang dihadapi
dalam reaksi-reaksi tubuh sendiri
individu dan dalam membentuk sikap dan
(Goleman, 2000) dan mengenali sinyal-
perilaku terhadap orang lain. Perilaku
sinyal perasaan orang lain yang terganggu
merokok di tempat umum merupakan suatu
akibat perilaku merokok (Wood dkk.,
perilaku yang dapat mencerminkan
1994;). Kesadaran dan kepekaan untuk
karakter empati seseorang. Brigham (1991)
mengetahui apa yang dirasakan oleh orang
mengemukakan bahwa orang yang
lain inilah yang seharusnya dimiliki oleh
mempunyai empati tinggi lebih berorientasi
para perokok. Tanpa kemampuan ini orang
pada orang lain yang mengalami kesulitan
dapat menjadi terasing, salah menafsirkan
tanpa banyak mempertimbangkan
perasaan atau mati rasa, atau tumpulnya
kerugian-kerugian yang akan diperoleh,
perasaan yang pada puncaknya dapat rerata. Secara logis, perilaku merokok
merusak hubungan dengan orang lain. mereka seharusnya cenderung rendah.
Penemuan lain pada penelitian ini Tetapi, proses sosial dan sikap lingkungan
adalah bahwa subjek penelitian memiliki yang permisif terhadap perilaku orang lain,
rerata sekor empirik skala empati lebih dalam hal ini perokok menjadi salah satu
besar (119,34) daripada rerata hipotetiknya kendala. Misalnya, seringkali kita
(97,5). Ini mengindikasikan bahwa subjek menyaksikan seseorang dengan tulusnya
penelitian termasuk kategori orang yang mengatakan tidak keberatan apabila ada
memiliki empati yang sedang cenderung yang ingin merokok di antara kehadiran
tinggi. Penemuan ini menjadi menarik orang lain.
untuk dicermati karena tingginya empati Data tambahan yang diambil dari isian
tidak konsisten dengan rendahnya perilaku angket terbuka yang diisi subjek dapat
merokok karena sekor rerata empirik diketahui bahwa alasan subjek merokok
perilaku merokok di tempat umum (173,84) yang paling dominan adalah karena
juga lebih tinggi daripada rerata hipotetik kebiasaan dan kebutuhan 35%, coba-
(157,5). Bila demikian dapat disimpulkan coba/iseng 20,67%, menenangkan pikiran
bahwa subjek penelitian ini termasuk 14,67%, pergaulan 8%, enak rasanya
dalam kategori perokok yang agak banyak 7,33%, suka 4,67%, banyak masalah
merokok di tempat-tempat umum tetapi 4,33%, cari inspirasi dan motivasi 4%,
memiliki empati yang agak tinggi. mengisi waktu 1,33%. Subjek mulai
Sumbangan efektif yang diberikan oleh merokok dilakukan sejak usia 9-11 tahun
empati terhadap perilaku merokok di (SD) 10%, 12- 14 (SLTP)56%, 16-19 tahun
tempat umum sebesar 0,043 atau sebesar (SLTA) 34%.
4,3% memang sangat kecil. Banyak sekali Dari data ini dapat diketahui bahwa di
faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi usia anak-anak sudah mulai merokok. Hal
perilaku merokok di tempat umum sebesar ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
95,7%, diantaranya adalah sikap dan Traguet (dalam Komarasari, 2000) yang
kepercayaan, pengaruh proses sosial seperti mengatakan bahwa proses untuk menjadi
pengaruh kebiasaan orang tua atau perokok telah diawali sejak masa kanak-
kelompok, dan konsep diri (Brigham, kanak. Erikson (1982) juga menyebutkan
1991). Castro (dalam Fuhrmann, 1990) bahwa merokok antara usia 6-11 tahun
lebih menekankan pentingnya pengaruh biasanya adalah sebagai media untuk
kelompok, konformitas sosial, sikap mengatasi perasaan inferiornya, sedangkan
keluarga, stres, dan ketidakmampuan remaja yang mulai merokok antara usia 12-
melakukan coping. 18 tahun biasanya adalah menetapkan
Apabila ditilik lagi hasil pembandingan identitas dirinya.
rerata empirik SE dan SPM dengan rerata Frekuensi rokok yang dihisap setiap
hipotetik, nampaknya faktor yang sangat hari oleh subjek menunjukkan bahwa ada
dominan mempengaruhi perilaku merokok 30% merokok antara 1- 10 batang sehari,
di tempat umum, yaitu pengaruh proses 51,33% merokok antara 11-22 batang
sosial dan sikap keluarga. Empati subjek sehari, 14, 67% merokok lebih dari 24
penelitian termasuk dalam kategori di atas batang sehari, dan 5% merokok tidak tentu
positif antara faktor adiksi dengan perilaku and Parker, J.D.A. (eds.) ‘Handbook of
merokok sehingga semakin positif Emotional Intelligence’. Sanransisco:
keyakinan subjek bahwa tingkah laku Jossey-Bass.
merokok akan mendatangkan ketergan- Brigham. J. C. 1991. Social Psychology.
tungan maka semakin tinggi kualitas Second Edition. New York: Harper
merokok subjek. Komalasari (2000) dalam Collins Publishers Inc.
penelitiannya juga mengungkapkan bahwa
ada hubungan antara kepuasan psikologis Cahyani, 1995. Hubungan Antara Persepsi
dengan perilaku merokok yang sangat Terhadap Merokok Dan Kepercayaan
signifikan. Hal ini berarti semakin tinggi Diri Dengan Perilaku Merokok Pada
kepuasan psikologis yang dirasakan akan Siswa STM Muhammadiyah Pakem
semakin tinggi perilaku merokok yang Sleman Yogyakarta. Skripsi (tidak
ditunjukkan. Dalam penelitian ini, diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas
kepuasan psikologis sangat berpengaruh Psikologi UGM.
pada perilaku merokok subjek. Davis, M.H., 1983. Measuring Individual
Differences in Empaty: Evidence For a
KESIMPULAN Multidimensional Approach. Journal
Of Personality and Social Psychology.
Berdasarkan hasil penelitian yang Vol.44 no.1,113-126.
diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa ada hubungan negatif antara empati Eisenberg, N dan Fabes, 1989. The Roots
dengan perilaku merokok di tempat umum, Of Prosocial Behavior In Children.
khususnya pada remaja madya dan remaja New York: Cambridge University
akhir yang merokok di tempat umum. Press.
Semakin tinggi empati maka perilaku Eisenberg, N dan Strayer, J. 1990. Empathy
merokok ditempat umum semakin and its Development. USA. Cambridge
berkurang begitu pula sebaliknya, semakin University Press.
rendah empati maka perilaku merokok di Erikson, Erik H., (1982) The Life Cycle
tempat umum semakin meningkat. Completed, New York, W.W. Norton
& Company.
DAFTAR PUSTAKA
Fathiyah. K.N. 1996. Kemampuan Empati
Aditama, T. Y. 1997. Rokok dan Di Tinjau Dari Sikap Kompetitif Dan
Kesehatan. Jakarta. UI Press. Jenis Kelamin. Skripsi (tidak
Aritonang. M. E. R. 1997. Fenomena diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas
Wanita Merokok. Skripsi (Tidak Psikologi UGM.
diterbitkan) Yogyakarta: Fakultas Goleman, D. 2000. Kecerdasan Emosi
Psikologi UGM. Untuk Mencapai Puncak Prestasi.
Boyatzis, R.E., Goleman, D., and Rhee, K, Cetakan ke-1. Jakarta: PT Gramedia
(2000). Clustering Competence in Pustaka Utama.
Emotional Intelligence: Insights From Hardinge. M.G & Shryock. H. 2001. Kiat
The Emotional Competencies Keluarga Sehat Mencapai Hidup
Inventory (ECI). Dalam Bar-On, R. Prima Dan Bugar. (Terjemahan). P.A.