PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Pencapaian Indonesia Sehat 2010 program pangan dan gizi memiliki tujuan yaitu
meningkatkan ketersediaan pangan dengan jumlah yang cukup serta kualitas yang
memadai dan tersedia sepanjang waktu yaitu melalui peningkatan bahan pangan dan
rumah tangga, meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik
dalam upaya perbaikan status gizi untuk mencapai hidup sehat (Depkes RI, 2003).
Indonesia. Penyuluhan gizi secara luas perlu digerakan bagi masyarakat guna
meningkatkan keadaan gizinya. Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor
terpenting dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia, hal ini merupakan
Beragam masalah kekurangan zat gizi yang sebagian mempunyai dampak yang sangat
nyata terhadap timbulnya masalah gizi. Salah satu faktor penyebab keadaan ini terjadi
memadai, masalah gizi timbul karena berbagai faktor yang saling berkaitan yang
Akibat kurang gizi terhadap proses tubuh tergantung pada zat gizi apa yang kurang.
Kekurangan zat gizi secara umum (makanan kurang dalam kualitas dan kuantitas
1
struktur dan fungsi otak dan perilaku anak yang mengalami kurang gizi tersebut
(Almatsier, 2003).
cukup zat gizi demi masa depan mereka sehingga anak tersebut tidak terkena penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan gizi. Kelompok anak balita merupakan kelompok
yang menunjukan pertumbuhan badan yang pesat. Anak balita merupakan kelompok
umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Sediaoetama, 2000).
Kondisi gizi salah di Indonesia yang terbanyak termasuk berat badan di bawah garis
merah kebanyakan disebabkan oleh konsumsi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan
badan. Kondisi gizi salah terutama diderita oleh anak-anak yang sedang tumbuh dengan
pesat yaitu kelompok balita (bawah lima tahun) dimana prevalensinya pada anak balita
masih tinggi + 30-40%. Kebanyakan penyakit gizi ditandai dengan berat badan dibawah
garis merah pada masa bayi dan anak ditandai 2 sindrom yaitu kwashiorkor dan
Menurut Suhardjo, (1996) Klasifikasi keadaan berat badan balita di bawah garis
merah yang paling sederhana dan umum dipakai adalah ukuran berat menurut umur yang
kemudian dibandingkan terhadap ukuran baku, karena berat badan anak merupakan
indikator yang baik bagi penentuan status gizinya. khususnya untuk mereka yang berumur
di bawah 5 tahun, dimana keadaan seperti ini disebabkan oleh faktor-faktor tertentu
seperti : Tingkat pendidikan ibu, Tingkat ekonomi keluarga, Latar belakang sosial budaya
keluarga dilihat dari pantangan makan, Paritas, Keadaan fisiologi, Sehingga faktor-faktor
tersebut ikut menentukan besarnya presentase balita dengan berat badan di bawah garis
merah.
Menurut Dep.Kes (2004) yang dikutip Biro Pusat Statistik tahun 2003 sekitar 5 juta
anak balita (27,5%) yang kekurangan gizi, lebih kurang 3,6 juta anak (19,2%) dalam
tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Meskipun jumlahnya relatif
lebih sedikit, kasus gizi buruk lebih cepat menarik perhatian media masa karena dapat
2
dipotret dan kelihatan nyata penderitaan anak seperti : sakit, kurus, bengkak (busung),
dan lemah. Mereka mudah dikenal dan dihitung karena dibawa ke rumah sakit. Keluarga
dan masyarakat tidak dapat berbuat banyak bagi anak yang gizi buruk
(www.bkkbn.go.id).
Berdasarkan cakupan data Program Perbaikan Gizi di Puskesmas Plaosan Tahun 2016
didapatkan jumlah balita di puskesmas plaosan yaitu 2190 balita dengan pencapain balita
berat badan di bawah garis merah adalah 2,29% atau 7 balita. Hal ini menunjukkan
bahwa penanganan terhadap balita BGM masih belum belum optimal terutama penangan
yang dilakukan oleh keluarga. Berdasarkan keadaan tersebut penulis tertarik untuk
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah kegiatan
sebagai berikut :
a. Cakupan Balita Dibawah Garis Merah oleh petugas di Puskesmas Plaosan pada tahun
2016 mencapai 2,29%.
b. Tujuan Khusus
3
- Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita dengan berat badan di bawah garis
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Pengertian Karakteristik
Karakteristik adalah ciri-ciri dari individu yang terdiri dari demografi seperti
jenis-jenis kelamin, umur, serta status sosial seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, ras,
status ekonomi dan sebagainya. Menurut Efendi, demografi berkaitan dengan struktur
penduduk, umur, jenis kelamin, dan status ekonomi sedangkan data cultural
sebagainya (Ayuria,2009).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ciri-ciri khusus atau mempunyai sifat
UNICEF (2008) yaitu : (1) Kurangnya asupan gizi dari makanan (2) Akibat terjadinya
penyakit infeksi. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
(1) Faktor ketersediaan pangan (2) Perilaku dan pendidikan dalam pengolahan pangan
dan pengasuhan anak; (3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang
tidak memadai. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI, 2006), ada 3 faktor
penyebab gizi buruk pada balita, yaitu: (1) Keluarga miskin/ sosial ekonomi (2)
(Hardjoprakoso, 2008).
5
1) Pengertian
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
yang jelas, mulai dari pendidikan dasar (SD), pendidikan menengah (SMP dan
2) Jalur pendidikan
tinggi.
6
b) Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan dan
3) Jenjang pendidikan
a) Pendidikan dasar
Ibtidaiyah (MI) atau sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
b) Pendidikan menengah
c) Pendidikan tinggi
Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah
7
menambah pengetahuannya dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-
b. Pendapatan keluarga
Pendapatan adalah segala sesuatu yang diperoleh atau diterima oleh seseorang
baik berupa barang atau uang sebagai balas jasa yang dihitung dalam perkapita,
perminggu, perbulan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005, Kriteria atau batasan
keluarga miskin Indonesia jika pendapatan keluarga kurang dari Rp. 600.000 per
bulan.(Gema,2010)
perbaikan kesehatan dan keadaan gizi. Sedangkan pendapatan yang rendah akan
kebiasaan makan dengan cara-cara tertentu secara efektif terutama untuk anak
mereka. (Notoatmodjo,2007)
c. Pola Asuh
Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, di samping harus
mengatur pola makan yang benar, juga tak kalah pentingnya mengatur pola asuh yang
benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang
penuh kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati
8
Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan
waktu, perhatian, dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan
sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pengasuhan merupakan faktor yang
sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah
lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat
membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada masa ini
juga, anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan pengasuhan ibunya
(Sarah, 2008).
Pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak yang cuek
terhadap anak. Jadi apa pun yang mau dilakukan anak diperbolehkan seperti
diakibatkan oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau
urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan
baik. Dengan begitu anak hanya diberi materi atau harta saja dan terserah anak
bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti,
rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri
buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain, dan lain sebagainya baik
9
Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat
pemaksaan, keras dan kaku di mana orangtua akan membuat berbagai aturan
yang saklek harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang
anak. Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak
Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak dengan
alasan agar anak terus tetap patuh dan disiplin serta menghormati orang-tua
Anak yang besar dengan teknik asuhan anak seperti ini biasanya tidak
bahagia, paranoid / selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan tertekan,
senang berada di luar rumah, benci orangtua, dan lain-lain. Namun di balik itu
biasanya anak hasil didikan ortu otoriter lebih bisa mandiri, bisa menjadi
orang sesuai keinginan orang tua, lebih disiplin dan lebih bertanggungjawab
Pola asuh otoritatif adalah pola asuh orangtua pada anak yang memberi
kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai
dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik
dari orangtua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk
Anak yang diasuh dengan tehnik asuhan otoritatif akan hidup ceria,
(Anonim,2008)
10
d. Sanitasi Lingkungan
2007).
Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah
1) Bahan bangunan
a) Lantai : ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk
rumah orang yang mampu di pedesaan, dan inipun mahal. Oleh karena
lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup,
11
c) Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di
untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan
masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun
rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun
Katu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di
2) Ventilasi
adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap
O2 didalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi
12
Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-
yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainya adalah
disitu selalu terjadi aliran udara dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi
nyamuk dan serangga lainya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada
tersebut.
penghisap udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi
rumah di pedesaan.
dijaga agar udara tidak berhenti atau membalik lagi, harus mengalir.
Artinya di dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya
udara.
3) Cahaya
13
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan
tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah,
atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit.
yakni :
rumah, misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus
cahaya.
dinding (tembok).
kaca. Genteng kaca pun dapat dibuat secra sederhana, yakni dengan
14
b) Cahaya buatan
berikut:
b) Pembuangan Tinja
d) Pembuangan sampah
15
Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang
bangunan tersendiri.
2007).
adalah balita yang saat ditimbang berat badannya berada pada garis merah atau di
bawah garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Berat badan yang berada di
Bawah Garis Merah (BGM) pada KMS merupakan perkiraan untuk menilai seseorang
menderita gizi buruk, tetapi bukan berarti seseorang balita telah menderita gizi buruk,
16
karena ada anak yang telah mempunyai pola pertumbuhan yang memang selalu
dibawah garis merah pada KMS. Berat Badan di Bawah Garis Merah (BGM) bukan
menunjukkan keadaan gizi buruk tetapi sebagai peringatan untuk konfirmasi dan
tindak lanjut. Hal ini tidak berlaku pada anak dengan berat badan awalnya sudah
Menurut Beck, status gizi adalah status kesehatan yang dihasilkan oleh
merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan
riwayat diet.
Menurut Supariasa dkk (2002), status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan
dalam bentuk variabel tertentu. Sedangkan menurut Almatsier (2001) status gizi
adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
(2009), KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah kartu yang memuat kurva
umur. Dengan KMS gangguan pertumbuhan atau risiko kelebihan gizi dapat diketahui
lebih dini, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan secara lebih cepat dan tepat
KMS di Indonesia telah digunakan sejak tahun 1970-an, sebagai sarana utama
kegiatan yang terdiri dari penilaian pertumbuhan anak secara teratur melalui
17
pertumbuhan berdasarkan hasil penimbangan berat badan dan menindaklanjuti setiap
Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap,
meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare,
pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak pemberian ASI eksklusif, dan Makanan
Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/Rumah Sakit.
Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak
Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan
18
VI. Cara Memantau Pertumbuhan Balita
penimbangan dicatat di KMS, dan antara titik berat badan KMS dari hasil
penimbangan bulan lalu dan hasil penimbangan bulan ini dihubungkan dengan sebuah
pertumbuhan anak. Pada balita yang sehat, berat badannya akan selalu naik,
b. Kenaikan berat badan sama dengan KBM (Kenaikan berat badan minimal)
atau lebih.
19
Usia 4 bulan 600 gram
20
Gambar 3. Indikator KMS bila balita naik berat badannya
dibawahnya, atau,
b. Kenaikan berat badan kurang dari KBM (Kenaikan Berat Badan Minimal).
3. Berat badan balita dibawah garis merah artinya pertumbuhan balita mengalami
gangguan pertumbuhan dan perlu perhatian khusus, dimana berat badan balita
dibawah garis merah KMS sehingga harus langsung dirujuk ke Puskesmas/ Rumah
Sakit. Berat Badan yang berada di Bawah Garis Merah (BGM) pada KMS
merupakan perkiraan untuk menilai seseorang menderita gizi buruk, tetapi bukan
berarti seseorang balita telah menderita gizi buruk, karena ada anak yang telah
mempunyai pola pertumbuhan yang memang selalu dibawah garis merah pada KMS.
21
Gambar 5. Indikator KMS bila berat badan balita dibawah garis merah
4. Berat badan balita tiga bulan berturut-turut tidak naik, artinya balita mengalami
Sakit.
5. Balita tumbuh baik bila: Garis berat badan anak naik setiap bulannya.
Gambar 7. Indikator KMS bila berat badan balita naik setiap bulan
6. Balita sehat, bila: Berat badannya selalu naik mengikuti salah satu pita warna atau
22
Gambar 8. Indikator KMS bila pertumbuhan balita sehat
polapertumbuhan berat badan balita bukan Berat Badan per Umur. Berat Badan di
Bawah Garis Merah (BGM) bukan menunjukkan keadaan gizi buruk tetapi sebagai
peringatan untuk konfirmasi dan tindak lanjutnya, tetapi perlu diingat tidak berlaku
pada anak dengan berat badan awalnya memang sudah dibawah garis merah. Naik-
turunya berat badan balita selalu mengikuti pita warna pada KMS. Kartu Menujuh
perkembangan balita serta promosinya, bukan untuk penilaian status gizi. Hasil
Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan individu balita dengan melihat berat badan
yang ditimbang (D) apakah naik (N), turun (T) atau BGM
1. Perkiraan perkembangan dan pertumbuhan balita di masyarakat yaitu dengan
keseluruhan balita yang ditimbang (% N/D), termasuk juga persentase balita yang
1. Pendapatan Keluarga
23
Dalam kehidupan sehari-hari pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah,
serta pendapatan lainnya yang diterima seseorang setelah orang itu melakukan
pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Pendapatan adalah segala bentuk penghasilan
atau penerimaan yang nyata dari seluruh anggota keluarga untuk memenuhi
Umumnya, jika pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung ikut
membaik juga. Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang akan
dibeli dengan adanya tambahan uang. Semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula
persentase dari penghasilan tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur mayur
dan berbagai jenis bahan pangan lainnya. Jadi penghasilan merupakan faktor penting
pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu
yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka ia
akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk
dikonsumsi. Semakin bertambah pengetahuan ibu maka seorang ibu akan semakin
mengerti jenis dan jumlah makanan untuk dikonsumsi seluruh anggota keluarganya
termasuk pada anak balitanya. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan anggota
keluarga, sehingga dapat mengurangi atau mencegah gangguan gizi pada keluarga
tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan
24
terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu pendidikan
berpengaruh pula pada faktor sosial ekonomi lainya seperti pendapatan, pekerjaan,
menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa
terhadap adanya masalah gizi didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan
4. Akses Kesehatan
status gizi pada golongan rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu menyusui, bayi
dan anak-anak kecil, sehingga dapat menurunkan angka kematian. Pusat kesehatan
yang paling sering melayani masyarakat, membantu mengatasi dan mencegah gizi
yang selalu siap dan dekat dengan masyarakat akan sangat membantu meningkatkan
Lailatul, 2006).
5. Status Kesehatan
Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama, dan bila bekerja
bersama-sama akan memberikan prognosis yang lebih buruk dibandingkan bila kedua
25
penyakit infeksi. Kuman-kuman yang tidak terlalu berbahaya pada anak-anak dengan
gizi baik, akan bisa menyebabkan kematian pada anak-anak dengan gizi buruk.
Gangguan gizi dan rawan infeksi merupakan suatu pasangan yang erat. Infeksi
bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu: mempengaruhi
nafsu makan, dapat juga menyebabkan kehilangan bahan makanan karena diare atau
Faktor-faktor yang mempenaruhi status gizi yang telah dijelaskan diatas dapat
digambarkan melalui skema yang terdapat pada Gambar 9 dan Gambar 10.
Pendapatan
Keluarga Pola Makan:
Pemilihan Bahan
Makanan Pada Karbohidrat
Jumlah Anggota Balita Protein
Keluarga Vitamin A
Fe (besi)
Pemberian
Budaya Makanan Pada
Setempat Balita
Status Gizi
Pengetahuan Gizi Genetik
Ibu
Penyakit Infeksi
Pendidikan Ibu
Pelayanan Kesehatan
status gizi, yaitu yang memberikan pengaruh langsung dan tidak langsung. Faktor
26
yang memberikan pengaruh langsung adalah konsumsi makanan dan adanya penyakit
infeksi atau tidak. Sedangka faktor yang memberikan pengaruh tidak langsung adalah
daya beli keluarga, ketersediaan pangan, pola konsumsi, pola distribusi, perilaku
hidup sehat dan bersih, akses ke pelayanan kesehatan (man, money, material,
mechine, methode, P1, P2, dan P3). Keadaan faktor tidak langsung dipengaruhi oleh
tingkat pengetahuan keluarga tentang gizi, keadaan sosial, budaya, dan ekonomi.
STATUS
GIZI
Perilaku
Daya beli Tersedia &
hidup bersih
Ketersediaan dan sehat
terjangkaunya
pangan di pelayanan
keluarga & kesehatan dan gizi
masyarakat (5M, P1-5)
Pola konsumsi
Pola distribusi
Tingkat pengetahuan
keluarga tentang
kesehatan gizi
Sosial-Budaya-Ekonomi
SUMBER
DAYA
27
BAB III
METODE KEGIATAN
I. Jenis Kegiatan
Pada kegiatan ini, desain yang digunakan adalah deskriptif. Metode ini
digunakan untuk menggambarkan karakteristik keluarga yang mempunyai balita di
bawah garis merah.
28
b. Data sekunder
diperoleh dari catatan medik balita BGM yang dimiliki oleh bagian Gizi di
Puskesmas Plaosan, Kec. Plaosan.
V. Variabel Kegiatan
a. Variabel bebasnya adalah karakteristik keluarga dengan balita BGM di
Puskesmas Plaosan, Kec. Plaosan.
b. Variabel terikat adalah cakupan balita BGM di Puskesmas Plaosan, Kec.
Plaosan.
VI. Instrumen Kegiatan
` Alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara dan pengisian kuesioner.
VII. Langkah-langkah Kegiatan
b. Menyususn kuesioner
c. Wawancara Singkat dan Pengisian kuesioner pada ibu dengan balita BGM.
29
Adapun metode analisis data yang telah digunakan adalah metode
deskriptif yaitu dengan melakukan interpretasi secara kualitatif terhadap data
yang telah didapatkan dengan bantuan table. Penyusunan laporan dilakukan
pada bulan Maret 2017.
BAB IV
HASIL KEGIATAN
30
adalah Desa Sarangan dengan luas 2.344 Ha atau 44% dari luas wilayah Kecamatan
Plaosan. Banyak tempat wisata yang ada di Kecamatan Plaosan ini. Diantaranya;
Telaga Sarangan, Telaga Wahyu, Air Terjun Tertosari, dan masih banyak lagi.
Batas wilayah Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan; sebelah utara :
Kecamatan Sidorejo; sebelah timur : Kecamatan Ngariboyo; sebelah selatan :
Kecamatan Poncol; sebelah barat : Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Wilayah
Kecamatan Plaosan berada pada ketinggian antara 500 meter dpl sampai 1.280 meter
dpl. Peta pemerintahan Kecamatan Plaosan terbagi menjadi : 2 Kelurahan dan 13 Desa
yang terbagi lagi menjadi 58 Dusun atau Lingkungan, 67 Rukun Warga (RW), dan 389
Rukun Tetangga (RT).
Data demografis Balita tahun 2016 di wilayah kerja Puskesmas Plaosan adalah
sebagai berikut:
Jumlah yang ada
Desa /Kelurahan
BP BL
Ngancar 70 89
Plumpung 98 115
31
Tabel 4. Daftar Balita BGM di Puskesmas Plaosan, Kecamatan Plaosan Tahun 2016
BB Bulan Nama
J Tanggal Nama
No Nama Anak Umur Kelompok Desember Desa
K Lahir Orangtua
2016
32
bulan sekali diadakan posyandu. Selain itu, ada juga bantuan yang secara khusus
diberikan langsung dari dinas kesehatan kepada poli gizi puskesmas plaosan untuk
diberikan kepada balita BGM dan juga adanya alat-alat timbangan dan Antropometri
juga disediakan oleh puskesmas Plaosan.
Pendidikan
Jumlah Persentase
Terakhir Ibu
SD 4 57,2%
SMP 2 28,6
SMA 1 14,2
Total 7 100
33
KURANG 4 57,1
Total 7 100
34
4 Ny. Leni Plumpung - Rendahnya Pola Asuh, - Memberikan edukasi dan arahan
(Balita Nuril) tingkat pengetahuan ibu yang tepat tentang pola asuh yang
dan pendapatan keluarga
benar
- Memberikan penyuluhan tentang
gizi kepada ibu dan seluruh keluarga
dirumah sehingga dapat
meningkatkan pengetahuannya
keluarga.
5 Ny. Nita Bulugunung - rendahnya tingkat - Memberikan penyuluhan tentang
(balita Abigel) pengetahuan dan gizi kepada ibu dan seluruh keluarga
pendidikan ibu
dirumah sehingga dapat
meningkatkan pengetahuannya
keluarga.
6 Ny. Lisa Bulugunung Rendahnya tingkat - Memberikan penyuluhan tentang
(Balita Yohana) pendapatan, pendidikan gizi kepada ibu dan seluruh keluarga
dan pengetahuan ibu
dirumah sehingga dapat
meningkatkan pengetahuannya
keluarga.
7 Ny. Warni Sarangan - Rendahnya tingkat - Memberikan edukasi dan arahan
(balita Rindiani) pendapatan dan yang tepat tentang pola asuh yang
pengetahuan ibu
benar
- Rendahnya pola asuh - Memberikan penyuluhan tentang
ibu
gizi kepada ibu dan seluruh keluarga
dirumah sehingga dapat
meningkatkan pengetahuannya
keluarga.
35
BAB V
PEMBAHASAN
Kuesioner dalam Kegiatan ini bermanfaat guna untuk melihat Karakteristik Keluraga
terutama ibu balita dengan BGM di Kecamatan Plaosan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 66 Tahun 2010 Jenjang Pendidikan Formal
di Indonesia terbagi menjadi pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Berdasarkan Tabel 6 diketahui sebagian besar ibu dari balita BGM berpendidikan dasar yaitu
SD sebanyak 57,2%. Tentunya dengan tingkat pendidikan rendah akan membuat ibu
menjadi sulit dalam menerima informasi kesehatan khususnya di bidang gizi, sehingga pada
akhirnya dengan pendidikan rendah akan mempengaruhi pengetahuannya.
Tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan
terhadap perawatan kesehatan, higiene pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta
kesadaran terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Seperti pada tabel 7,
terlihat bahwa sebagian besar ibu dari balita BGM masih memiliki pengetahuan yang kurang
tentang gizi yaitu 71,5%. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada pola pikir ibu dalam
memenuhi asupan gizi balita maupun keluarganya. Akibat dari rendahnya pengetahuan ibu
maka pengertian tentang jenis dan jumlah makanan untuk dikonsumsi seluruh anggota
keluarganya termasuk pada anak balitanya juga semakin rendah. Hal ini dapat menurunkan
kesejahteraan anggota keluarga, sehingga dapat menyebabkab gangguan gizi pada keluarga
dan balitanya.
Status gizi dan kesehatan balita juga sangat di pengaruhi oleh perilaku, sikap dan pola
asuh ibu kepada balitanya. Pada tabel 8 ditemukan 57,1% ibu dengan balita BGM memiliki
pola asuh yang kurang. Pola asuh dalam hal ini adalah mengenai pola pemberian makanan
balita yang kadungan gizinya kurang, pola perawatan dan kesehatan. Beberapa informasi
36
mutakhir membuktikan bahwa, status gizi buruk/kurang menunjukkan kejadian kerawanan
gizi pada keluarga disebabkan multi factor pada pola pengasuhan, diantaranya asupan
makanan yang diterima setiap harinya tidak sesuai dengan kebutuhan. Adanya penyakit
infeksi menurunnya berat badan dan kehilangan energy dalam tubuh.hal tersebut dapat
disebabkan oleh karena kurangnya pola asuh pada balita baik asuhan makan, hygiene
perorangan maupun kebersihan lingkungan sekitar tempat anak balita berinteraksi dan
beraktifitas.
Munculnya kejadian balita BGM maupun gizi buruk merupakan masalah yang
menunjukkan bahwa masalah gizi yang muncul hanyalah sebagian kecil dari masalah gizi
yang sebenarnya terjadi. Dari semua masalah gizi yang ada tersebut menunjukkan bahwa
ekonomi atau pendapatan suatu masyarakat atau keluarga sangat berpengaruh pada status gizi
keluarga tersebut. Dari data diatas (tabel 10) menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga
dengan balita BGM mempunyai penghasilan rata-rata perbulan adalah Rp 500.000-1000.000
atau sekita 57,1%. tentu dengan penghasilan seperti itu sangatlah kecil untuk memenuhi gizi
keluarga terutama gizi balita BGM setiap bulannya.
.
37
BAB VI
I. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa karaktersitik dari
masing-masing keluarga BGM seperti tingkat pendidikan, pengetahuan ibu, Pola asuh ibu
serta pendapatan dari masing keluarga sangatlah mempengaruhi status gizi.
Untuk tingkat pendidikan, semakin rendah tingkat pendidikan seorang ibu maka
semakin sulit ibu dalam menerima informasi kesehatan khususnya di bidang gizi. Dengan
rendahnya pendidikan juga akan berpengaruh ke tingkat pengetahuannya dalam
memahami lebih dalam gizi balita. Kedua karkteristik tersebut yang nantinya juga akan
berpengaruh pada pola asuh makanan dan kesehatan balita. Dari semua masalah gizi yang
ada tersebut menunjukkan bahwa ekonomi atau pendapatan suatu masyarakat atau
keluarga juga sangat berpengaruh pada status gizi keluarga tersebut. Semakin rendah
pendapatan KK keluarga maka semakin rendah juga asupan gizi yang di terima keluarga
tersebut.
II. Saran
1. Promosi kesehatan tentang gizi harus terus dilakukan agar dapat meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran, mengajarkan pola asuh yang benar mengenai makanan
dan kesehatan balita.
38
2. Hendaknya ditingkatkan sosialisasi mengenai program penatalaksanaan balita BGM
yang di lakukan petugas gizi puskesmas plaosan ke sasaran.
3. Meningkatkan kulitas dan kuantitas program PMT dan juga penyuluhan gizi, sehingga
sebagian besar keluarga dengan balita BGM dapat tercover dalam hal pemberian
makanan tambahan ini.
4. Meningkatkan kegiatan pelacakan keluarga dengan balita BGM ke rumah-rumah, agar
balita-balita yang berat badannya masih dibawah garis merah yang tidak melapor ke
puskesmas plaosan dapat tertangani dengan baik.
39