Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Pencapaian Indonesia Sehat 2010 program pangan dan gizi memiliki tujuan yaitu

meningkatkan ketersediaan pangan dengan jumlah yang cukup serta kualitas yang

memadai dan tersedia sepanjang waktu yaitu melalui peningkatan bahan pangan dan

penganekaragaman serta pengembangan produksi olahan, meningkatkan

penganekaragaman konsumsi pangan untuk memantapkan ketahanan pangan ditingkat

rumah tangga, meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik

dalam upaya perbaikan status gizi untuk mencapai hidup sehat (Depkes RI, 2003).

Masalah gizi kurang masih tersebar luas di Negara berkembang termasuk di

Indonesia. Penyuluhan gizi secara luas perlu digerakan bagi masyarakat guna

meningkatkan keadaan gizinya. Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor

terpenting dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia, hal ini merupakan

kunci keberhasilan dalam pembangunan suatu bangsa (Almatsier, 2003).

Beragam masalah kekurangan zat gizi yang sebagian mempunyai dampak yang sangat

nyata terhadap timbulnya masalah gizi. Salah satu faktor penyebab keadaan ini terjadi

karena bertambahnya jumlah penduduk diberbagai negara sedang berkembang yang

cenderung meningkat terus, sedangkan jumlah produksi pangan belum mampu

mengimbangi walaupun diterapkan beragam teknologi mutakhir. Disamping faktor

bertambahnya penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan pangan yang

memadai, masalah gizi timbul karena berbagai faktor yang saling berkaitan yang

mencakup aspek ekonomi, sosial, budaya (Suhardjo, 1996).

Akibat kurang gizi terhadap proses tubuh tergantung pada zat gizi apa yang kurang.

Kekurangan zat gizi secara umum (makanan kurang dalam kualitas dan kuantitas

menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh,

1
struktur dan fungsi otak dan perilaku anak yang mengalami kurang gizi tersebut

(Almatsier, 2003).

Masyarakat harus mengerti bahwa anak mereka membutuhkan makanan dengan

cukup zat gizi demi masa depan mereka sehingga anak tersebut tidak terkena penyakit-

penyakit yang berhubungan dengan gizi. Kelompok anak balita merupakan kelompok

yang menunjukan pertumbuhan badan yang pesat. Anak balita merupakan kelompok

umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Sediaoetama, 2000).

Kondisi gizi salah di Indonesia yang terbanyak termasuk berat badan di bawah garis

merah kebanyakan disebabkan oleh konsumsi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan

badan. Kondisi gizi salah terutama diderita oleh anak-anak yang sedang tumbuh dengan

pesat yaitu kelompok balita (bawah lima tahun) dimana prevalensinya pada anak balita

masih tinggi + 30-40%. Kebanyakan penyakit gizi ditandai dengan berat badan dibawah

garis merah pada masa bayi dan anak ditandai 2 sindrom yaitu kwashiorkor dan

marasmus (Hardjoprakoso, 1986).

Menurut Suhardjo, (1996) Klasifikasi keadaan berat badan balita di bawah garis

merah yang paling sederhana dan umum dipakai adalah ukuran berat menurut umur yang

kemudian dibandingkan terhadap ukuran baku, karena berat badan anak merupakan

indikator yang baik bagi penentuan status gizinya. khususnya untuk mereka yang berumur

di bawah 5 tahun, dimana keadaan seperti ini disebabkan oleh faktor-faktor tertentu

seperti : Tingkat pendidikan ibu, Tingkat ekonomi keluarga, Latar belakang sosial budaya

keluarga dilihat dari pantangan makan, Paritas, Keadaan fisiologi, Sehingga faktor-faktor

tersebut ikut menentukan besarnya presentase balita dengan berat badan di bawah garis

merah.

Menurut Dep.Kes (2004) yang dikutip Biro Pusat Statistik tahun 2003 sekitar 5 juta

anak balita (27,5%) yang kekurangan gizi, lebih kurang 3,6 juta anak (19,2%) dalam

tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Meskipun jumlahnya relatif

lebih sedikit, kasus gizi buruk lebih cepat menarik perhatian media masa karena dapat

2
dipotret dan kelihatan nyata penderitaan anak seperti : sakit, kurus, bengkak (busung),

dan lemah. Mereka mudah dikenal dan dihitung karena dibawa ke rumah sakit. Keluarga

dan masyarakat tidak dapat berbuat banyak bagi anak yang gizi buruk

(www.bkkbn.go.id).

Berdasarkan cakupan data Program Perbaikan Gizi di Puskesmas Plaosan Tahun 2016

didapatkan jumlah balita di puskesmas plaosan yaitu 2190 balita dengan pencapain balita

berat badan di bawah garis merah adalah 2,29% atau 7 balita. Hal ini menunjukkan

bahwa penanganan terhadap balita BGM masih belum belum optimal terutama penangan

yang dilakukan oleh keluarga. Berdasarkan keadaan tersebut penulis tertarik untuk

mengadakan penyuluhan tentang “Penanganan Balita Dibawah Garis Merah Di

Puskesmas Plaosan Berdasarkan Karakteristik Keluarga”.

II. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah kegiatan
sebagai berikut :
a. Cakupan Balita Dibawah Garis Merah oleh petugas di Puskesmas Plaosan pada tahun
2016 mencapai 2,29%.

III. Tujuan Kegiatan


a. Tujuan Umum
- Untuk mengetahui Penanganan Balita Dibawah Garis Merah Di Puskesmas Plaosan

Berdasarkan Karakteristik Keluarga.

b. Tujuan Khusus

- Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita dengan berat badan di bawah garis

merah (BGM) berdasarkan tingkat pendidikan kepala keluarga.

- Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita dengan berat badan di bawah garis

merah (BGM) berdasarkan Tingkat Pengetahuan.

3
- Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita dengan berat badan di bawah garis

merah (BGM) berdasarkan pola asuh ibu.

- Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita dengan berat badan di bawah garis

merah (BGM) berdasarkan Pendapatan keluarga.

IV. Manfaat Kegiatan


a. Manfaat Akademis
Diharapkan akan memberikan manfaat akademis berupa tambahan
wawasan dan pengetahuan yang tekait dengan program gizi. Masing-masing
karakteristik keluarga dengan balita BGM di Puskesmas Plaosan, Kec.
Plaosan, faktor penyebab terbesar belum bebasnya Gizi Buruk di Puskesmas
Plaosan dapat menjadi bahan atau sumber dalam pendidikan yang
dipertimbangkan dalam merubah perilaku sesorang.
b. Manfaat Praktis
 Bagi Dinas Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam menurunkan angka
kejadian gizi buruk melalui sosialisasi dan peningkatan pelayanan
kesehatan bagi setiap puskesmas sehingga keluarga dengan belita BGM
dapat tertangani dengan tepat.
 Bagi Institusi Pelayanan (Puskesmas)
Menambah pemahaman para tenaga kesehatan puskesmas mengenai
karakteristik dan deteksi balita BGM dan sebagai bahan evaluasi bagi
Puskesmas Plaosan tentang penanganan bagi keluarga dengan balita BGM
 Bagi Keluarga Balita BGM
Secara tidak langsung keluarga dengan balita BGM mendapatkan
manfaat dari penelitian ini, yaitu melalui program-program sosialisasi dan
penyeuluhan yang dilakukan sehingga mampu meningkatkan pengetahuan
Keluarga tentang Gizi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Pengertian Karakteristik
Karakteristik adalah ciri-ciri dari individu yang terdiri dari demografi seperti

jenis-jenis kelamin, umur, serta status sosial seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, ras,

status ekonomi dan sebagainya. Menurut Efendi, demografi berkaitan dengan struktur

penduduk, umur, jenis kelamin, dan status ekonomi sedangkan data cultural

mengangkat tingkat pendidikan, pekerjaan, agama, adat istiadat, penghasilan dan

sebagainya (Ayuria,2009).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ciri-ciri khusus atau mempunyai sifat

khas sesuai dengan perwatakan tertentu.

II. Karakteristik keluarga

Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi kurang. Menurut

UNICEF (2008) yaitu : (1) Kurangnya asupan gizi dari makanan (2) Akibat terjadinya

penyakit infeksi. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:

(1) Faktor ketersediaan pangan (2) Perilaku dan pendidikan dalam pengolahan pangan

dan pengasuhan anak; (3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang

tidak memadai. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI, 2006), ada 3 faktor

penyebab gizi buruk pada balita, yaitu: (1) Keluarga miskin/ sosial ekonomi (2)

Ketidaktahuan orang tua/ pengetahuan (3) Penyakit bawaan pada anak,

(Hardjoprakoso, 2008).

a. Tingkat pendidikan keluarga

5
1) Pengertian

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Pendidikan merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-

sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan

yang jelas, mulai dari pendidikan dasar (SD), pendidikan menengah (SMP dan

SMA), sampai pendidikan tinggi (perguruan Tinggi). (Wikipedia,2011)

Berdasarkan pengertian pendidikan yang teah dijelaskan sebelumnya

maka dapat diidentifikasikan beberapa ciri pendidikan antara lain :

a) Pendidikan mengandung tujuan yaitu kemampuan untuk berkembang,

sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidup.

b) Untuk mencapai tujuan itu, pendidikan melakukan usaha yang terencana

dalam memiih isi, strategi dan teknik pendidikan.

c) Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan

masyarakat (formal dan non formal)

2) Jalur pendidikan

Menurut UU RI no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, jalur

pendidikan terdiri dari :

a) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang

yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan

tinggi.

6
b) Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan dan

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri

c) Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal

yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

3) Jenjang pendidikan

Menurut UU RI no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

jenjang pendidikan formal terdiri atas :

a) Pendidikan dasar

Merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan

menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah dasar (SD), dan Madrasah

Ibtidaiyah (MI) atau sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan

Madrasah Tsnawiyah (Mts) atau yang sederajat.

b) Pendidikan menengah

Merupakan lanjutan pendidikan dasar. Terdiri atas pendidikan

menengah umum dan kejujuran seperti Sekolah Menengah Atas (SMA),

Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) dan Madrasah

Aliah Kejujuran (MAK) atau yang sederajat.

c) Pendidikan tinggi

Meupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang

mencakup program pendidikan Diploma, Sarjana, Magister, Specialis dan

Doktor yang diselenggarakan oleh pergurun tinggi (Hasbullah, 2005)

4) Pendidikan dan Gizi

Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah

menerima informasi kesehatan khususnya di bidang gizi, sehingga dapat

7
menambah pengetahuannya dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-

hari. (Depkes RI,2003).

b. Pendapatan keluarga

Pendapatan adalah segala sesuatu yang diperoleh atau diterima oleh seseorang

baik berupa barang atau uang sebagai balas jasa yang dihitung dalam perkapita,

perminggu, perbulan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005, Kriteria atau batasan

keluarga miskin Indonesia jika pendapatan keluarga kurang dari Rp. 600.000 per

bulan.(Gema,2010)

Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan dalam kualitas dan

kuantitas pada makanan. Pendapatan yang meningkat maka berpengaruh terhadap

perbaikan kesehatan dan keadaan gizi. Sedangkan pendapatan yang rendah akan

mengakibatkan lemahnya daya beli sehingga tidak memungkinkan untuk mengatasi

kebiasaan makan dengan cara-cara tertentu secara efektif terutama untuk anak

mereka. (Notoatmodjo,2007)

c. Pola Asuh

Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, di samping harus

mengatur pola makan yang benar, juga tak kalah pentingnya mengatur pola asuh yang

benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang

penuh kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati

kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga (Perangin-angin, 2006).

8
Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan

waktu, perhatian, dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan

sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pengasuhan merupakan faktor yang

sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah

lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat

membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada masa ini

juga, anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan pengasuhan ibunya

(Sarah, 2008).

Adapun tipe-tipe pola asuh anak :

1) Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak yang cuek

terhadap anak. Jadi apa pun yang mau dilakukan anak diperbolehkan seperti

tidak sekolah, bandel, melakukan banyak kegiatan maksiat, pergaulan bebas

negatif, matrialistis, dan sebagainya.

Biasanya pola pengasuhan anak oleh orangtua semacam ini

diakibatkan oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau

urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan

baik. Dengan begitu anak hanya diberi materi atau harta saja dan terserah anak

itu mau tumbuh dan berkembang menjadi apa.

Anak yang diasuh orangtuanya dengan metode semacam ini nantinya

bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti,

rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri

buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain, dan lain sebagainya baik

ketika kecil maupun sudah dewasa.

2) Pola Asuh Otoriter

9
Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat

pemaksaan, keras dan kaku di mana orangtua akan membuat berbagai aturan

yang saklek harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang

anak. Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak

sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tuanya.

Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak dengan

alasan agar anak terus tetap patuh dan disiplin serta menghormati orang-tua

yang telah membesarkannya.

Anak yang besar dengan teknik asuhan anak seperti ini biasanya tidak

bahagia, paranoid / selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan tertekan,

senang berada di luar rumah, benci orangtua, dan lain-lain. Namun di balik itu

biasanya anak hasil didikan ortu otoriter lebih bisa mandiri, bisa menjadi

orang sesuai keinginan orang tua, lebih disiplin dan lebih bertanggungjawab

dalam menjalani hidup.

3) Pola Asuh Otoritatif

Pola asuh otoritatif adalah pola asuh orangtua pada anak yang memberi

kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai

dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik

dari orangtua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk

diterapkan para orang tua kepada anak-anaknya.

Anak yang diasuh dengan tehnik asuhan otoritatif akan hidup ceria,

menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orang tua,

menghargai dan menghormati orangtua, tidak mudah stres dan depresi,

berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat dan lain-lain.

(Anonim,2008)

10
d. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup

perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebaginya (Notoadmojo,

2007).

Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah

atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perkembangan.

Syarat-syarat rumah yang sehat :

1) Bahan bangunan

a) Lantai : ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk

kondisi ekonomi pedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah-

rumah orang yang mampu di pedesaan, dan inipun mahal. Oleh karena

itu, untuk lantai rumah pedesaan cukuplah tanah biasa yang

dipadatkan. Syarat yang penting disini adalah tidak berdebu pada

musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk

memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh

dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang

berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu

menimbulkan sarang penyakit.

b) Dinding : Tembok adalah baik, namun di samping mahal, tembok

sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasi

tidak cukup. Dinding rumah didarerah tropis khususnya dipedesaan,

lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup,

maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat

merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah.

11
c) Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di

daerah perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok

untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan

masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak

masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun

rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun

asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga

menimbulkan suhu panas didalam rumah.

d) Lain-lain (tiang, kaso dan reng)

Katu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di

pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu

diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus

yang baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya barus menurut

ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu yang

digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.

2) Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama

adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap

segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni

rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan

O2 didalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi

penghuninya menjadi meningkat.disamping itu tidak cukupnya

ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik

karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan penyerapan.

12
Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-

bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit.)

Fungsi kedua daripada ventilasi adalah untuk membebaskan

udara ruangan-ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen,

karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus. Bakteri

yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainya adalah

untuk menjaga agar ruangan selalu tetap didalam kelembaban

(humuduty) yang optium.

Ada 2 macam ventilasi, yakni :

a) Fungsi kedua dari pada ventaliasi adalah untuk membebaskan

udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena

disitu selalu terjadi aliran udara dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi

alamiah ini tidak menguntungkan, karena merupakan jalan masuknya

nyamuk dan serangga lainya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada

usaha-usaha lain untuk melindung kita dari gigitan-gigitan nyamuk

tersebut.

b) Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus

untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin

penghisap udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi

rumah di pedesaan.

Perlu diperhatikan disini bahwa sistem pembuatan ventilasi harus

dijaga agar udara tidak berhenti atau membalik lagi, harus mengalir.

Artinya di dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya

udara.

3) Cahaya

13
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan

tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah,

terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media

atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit.

Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau,

dam akhirnya dapat merusakan mata. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2,

yakni :

a) Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya matahari ini sangat

penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam

rumah, misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus

mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogyanya jalan masuk

cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari

luas lantai yang terdapat didalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan di

dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung

masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi

jendela disini, disamping sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk

cahaya.

Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan

dusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari

dinding). Maka sebaiknya jendela itu harus di tengah-tenan tinggi

dinding (tembok).

Jalan masuknya cahaya ilmiah juga diusahakan dengan geneng

kaca. Genteng kaca pun dapat dibuat secra sederhana, yakni dengan

melubangi genteng biasa waktu pembuatanya kemudian menutupnya

dengan pecahan kaca.

14
b) Cahaya buatan

yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti

lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.

4) Luas bangunan rumah

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni

di dalamnya, artinya luas lanai bangunan tersebut harus disesuaikan

dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding

dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan

(overcrowded). Hal ini tidak sehat, sebab di samping menyebabkan

kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu anggota keluarga terkene

penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang

lain. Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan

2,5 – 3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota keluarga).

5) Fasilitas-fasilitas dalam rumah sehat

Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai

berikut:

a) Penyediaan air bersih yang cukup

b) Pembuangan Tinja

c) Pembuangan air limbah (air bekas)

d) Pembuangan sampah

e) Fasilitas dapur ruang berkumpul keluarga

Untuk rumah di pedesaan lebih cocok adanya serambi (serambi

muka atau belakang).

15
Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang

perlu diadakan tersendiri untuk rumah pedesaan, yakni:

a) Gudang, tempat menyimpan hasil panen. Gudang ini dapat

merupakan bagian dari rumah tempat tinggal tersebut, atau

bangunan tersendiri.

b) Kandang ternak. Oleh karena kandang ternak adalah

merupakan bagian hidup dari petani, maka kadang-kadang

ternak tersebut ditaruh di dalam rumah. Hal ini tidak sehat,

karena ternak kadang-kadang merupakan sumber penyakit pula.

Maka sebaiknya demi kesehatan, ternak harus terpisah dari

rumah tinggal, atau dibikinkan kandang sendiri (Notoadmojo,

2007).

Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan

terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare,kecacingan,dan

infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran

pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang

menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan

zat gizi akan mudah terserang penyakit,dan pertumbuhan akan

terganggu (Supariasa dkk,2001).

III. Balita Bawah Garis Merah

Menurut Departemen Kesehatan (2005) Balita Bawah Garis Merah (BGM)

adalah balita yang saat ditimbang berat badannya berada pada garis merah atau di

bawah garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Berat badan yang berada di

Bawah Garis Merah (BGM) pada KMS merupakan perkiraan untuk menilai seseorang

menderita gizi buruk, tetapi bukan berarti seseorang balita telah menderita gizi buruk,

16
karena ada anak yang telah mempunyai pola pertumbuhan yang memang selalu

dibawah garis merah pada KMS. Berat Badan di Bawah Garis Merah (BGM) bukan

menunjukkan keadaan gizi buruk tetapi sebagai peringatan untuk konfirmasi dan

tindak lanjut. Hal ini tidak berlaku pada anak dengan berat badan awalnya sudah

berada dibawah garis merah.

IV. Status Gizi

Menurut Beck, status gizi adalah status kesehatan yang dihasilkan oleh

keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient. Penelitian status gizi

merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan

riwayat diet.

Menurut Supariasa dkk (2002), status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan

dalam bentuk variabel tertentu. Sedangkan menurut Almatsier (2001) status gizi

adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.

V. Kartu Menuju Sehat (KMS)

Berdasarkan Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI

(2009), KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah kartu yang memuat kurva

pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks antropometri berat badan menurut

umur. Dengan KMS gangguan pertumbuhan atau risiko kelebihan gizi dapat diketahui

lebih dini, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan secara lebih cepat dan tepat

sebelum masalahnya lebih berat.

KMS di Indonesia telah digunakan sejak tahun 1970-an, sebagai sarana utama

kegiatan pemantauan pertumbuhan. Pemantauan pertumbuhan adalah serangkaian

kegiatan yang terdiri dari penilaian pertumbuhan anak secara teratur melalui

penimbangan berat badan setiap bulan, pengisisan KMS, menentukan status

17
pertumbuhan berdasarkan hasil penimbangan berat badan dan menindaklanjuti setiap

kasus gangguan pertumbuhan.

Manfaat KMS-Balita adalah :

Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap,
meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare,
pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak pemberian ASI eksklusif, dan Makanan
Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/Rumah Sakit.
 Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak

 Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan

penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.fre

Gambar 1. Contoh Kartu Menuju Sehat (2009) untuk Perempuan

Gambar 2. Contoh Kartu Menuju Sehat (2009) untuk Laki-Laki

18
VI. Cara Memantau Pertumbuhan Balita

Pertumbuhan balita dapat diketahui apabila setiap bulan ditimbang, hasil

penimbangan dicatat di KMS, dan antara titik berat badan KMS dari hasil

penimbangan bulan lalu dan hasil penimbangan bulan ini dihubungkan dengan sebuah

garis. Rangkaian garis-garis pertumbuhan anak tersebut membentuk grafik

pertumbuhan anak. Pada balita yang sehat, berat badannya akan selalu naik,

mengikuti pita pertumbuhan sesuai dengan umurnya.

1. Balita naik berat badannya bila :

Balita naik (N) bila:

a. Grafik berat badan mengikuti garis pertumbuhan atau,

b. Kenaikan berat badan sama dengan KBM (Kenaikan berat badan minimal)

atau lebih.

Tabel 1. KBM untuk laki-laki

Usia 1 bulan 800 gram

Usia 2 bulan 900 gram

Usia 3 bulan 800 gram

19
Usia 4 bulan 600 gram

Usia 5 bulan 500 gram

Usia 6 dan 7 bulan 400 gram

Usia 8-11 bulan 300 gram

Usia 12-60 bulan 200 gram

Tabel 2. KBM untuk Perempuan

Usia 1 bulan 800 gram

Usia 2 bulan 900 gram

Usia 3 bulan 800 gram

Usia 4 bulan 600 gram

Usia 5 bulan 500 gram

Usia 6 bulan 400 gram

Usia 7-10 bulan 300 gram

Usia 11-60 bulan 200 gram

20
Gambar 3. Indikator KMS bila balita naik berat badannya

2. Balita tidak naik berat badannya (T) bila :

a. Garis pertumbuhannya mendatar atau menurun memotong garis pertumbuhan

dibawahnya, atau,

b. Kenaikan berat badan kurang dari KBM (Kenaikan Berat Badan Minimal).

Gambar 4. Indikator KMS bila balita tidak naik berat badannya

3. Berat badan balita dibawah garis merah artinya pertumbuhan balita mengalami

gangguan pertumbuhan dan perlu perhatian khusus, dimana berat badan balita

dibawah garis merah KMS sehingga harus langsung dirujuk ke Puskesmas/ Rumah

Sakit. Berat Badan yang berada di Bawah Garis Merah (BGM) pada KMS

merupakan perkiraan untuk menilai seseorang menderita gizi buruk, tetapi bukan

berarti seseorang balita telah menderita gizi buruk, karena ada anak yang telah

mempunyai pola pertumbuhan yang memang selalu dibawah garis merah pada KMS.

21
Gambar 5. Indikator KMS bila berat badan balita dibawah garis merah

4. Berat badan balita tiga bulan berturut-turut tidak naik, artinya balita mengalami

gangguan pertumbuhan, sehingga harus langsung dirujuk ke Puskesmas/ Rumah

Sakit.

Gambar 6. Indikator KMS bila berat badan balita tidak stabil

5. Balita tumbuh baik bila: Garis berat badan anak naik setiap bulannya.

Gambar 7. Indikator KMS bila berat badan balita naik setiap bulan

6. Balita sehat, bila: Berat badannya selalu naik mengikuti salah satu pita warna atau

pindah ke pita warna diatasnya.

22
Gambar 8. Indikator KMS bila pertumbuhan balita sehat

Berat badan yang tercantum pada KMS hanya menggambarkan

polapertumbuhan berat badan balita bukan Berat Badan per Umur. Berat Badan di

Bawah Garis Merah (BGM) bukan menunjukkan keadaan gizi buruk tetapi sebagai

peringatan untuk konfirmasi dan tindak lanjutnya, tetapi perlu diingat tidak berlaku

pada anak dengan berat badan awalnya memang sudah dibawah garis merah. Naik-

turunya berat badan balita selalu mengikuti pita warna pada KMS. Kartu Menujuh

Sehat (KMS) itu hanya difungsikan untuk pemantauan pertumbuhan dan

perkembangan balita serta promosinya, bukan untuk penilaian status gizi. Hasil

penimbangan balita di Posyandu hanya dapat dimanfaatkan atau digunakan untuk:

Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan individu balita dengan melihat berat badan
yang ditimbang (D) apakah naik (N), turun (T) atau BGM
1. Perkiraan perkembangan dan pertumbuhan balita di masyarakat yaitu dengan

melihat persentase balita yang Naik Berat Badannya dibanding dengan

keseluruhan balita yang ditimbang (% N/D), termasuk juga persentase balita yang

BGM di banding dengan keseluruhan balita yang ditimbang (%BGM/D).

2. Perkiraan perkembangan keadaan gizi balita di masyarakat.

3. Pembinaan kegiatan Posyandu dengan menilai cakupan program dan partisipasi

masyarakat dalam kegiatan posyandu.

VII. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita

1. Pendapatan Keluarga

23
Dalam kehidupan sehari-hari pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah,

serta pendapatan lainnya yang diterima seseorang setelah orang itu melakukan

pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Pendapatan adalah segala bentuk penghasilan

atau penerimaan yang nyata dari seluruh anggota keluarga untuk memenuhi

kebutuhan rumah tangga.

Umumnya, jika pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung ikut

membaik juga. Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang akan

dibeli dengan adanya tambahan uang. Semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula

persentase dari penghasilan tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur mayur

dan berbagai jenis bahan pangan lainnya. Jadi penghasilan merupakan faktor penting

bagi kuantitas dan kualitas. (Andarwati, 2003; Lailatul, 2006)

2. Tingkat Pengetahuan Gizi ibu

Menurut Achmad Djaeni dalam penelitian Lailatul memyatakan bahwa

pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu

yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka ia

akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk

dikonsumsi. Semakin bertambah pengetahuan ibu maka seorang ibu akan semakin

mengerti jenis dan jumlah makanan untuk dikonsumsi seluruh anggota keluarganya

termasuk pada anak balitanya. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan anggota

keluarga, sehingga dapat mengurangi atau mencegah gangguan gizi pada keluarga

(Andarwati, 2003; Lailatul, 2006).

3. Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya

tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan

kesehatan, higiene pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran

24
terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu pendidikan

berpengaruh pula pada faktor sosial ekonomi lainya seperti pendapatan, pekerjaan,

kebiasaan hidup, makanan, perumahan dan tempat tinggal.

Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang

menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa

dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari

kepentingan gizi keluarga, pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap

terhadap adanya masalah gizi didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan

secepatnya. (Andarwati, 2003; Lailatul, 2006)

4. Akses Kesehatan

Upaya akses kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan dan

status gizi pada golongan rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu menyusui, bayi

dan anak-anak kecil, sehingga dapat menurunkan angka kematian. Pusat kesehatan

yang paling sering melayani masyarakat, membantu mengatasi dan mencegah gizi

kurang melalui program-program pendidikan gizi dalam masyarakat. Akses kesehatan

yang selalu siap dan dekat dengan masyarakat akan sangat membantu meningkatkan

derajat kesehatan. Dengan akses kesehatan masyarakat yang optimal kebutuhan

kesehatan dan pengetahuan gizi masyarakat akan terpenuhi (Andarwati, 2003;

Lailatul, 2006).

5. Status Kesehatan

Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama, dan bila bekerja

bersama-sama akan memberikan prognosis yang lebih buruk dibandingkan bila kedua

faktor tersebut masing-masing bekerja sendiri-sendiri. Infeksi memperburuk taraf gizi

dan sebaliknya, gangguan gizi memperburuk kemampuan anak untuk mengatasi

25
penyakit infeksi. Kuman-kuman yang tidak terlalu berbahaya pada anak-anak dengan

gizi baik, akan bisa menyebabkan kematian pada anak-anak dengan gizi buruk.

Gangguan gizi dan rawan infeksi merupakan suatu pasangan yang erat. Infeksi

bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu: mempengaruhi

nafsu makan, dapat juga menyebabkan kehilangan bahan makanan karena diare atau

muntah-muntah, atau mempengaruhi metabolisme dan banyak cara lagi (Andarwati,

2003; Lailatul, 2006).

Faktor-faktor yang mempenaruhi status gizi yang telah dijelaskan diatas dapat

digambarkan melalui skema yang terdapat pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Pendapatan
Keluarga Pola Makan:
Pemilihan Bahan
Makanan Pada  Karbohidrat
Jumlah Anggota Balita  Protein
Keluarga  Vitamin A
 Fe (besi)
Pemberian
Budaya Makanan Pada
Setempat Balita

Status Gizi
Pengetahuan Gizi Genetik
Ibu

Penyakit Infeksi
Pendidikan Ibu
Pelayanan Kesehatan

Sumber : Penelitian Lailatul Munawaroh tahun 2006.

Gambar 9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita

Dari Gambar 9 dapat dijelaskan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi

status gizi, yaitu yang memberikan pengaruh langsung dan tidak langsung. Faktor

26
yang memberikan pengaruh langsung adalah konsumsi makanan dan adanya penyakit

infeksi atau tidak. Sedangka faktor yang memberikan pengaruh tidak langsung adalah

daya beli keluarga, ketersediaan pangan, pola konsumsi, pola distribusi, perilaku

hidup sehat dan bersih, akses ke pelayanan kesehatan (man, money, material,

mechine, methode, P1, P2, dan P3). Keadaan faktor tidak langsung dipengaruhi oleh

tingkat pengetahuan keluarga tentang gizi, keadaan sosial, budaya, dan ekonomi.

STATUS
GIZI

Konsumsi Pengukuran Antropometri (BB/U) Penyakit infeksi


makanan dan parasit
Penyuluhan gizi/peran serta
masyarakat

Perilaku
Daya beli Tersedia &
hidup bersih
 Ketersediaan dan sehat
terjangkaunya
pangan di pelayanan
keluarga & kesehatan dan gizi
masyarakat (5M, P1-5)
 Pola konsumsi
 Pola distribusi
Tingkat pengetahuan
keluarga tentang
kesehatan gizi

Sosial-Budaya-Ekonomi

SUMBER
DAYA

Gambar 10. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi.

27
BAB III
METODE KEGIATAN

I. Jenis Kegiatan
Pada kegiatan ini, desain yang digunakan adalah deskriptif. Metode ini
digunakan untuk menggambarkan karakteristik keluarga yang mempunyai balita di
bawah garis merah.

II. Tempat dan Waktu kegiatan


kegiatan ini dilakukan di masing-masing rumah keluarga dengan balita BGM
pada hari sabtu, 04 Maret 2017.

III. Populasi dan Sampel


a. Populasi
Seluruh Balita dengan BGM yang ada di Puskesmas Plaosan, Kec. Plaosan.
b. Sampel
Seluru balita BGM beserta keluarga yang ada di Puskesmas Plaosan, Kec.
Plaosan.

IV. Penentuan Sumber Data


a. Data Primer
Data Primer diperoleh melalui daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah
disusun sebelumnya berdasarkan tujuan mini project yang dilakukan.
Kemudian pertanyaan tersebut ditanyakan kepada ibu yang memilki balita
BGM di Puskesmas Plaosan, Kec. Plaosan Data Sekunder

28
b. Data sekunder
diperoleh dari catatan medik balita BGM yang dimiliki oleh bagian Gizi di
Puskesmas Plaosan, Kec. Plaosan.

V. Variabel Kegiatan
a. Variabel bebasnya adalah karakteristik keluarga dengan balita BGM di
Puskesmas Plaosan, Kec. Plaosan.
b. Variabel terikat adalah cakupan balita BGM di Puskesmas Plaosan, Kec.
Plaosan.
VI. Instrumen Kegiatan
` Alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara dan pengisian kuesioner.
VII. Langkah-langkah Kegiatan

a. Data Balita BGM di Puskesmas Plaosan

Mendatangi kepala program gizi dan menanyakan data balita BGM.


Data yang diperoleh yaitu masih terdapat 7 balita BGM yang ada di
puskesmas plaosan, kecamatan plaosan.

b. Menyususn kuesioner

Kuesioner yang disusun berisi tentang tingkat pengetahuan, pendidikan, pola


asuh dan tingkat pendapatan dari keluarga dengan balita BGM di puskesmas
plaosan, kecamatan plaosan.

c. Wawancara Singkat dan Pengisian kuesioner pada ibu dengan balita BGM.

Setelah dua langakah diatas terangkum, selanjutnya penulis dan kepala


program gizi mendatangi masing-masing rumah keluarga dengan balita BGM,
kemudian sebelum mewawancarai orang tua balita, memberikan edukasi
tentang gizi dan pola asuh yang benar penulis meminta kepada ibu balita untuk
mengisi kuesioner terlebih dahulu. pengisian kuesioner harus dijawab secara
jujur tanpa ada paksaan atau sesuatu yang ditutup-tutupi.

d. Analisis data dan penyusunan laporan kegiatan

29
Adapun metode analisis data yang telah digunakan adalah metode
deskriptif yaitu dengan melakukan interpretasi secara kualitatif terhadap data
yang telah didapatkan dengan bantuan table. Penyusunan laporan dilakukan
pada bulan Maret 2017.

BAB IV

HASIL KEGIATAN

I. Profil Komunitas Umum


Plaosan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Magetan, Provinsi jawa Timur,
Indonesia. Telaga Sarangan, salah satu primadona wisata Jawa Timur di kaki Gunung
Lawu terletak di kecamatan ini. Pada tahun 2009, sebanyak 4 desa di Kecamatan
Plaosan berpisah untuk membentuk Kecamatan Sidorejo.
Empat desa tersebut adalah Durenan,Getasanyar, Sidomulyo, dan Sidorejo.
Setelah pemekaran tersebut, Kecamatan Plaosan tinggal memiliki 14 desa dan 1
kelurahan, yakni: Desa Bogoarum, Desa Bulugunung, Desa Buluharjo, Desa Dadi,
DesaNgancar, Desa Nitikan, Desa Pacalan, Kelurahan Plaosan, Desa Plumpung,
DesaPuntukdoro, Desa Randugede, Desa Sarangan, Desa Sendangagung, Desa
Sidomukti, Desa Sumberagung.
Kecamatan memiliki 2 puskesmas yaitu Puskesmas Plaosan dan Puskesmas
Sumber Agung. Puskesmas Plaosan sendiri melayani 8 desa yaitu: Desa Sarangan, Desa
Dadi, Desa Ngancar, Kelurahan Plaosan, Desa Bulugunung, Desa Pacalan, dan Desa
Plumpung.

II. Data Geografis


Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan merupakan sebuah kecamatan yang
berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Kantor Kecamatan Plaosan
berada di Kelurahan Plaosan dengan ketinggian 874 meter dpl, dengan koordinat pada
titik 7,68379 LS dan 111,25148 BT. Luas Kecamatan Plaosan sekitar 66,09 Km2 atau
sekitar 9,57 % dari luas total Kabupaten Magetan. Desa terluas di Kecamatan Plaosan

30
adalah Desa Sarangan dengan luas 2.344 Ha atau 44% dari luas wilayah Kecamatan
Plaosan. Banyak tempat wisata yang ada di Kecamatan Plaosan ini. Diantaranya;
Telaga Sarangan, Telaga Wahyu, Air Terjun Tertosari, dan masih banyak lagi.
Batas wilayah Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan; sebelah utara :
Kecamatan Sidorejo; sebelah timur : Kecamatan Ngariboyo; sebelah selatan :
Kecamatan Poncol; sebelah barat : Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Wilayah
Kecamatan Plaosan berada pada ketinggian antara 500 meter dpl sampai 1.280 meter
dpl. Peta pemerintahan Kecamatan Plaosan terbagi menjadi : 2 Kelurahan dan 13 Desa
yang terbagi lagi menjadi 58 Dusun atau Lingkungan, 67 Rukun Warga (RW), dan 389
Rukun Tetangga (RT).

III. Data Demografik

Data demografis Balita tahun 2016 di wilayah kerja Puskesmas Plaosan adalah
sebagai berikut:
Jumlah yang ada
Desa /Kelurahan
BP BL

Plaosan 185 184

Sarangan 107 103

Ngancar 70 89

Plumpung 98 115

Puntukdoro 157 152

Bulugunung 157 159

Dadi 178 180

Pacalan 161 158

Jumlah 1113 1140

31
Tabel 4. Daftar Balita BGM di Puskesmas Plaosan, Kecamatan Plaosan Tahun 2016

BB Bulan Nama
J Tanggal Nama
No Nama Anak Umur Kelompok Desember Desa
K Lahir Orangtua
2016

1. Melani P 29-07-13 48 Pariyati/ BGM 10,3 Plaosan


Sutarno
2. Alena P 05-09-14 2,5 Lisawati/ BGM 10 Plaosan
Purwanto
3 Satrio L 12-06-2014 2,6 Iis/Slamet BGM 8 Dadi

4 Nuril Cheri L 10-02-2014 2,10 Leni/Kasir BGM 8,2 Plumpung


an
5 Abigel L 05-09-2014 2,3 Nita/daku BGM 7,3 B.Gunung
n
6 Yohana P 15-09-2014 2,3 Lisa/suka BGM 8 B.Gunung
di
7 Rindiani P 01-01-2013 4,1 Warni/agu BGM 7 Sarangan
s

V. Sumber Daya Kesehatan yang Ada


Puskesmas Plaosan telah membuka pelayanan Gizi dan juga Posyandu Gizi yang
dilakukan sebulan sekali. Namun, sampai sekarang masih ditemukan masalah yaitu
didapatkan pada laporan cakupan balita BGM (Bawah Garis Merah) yang lebih tinggi
dari target. Salah satu indikator keberhasilan kegiatan gizi adalah balita BGM yang
ditangani. Penanggulangan balita BGM menjadi fokus kegiatan, program kegiatan gizi.
VI. Sarana Pelayanan Kesehatan yang Ada
Sarana pelayanan gizi di Puskesmas Plaosan cukup tersedia. Dilihat dari
keberadaan mobil ambulance yang sering digunakan untuk posyandu dan makanan
bergizi mulai dari biscuit, susu sampai pemberian Vitamin A yang dibagikan tiap 6

32
bulan sekali diadakan posyandu. Selain itu, ada juga bantuan yang secara khusus
diberikan langsung dari dinas kesehatan kepada poli gizi puskesmas plaosan untuk
diberikan kepada balita BGM dan juga adanya alat-alat timbangan dan Antropometri
juga disediakan oleh puskesmas Plaosan.

VII. Data Hasil Pengisian Kuesioner Keluarga Balita di Kecamatan Plaosan

1. Tabel 5. Mengetahui Karakteristik Pendidikan Ibu

Pendidikan
Jumlah Persentase
Terakhir Ibu
SD 4 57,2%
SMP 2 28,6
SMA 1 14,2
Total 7 100

2. Table 8. Mengetahui Karakteristik Tingkat Pengetahuan Ibu

Pengetahuan Ibu Jumlah Persentase


BAIK 2 28,5
KURANG 5 71,5
Total 7 100

3. Table 9. Mengetahui Karakteristik Pola Asuh Ibu

Pola Asuh Ibu Jumlah Persentase


BAIK 3 42,9

33
KURANG 4 57,1
Total 7 100

Tabel 7. Mengetahui Karakteristik Pendapatan KK

Pendapatan Keluarga Jumlah Persentase


Kurang dari Rp. 500.000 per bulan - -
Rp. 500.000 – Rp.1.000.000 per bulan 4 57,1
Lebih dari Rp. 1.000.000 per bulan 3 42,9
Total 7 100

Tabel 8. Hasil Pengisian Kuesioner dari Masing-Masing Keluarga Balita BGM di


Puskesmas Plaosan, Kec. Plaosan.

N Nama ibu balita Alamat Hasil pengisian Intervensi


o Kuesioner
1 Ny. Paryati Plaosan - Rendahnya pola asuh - Memberikan edukasi dan arahan
(Balita ibu dan pendapatan yang tepat tentang pola asuh yang
Rindiani) - Rendahnya tingkat benar
pendidikan dan - Memberikan penyuluhan tentang
pengetahuan ibu gizi kepada ibu dan seluruh keluarga
dirumah sehingga dapat
meningkatkan pengetahuannya
keluarga.
2 Ny. Liswati Plaosan - Rendanya pola asuh - Memberikan edukasi dan arahan
(balita Alena) ibu yang tepat tentang pola asuh yang
benar

3 Ny. Iis Dadi - Rendahnya tingkat - Memberikan penyuluhan tentang


(balita Satrio) pendidikan ibu gizi kepada ibu dan seluruh keluarga
dirumah sehingga lebih dapat
meningkatkan pengetahuannya
keluarga.

34
4 Ny. Leni Plumpung - Rendahnya Pola Asuh, - Memberikan edukasi dan arahan
(Balita Nuril) tingkat pengetahuan ibu yang tepat tentang pola asuh yang
dan pendapatan keluarga
benar
- Memberikan penyuluhan tentang
gizi kepada ibu dan seluruh keluarga
dirumah sehingga dapat
meningkatkan pengetahuannya
keluarga.
5 Ny. Nita Bulugunung - rendahnya tingkat - Memberikan penyuluhan tentang
(balita Abigel) pengetahuan dan gizi kepada ibu dan seluruh keluarga
pendidikan ibu
dirumah sehingga dapat
meningkatkan pengetahuannya
keluarga.
6 Ny. Lisa Bulugunung Rendahnya tingkat - Memberikan penyuluhan tentang
(Balita Yohana) pendapatan, pendidikan gizi kepada ibu dan seluruh keluarga
dan pengetahuan ibu
dirumah sehingga dapat
meningkatkan pengetahuannya
keluarga.
7 Ny. Warni Sarangan - Rendahnya tingkat - Memberikan edukasi dan arahan
(balita Rindiani) pendapatan dan yang tepat tentang pola asuh yang
pengetahuan ibu
benar
- Rendahnya pola asuh - Memberikan penyuluhan tentang
ibu
gizi kepada ibu dan seluruh keluarga
dirumah sehingga dapat
meningkatkan pengetahuannya
keluarga.

35
BAB V

PEMBAHASAN

Kuesioner dalam Kegiatan ini bermanfaat guna untuk melihat Karakteristik Keluraga
terutama ibu balita dengan BGM di Kecamatan Plaosan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 66 Tahun 2010 Jenjang Pendidikan Formal
di Indonesia terbagi menjadi pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Berdasarkan Tabel 6 diketahui sebagian besar ibu dari balita BGM berpendidikan dasar yaitu
SD sebanyak 57,2%. Tentunya dengan tingkat pendidikan rendah akan membuat ibu
menjadi sulit dalam menerima informasi kesehatan khususnya di bidang gizi, sehingga pada
akhirnya dengan pendidikan rendah akan mempengaruhi pengetahuannya.
Tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan
terhadap perawatan kesehatan, higiene pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta
kesadaran terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Seperti pada tabel 7,
terlihat bahwa sebagian besar ibu dari balita BGM masih memiliki pengetahuan yang kurang
tentang gizi yaitu 71,5%. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada pola pikir ibu dalam
memenuhi asupan gizi balita maupun keluarganya. Akibat dari rendahnya pengetahuan ibu
maka pengertian tentang jenis dan jumlah makanan untuk dikonsumsi seluruh anggota
keluarganya termasuk pada anak balitanya juga semakin rendah. Hal ini dapat menurunkan
kesejahteraan anggota keluarga, sehingga dapat menyebabkab gangguan gizi pada keluarga
dan balitanya.
Status gizi dan kesehatan balita juga sangat di pengaruhi oleh perilaku, sikap dan pola
asuh ibu kepada balitanya. Pada tabel 8 ditemukan 57,1% ibu dengan balita BGM memiliki
pola asuh yang kurang. Pola asuh dalam hal ini adalah mengenai pola pemberian makanan
balita yang kadungan gizinya kurang, pola perawatan dan kesehatan. Beberapa informasi

36
mutakhir membuktikan bahwa, status gizi buruk/kurang menunjukkan kejadian kerawanan
gizi pada keluarga disebabkan multi factor pada pola pengasuhan, diantaranya asupan
makanan yang diterima setiap harinya tidak sesuai dengan kebutuhan. Adanya penyakit
infeksi menurunnya berat badan dan kehilangan energy dalam tubuh.hal tersebut dapat
disebabkan oleh karena kurangnya pola asuh pada balita baik asuhan makan, hygiene
perorangan maupun kebersihan lingkungan sekitar tempat anak balita berinteraksi dan
beraktifitas.
Munculnya kejadian balita BGM maupun gizi buruk merupakan masalah yang
menunjukkan bahwa masalah gizi yang muncul hanyalah sebagian kecil dari masalah gizi
yang sebenarnya terjadi. Dari semua masalah gizi yang ada tersebut menunjukkan bahwa
ekonomi atau pendapatan suatu masyarakat atau keluarga sangat berpengaruh pada status gizi
keluarga tersebut. Dari data diatas (tabel 10) menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga
dengan balita BGM mempunyai penghasilan rata-rata perbulan adalah Rp 500.000-1000.000
atau sekita 57,1%. tentu dengan penghasilan seperti itu sangatlah kecil untuk memenuhi gizi
keluarga terutama gizi balita BGM setiap bulannya.
.

37
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

I. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa karaktersitik dari
masing-masing keluarga BGM seperti tingkat pendidikan, pengetahuan ibu, Pola asuh ibu
serta pendapatan dari masing keluarga sangatlah mempengaruhi status gizi.

Untuk tingkat pendidikan, semakin rendah tingkat pendidikan seorang ibu maka
semakin sulit ibu dalam menerima informasi kesehatan khususnya di bidang gizi. Dengan
rendahnya pendidikan juga akan berpengaruh ke tingkat pengetahuannya dalam
memahami lebih dalam gizi balita. Kedua karkteristik tersebut yang nantinya juga akan
berpengaruh pada pola asuh makanan dan kesehatan balita. Dari semua masalah gizi yang
ada tersebut menunjukkan bahwa ekonomi atau pendapatan suatu masyarakat atau
keluarga juga sangat berpengaruh pada status gizi keluarga tersebut. Semakin rendah
pendapatan KK keluarga maka semakin rendah juga asupan gizi yang di terima keluarga
tersebut.

II. Saran
1. Promosi kesehatan tentang gizi harus terus dilakukan agar dapat meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran, mengajarkan pola asuh yang benar mengenai makanan
dan kesehatan balita.

38
2. Hendaknya ditingkatkan sosialisasi mengenai program penatalaksanaan balita BGM
yang di lakukan petugas gizi puskesmas plaosan ke sasaran.
3. Meningkatkan kulitas dan kuantitas program PMT dan juga penyuluhan gizi, sehingga
sebagian besar keluarga dengan balita BGM dapat tercover dalam hal pemberian
makanan tambahan ini.
4. Meningkatkan kegiatan pelacakan keluarga dengan balita BGM ke rumah-rumah, agar
balita-balita yang berat badannya masih dibawah garis merah yang tidak melapor ke
puskesmas plaosan dapat tertangani dengan baik.

39

Anda mungkin juga menyukai