Anda di halaman 1dari 24

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN PROGRAM PEMBELAJARAN

PADA SEKOLAH INKLUSIF DALAM KONTEKS MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


(STUDI KASUS DI SMP NEGERI 4 SIDOARJO)
Atsna Nur Hasanah
Prodi Manajemen Pendidikan FIP Universitas Negeri Surabaya
atsnanaa@gmail.com

ABSTRAK

Partisipasi masyarakat memiliki peran yang sangat besar terhadap keberhasilan pelaksanaan pembelajaran
dalam sebuah sekolah, tidak terkecuali di sekolah inklusif. Salah satu bagian terpenting dari masyarakat tersebut
adalah orang tua siswa. Dukungan orang tua bagi peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) sangat dibutuhkan,
karena sebagian besar aktivitas anak membutuhkan pendampingan, tidak terkecuali dalam proses pembelajaran
baik di rumah atau bahkan di sekolah, sehingga orang tualah yang paling memahami dan mengerti bagaimana
kondisi anak. Besarnya partisipasi tersebut perlu ditunjang adanya transparansi dan akuntabilitas sekolah sebagai
bentuk pertanggungjawaban atas kepercayaan yang telah diberikan. MBS merupakan sistem manajemen sekolah
yang mewadahi setiap bentuk keterlibatan orang tua di sekolah dan menjadi prasyarat utama bagi sekolah
inklusif. Berdasarkan pada temuan awal peneliti, menunjukkan bahwa selama ini sekolah yang diteliti memiliki
cara tersendiri untuk dapat meningkatkan partisipasi orang tua PDBK dalam serangkaian kegiatan program
pembelajaran mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Berdasarkan temuan awal tersebut,
peneliti mengambil fokus penelitian tentang partisipasi masyarakat dalam pengelolaan program pembelajaran
pada sekolah inklusif dalam konteks MBS di SMP Negeri 4 Sidoarjo. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengelolaan program pembelajaran
pada sekolah inklusif dalam konteks MBS di sekolah tersebut.

Sumber data dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Wakasek Kurikulum, Koordinator Pendidikan
Inklusif, komite sekolah, dan orang tua siswa PDBK. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif kualitatif melalui studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui proses wawancara, observasi, dan
studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menemukan bahwa; (1) pada tahap perencanaan, tingkat partisipasi orang
tua cukup tinggi, mereka dilibatkan dalam serangkaian kegiatan yang terdiri dari asesmen awal di sekolah oleh
tim pendidikan inklusif, proses identifikasi di psikolog RSUD Kabupaten Sidoarjo, dan pemberian seluruh
informasi diri anak dalam proses pendaftaran di sekolah. Namun, selama proses penyusunan program
pembelajaran (RPP/PPI) orang tua tidak terlibat secara langsung, sekolah hanya memberikan sosialisasi kepada
seluruh orang tua siswa baru; (2) pada tahap pelaksanaan, partisipasi diwujudkan dalam bentuk forum orang tua
PDBK yang disebut Paguyuban Orang Tua Inklusif serta pendampingan dalam proses pembelajaran di rumah.
Bentuk keterlibatan dalam Paguyuban melalui pendanaan dalam pelaksanaan pembelajaran yang dialokasikan
untuk gaji GPK dan keaktifan dalam rapat rutinan, selain itu orang tua juga mendampingi PDBK dalam
pembelajaran di rumah sesuai dengan program pembelajaran di sekolah; dan (3) pada tahap monitoring dan
evaluasi, orang tua berpartisipasi melalui konseling dengan GPK dan rapat evaluasi program pembelajaran di
sekolah.

Kata kunci: partisipasi masyarakat, pengelolaan program pembelajaran, sekolah inklusif, manajemen berbasis
sekolah

ABSTRACT

Parent’s participation has a very big role to the successful implementation of the learning programme in a
school, also in the inclusive school. Parent support for students with special needs (PDBK) is needed, since most
of the activities of students are needs of assistance, not least in the learning process at home or even at school, so
that parents who most appreciate and understand how the child's condition. Their participation should be
supported by transparency and accountability of school as a form of accountability for the trust that has been
given. School-based management is a school management system that supports any form of parental
involvement in school, and become a prerequisite for an inclusive school. Based on the initial findings of the
researchers, indicate that during this time the school investigated has its own way to increase parent participation
in a series of student’s learning programs begin the planning, implementation, and evaluation. Based on
preliminary findings, the researchers took the focus of research on parent’s participation in the management of
learning programs in inclusive schools in the context of MBS in SMP Negeri 4 Sidoarjo. Thus, this study aims to
determine and describe how parent’s participation in the management of learning programs in inclusive schools
in the context of MBS in schools.
Source of data in this study is the Principal, Vice Principal of Curriculum, Coordinator of Inclusive
Education, the school committee, and parents of PDBK. The method used is descriptive qualitative method

1
through case studies. Data collection is done through interviews, observation, and documentation study. Results
of the study found that; (1) the planning stage, the level of parent participation is high enough, they are involved
in a series of activities consisting of the initial assessment at the school by a team of inclusive education, the
identification process in Sidoarjo District Hospital psychologist, and registration of prospective students in
school. However, during the process of preparing the learning program (RPP/PPI) parents are not involved
directly, the school only gives training to all parents of new students; (2) the implementation stage, manifested in
the form of participation of parents PDBK forum called by Paguyuban of parents for inclusive and assisting in
the learning process at home. The involvement of the Paguyuban through the implementation of learning
funding allocated to salaries shadow teacher (GPK) and liveliness in scheduled meeting, as well as parents
accompany PDBK in learning at home in accordance with the learning programs in schools; and (3) the stage of
monitoring and evaluation, the parents through counselling with teachers and program evaluation of meeting
learning in school.

Keywords: parent’s participation, learning program management, inclusive school, school-based management

A. PENDAHULUAN penyelenggaraan pendidikan yang menghargai


Pendidikan adalah hak asasi yang paling keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua
mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi peserta didik. Hal ini mengindikasikan pemerintah
anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang Undang memberikan perluasan akses dalam pendidikan bagi
Dasar tahun 1945 yang sudah diamandemen anak berkebutuhan khusus, salah satunya melalui
memberikan jaminan seperti yang tercantum pada pendidikan inklusif, yakni anak berkebutuhan khusus
pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga memiliki hak dan kesempatan untuk mengikuti
negara berhak mendapatkan pendidikan, selanjutnya pendidikan di sekolah reguler bersama dengan anak
pada ayat 2 juga disebutkan bahwa setiap warga normal lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan dalam The Salamanca Statement and Framework for
pemerintah wajib membiayainya. Warga negara yang Action on Special Needs Education pasal 2 ayat 3
dimaksud di sini adalah seluruh warga Indonesia, yang menyebutkan mereka yang menyandang
tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus (ABK) kebutuhan pendidikan khusus harus memperoleh
dan yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat ekses ke sekolah reguler yang harus mengakomodasi
istimewa. Hal ini sejalan dengan seruan UNESCO mereka dalam rangka pedagogi yang berpusat pada
dalam International Education for All (EFA) sebagai diri anak yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
kesepakatan global yaitu World Education Forum di tersebut (Mudjito, dkk 2013: 15). Perluasan
Dakar, Senegal pada tahun 2000 yang menyatakan kesempatan tersebut merupakan salah satu upaya
bahwa penuntasan EFA diharapkan terjadi pada tahun pemerintah dalam rangka perbaikan mutu pendidikan
2015 (Mudjito, dkk 2013: 14). di negara kita.
Indonesia sebagai salah satu negara yang Hasil survei Direktorat PSLB tahun 2010
menandatangani perjanjian tersebut telah meratifikasi menunjukkan, angka anak-anak berkebutuhan khusus
dalam kebijakan Wajib Belajar 9 tahun yang (ABK) usia 5-18 tahun adalah sebesar 21,42% dari
dijabarkan dalam Undang Undang nomor 20 tahun jumlah anak berkebutuhan khusus dengan berbagai
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 32 kelainan, yaitu sebesar 330.764 anak. Angka ABK
mengatur tentang pendidikan khusus dan pendidikan yang sudah mendapatkan layanan pendidikan di
layanan khusus. Hal ini menunjukkan bahwa negara sekolah khusus (Sekolah Luar Biasa) atau Sekolah
menjamin sepenuhnya pendidikan bagi setiap anak Inklusi, dari jenjang Taman Kanak-kanak sampai
termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK) dalam Sekolah Menengah Pertama hanya sebanyak 85.737
memperoleh kesempatan dan layanan pendidikan anak (25,92%). Artinya, ada sebanyak 245.027 anak
yang bermutu. (74.08%) berkebutuhan khusus yang belum
Sebagaimana tersurat pada Undang Undang mendapatkan layanan pendidikan di seluruh
Nomor 20 Tahun 2003, bab IV pasal 5 ayat 1, bahwa Indonesia dengan berbagai jenis kelainan dan
setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk sebagian besar dari mereka berada di daerah pedesaan
memperoleh pendidikan yang bermutu. Selanjutnya (Direktorat Pembinaan PKLK, 2013: 15). Hal ini
dinyatakan pada pasal 2 bahwa warga negara yang mengindikasikan bahwa terjadi ketidakseimbangan
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dalam pemerataan pendidikan, prevalensi anak
intelektual, dan sosial berhak mendapatkan berkebutuhan khusus lebih besar dari pada sekolah
pendidikan. Implementasinya dijabarkan dalam penyedia layanan pendidikan khusus. Data-data
Permendiknas No. 70 Tahun 2009 pasal 2 yang tersebut menunjukkan bahwa masih banyak anak
menyebutkan bahwa pemerintah mewujudkan

2
berkebutuhan khusus yang belum memperoleh hak peningkatan mutu berbasis sekolah ini melibatkan
pendidikan. semua kelompok kepentingan yang terkait dengan
Berdasarkan realita tersebut, pemerintah telah stakeholder untuk memenuhi kebutuhan sekolah
berupaya dalam meningkatkan mutu, efisiensi dan (Suwandi, 2006: 3). Jadi sekolah memiliki
pemerataan pendidikan di Indonesia melalui kewenangan yang lebih besar untuk mengelola
pemberian wewenang pada pemerintah daerah untuk beberapa urusannya. Penyesuaian manajemen yang
mengelola beberapa urusannya sendiri secara lebih kondusif merupakan implikasi adanya otonomi
mandiri. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang diberikan kepada sekolah.
tentang Pemerintahan Daerah yang isinya mengenai Pengkondisian sistem dan manajemen sekolah ini
pemberian kewenangan dan keleluasaan kepada merupakan suatu keharusan. Berdasarkan Peraturan
daerah untuk melaksanakan dan mengatur Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa Nasional Pendidikan pasal 49 ayat 1 menyebutkan
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang
dengan peraturan perundang-undangan, pendidikan dasar dan menengah menerapkan
mengamanahkan pelimpahan wewenang dari manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi,
Sebagaimana dirumuskan dalam pasal 11 undang- keterbukaan dan akuntabilitas. Hal ini senada dengan
undang tersebut, kewenangan yang diberikan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 tentang
mencakup semua bidang pemerintahan, termasuk Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan pasal
salah satunya pendidikan. Sebelumnya pengelolaan 10 ayat 4 yang berbunyi: “Standar pelayanan minimal
pendidikan menjadi kewenangan pemerintah pusat bidang pendidikan untuk satuan pendidikan
(sentralistik), kini dilimpahkan menjadi kewenangan ditetapkan sebagai syarat awal yang harus dipenuhi
pemerintah kabupaten atau kota. Hal ini dalam mencapai SNP secara bertahap dengan
mengindikasikan, terjadi perubahan sistem menerapkan otonomi satuan pendidikan atau
pendidikan dari yang semula terpusat (sentralistik) manajemen berbasis sekolah”. Selanjutnya Peraturan
menjadi desentralistik. Pemerintah Daerah/Kabupaten Nomor 15 Tahun
Desentralisasi pendidikan ditandai dengan 2006 juga menyebutkan bahwa “Setiap sekolah harus
adanya pendelegasian wewenang dalam sudah menyelenggarakan pengelolaan sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan dari pemerintah pusat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)”. Hal ini
kepada pemerintah daerah. Sejalan dengan adanya menunjukkan bahwa MBS merupakan suatu
semangat otonomi daerah, Permendiknas Nomor 70 keharusan bagi setiap sekolah. Demikian halnya
tahun 2009 juga telah mengamanatkan wewenang sekolah inklusif, setiap anak berkebutuhan khusus
pelaksanaan pendidikan inklusif di daerah. Hal ini memiliki kebutuhan dan kekhususan sendiri-sendiri,
sebagaimana tercantum dalam pasal 6 ayat 1 yang sehingga untuk memenuhi kebutuhan yang
menyebutkan bahwa pemerintah kota/kabupaten bermacam-macam tersebut, maka sekolah perlu
menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif dikelola sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya
sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Hal ini masing-masing.
menunjukkan bahwa pendidikan bagi anak Setting sekolah inklusif mengharuskan sistem
berkebutuhan khusus tidak hanya menjadi tanggung sekolah menyesuaikan kondisi anak. Stubb (2002:8)
jawab pemerintah pusat, namun menjadi tanggung menyatakan bahwa cara pandang dalam pendidikan
jawab bersama. Dengan adanya peraturan tersebut, inklusif didasarkan pada hak asasi dan model sosial.
maka diharapkan kualitas pendidikan di negara kita, Pendidikan inklusif dalam konteks pendidikan,
utamanya bagi anak berkebutuhan khusus dapat merupakan sistem pendidikan yang tidak melihat
ditingkatkan. hambatan dari sisi anak/peserta didik yang memiliki
Sebagai upaya peningkatan tersebut, pemerintah kelainan, namun sistem pendidikan yang harus
menyasar aspek terkecil (mikro) yang melibatkan mampu mengatasi hambatan tersebut. Karena itulah
seluruh sektor dan lembaga pendidikan yang paling diperlukan modifikasi kurikulum, sarana dan
bawah tetapi terdepan dalam pelaksanaannya, yaitu prasarana, guru dan komponen lain yang mendukung
sekolah (Mulyasa, 2007: 11). Pemberian otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan sehingga mampu
pendidikan yang luas pada sekolah merupakan mengatasi setiap hambatan yang dihadapi oleh anak
kepedulian pemerintah terhadap peningkatan mutu berkebutuhan khusus. Untuk memenuhi itu semua,
pendidikan. Sebagai implikasi dari adanya upaya ini, sekolah perlu diberikan kewenangan dalam mengatur
sekolah diberikan otonomi lebih luas dalam rangka beberapa urusannya sesuai dengan kondisi sekolah
mengelola dan memajukan sekolahnya. Upaya masing-masing. Tanpa adanya otonomi ini, sekolah

3
inklusif akan kesulitan dalam melaksanakan layanan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan
pendidikan yang mengakomodasi anak berkebutuhan akuntabilitas”. Berdasarkan pendapat tersebut maka
khusus. dapat kita identifikasi pilar besar dalam MBS, yaitu
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan mutu, partisipasi, akuntabilitas, dan transparansi.
alternatif bagi konsep pemberian wewenang pada Pada peneltian ini, peneliti sengaja mengambil salah
sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah menurut satu dari pilar tersebut yakni partisipasi, karena
Caldwell (2005) adalah suatu desentralisasi yang partisipasi masyarakat merupakan suatu hal yang
tersistem pada level sekolah mengenai otoritas dan sangat dibutuhkan bagi sebuah sekolah
tanggung jawab untuk membuat keputusan mengenai penyelenggara pendidikan inklusif.
perihal yang penting terkait pelaksanaan sekolah Salah satu ciri khas dari MBS adalah
dalam menentukan kerangka tujuan, kebijakan, pengambilan keputusan secara partisipatif (Abu
kurikulum, standar dan akuntabilitas sekolah. Dohou, 2002: 33), oleh karena itu pemberdayaan
Selanjutnya menurut Fattah dan Ali (2005: 2) inti dari masyarakat menjadi sesuatu yang harus dilakukan
MBS adalah memberikan kewenangan dan dalam rangka mensukseskan desentralisasi
pendelegasian wewenang (delegation of authority) pendidikan (Mulyasa, 2007:41). Pemberdayaan
kepada sekolah untuk melakukan perbaikan dan merupakan suatu upaya membangun daya atau
peningkatan kualitas secara berkelanjutan (quality potensi manusia dengan mendorong, memotivasi, dan
continuous improvement). Demikian halnya dengan membangkitkan kesadarannya akan potensi yang ia
sekolah inklusif. Pedoman Umum Penyelenggaraan miliki serta upaya untuk mengembangkannya
Pendidikan Inklusif (Direktorat PPK-LK, 2011) (Sufyarma dalam Nurbuati, 2008:3). Dengan
menyebutkan, untuk mengoptimalkan layanan demikian, sekolah harus mampu menampung semua
pendidikan di sekolah penyelenggara pendidikan aspirasi dan kondisi masyarakat.
inklusif, dalam pengelolaannya perlu memperhatikan Besarnya dukungan dan partisipasi masyarakat
hal-hal berikut: sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
“(1) Sekolah menerapkan sistem manajemen diberlakukannya MBS di sekolah. Dalam konteks
berbasis sekolah dalam perencanaan, pendidikan, komponen masyarakat terdiri dari orang
pengorganisasian, pengarahan, pengoordinasian, tua, masyarakat umum yang terdiri dari tokoh
pengawasan dan pengevaluasian, baik yang
masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan dunia
berkaitan dengan peserta didik, kurikulum,
ketenagaan, sarana dan prasarana serta penataan industri, dan lembaga sosial budaya, dan pemerintah
lingkungan; dan (5) Guru memiliki kemampuan (Wuriyanto, 2008:4). Orang tua sebagai bagian dari
dalam mengoptimalkan peran orang tua, tenaga masyarakat memiliki peran yang sangat besar dalam
profesional, organisasi profesi, lembaga pelaksanaan pembelajaran bagi anak. Dukungan
swadaya masyarakat (LSM) dan komite sekolah orang tua bagi anak berkebutuhan khusus sangat
dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan dibutuhkan, karena sebagian besar aktivitas anak
evaluasi pembelajaran di sekolah.”
membutuhkan pendampingan, tidak terkecuali dalam
Berdasarkan pendapat tersebut, maka sekolah
pembelajaran, sehingga orang tualah yang paling
inklusif juga perlu menerapkan MBS. MBS memiliki
memahami dan mengerti bagaimana kondisi anak.
tujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan
Pada penelitian ini, difokuskan pada aspek partisipasi
pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi
orang tua dalam proses pembelajaran anak,
diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber
mengingat orang tua merupakan stakeholder yang
daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan
berhubungan secara langsung dengan anak sehingga
penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu
memiliki keterlibatan yang sangat besar.
diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan
Keterlibatan orang tua dapat diwujudkan dalam
pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme
berbagai hal. Bentuk keterlibatan tersebut tidak hanya
guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol,
melulu berupa dukungan finansial, namun dapat
serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan
berupa dukungan tenaga, ide atau pemikiran, teknik
suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan
atau mekanisme, dan modal (bisa berupa finansial,
tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat
barang maupun jasa. Partisipasi melalui ide dapat
terutama yang mampu dan peduli, sementara yang
tertuang dalam penyusunan RKAS yang ditampung
kurang akan menjadi tanggung jawab pemerintah
melalui komite sekolah. Ide-ide ini dapat berupa
(Mulyasa, 2007: 11).
masukan tentang program-program sekolah dan
Konteks dari MBS sebagaimana tercantum pada
program pembelajaran di sekolah. Berkaitan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 pasal 49
hal tersebut, dalam setting pendidikan inklusif orang
ayat 1 adalah dalam rangka membentuk sekolah yang
tua banyak dilibatkan dalam pembelajaran anak
menerapkan MBS dengan ditandai adanya
4
berkebutuhan khusus. Orang tua siswa terlibat Sebagai sekolah inklusif yang menerapkan MBS,
langsung dalam tahap awal penyusunan PPI. Program SMP Negeri 4 Sidoarjo merupakan sekolah yang
pembelajaran individual (PPI) merupakan program mandiri dalam hal pembangunan fasilitas fisik dan
pembelajaran individu siswa yang disusun pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah. Sekolah
berdasarkan kemampuan, cara, dan kecepatannya yang dipimpin oleh Bapak MH sebagai Kepala
sendiri (Dispenprov Jatim, 2013: 4), sehingga sangat Sekolah ini, mengalami perkembangan yang sangat
dimungkinkan setiap anak berbeda dengan yang pesat selama dua periode kepemimpinan beliau.
lainnya. PPI ini disusun di awal ketika siswa pertama Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala SMP
kali mendaftar masuk sekolah berdasarkan hasil Negeri 4 Sidoarjo menyatakan:
wawancara dengan orang tua siswa. Bentuk “Enam tahun lalu kondisi lingkungan sekolah ini
keterlibatan orang tua berupa informasi yang kurang kondusif, Mbak. Namun kini, sekolah
diberikan ketika siswa menjalani tahap asesmen di bisa sampai seperti ini karena adanya kerjasama
dengan berbagai pihak, salah satunya adanya
sekolah. PPI inilah yang nantinya akan digunakan
keterlibatan orang tua siswa. Mereka kita
sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran bagi libatkan dalam rapat-rapat melalui komite
anak berkebutuhan di sekolah. Hal ini menunjukkan sekolah. Sekolah bisa membangun masjid, aula,
bahwa keberhasilan pelaksanaan pendidikan inklusif dan beberapa sarana yang lain, itu juga karena
di sekolah sangat bergantung kepada partisipasi aktif adanya dukungan dari orang tua, salah satunya
orang tua. melalui infaq siswa setiap harinya. Kami juga
Partisipasi ini perlu didukung adanya mengajarkan kepada siswa untuk selalu bersikap
dermawan dan menghargai siswa lain yang
keterbukaan dan akuntabilitas sekolah sebagai wujud
berkebutuhan khusus”.
pertanggungjawaban pada kepercayaan yang telah Selanjutnya hasil wawancara dengan Wakasek
diberikan orang tua. PPI sebagai salah satu komponen Kurikulum SMP Negeri 4 Sidoarjo menyatakan,
dalam pembelajaran peserta didik berkebutuhan bahwa wali murid terlibat aktif dalam proses
khusus yang notabene sangat membutuhkan perencanaan awal pembelajaran bagi anak di sekolah.
keterlibatan yang besar dari orang tua, perlu ditunjang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan oleh
dengan sistem yang menggerakkan seluruh peneliti dengan Wakasek Kurikulum SMP Negeri
stakeholders agar terlibat secara aktif. MBS dalam Sidoarjo:
hal ini dinilai sebagai support system yang paling “Selama ini kami selalu berupaya meningkatkan
tepat untuk diterapkan di sekolah inklusif. Dengan kerjasama antara sekolah dengan wali murid.
adanya keterlibatan aktif dari orang tua, maka sekolah Partisipasi tersebut telah berwujud dalam banyak
juga memiliki tanggung jawab untuk terbuka dan hal, selain dalam pengembangan sarana dan
melaporkan setiap aktivitas terkait pembelajaran prasarana sekolah, orang tua siswa ikut dalam
anak. Transparansi dan akuntabilitas merupakan proses asesmen yang digunakan sebagai dasar
dalam penyusunan PPI”.
bagian dari pilar MBS, sehingga MBS dipandang
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, nampak
mampu mengawal serta sebagai prasyarat utama
bahwa orang tua dilibatkan dalam perumusan
dalam pelaksanaan PPI di sekolah inklusif.
program pembelajaran peserta didik berkebutuhan
SMP Negeri 4 Sidoarjo merupakan salah satu
khusus (PPI). Dalam kaitannya penyusunan program
sekolah inklusif yang melaksanakan sistem
pembelajaran tersebut, orang tua dilibatkan dalam
manajemen menggunakan MBS. Sebagai sekolah
proses identifikasi psikologis yang dilaksanakan di
negeri yang ditunjuk pemerintah daerah Kabupaten
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo
Sidoarjo sebagai sekolah penyelenggara pendidikan
serta sebagai informan dalam proses asesmen
inklusif, kini sekolah tersebut mampu menjadi
mengenai peserta didik. Khusus bagi orang tua dari
sekolah inklusif percontohan di Sidoarjo.
siswa kelas VII yang anaknya merupakan peserta
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti
didik baru di SMP Negeri 4 Sidoarjo, sekolah
lakukan di sekolah tersebut, sekolah yang
memberikan sosialisasi di awal tahun ajaran baru
beralamatkan di Kompleks Perumahan Puri Indah,
ketika siswa telah diterima di sekolah. Sosialisasi ini
Jalan Suko, Kecamatan Sidoarjo ini mulai menerima
dilakukan sebagai upaya sekolah untuk mengenalkan
siswa berkebutuhan khusus sejak tahun 2009. Sampai
orang tua mengenai pendidikan inklusif, kebijakan-
saat ini terdapat 24 siswa yang tersebar di 27
kebijakan di sekolah, serta sebagai wujud
rombongan belajar. Dengan fasilitas dan dukungan
keterbukaan sekolah kepada orang tua mengenai
dari pemerintah daerah, SMP Negeri 4 Sidoarjo kini
pembelajaran anak berkebutuhan khusus yang akan
mampu mengakomodasi siswa berkebutuhan khusus
dilaksanakan di sekolah nantinya.
untuk belajar bersama-sama dengan siswa reguler.
Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran di
sekolah ini selain dipengaruhi kualitas guru yang
5
berkompeten, menurut Bapak G, dari 49 guru di orang tua ikut berperan dalam monitoring
sekolah tersebut seluruhnya telah mendapatkan perkembangan anak. Melalui monitoring
pelatihan mengenai pendampingan anak perkembangan tersebut, sekolah dapat menilai sejauh
berkebutuhan khusus di dalam kelas, sehingga guru mana keberhasilan program pembelajaran yang
dapat melaksanakan pembelajaran di dalam kelas diberikan kepada anak, serta menjadi dasar dalam
meskipun tanpa didampingi oleh GPK. Di sisi lain, melakukan evaluasi program pembelajaran yang
pelaksanaan pembelajaran di sekolah ini juga dilakukan satu semester sekali dengan menghadirkan
didukung adanya kesadaran orang tua siswa akan beberapa perwakilan orang tua siswa.
kualitas pendidikan yang lebih baik, yakni nampak Sementara itu, bagi peserta didik berkebutuhan
dari antusiasme orang tua siswa dalam khusus, proses monitoring berguna untuk memantau
keterlibatannya membangun sekolah melalui sejauh mana perkembangan akademik dan
pendanaan dan memberikan ide-ide. Bentuk perilakunya. Dengan demikian sekolah dapat segera
dukungan tersebut diwujudkan dengan adanya mengetahui setiap gejala yang muncul dari anak dan
pembangunan aksesibilitas fisik untuk peserta didik mengevaluasi program yang diberikan. Hal ini
berkebutuhan khusus di sekolah, seperti perlengkapan menunjukkan dukungan orang tua yang sangat besar
ram di beberapa sudut sekolah, Kantin Pink yang kepada sekolah dalam memberikan pelayanan yang
sehat, dan ketersediaan sarana pembelajaran di ruang bermutu.
sumber. SMP Negeri 4 Sidoarjo merupakan sekolah yang
Selanjutnya hasil wawancara dengan memiliki segudang prestasi. Berdasarkan hasil
Koordinator Pendidikan Inklusif di SMP Negeri 4 wawancara dengan pakar pendidikan inklusif Jawa
Sidoarjo, Bapak G menyatakan bahwa sekolah telah Timur, Dr. B, SMP Negeri 4 Sidoarjo selain menjadi
melaksanakan berbagai upaya untuk mensukseskan sekolah percontohan dalam pelaksanaan pendidikan
program pendidikan inklusif di sekolah serta menjalin inklusif di Kabupaten Sidoarjo, juga memiliki
hubungan silaturahmi dengan orang tua siswa. segudang prestasi yang membanggakan. Hal ini
Sebagai bentuk upaya tersebut, salah satunya sekolah dibuktikan dengan diraihnya Inclusive Award pada
membentuk komunitas orang tua peserta didik Desember tahun 2014 lalu. Prestasi lainnya adalah
berkebutuhan khusus, yakni Paguyuban Orang Tua SMP Negeri 4 Sidoarjo telah berhasil memenangkan
Siswa Inklusif yang berdiri pada tahun 2010, setahun Lomba Sekolah Sehat tingkat nasional pada tahun
setelah sekolah ditunjuk sebagai sekolah inklusif oleh 2014. Ketercapaian ini berkat adanya kerjasama dan
pemerintah daerah. partisipasi dari masyarakat dalam pembangunan
Komunitas ini berfungsi untuk mewadahi fasilitas sekolah, hal ini ditunjukkan dengan adanya
aspirasi dan konsultasi orang tua siswa mengenai keberhasilan dalam pengelolaan lingkungan sekolah
peserta didik berkebutuhan khusus. Keberadaan yang semula kurang kondusif menjadi sekolah sehat.
komunitas orang tua inklusif tersebut, sangat Berdasarkan pernyataan di atas, maka peneliti
membantu keberlangsungan pembelajaran bagi tertarik untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 4
peserta didik berkebutuhan khusus secara tidak Sidoarjo untuk melihat bagaimana peran partisipasi
langsung, yakni melalui support dana pembelajaran. masyarakat dalam pelaksanaan MBS di SMP Negeri
SMP Negeri 4 Sidoarjo merupakan sekolah yang 4 Sidoarjo. Di samping itu, berdasarkan pengamatan
mandiri dalam pelaksanaan pendidikan inklusif di peneliti, sejak tahun 2009-2015 belum ada penelitian
sekolah. Sekolah ini melakukan sistem pendanaan mengenai peran partisipasi masyarakat dalam
mandiri melalui dana sukarela dari orang tua siswa. pelaksanaan MBS pada sekolah inklusif di
Dana tersebut tertampung melalui paguyuban orang lingkungan Prodi Manajemen Pendidikan, sehingga
tua siswa. penelitian ini urgent untuk dilaksanakan sebagai tolok
Paguyuban ini, menurut Bapak G rutin ukur dalam pelaksanaan MBS yang baik melalui
melakukan pertemuan beberapa waktu sekali untuk partisipasi masyarakat.
sekedar sharing perkembangan anak. Bapak G Melihat urgensi dari penelitian ini, maka peneliti
menambahkan, paguyuban merupakan sarana efektif mengangkat penelitian yang berjudul “Partisipasi
bagi orang tua peserta didik berkebutuhan khusus Masyarakat dalam Pengelolaan Program
untuk aktif mengontrol perkembangan anaknya. Oang Pembelajaran pada Sekolah Inklusif dalam
tua difasilitasi untuk melakukan konsultasi dengan Konteks Manajemen Berbasis Sekolah (Studi
guru mengenai perkembangan perilaku dan akademik Kasus di SMP Negeri 4 Sidoarjo).”
peserta didik. Konsultasi dilakukan secara terjadwal Berdasarkan latar belakang di atas, fokus dalam
maupun non formal, yakni melalui komunikasi penelitian ini adalah partisipasi masyarakat dalam
telepon dengan guru. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan program pembelajaran pada sekolah

6
inklusif dalam konteks Manajemen Berbasis Sekolah berkebutuhan khusus, tidak bisa diukur dengan
di SMP Negeri 4 Sidoarjo, dengan subfokus: (1) angka atau hanya disimpulkan menggunakan
partisipasi orang tua dalam perencanaan kegiatan tabulasi numerik, akan tetapi diperlukan rincian
pembelajaran melalui penyusunan Program secara deskriptif untuk menemukan tujuan
Pembelajaran Individual (PPI) di SMP Negeri 4 penelitian, sehingga dalam melakukan penelitian
Sidoarjo; (2) partisipasi orang tua dalam pelaksanaan ini peneliti menggunakan metode penelitian
program pembelajaran anak berkebutuhan khusus di deskrptif dengan pendekatan kualitatif untuk
SMP Negeri 4 Sidoarjo, yang meliputi paguyuban mendeskripsikan bagaimana bentuk partisipasi
orang tua siswa berkebutuhan khusus dan masyarakat di lokasi penelitian. Penelitian
pembelajaran anak berkebutuhan khusus di rumah; deskriptif merupakan suatu metode penelitian
serta (3) partisipasi orang tua dalam monitoring dan yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena-
evaluasi program pembelajaran anak berkebutuhan fenomena yang ada baik yang berlangsung saat ini
khusus di SMP Negeri 4 Sidoarjo. maupun yang telah lalu (Sukmadinata, 2012:54).
Sesuai dengan fokus penelitian ini, tujuan yang Melalui penelitian deskriptif dikaji apa yang
ingin dicapai dari penelitian ini adalah mengetahui terjadi, bagaimana bentuk aktivitasnya, hubungan
dan mendeskripsikan bagaimana partisipasi antara suatu fenomena dengan fenomena yang
masyarakat dalam pengelolaan program pembelajaran lain, bagaimana persamaan dan perbedaan suatu
pada sekolah inklusif dalam konteks Manajemen fenomena dengan fenomena lain. Dapat dikatakan
Berbasis Sekolah di SMP Negeri 4 Sidoarjo dalam bahwa penelitian deskriptif adalah bertujuan
hal; (1) partisipasi orang tua dalam perencanaan untuk mendeskripsikan suatu fenomena apa
kegiatan pembelajaran melalui penyusunan Program adanya tanpa rekayasa. Dalam penelitian ini dikaji
Pembelajaran Individual (PPI) di SMP Negeri 4 bagaimana proses bentuk-bentuk beserta
Sidoarjo; (2) partisipasi orang tua dalam pelaksanaan mekanisme partisipasi orang tua siswa terhadap
program pembelajaran anak berkebutuhan khusus di pelaksanaan manajemen sekolah inklusif yang
SMP Negeri 4 Sidoarjo, yang meliputi paguyuban mandiri.
orang tua siswa berkebutuhan khusus dan Sementara itu, desain penelitian yang
pembelajaran anak berkebutuhan khusus di rumah; digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus
serta (3) partisipasi orang tua dalam monitoring dan (case study), karena peneliti telah menentukan
evaluasi program pembelajaran anak berkebutuhan permasalahan dan fokus penelitian dalam proposal
khusus di SMP Negeri 4 Sidoarjo. sebelum terjun ke lapangan, yaitu bagaimana
bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam
B. METODE pelaksanaan MBS di sekolah inklusif. Selain itu,
1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian studi kasus tepat digunakan dalam penelitian ini,
Penelitian menurut Satori (2012:3) merupakan hal ini sesuai dengan pendapat Sukmadinata
suatu aktivitas yang menggunakan kekuatan pikir (2012) bahwa sesuatu dapat dijadikan sebagai
dan aktivitas dengan menggunakan kaidah-kaidah suatu kasus biasanya karena ada masalah,
tertentu untuk menghasilkan ilmu pengetahuan kesulitan, hambatan, penyimpangan, akan tetapi
yang berguna untuk memecahkan suatu persoalan. tetap bisa dijadikan suatu kasus meskipun tidak
Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan metode ada masalah, namun karena memiliki suatu
yang sistematis dan ilmiah sehingga bisa keunggulan atau suatu keberhasilan yang
dikatakan sebagai penelitian. dicapainya.
Agar tujuan penelitian tercapai, diperlukan Menurut Bogdan dan Biklen (2003: 55) bahwa
prosedur ilmiah yang disebut dengan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
penelitian. Sugiyono (2013: 6) menyatakan studi kasus dibagi menjadi tiga tipe, yaitu: (1)
metode penelitian sebagai: studi kasus tentang suatu organisasi atau
“Cara ilmiah untuk mendapatkan data yang Historical Organizational Case Studies; (2) studi
valid dengan tujuan dapat ditemukan, kasus dengan observasi atau Observational Case
dikembangkan dan dibuktikan, suatu Studies; dan (3) sejarah hidup atau Life History.
pengetahuan tertentu sehingga pada
Bogdan dan Biklen (2003) menambahkan, tipe
gilirannya dapat digunakan untuk
memahami, memecahkan dan pertama dilakukan dengan memilih suatu
mengantisipasi masalah dalam bidang organisasi tertentu yang diteliti dan diamati dalam
pendidikan.” waktu yang lama dan dengan pengamatan yang
Untuk mendapatkan gambaran bentuk mendalam. Peneliti disyaratkan mengamati
partisipasi masyarakat dalam pembelajaran anak serangkaian perkembangan yang ditunjukkan

7
organisasi tersebut secara detail mulai mengapa menggelinding membesar layaknya bola salju
dan bagaimana berdirinya, prosesnya, hingga sampai data yang dibutuhkan benar-benar jenuh.
perkembangan terakhir dari organisasi tersebut. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan
Tipe kedua adalah studi kasus dengan observasi, dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber
sehingga dalam penelitian ini teknik pengumpulan atau partisipan, informan, teman dan guru dalam
data utama adalah mengobservasi partisipan (baik penelitian (Sugiyono, 2013: 298). Adapun
interview secara formal ataupun informal dan informan dalam penelitian ini adalah Kepala
review dokumen) dan menjadi fokus studi adalah Sekolah, Wakil Kepala Sekolah bidang
suatu organisasi tertentu (seperti sekolah atau Kurikulum, Koordinator Pendidikan Inklusif,
pusat rehabilitasi) ataupun suatu aspek dalam GPK, guru mata pelajaran, dan orang tua siswa.
organisasi tersebut. Beberapa hal yang dapat Selain informan, sumber data yang digunakan
dijadikan fokus dari organisasi tersebut di dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen
antaranya: (a) tempat-tempat tertentu dalam suatu yang berupa arsip seperti Program Pembelajaran
organisasi, seperti ruang kelas, ruang guru, atau Individual (PPI), foto-foto situs tempat penelitian,
kantor kepala sekolah; (b) kelompok specifik dari dan catatan-catatan lain yang relevan.
sekelompok orang, seperti tim basket sekolah, tim Penelitian ini mengambil lokasi di SMP
KKG guru, dll.; ataupun (c) beberapa aktivitas Negeri 4 Sidoarjo, beralamatkan di Kompleks
dari suatu sekolah, seperti perencanaan kurikulum Perumahan Puri Indah, Jalan Suko, Kabupaten
dan masa penerimaan siswa baru. Selanjutnya tipe Sidoarjo. Sebagaimana telah dipaparkan pada bab
ketiga adalah penelitian yang dilakukan terhadap satu, bahwa pemilihan sekolah ini sebagai lokasi
satu orang secara mendalam untuk penelitian adalah berdasarkan beberapa hal, secara
mengumpulkan data-data diri tentang individu garis besar sekolah telah melaksanakan tiga hal
yang diteliti. yang menjadi fokus dalam penelitian ini dan
Berdasarkan pemaparan teori dari Bogdan dan dinilai memiliki aspek menarik serta unik dan
Biklen (2003) tersebut, maka penelitian ini urgent untuk diteliti.
dirancang menggunakan tipe “observational case Alasan lain peneliti melakukan penelitian di
study” atau penelitian studi kasus melalui sekolah tersebut adalah, SMP Negeri 4 Sidoarjo
observasi. Study kasus yang dijadikan fokus telah menjadi sekolah percontohan dalam
dalam penelitian ini adalah beberapa aktivitas melaksanakan pendidikan inklusif dan
yang mengikutsertakan masyarakat dalam mendapatkan Inclusive Award dari pemerintah
kegiatan sekolah. Melalui pemilihan fokus dalam pusat pada tahun 2014 lalu, serta mendapat
metode studi kasus dengan menggunakan penghargaan sebagai sekolah sehat pada tahun
pendekatan kualitatif ini, peneliti berharap mampu yang sama.
mengangkat tentang partisipasi masyarakat dalam SMP Negeri 4 Sidoarjo memiliki 27 siswa
pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di berkebutuhan khusus dengan kategori autis,
sekolah inklusif di SMP Negeri 4 Sidoarjo. tunarungu ringan, slow learner, tunadaksa, dan
2. Sumber Data dan Data Penelitian low vision. Penyebaran siswa berkebutuhan
Dalam penelitian kualitatif ini tidak khusus tersebut tersebar dalam 27 rombel,
menggunakan istilah populasi ataupun sampel, sehingga masing-masing kelas terdapat satu orang
sehingga lebih tepatnya dalam penelitian ini siswa berkebutuhan khusus.
disebut dengan sumber data dalam suatu situasi 3. Intrumen Pengumpulan Data
sosial (Satori, 2012:2). Adapun teknik sampling Instrumen penelitian merupakan hal yang
yang digunakan dalam penelitian ini adalah penting dalam sebuah penelitian. Instrumen
purposive sampling, yakni memfokuskan pada penelitian akan menjadi acuan dalam pelaksanaan
informan-informan terpilih yang kaya dengan penelitian. Bagus tidaknya serta sukses dan
kasus untuk studi yang bersifat mendalam tidaknya sebuah penelitian tergantung pada
(Sukmadinata, 2012: 101). Selanjutnya instrumen yang digunakan. Hal ini seperti yang
dilanjutkan dengan snowball sampling. Satori dikatakan oleh Sugiyono (2013: 305) bahwa dua
(2011: 48) mengatakan snowball sampling adalah hal utama yang mempengaruhi kualitas hasil
cara pengambilan sampel dengan teknik secara penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian dan
berantai, teknik penentuan sampel yang semula kualitas pengumpulan data. Dalam penelitian
kecil lama-lama membesar. Hal ini dilakukan kualitatif, yang menjadi instrumen penelitian
seiring untuk dengan kebutuhan data kelengkapan adalah peneliti itu sendiri, sehingga peneliti
data dan informasi, maka lama kelamaan akan sebagai instrumen juga harus “divalidasi”.

8
Seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan Analisis digunakan untuk memahami hubungan
penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. dan konsep dalam data sehingga hipotesis dapat
Penelitian kualitatif tidak memiliki acuan dikembangkan dan dievaluasi. Analisis data
instrumen yang baku, hal ini dikarenakan peneliti menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya
itu sendiri yang menjadi instrumen penelitian. sampai jika mungkin, teori yang “grounded”.
Namun, sebagai instrumen, peneliti harus Nasution (Sugiyono, 2013: 336) menyatakan
memiliki beberapa kelebihan yang menjadi modal bahwa analisis telah mulai sejak merumuskan dan
awal sebagai instrumen penelitian. Modal awal menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan,
tersebut menjadi kekuatan utama peneliti dalam dan berlangsung terus sampai penulisan hasil
melaksanakan penelitian. Melihat pada pendapat penelitian. Akan tetapi, dalam penelitian ini,
tersebut, maka dapat difahami bahwa penelitian peneliti hanya berupaya melakukan analisis data
kualitatif menempatkan peneliti dalam posisi yang hingga menghasilkan suatu data temuan yang
cukup rumit. Selain sebagai pelaksana penelitian, dapat mneguatkan suatu teori yang sudah ada.
dia juga menjadi instrumen yang menentukan baik Pada penelitian kualitatif, analisis data lebih
tidaknya penelitian yang dia laksanakan. Ia difokuskan selama proses di lapangan bersamaan
sekaligus merupakan perencana, pelaksana dengan pengumpulan data. Dalam kenyataannya,
pengumpulan data, analis, penafsir data, dan pada analisis data kualitatif berlangsung selama proses
akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. pengumpulan data dari pada setelah selesai
Selanjutnya, perangkat-perangkat penelitian pengumpulan data.
yang digunakan peneliti dalam proses penelitian Adapun teknik analisis data yang digunakan
di lapangan dapat dilihat pada panduan penelitian dalam penelitian ini adalah menganut deskriptif
(lampiran 1). Dari panduan tersebut, selanjutnya naratif model Miles and Huberman (Sugiyono,
peneliti menguraikan dalam bentuk perangkat- 2013) yang meliputi data reduction, data display,
perangkat penelitian berupa pedoman wawancara, dan conclusion drawing/verification.
pedoman dokumentasi, dan pedoman observasi 6. Uji Keabsahan Data
4. Teknik Pengumpulan Data Satori (2011: 164) menyatakan penelitian
Teknik pengumpulan data menurut kualitatif dinyatakan absah apabila memiliki
Sugiyono (2013: 308) adalah suatu cara yang derajat keterpercayaan/kredibilitas (credibility),
dilakukan untuk mendapatkan data. Teknik keteralihan (transferability), kebergantungan
pengumpulan data merupakan langkah yang (dependability), dan kepastian (confirmability).
sangat penting, karena tujuan utama dari Dalam pengujian keabsahan data, peneliti
penelitian itu sendiri adalah mendapatkan data. melakukan uji kredibilitas (validitas internal), uji
Lebih dari itu, perlu diketahui pula bahwa transferabilitas (validitas eksternal), uji
sebagai upaya untuk mencapai tujuan penelitian, dependabilitas (reliabilitas), uji konfirmabilitas
diperlukan juga instrumen penelitian. Dalam (obyektivitas).
penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen Dalam pengujian keabsahan data penelitian
atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri ini, peneliti melakukan: 1) Uji kredibilitas,
(Sugiyono, 2013:305). Adapun teknik dengan cara meningkatkan ketekunan,
pengumpulan data yang digunakan dalam triangulasi, menggunakan bahan referensi, dan
penelitian ini adalah melalui observasi, diskusi dengan teman sejawat.; 2) Pengujian
wawancara, studi dokumentasi, dan triangulasi dependability, dilakukan dengan melakukan
data. audit terhadap keseluruhan proses penelitian.
5. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini terdapat auditor dependent
Analisis data dalam penelitian kualitatif yaitu dosen pembimbing skripsi, Dr. Erny
dilakukan dari mulai sebelum memasuki Roesminingsih, M. Si.; 3) Pengujian
lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai konfirmability, Dalam penelitian kualitatif, uji
di lapangan. Stainback (Sugiyono, 2013:335) konfirmabilitas mirip dengan uji dependabilitas,
mengemukakan bahwa “data analysis is critical sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara
to the qualitative research process. It is to bersamaan. Menguji konfirmabilitas berarti
recognition, study, and understanding of menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses
interrelationship and concept in your data that yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan
hypotheses and assertions can be develoved and fungsi dari proses penelitian yang dilakukan,
evaluated”, artinya analisis data merupakan hal maka penelitian tersebut telah memenuhi standar
yang kritis dalam proses penelitian kualitatif. konfirmabilitas; dan 4) Uji transferabilitas,

9
Merupakan sebuah uji yang menguji hasil students’ contextualized multiple
penelitian ini apakah dapat diterapkan pada intelligences.”
situasi yang lain. Dalam penelitian kuantitatif, Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa
transferabilitas ini merupakan validitas eksternal. sebagai sekolah yang menerapkan MBS, perlu
Validitas eksternal menunjukan derajat ketepatan menerapkan prinsip individualisasi dalam hal
atau dapat diterapkannnya hasil penelitian ke pembelajaran, yaitu melalui pengimplementasian
populasi di mana sampel tersebut diambil. program pembelajaran yang sifatnya individu,
mendesain dan menggunakan target belajar yang
C. HASIL DAN PEMBAHASAN diindividualkan, metode serta perkembangan
1. Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan belajar individu. Sehingga adanya modifikasi
Kegiatan Pembelajaran Anak Berkebutuhan dalam kurikulum pembelajaran untuk anak
Khusus di SMP Negeri 4 Sidoarjo berkebutuhan khusus merupakan suatu keharusan.
Perencanaan menjadi kegiatan terpenting Modifikasi kurikulum ini dilakukan pada
dalam rangkaian suatu aktivitas, karena apabila aspek tujuan pembelajaran, proses pembelajaran,
salah dalam merencanakan sama artinya sedang serta evaluasi pembelajaran. Hal tersebut sebagai
merencanakan kesalahan. Demikian pula dengan mana pendapat Loreman (2005) yang berpendapat
perencanaan program pembelajaran bagi peserta bahwa:
didik di sekolah inklusif ini. Perencanaan “The careful and systematic structuring of
appropriteate goals for a child with
pembelajaran di sekolah yang diteliti diawali
diverse abilities through the adaptation
dengan proses modifikasi kurikulum. Pada and modification of the regular curriculum
sekolah ini, kurikulum yang diberlakukan untuk is viewed by many as an excellent method
peserta didik berkebutuhan khusus adalah of providing an appropriate education
kurikulum modifikasi. Menurut Budiyanto, et.all while also allowing for inclution in a
(2011), modifikasi berarti kegiatan merubah untuk regular class”.
disesuaikan, artinya bagian dari kurikulum yang Selama ini, pihak professional masih
dibuat untuk dapat mengakomodasi tujuan mempercayai bahwa modifikasi kurikulum
pembelajaran setiap peserta didik atau dikenal sebagai salah satu upaya terbaik dalam
dengan istilah kurikulum akomodatif. Kurikulum merencanakan program pembelajaran bagi siswa
akomodatif adalah kurikulum standar nasional berkebutuhan khusus agar dapat mencapai tujuan
yang disesuaikan dengan bakat, minat, dan pembelajaran masing-masing.
potensi (Budiyanto, 2011), sehingga pada Modifikasi kurikulum sangat perlu
praktiknya, peneliti mengamati pihak sekolah dilaksanakan, mengingat kebutuhan setiap anak
melakukan penyesuaian pada beberapa aspek berkebutuhan khusus berbeda-beda. Adapun
dalam kurikulum nasional sesuai dengan jenis proses modifikasi kurikulum yang dilakukan di
kebutuhan setiap peserta didik berkebutuhan SMP Negeri 4 Sidoarjo adalah sebagai berikut:
khusus. Artinya, sekolah memiliki kewenangan
dalam memodifikasi kurikulum tersebut yang Identifikasi
Identifikasi dilaksanakan oleh psikolog RSUD
Kabupaten Sidoarjo
sesuai dengan kebutuhan anak. Hal ini sesuai (Orang tua terlibat dlm hal tenaga)

dengan prinsip yang dikemukakan oleh Cheng


(Volansky dan Friedman, 2003: 37-38) mengenai Asesmen Wawancara dengan orang tua
(Orang tua terlibat dlm hal. Ide/pemikiran)
paradigma baru yang menghargai individu dalam
sistem manajemen sekolah, salah satunya disebut
sebagai individualisasi, sebagai berikut: Penyusunan Buku
Profil siswa
“The major implication of
individualization in education is
maximizing motivation, initiative, and Proses Tim Pendidikan Inklusif sekolah, guru
creativity of pupils and teachers in penyusunan mata pelajaran, GPK

schooling, teaching, and learning through


such measures as implementing Seluruh orang tua PDBK kelas VII diberikan
individualized educational programs; Sosialisasi pemahaman mengenai pendidikan inklusif,
serta bagaimana bentuk program
designing and using individualized orang tua PDBK
pembelajaran bagi PDBK
learning targets, methods, and progress
schedules; encouraging students and
teachers to be self-learning, self- Gambar 5.1 Mekanisme Penyusunan PPI di
actualizing, and self-initiating; meeting SMP Negeri 4 Sidoarjo
individual special needs; and developing
10
Salah satu tahap terpenting dalam
memodifikasi adalah identifikasi dan asesmen
calon peserta didik. Proses modifikasi diawali
dengan proses identifikasi calon peserta didik. Hal
ini dilakukan oleh psikolog dari RSUD Kabupaten
Sidoarjo untuk mengenali siapa dan bagaimana
peserta didik berkebutuhan khusus tersebut, apa
jenis kekhususannya, serta bagaimana
kemampuannya nanti, mampu atau tidak untuk
mengikuti proses pembelajaran di sekolah inklusif
atau tidak. Selanjutnya modifikasi kurikulum
dimulai dari proses asesmen, yakni menemukenali
bagaimana kondisi peserta didik berkebutuhan
khusus, hal ini dapat dilakukan pihak sekolah
melalui tim pendidikan inklusif yang juga terlibat Gambar 5.2 Proses PPI menurut Lerner dan Johns
dalam panitia penerimaan siswa baru. Melalui Sumber: Lerner dan Johns (2009:56)
tahap ini, diperoleh berbagai informasi mengenai
kelebihan dan kekurangan peserta didik Sesuai dengan temuan penelitian yang
berkebutuhan khusus, serta minat, dan bakat yang dipaparkan sebelumnya, peneliti menyimpulkan
dimiliki. bahwa pelaksanaan modifikasi kurikulum di SMP
Informasi tersebut selanjutnya dibukukan Negeri 4 Sidoarjo sesuai dengan pendapat Lerner
dalam bentuk profil siswa. Profil siswa memuat dan Johns (2009:56) dalam gambar tersebut
informasi yang dijadikan acuan dalam pembuatan meskipun terdapat beberapa perbedaan di
Program Pembelajaran Individual (PPI). Informasi beberapa aspek. Pada tahap referral stage,
tersebut diperoleh melalui hasil wawancara awal menurut peneliti ini sama dengan tahap persiapan
dengan orang tua siswa berkebutuhan khusus saat dan tahap identifikasi yang dilakukan saat di
mendaftar di SMP Negeri 4 Sidoarjo. Selanjutnya rumah sakit. Karena pada proses tersebut Lerner
disusunlah program pembelajaran yang sifatnya dan Johns menyatakan bahwa aktivitas dalam
sangat individual, karena antara satu anak dengan tahap ini adalah prereferral stage yakni tahap
anak yang lain berbeda. Inilah yang dinamakan awal menemukenali anak melalui intervensi-
PPI atau program pembelajaran individual. PPI intervensi tertentu, dan referral and initial stage
merupakan bentuk modifikasi dari kurikulum yaitu pengenalan anak lebih dalam oleh tim ahli
untuk anak berkebutuhan khusus tersebut yang untuk mengidentifikasi secara mendalam jenis
sesuai dengan kebutuhannya. Sesuai dengan kekhususan anak. Analisis yang diberikan adalah
namanya, PPI dibuat untuk satu orang siswa saja. secara akademik maupun perilaku, sehingga
Hal ini sesuai dengan pendapat Lerner dan Johns menurut peneliti hal ini dimaknai sebagai proses
(2009:54) yang menyatakan: “The IEP is written identifikasi calon PDBK di psikolog Rumah Sakit
statement for each child with a disability, each Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Sidoarjo.
IEP is designed for one student and should be a Selanjutnya tahap assesment stage, yakni
truly individualized document” yang dimaknai tahap perumusan perlakuan yang tepat untuk
bahwa PPI merupakan pernyataan secara tertulis anak. Pada tahap ini terdiri dari dua kegiatan,
untuk setiap peserta didik yang berkebutuhan yaitu multidisciplinary evaluation, yaitu proses
khusus, setiap PPI didesain untuk satu orang asesmen anak yang membutuhkan kerjasama dari
peserta didik dan seharusnya telah benar-benar beberapa pihak, seperti pihak orang tua dan
diindividualisasikan, sehingga kebutuhan khas sekolah, serta ahli multidisiplin ilmu, yakni proses
peserta didik tersebut dapat terangkum dalam satu perumusan program pembelajaran bagi anak
dokumen dan dapat mendukung tujuan berkebutuhan khusus itu sendiri. Proses ini
pembelajaran individu. dimaknai oleh peneliti dengan proses asesmen
Proses perencanaan program pembelajaran yang dilakukan oleh tim pendidikan inklusif saat
yang dilakukan di SMP Negeri 4 Sidoarjo tersebut pendaftaran di sekolah, dan proses penyusunan
sesuai dengan teori Lerner dan Johns (2009: 56) buku profil siswa sehingga menghasilkan
tentang proses penyusunan PPI sebagai berikut: informasi yang digunakan sebagai acuan dalam
penyusunan PPI. Sementara itu proses the IEP
REFERRAL STAGE meeting – writing the IEP, sesuai dengan tahap
1 2 penyusunan program pembelajaran individual
Prereferral Referral & Initial
Activities Planning 11

ASSESMENT STAGE
(PPI) PDBK yang dilakukan oleh tim pendidikan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten
inklusif dan guru mata pelajaran dalam forum Sidoarjo. Merujuk pada pendapat Gargiulo
yang menghasilkan dokumen PPI. Selanjutnya (2012:68) yang mengatakan bahwa
pada tahap ketiga yaitu instruction stages yang “Parent(s)/guardian(s) must be sent written
terdiri dari implementing the IEP teaching plan notification summarizing the evaluation and
dan review and reevaluation of the student’s stating why their son or daughter is ineligible to
progress. Tahap ini dimaknai sebagai proses receive a special education”. Pendapat tersebut
pelaksanaan dan evaluasi PPI. dapat dimaknai bahwa pada tahap awal
Keseluruhan proses tersebut selanjutnya perencanaan, seharusnya wali murid mendapatkan
ditindaklanjuti sekolah dengan sosialisasi orang keterangan tertulis berdasarkan hasil evaluasi
tua PDBK. Sosialisasi ini merupakan proses awal yang telah dilakukan. Keterangan tersebut
penyamaan mindset sekolah dengan orang tua. menyatakan bahwa mengapa anak atau calon
Dalam sosialisasi tersebut seluruh orang tua siswa dapat atau tidak dapat dilayani di sekolah
PDBK kelas VII diberikan pemahaman mengenai inklusif. Hal ini sebenarnya telah dilakukan di
pendidikan inklusif, serta bagaimana bentuk lapangan, yakni saat melakukan identifikasi di
program pembelajaran bagi PDBK, bagaimana RSUD Kabupaten Sidoarjo. Setelah melakukan
evaluasinya, serta bagaimana pembiayaannya. Hal identifikasi di rumah sakit, orang tua akan
ini merupakan suatu upaya sekolah untuk menerima surat keterangan yang menerangkan
mencapai kesepahaman dengan orang tua jenis kekhususan anak serta mampu atau tidak
mengenai bagaimana memberikan pelayanan bagi untuk menerima pendidikan di sekolah inklusif
PDBK. Dalam konteks MBS, sosialisasi tersebut atau tidak. Dari hasil identifikasi tersebut
dapat dipandang sebagai upaya sekolah untuk selanjutnya orang tua mendaftar di sekolah sambil
tetap terbuka kepada orang tua siswa, karena membawa beberapa dokumen untuk dilampirkan.
disampaikan pula bagaimana kondisi sebenarnya Selanjutnya mendampingi PDBK saat
serta bagaimana menggandeng orang tua untuk mendaftar dan proses asesmen di sekolah.
bekerjasama dengan sekolah. Menurut Cheng Asesmen merupakan tindak lanjut dari identifikasi
(Nurkolis, 2003:126) terdapat dua bentuk yang bertujuan untuk memastikan potensi,
pendekatan untuk mengajak orang tua dan hambatan dan kebutuhan khusus peserta didik dari
masyarakat berpartisipasi aktif dalam pendidikan. berbagai aspek, seperti potensi intelektual,
Pertama, pendekatan school-based dengan cara akademik, fisik/kesehatan (penglihatan,
mengajak orang tua siswa datang ke sekolah pendengaran, motorik), kondisi
melalui pertemuan-pertemuan, konferensi, diskusi emosi/sosial/perilaku. Dalam proses ini
guru-orang tua dan mengunjungi anaknya yang dibutuhkan informasi mengenai hal-hal yang
sedang belajar di sekolah. Kedua, pendekatan berkaitan dengan peserta didik. Informasi tersebut
home-based, yaitu orang tua membantu anaknya diperoleh dari hasil wawancara dengan orang tua
belajar di rumah bersama-sama dengan guru yang siswa. Hasil dari asesmen dicatat dalam lembar
berkunjung ke rumah (Nurkolis, 2003:126). Jadi, laporan hasil asesmen peserta didik berkebutuhan
pelibatan orang tua dalam forum tersebut khusus, sebagai bahan pertimbangan sekolah
merupakan salah satu upaya sekolah dalam untuk pilihan penempatan program pembelajaran
memberdayakan orang tua untuk terlibat dalam yang sesuai bagi peserta didik berkebutuhan
proses pendidikan di sekolah. khusus. Keterlibatan orang tua dalam hal ini
Keseluruhan proses perencanaan tersebut terkategori dalam bentuk ide/pemikiran, karena
juga membutuhkan adanya kerja sama dan informasi tersebut akan digunakan sebagai acuan
keterlibatan dari orang tua. Pada tahap dalam menyusun PPI. Keseluruhan keterlibatan
perencanaan awal, SMP Negeri 4 Sidoarjo orang tua tersebut untuk mendukung data tentang
membutuhkan keterlibatan dari orang tua siswa pribadi anak, sebagaimana pendapat Gargiulo
dalam proses identifikasi dan asesmen. Orang tua (2012:66) bahwa:
dilibatkan dalam hal: mendampingi saat proses “One of the goals of the assessment
identifikasi di psikolog rumah sakit dan process is to obtain a complete profile of
mendampingi anak saat mendaftar di sekolah dan the student’s abilities and his or her needs.
wawancara awal dengan tim pendidikan inklusif By law (IDEA), this requires the use of a
sekolah. multidisciplinary team of professionals, of
Keterlibatan yang pertama adalah which one member must be a teacher. In
mendampingi saat proses identifikasi di psikolog practice, some school districts are

12
fulfilling this mission by establishing inter based dengan cara mengajak orang tua siswa
and transdisciplinary assessment teams.” datang ke sekolah melalui pertemuan-
Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa pertemuan, konferensi, diskusi guru-orang tua
informasi yang diberikan tersebut akan dan mengunjungi anaknya yang sedang belajar
mendukung sekolah dalam memberikan di sekolah. Kedua, pendekatan home-based,
pelayanan yang tepat, karena itulah sekolah perlu yaitu orang tua membantu anaknya belajar di
transparan dalam menyampaikan bagaimana rumah bersama-sama dengan guru yang
kondisi anak yang sebenarnya, serta bagaimana berkunjung ke rumah (Nurkolis, 2003:126).
kesanggupan sekolah saat ini dalam memberikan Jadi, paguyuban merupakan salah satu upaya
pelayanan pada anak nantinya. Sehingga orang tua sekolah dalam memberdayakan orang tua
juga dapat memahami bagaimana kondisi anak untuk terlibat dalam proses pendidikan di
saat ini. sekolah.
Dilihat dari fungsinya, paguyuban
2. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan memegang peran sebagai wadah penggalangan
Program Pembelajaran Anak Berkebutuhan dana sukarela orang tua sekaligus sebagai
Khusus di SMP Negeri 4 Sidoarjo sarana komunikasi dan koordinasi antar
Pada tahap ini, partisipasi orang tua seluruh orang tua yang memiliki anak
ditampung melalui wadah paguyuban orang tua berkebutuhan khusus yang bersekolah di SMP
dan pembelajaran PDBK di rumah. Melalui Negeri 4 Sidoarjo. Jika dilihat dari fungsinya,
paguyuban ini orang tua dapat menyumbang paguyuban sudah berjalan dengan cukup baik,
ide/pemikiran serta aspirasi sebagai masukan bagi meskipun terjadi kevakuman dalam beberapa
sekolah. kegiatannya.
a. Partisipasi dalam Paguyuban Orang Tua Siswa Hal ini tentu sesuai dengan pendapat
Paguyuban orang tua siswa berkebutuhan Lerner dan Johns (2009: 147) yang
khusus di SMP Negeri 4 Sidoarjo didirikan mengatakan:
pada tahun 2009. Paguyuban ini mulai “parents support group and family
beroperasi pada tahun 2010, satu tahun setelah counseling offer the following benefits,
they are: (1) Help parents to
sekolah mendeklarasikan diri sebagai sekolah
understand and to accept their child’s
inklusif. Paguyuban orang tua PDBK dibentuk problem; (2) Reduce anxieties
berdasarkan inisiasi dari wali murid yang stemming from apprehension about the
memiliki kesadaran akan perlunya dukungan psychological and educational
bagi pembelajaran anak berkebutuhan khusus development of their child; parents can
serta sebagai sarana komunikasi bagi sesama discover that they are not alone and
orang tua peserta didik berkebutuhan khusus that other parents have similar
problems and have found solutions; (3)
maupun dengan sekolah, sehingga atas dasar
Help parent realize that they are an
ijin dari kepala sekolah dibentuklah suatu integral part of their child’s learning,
komunitas orang tua peserta didik development, and behavior; they can
berkebutuhan khusus yang dinamai dengan learn to perceive their children
Paguyuban Orang Tua Siswa Inklusif. differently and to deal with their
Paguyuban ini di awal terbentuknya diurus problems more effectively; (4) Help
langsung oleh wali murid, sementara sekolah parents learn about discipline, parent
advocacy, special education
hanya memegang fungsi kontrol dan legislation, social skills development,
fasilitator. helping one’s child make friends, home
Hal ini sesuai dengan karakteristik yang management, and college and
paling menonjol dalam konsep MBS adalah vocational opportunities.”
pemberdayaan partisipasi para orang tua dan Maksud dari pernyataan tersebut adalah,
masyarakat. Peran orang tua dan masyarakat parents support group atau kelompok
secara kelembagaan adalah dalam dewan (perkumpulan) orang tua memiliki fungsi
sekolah atau komite sekolah, dalam penelitian untuk membantu memahami dan menerima
ini disebut dengan paguyuban orang tua siswa. kondisi anak berkebutuhan khusus. Hal ini
Menurut Cheng (Nurkolis, 2003:126) terdapat merupakan salah satu fungsi paguyuban yaitu
dua bentuk pendekatan untuk mengajak orang sebagai forum komunikasi antar sesama orang
tua dan masyarakat berpartisipasi aktif dalam tua. Melalui paguyuban tersebut orang tua
pendidikan. Pertama, pendekatan school- dapat bertukar pendapat mengenai kebutuhan

13
anak serta bagaimana mengatasinya. Sehingga pembelajaran kepada sekolah yang nantinya
orang tua tidak merasa sendiri, karena berada digunakan untuk menggaji tiga orang GPK
dalam komunitas yang sama. yang statusnya masih honorer. Besarnya
Hal ini sesuai dengan pendapat Epstein’s sumbangan yang diberikan bebas dan
(2001) yang menyatakan bahwa program pembayarannya pun fleksibel, satu bulan
partisipasi orang tua yang efektif berfokus sekali atau satu semester sekali. Sekolah
pada: memang tidak mematok besarnya nominal
(1) Parenting skills to assist parents dana yang diberikan, namun tidak menutup
with understanding their children’s kemungkinan ada orang tua siswa yang
learning needs, and helping teachers memberikan lebih. Hal ini diinisiasi oleh
understand family needs; (2)
orang tua sendiri yang memiliki kesadaran
Communication that allows for two-
way, open communication between the akan layanan pendidikan yang baik perlu
school and home; (3) Volunteering that disokong pula dengan pendanaan yang baik,
recognizes parents’ talents and sehingga secara sukarela orang tua
contributions both in and for the memberikan bantuan pendanaan kepada
school; (4) Learning at home strategies sekolah. Jenis keterlibatan ini termasuk dalam
that engage the family with their jenis keterlibatan yang berbentuk modal/dana.
children’s school work; (5) Decision
Hal ini sesuai dengan pendapat Mediratta
making that includes parents as key
stakeholders in making decisions that and Fruchter (Henderson dan Mapp, 2002:57)
will impact student learning; and (5) yang memiliki pandangan bahwa komunitas
Collaborating with the community to orang tua memberikan keberhasilan yang
create mutual benefit by sharing signifikan dalam beberapa hal, seperti:
resources and contributing to both “(1)Upgraded school facilities; (2)
school and community goals. Improved school leadership and
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat staffing; (3) Such higher-quality
diidentifikasi bahwa partisipasi orang tua yang learning programs for students as
efektif dapat memberikan support dalam whole-school reform models; (4) New
pembelajaran anak melalui konsultasi dan resources and programs to improve
sharing dengan sesama anggota komunitas. teaching and curriculum, and (5) New
funding for after-school programs and
Selain itu bentuk keterlibatan orang tua dalam
family supports.”
paguyuban dapat berupa support dana Hal ini sesuai dengan fungsi adanya
pembelajaran yang diwujudkan dalam sarana paguyuban orang tua PDBK di SMP Negeri 4
belajar maupun bentuk lain. Hal ini sejalan Sidoarjo, yakni membantu sekolah dalam hal
pula dengan pendapat Booth dan Dunn (Smith, pendanaan untuk menggaji GPK. Bentuk
2004) sebagai berikut: ketelibatan ini termasuk dalam keterlibatan
“Many educators believe that creating melalui modal/pendanaan. Melalui paguyuban
a community of families, students,
diperoleh income yang nantinya digunakan
teachers, and school administrators
provides additional support for untuk menggaji GPK yang saat ini statusnya
children’s learning. Further evidence masih honorer. Dana diperoleh melalui iuran
suggests that academic success may be sukarela orang tua PDBK.
predicted by the quality of these Jika dilihat dari kondisi ekonomi dan
connections.” background pendidikan orang tua peserta
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa didik berkebutuhan khusus, para orang tua
pembentukan kelompok/komunitas orang tua tergolong dalam kalangan menengah ke atas.
dengan sekolah memberikan dukungan Hal ini terlihat dari data yang menunjukkan
tambahan terhadap pembelajaran peserta kondisi ekonomi dan profesi orang tua yang
didik. Jadi, paguyuban/komunitas orang tua menyatakan bahwa sebanyak 56,52% orang
sebenarnya memberikan keuntungan bagi tua berstatus wiraswasta dan 18,09% sebagai
orang tua saja, namun sekolah dalam PNS. Menjadikan kondisi sosial ekonomi
memberikan pelayanan yang maksimal bagi orang tua berada pada taraf baik. Hal ini
anak. Bentuk dukungan tersebut dapat berupa melatarbelakangi keterlibatan orang tua
modal/dana maupun tenaga. terhadap segala program pembelajaran sekolah
Paguyuban sebagai sarana penggalangan juga cukup baik. Menurut hasil pengamatan
dana sukarela, melalui paguyuban orang tua dan data hasil penelitian, terdapat tingkat
berkumpul dan memberikan sumbangan dana
14
antusiasme orang tua yang cukup tinggi, Sumber: Afolabi (2014)
khususnya dalam hal modal (iuran sukarela) Gambar tersebut menunjukkan beberapa
yang diinisiasi oleh orang tua sendiri dalam faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
membantu sekolah mendanai kegiatan- keterlibatan orang tua, seperti: parental belief
kegiatan yang menunjang belajar anak. (kepercayaan orang tua), parental efficacy,
Demikian juga dengan orang tua dari peserta parental skills and knowledge (skil dan
didik berkebutuhan khusus. Mayoritas di pengetahuan orang tua), sosioeconomic factors
antara mereka merupakan orang tua dengan (faktor social ekonomi), mental status (status
background ekonomi menengah ke atas. Hal social), parental level of education (tingkat
ini dibuktikan dengan kerelaan orang tua pendidikan orang tua). Beberapa hal tersebut
dalam membantu sekolah melalui iuran ikut mempengaruhi besar kecilnya keterlibatan
sukarela setiap bulan, serta diwujudkan orang tua terhadap pelaksanaan pendidikan di
dengan antusiasme dalam memonitor setiap sekolah. Menurut pendapat Afolabi (2014)
perkembangan belajar anak. Berdasarkan tersebut, dapat dimengerti bahwa salah satu
informasi yang diperoleh dari lapangan, orang faktor yang sangat berpengaruh sebagaimana
tua peserta didik berkebutuhan khusus peneliti temukan di lapangan adalah faktor
memiliki kecenderungan yang besar untuk sosial ekonomi orang tua PDBK. Teori ini
mengetahui bagaimana pembelajaran anaknya semakin menguatkan bahwa kolaborasi antara
di sekolah. Secara tidak langsung, hal ini akan orang tua dan sekolah memberikan dampak
membantu sekolah dalam memberikan layanan positif bagi pelaksanaan program pembelajaran
pendidikan yang baik untuk anak yang pada akhirnya, menurut hemat peneliti
berkebutuhnan khusus yang nantinya akan akan sangat berimplikasi terhadap
menunjang keberhasilan akademik maupun perkembangan psikologi akademik siswa
nonakademik siswa. Hal ini sejalan dengan berkebutuhan khusus. Semakin besar
apa yang dikemukakan oleh Afolabi (2014) keterlibatan orang tua maka akan semakin
yang menyatakan keberhasilan akademik positif efek yang diberikan kepada pendidikan
siswa berkebutuhan khusus di sekolah anak. Hal ini berdasarkan pendapat Epstein
dipengaruhi oleh besarnya keterlibatan orang (Smith, 2004) yang menyatakan bahwa
tua di sekolah, seperti pada gambar di bawah partisipasi orang tua yang tinggi berkaitan
ini: dengan keberhasilan akademik peserta didik,
sebagai berikut:
“A recurring theme in many of these
studies is that less educated or poor
parents cannot or do not want to
become involved in their children's
education. Yet, the results of many of
these studies also indicate that parents'
Parental practices of involvement compensate
Belief
for less education or less income to
Parental benefit children.”
Efficacy Epstein (Smith, 2004) menyatakan lebih
School lanjut bahwa banyak penelitian yang
Parental Skills Ecology
and Knowledge menunjukkan, keluarga dengan kondisi
ekonomi sosial yang lebih tinggi, serta
Positive
Sosioeconom
Parental
learning berpendidikan tinggi akan terlibat dan
ic Factors outcomes in
Involvement
inclusive
berinvestasi lebih terhadap pendidikan
education anaknya, sedangkan sebaliknya orang tua
Marital
Status dengan background pendidikan yang rendah
School serta kondisi ekonomi yang rendah akan lebih
Parental level Parent sedikit terlibat dalam pendidikan anaknya.
of Education Partneship
Terlepas dari masalah latar belakang orang tua
Gambar 5.3 Faktor besarnya keterlibatan sebagai salah satu indicator besar kecilnya
orang tua dan efeknya terhadap keterlibatan mereka, faktor terpenting lainnya
pembelajaran anak berkebutuhan bagaimana sekolah dapat melibatkan seluruh
khusus orang tua PDBK dalam pengambilan

15
keputusan bagi anak-anaknya. Menurut orang tua dalam pengambilan keputusan. Hal
pendapat Gargiulo (2012: 132) bahwa, ini juga terjadi di lapangan, yakni orang tua
“Today, parent (family) participation in the diwadahi aspirasinya dalam sebuah forum
educational decision-making process is a konferensi sekolah-orang tua atau yang awam
right, not a privilege”. Sehingga dapat disebut dengan rapat wali murid. Rapat ini
dimaknai bahwa kewajiban sekolah untuk berfungsi untuk menyatukan aspirasi dari
melibatkan orangtua selain keinginan seluruh orang tua PDBK mengenai program-
keterlibatan datang dari diri orang tua. Karena program yang akan dilaksanakan maupun
keterlibatan orang tua akan sangat berkibat sudah dilaksanakan, sekaligus sebagai sarana
positif bagi anak-anaknya serta bagi program sekolah dalam melaporkan pelaksanaan
pembelajaran yang diberikan (Epstein dalam program pembelajaran selama ini.
Smith, 2004). Berdasarkan pengamatan peneliti, jika
Selain sebagai sarana penggalangan dana, dilihat dari konteks MBS, dapat diidentifikasi
paguyuban juga merupakan wadah dalam transparansi dan akuntabilitas sekolah melalui
berkomunikasi antar sesama orang tua siswa rapat tersebut. Sesuai pendapat Epstein
berkebutuhan khusus. Komunikasi ini (Epstein, 1991:11) yang merumuskan terdapat
ditampung melalui forum orang tua dalam lima tipe keterlibatan yang harus dijalin antara
bentuk rapat yang dilakukan enam bulan sekolah dan orang tua sebagai bentuk
sekali. Melalui rapat tersebut orang tua dapat tanggung jawab terhadap pembelajaran dan
menyampaikan masukan-masukan kepada perkembangan anak, salah satunya adalah
sekolah berkaitan program pembelajaran bagi sebagai berikut:
peserta didik berkebutuhan khusus. Jenis “The schools are responsible for
keterlibatan ini termasuk dalam jenis communicating with families about
keterlibatan yang berbentuk ide/pemikiran. school programs and children's
progress. Communications include
Henderson dan Mapp (2002:47)
the notices, phone calls, visits, report
menyatakan “involvement at school is most cards, and conferences with parents
strongly influenced by school practices that that most schools provide. Other
encourage volunteering and participation in innovative communications include
school decision making.” Hal ini dimaksudkan information to help families to choose
bahwa bentuk keterlibatan orang tua di or change schools and to help
sekolah salah satunya adalah orang tua families help students select
curricula, courses, special programs
berperan dalam pengambilan keputusan. Hal
and activities, and other
ini merupakan bagian dari keterlibatan dalam opportunities at each grade level.
bentuk ide/pemikiran, karena dalam Schools vary the forms and frequency
pengambilan keputusan tersebut orang tua of communications and greatly affect
juga akan berpendapat dan sumbang ide. whether the information sent home an
Henderson dan Mapp (2002:160-161) juga be understood by all families. Schools
mengungkapkan hal yang sama bahwa strengthen partnerships by
encouraging two-way
beberapa studi membuktikan bahwa sebagian
communications.”
besar sekolah meminta pendapat orang tua Rapat/pertemua wali murid yang
dalam hal pengambilan keputusan, sebagai dilaksanakan merupakan salah satu bentuk
berikut: pertanggungjawaban sekolah kepada orang
“Some schools established parent or tua. Dalam rapat tersebut orang tua dapat
community liaisons that helped keep
menanyakan bagaimana progres program yang
parents in touch with the school or
parent resource centers that provided diberikan kepada anak serta memberikan
workshops, field trips, and information masukan kepada sekolah. Selanjutnya, pada
about social services. Although parent rapat tersebut sekolah juga menginformasikan
involvement in school decision making program yang ditawarkan pada anak pada saat
was mandated by policies in a few rapat rutin wali murid. Pada rapat tersebut,
schools or districts, the study claimed orang tua berhak untuk mengajukan usulan
that most schools took parent
untuk program yang akan dilaksanakan di
perspectives into consideration.”
Dari pendapat tersebut dapat dimengerti sekolah. Hal ini sesuai dengan kenyataan di
bahwa hasil studi menunjukkan bahwa lapangan bahwa komunikasi orang tua dengan
sebagian besar sekolah mengikutsertakan
16
sekolah bersifat interaktif dan terjadi timbal b. Partisipasi dalam Pembelajaran di Rumah
balik. Keterlibatan orang tua peserta didik
Komunikasi yang terjalin antara sekolah berkebutuhan khusus dalam pembelajaran
dan paguyuban bersifat interaktif, sehingga anak tidak hanya berlangsung di sekolah,
penyampaian ide dan pemikiran tentang namun berlangsung sampai di rumah. Justru
berbagai kegiatan bersifat komunikatif. peran orang tua dalam pembelajaran anak
Komunikasi yang dilakukan antar sesama berkebutuhan khusus di rumah sangat penting.
orang tua tidak hanya berlangsung secara Bentuk keterlibatannya adalah sebagai
formal, namun juga tetap dilakukan secara pendamping dalam belajar. Pembelajaran bagi
nonformal, yakni secara tidak langsung peserta didik berkebutuhan khusus yang
melalui telepon, sms, atau whatsapp dan berlangsung di rumah merupakan kelanjutan
secara langsung seperti saat ngobrol santai dari pembelajaran di sekolah, maka orang tua
sambil menjemput atau mengantar anak perlu mengawal bagaimaa pembelajaran yang
mereka di sekolah. Berdasarkan data yang telah diberikan kepada anak. Anak
peneliti peroleh selama di lapangan, berkebutuhan khusus juga memerlukan adanya
komunikasi secara nonformal ini lebih efektif pengulangan pembelajaran yang diberikan di
bagi orang tua siswa, terutama saat mengantar sekolah, hal inilah yang membuat orang tua
dan menjemput siswa di sekolah. Melalui perlu mendampingi anak berkebutuhan khusus
pembicaraan tersebut diperoleh ide maupun saat belajar di rumah. Selain itu, anak masih
usulan bagi sekolah yang nantinya akan perlu didampingi dalam mengerjakan tugas
dimunculkan saat rapat besar enam bulan rumah, sehingga orang tua perlu mengecek
sekali. pekerjaan siswa.
Hal ini sesuai dengan pendapat Guerin Hal ini sesuai dengan pendapat Finn
(Carrington dan MacArthur, 2012:234) yang (Stelmack, 2008: 8) dalam penelitiannya yang
menyatakan bahwa: menyatakan, bahwa keterlibatan orang tua di
“Educational policies do not establish rumah memiliki pengaruh yang lebih besar
and maintain partnership. It is in the daripada keterlibatan selama di sekolah
day-to-day interractions of the team
terhadap performa akademik anak. Lebih jauh
members that relationship are
supported and developed. Authentic Finn menyatakan sebagai berikut:
partnerships are supported when we “Studies indicate that parent
pay attention to issues such as involvement at home influences
arranging meeting times that do not academic performance more strongly
required people to find extra childcare, than parent involvement at school.
ensuring meetings take place Three types of parent involvement at
somewhere that suits all partners’ home are consistently related to school
need, and establishing reguler achievement: 1) organizing and
communication through email, phone monitoring children’s time, especially
calls, or the daily school pick-up or related to television viewing; 2) helping
drop-off times.” with homework; and 3) discussing
Pendapat tersebut dimaknai bahwa school-related issues with children.”
aktivitas dalam komunitas orang tua tidak Berdasarkan pendapat tersebut, bentuk
sepenuhnya dibentuk dan dijamin keterlibatan orang tua di rumah terhadap anak
kelangsungannya dalam kebijakan pendidikan dapat berupa kontrol aktivitas anak, terutama
di sekolah. Namun dapat terbentuk dan waktu yang digunakan untuk menonton
berkembang melalui interaksi antar sesama televisi; membantu anak dalam mengerjakan
anggota komunitas melalui kegiatan sehari- tugas rumah; dan diskusi dengan anak seputar
hari. Hal ini dapat didukung melalui kegiatan sekolah. Dalam kaitannya dengan
pembuatan jadwal pertemuan yang tidak pembelajaran di rumah, orang tua dapat
membutuhkan banyak tenaga untuk merawat terlibat dalam proses belajar anak serta
anak, misalnya memastikan pertemuan membantu mengatasi kesulitan belajarnya.
berlangsung di tempat yang dibutuhkan oleh Orang tua merupakan partner sekolah dalam
seluruh anggota, lalu membangun komunikasi melaksanakan pembelajaran bagi anak.
yang biasa dilakukan, seperti komunikasi Esther Ho Sui-Chu and Douglas Willms
melalui email, telepon, atau saat mengantar (Henderson dan Mapp, 2002: 35) yang
dan menjemput peserta didik di sekolah. mengemukakan bahwa keterlibatan orang tua
dalam pembelajaran anak di rumah memiliki
17
dampak positif yang lebih besar dalam Epstein (Epstein, 1991:12) menyatakan hal
pembelajaran anak daripada sekedar serupa sebagai berikut:
menghadiri pertemuan di sekolah sebagai “Involvement in learning activities at
berikut: home. Teachers request and guide
“Involvement at home had the greatest parents to monitor and assist their own
effect on student achievement. children at home. Teachers assist
Compared with volunteering and parents in how to interact with their
attending school activities, parents’ children on learning activities at home
talking about school with their children that are coordinated with the children's
and helping them plan their education classwork or that advance or enrich
programs were more highly related to learning. Schools enable families to
higher grades and test scores.” understand how to help their children
Hal ini sesuai pula dengan pendapat at home by providing information on
academic and other skills required of
Loreman (2005: 106) yang menyatakan bahwa
students to pass each grade, with
“parents are well placed to act as teacher of directions on how to monitor, discuss,
their own children as they have the most and help with homework and practice
contact with the child and usually know their and reinforce needed skills.”
interests and abilities better than anyone Hal ini sesuai dengan prinsip MBS yakni
else”. Kaitannya dengan pendapat tersebut, transparansi, artinya perlu adanya keterbukaan
anak berkebutuhan khusus memerlukan antara guru dengan orang tua mengenai
asistensi dalam melaksanakan tugas belajarnya perkembangan belajar anak. Hal ini sesuai
di rumah, melalui ini orang tua dapat pula dengan pendapat Dauber dan Epstein
memberikan bantuannya. Selain itu, bagi (Epstein, 1991:6) yang menyatakan bahwa
pembelajaran untuk anak berkebutuhan “over 90% of parents of elementary and
khusus, orang tua merupakan orang yang tepat middle grades students believe that the school
karena orang tua yang paling tahu mengenai should tell them how to help at home.”
anaknya. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa orang
Pembelajaran di rumah sebagai kelanjutan tua menginginkan guru untuk memberikan
dari pembelajaran di sekolah. Karena itulah informasi berkaitan apa yang harus dilakukan
orang tua berkolaborasi dengan guru/GPK oleh orang tua dalam membantu pembelajaran
untuk melaksanakan pembelajaran yang tepat anak di rumah, sehingga harus ada kerjasama
selama di rumah. Orang tua aktif dan keterbukaan antara guru dengan orang tua.
berkomunikasi dengan guru/GPK, baik itu Dengan mengetahui informasi tersebut, maka
sekedar menanyakan tugas rumah siswa orang tua dapat memberikan masukan pada
berkebutuhan khusus maupun materi yang guru dan memberikan pendampingan yang
perlu dipelajari ulang di rumah. Sebagai tepat bagi anak saat belajar di rumah.
pendamping dalam pembelajaran anak, selain Hill and Tyson (2009:741) menyatakan
mendampingi pembelajaran di rumah, orang bahwa:
tua juga berperan dalam mensupport “School-based involvement includes
pembelajaran selama di sekolah dengan aktif visits to school for school events (e.g.,
mengontrol serta melaporkan bagaimana PTA meetings, open houses, etc.),
participation in school governance,
perkembangan belajar anak selama di rumah.
volunteering at school, and
Orang tua melaporkan hasil belajar anak di communication between parents and
rumah dengan konsultasi ringan dengan guru school personnel. Then, academic
saat mengantar atau menjemput anak di socialization includes communicating
sekolah. Melalui pelaporan tersebut, guru juga parental expectations for education and
dapat merespon dengan mengamati bagaimana its value or utility, linking schoolwork
perilaku anak ketika di kelas. Hasil pelaporan to current events, fostering educational
and occupational aspirations,
orang tua juga menjadikan penilaian tersendiri
discussing learning strategies with
bagi guru di sekolah. Selain itu guru juga children, and making preparations and
mengingatkan kepada orang tua jika ada plans for the future.”
materi yang masih belum dikuasai oleh anak Berdasarkan pendapat tersebut dapat
berkebutuhan khusus. Guru mengingatkan dipahami bahwa orang tua perlu menjalin
sambil memberikan materi yang perlu komunikasi dengan guru berkaitan dengan
dipelajari kembali di rumah. perkembangan belajar anak. Orang tua perlu

18
melaporkan bagaimana perkembangan sikap routinely and when their child is having
dan belajar anak di rumah karena hal ini dapat problems”
membantu guru dalam melakukan penilaian Pendapat tersebut menunjukkan
terhadap anak. Hal ini sesuai pula dengan bahwasannya pembelajaran yang positif dalam
pendapat Loreman (2005:105-106), bahwa pendidikan inklusif tergantung pada hubungan
peran orang tua dalam sekolah inklusif adalah dan kolaborasi antara orang tua selama di
sebagai pembuat keputusan, orang tua sebagai rumah dan di sekolah untuk menjadi efektif
pembela hak-hak anaknya, dan orang tua dan dapat berdampak pada iklim sekolah yang
sebagai guru. Bagi anak berkebutuhan khusus, positif.
peran orang tua sangatlah dibutuhkan,
mengingat siswa berkebutuhan khusus 3. Partisipasi Masyarakat dalam Monitoring dan
memiliki kebutuhan yang spesifik dan berbeda Evaluasi Program Pembelajaran Anak
dengan siswa yang lainnya, sehingga Berkebutuhan Khusus di SMP Negeri 4
memerlukan perlakuan khusus dalam proses Sidoarjo
pembelajarannya. Orang tua tidak terlibat secara langsung dalam
Sebagai upaya kerjasama antara sekolah proses evaluasi pembelajaran anak. Sekolah
dan orang tua dalam meningkatkan kualitas melakukan evaluasi pembelajaran anak melalui
pembelajaran di rumah maupun di sekolah, ujian tengah semester dan akhir semester
sekolah kerap memberikan saran dalam bersama-sama dengan siswa reguler lainnya.
melaksanakan pembelajaran yang sebaiknya Sedangkan bentuk keterlibatan orang tua dalam
dilakukan di rumah. Hal ini dilakukan oleh proses evaluasi pembelajaran anak adalah sebatas
GPK maupun guru mata pelajaran dalam mengontrol saja melalui komunikasi aktif dan
memberikan solusi saat orang tua konsultasi dengan guru. Orang tua memiliki
berkonsultasi secara nonformal dengan guru. kecenderungan untuk selalui ingin tahu
Sebagai contoh adalah guru memberikan saran bagaimana perkembangan belajar anaknya, karena
diet yang seharusnya dilakukan oleh siswa itulah seringkali orang tua menghubungi
autis untuk mengurangi tingkat hiperaktifitas guru/GPK melalui telepon atau sms dan bertemu
di sekolah. Hal tersebut sesuai dengan secara langsung untuk sekedar bertanya mengenai
pendapat Lareau (Afolabi, 2014) menyatakan: bagaimana hasil evaluasi anak berkebutuhan
“..parental involvement is seen as an integra- khusus yang telah dilakukan. Komunikasi tersebut
tion of home and school. This pratice dilakukan melalui konsultasi ringan dengan guru
encourages parents to participate in the life of maupun GPK saat mengantar dan menjemput
the school,..” Hal ini menunjukkan bahwa anak mereka. Konseling dengan GPK perlu
keterlibatan orang tua merupakan gabungan dilakukan karena orang tua berhak mengetahui
dari dua hal, yakni keterlibatan di rumah dan sejauh mana perkembangan anak di sekolah.
di sekolah. Sesuai dengan pendapat Lerner dan Johns (2009:
Senada dengan pendapat tersebut, Afolabi 144) yang merumuskan hak orang tua selama
(2014) menambahkan: konseling adalah sebagai berikut:
“... a positive learning outcome in “(1) A free, appropriate public education
inclusive education depends on home- for their child; (2) Request an evaluation
school collaboration for it to be of their child; (3) Notification whenever
effective and this can be sustained in a the school wants to evaluate their child or
positive school climate where parents change the child’s education placement;
are seen as collaborators or partners in (4) Informed consent (parents understand
their child’s education.” and agree in writing to teaching plans and
Henderson dan Mapp (2002:39) juga many withdraw their consent at any time);
berpendapat yang sama sebagai berikut: (5) Obtain an independent evaluation of
“... students made greater and more their child; (6) Request a reevaluation of
their child; (7) Have their child tested in
consistent gains when teachers were
the language that the child knows the best;
“especially active” in outreach to (8) Review all their child’s school records;
parents. Outreach is defined as: (1) (9) Participate in their child’s
Meeting with parents face to face; (2) individualized education program (IEP) or
Sending materials on ways to help their individualized family service plan (IFSP)
child at home; (3) Telephoning both for young children; and (10) Be informed
of their child’s progress at least as often as

19
parents of children who do not and assisting with homework. Second,
disabilities.” cognitive–intellectual involvement reflects
Maksud dari pernyataan tersebut adalah, home-based involvement and includes
selama proses pembelajaran berlangsung orang parental role in exposing their children to
tua perlu diinformasikan berbagai hal terkait educationally stimulating activities and
experiences. Finally, personal involvement
laporan perkembangan anak, program pendidikan
includes attitudes and expectations about
yang tepat untuk anak, evaluasi yang diberikan school and education and conveying the
kepada anak, treatment yang diberikan, dan enjoyment of learning, which reflects
semua hal yang berkaitan dengan anak. Hal ini parental socialization around the value
merupakan bagian dari proses monitoring selama and utility of education.”
proses pembelajaran anak. Hal ini dimaksudkan Sekolah juga tidak tinggal diam
untuk mengontrol sejauh mana ketercapaian menyambut antusias orang tua tersebut. Usaha
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan di sekolah dalam menjaga komunikasi dengan orang
awal, apakah program pembelajaran yang tua melalui fasilitasi dalam konsultasi rutin
diberikan tepat bagi anak, serta penempatan bagi pembelajaran siswa berkebutuhan khusus bagi
anak sudah sesuai atau belum (Direktorat orang tua yang menginginkan. Sekolah juga aktif
Pembinaan PKLK, 2014: 20). dalam memberikan informasi bagaimana
Dalam hal pembelajaran, orang tua perkembangan pembelajaran anak di sekolah,
memiliki kecenderungan untuk mengetahui serta menjalin komunikasi secara tidak langsung
perkembangan belajar anak di sekolah. Hal inilah melalui telepon maupun sms personal dengan
yang melatarbelakangi keaktifan mereka dalam guru. Hal ini sesuai dengan pendapat Gargiulo
menjalin komunikasi dengan sekolah guna (2012:177) yang menyatakan bahwa, “Parents
mengontrol perkembangan belajar anak mereka. want to be informed. When a student does not do
Biasanya, orang tua selalu menanyakan kepada well on an assignment or seems to fall behind in
guru mengenai bagaimana hasil evaluasi anak class, contact the parents via e-mail, phone, or
berkebutuhan khusus yang telah dilakukan. Hal note or in person to inform them of their child’s
ini merupakan bentuk keterlibatan otang tua progress or any concerns”. Ia menekankan
dalam memonitor perkembangan belajar anak, tentang pentingnya komunikasi aktif antara
yakni melalui usaha dalam menjalin komunikasi keduanya dalam memonitor keberadaan anak
dengan sekolah untuk memperoleh informasi selama proses pembelajaran. Bahkan, ia
mengenai perkembangan tersebut. Komunikasi mencontohkan hal simpel seperti komunikasi
yang dijalin antara sekolah dengan orang tua melalui email atau telepon tentang kemampuan
dapat berupa komunikasi formal maupun anak mengerjakan tugas, atau bahkan saat anak
informal. Komunikasi formal terjadi saat rapat terjatuh di lingkungan sekolah.
dengan wali murid lain, sementara itu komunikasi Adapun untuk program pembelajaran
informal terjadi melalui komunikasi sehari-hari secara keseluruhan, sekolah melaporkan melalui
antara orang tua dengan guru saat mengantar atau rapat rutinan yang dilaksanakan setiap enam bulan
menjemput anak-anak mereka. sekali yang berbarengan dengan rapat paguyuban.
Hal ini sesuai dengan pendapat Epstein dan Dalam rapat tersebut orang tua dapat menanyakan
Henick (1991: 6) sebagai berikut: bagaimana progres program yang diberikan
“Most parents want to know how to help kepada anak serta memberikan masukan kepada
their children at home and how to stay sekolah. Selanjutnya, pada rapat tersebut sekolah
involved withtheir children's education. juga menginformasikan program yang ditawarkan
Despite a real decline in teachers' pada anak saat rapat rutin wali murid. Pada rapat
practices to involve parents in the upper tersebut, orang tua berhak untuk mengajukan
grades, parents of children at all grade
usulan untuk program yang akan dilaksanakan di
levels want schools to keep them informed
about their children's instructional sekolah. Hal ini merupakan bentuk keterlibatan
programs and progress.” orang tua dalam jenis ide/masukan. Pihak yang
Hal ini sesuai dengan pendapat Grolnick terlibat dalam rapat rutinan yang dilaksanakan
and Slowiaczek (Hill and Tyson, 2009) sekolah setiap enam bulan sekali adalah kepala
“First, behavioral involvement includes sekolah, wakasek kurikulum, koordinator
both home-based and school-based pendidikan inklusif, GPK, dan orang tua siswa
involvement strategies, such as active berkebutuhan khusus.
connections and communication between
Hal ini berkaitan dengan pendapat Epstein
home and school, volunteering at school,
(Epstein, 1991:11) merumuskan terdapat lima tipe
20
keterlibatan yang harus dijalin antara sekolah dan psikologis peserta didik berkebutuhan khusus di
orang tua sebagai bentuk tanggung jawab psikolog Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
terhadap pembelajaran dan perkembangan anak, Kabupaten Sidoarjo. Kedua dalam bentuk
salah satunya adalah sebagai berikut: ide/pemikiran, yaitu seluruh informasi yang
“The schools are responsible for diberikan selama wawancara pada proses asesmen
communicating with families about school awal di sekolah. Partisipasi orang tua ini didukung
programs and children's progress. adanya keterbukaan sekolah melalui sosialisasi
Communications include the notices,
kepada wali murid mengenai pendidikan inklusif,
phone calls, visits, report cards, and
conferences with parents that most schools bentuk program pembelajaran, serta bagaimana
provide. Other innovative communications evaluasi PDBK sebagai bentuk
include information to help families to pertanggungjawaban sekolah terhadap kerjasama
choose or change schools and to help orang tua dalam memberikan informasi berkaitan
families help students select curricula, PDBK dan penyamaan mindset antara sekolah
courses, special programs and activities, dengan orang tua; (2) Partisipasi orang tua dalam
and other opportunities at each grade
proses pelaksanaan pembelajaran PDBK
level. Schools vary the forms and
frequency of communications and greatly diwujudkan dalam beberapa bentuk, pertama
affect whether theinformation sent home an melalui Paguyuban Orang Tua Inklusif, yaitu
be understood by all families. Schools diwujudkan dalam kegiatan pendanaan untuk
strengthen partnerships by encouraging menunjang pelaksanaan pembelajaran yang
two-way communications.” dialokasikan untuk gaji GPK dan keaktifan serta
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dimaknai ide/pemikiran yang diberikan dalam rapat rutinan
bahwa salah satu upaya sekolah dalam menjalin yang dilaksanakan selama enam bulan sekali dalam
komunikasi dengan orang tua adalah dengan membahas program pembelajaran yang telah
melaporkan program pembelajaran yang telah dilaksanakan dan yang akan dilaksanakan.
dilaksanakan maupun yang akan dilaksanakan. Transparansi dan akuntabilitas sekolah diwujudkan
Pelaporan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa dalam pelaporan sekolah melalui rapat wali murid
cara, salah satunya adalah melalui rapat wali murid. enam bulan sekali. Kedua, keterlibatan orang tua
Hal ini dimaknai bahwa sekolah memiliki tanggung dalam pembelajaran di rumah yang diwujudkan
jawab untuk menginformasikan dan melaporkan melalui kegiatan pendampingan selama belajar dan
perkembangan program pembelajaran yang mengerjakan tugas di rumah. Transparansi sekolah
dilaksanakan. Sesuai dengan konteks sekolah yang diwujudkan melalui keterbukaan guru dalam
melaksanakan MBS, maka perlu diterapkannya menerima masukan dari orang tua saat
transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan berkonsultasi.; (3) Partisipasi orang tua dalam
pendidikan. Nurkolis (2003:88) menyatakan, evaluasi program pembelajaran PDBK juga terlihat
transparansi yang diberikan pada sekolah juga pada monitoring pembelajaran yang dilakukan
menuntut kejelasan tugas dan tanggung-jawab orang tua melalui konseling dengan guru, serta
masing-masing pihak yang terkait dengan rapat evaluasi yang dilakukan enam bulan sekali
pelaksanaan pendidikan di sekolah. Tansparansi dan berbarengan dengan rapat rutinan wali murid.
akuntabilitas tidak hanya dituntut dalam penggunaan Orang tua memiliki kecenderungan yang besar
anggaran belanja sekolah, tetapi juga dalam hal untuk mengetahui bagaimana perkembangan belajar
penentuan hasil belajar siswa serta pengukuran anaknya, sehingga orang tua begitu aktif dalam
hasilnya. berkomunikasi dengan guru mapel maupun GPK.
Bentuk transparansi dan akuntabilitas sekolah
D. PENUTUP diwujudkan melalui pelaporan saat rapat dan
1. Simpulan keterbukaan dalam memberikan informasi
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah perkembangan anak; dan (4) Besarnya keterlibatan
diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat orang tua terhadap pembelajaran anak perlu
disimpulkan sebagai berikut: (1) Partisipasi orang ditunjang adanya keterbukaan dan akuntabilitas dari
tua dalam proses perencanaan program sekolah. MBS merupakan prasyarat utama yang
pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan harus ada dalam sebuah sekolah inklusif, karena
khusus di SMP Negeri 4 Sidoarjo memiliki dampak keterlibatan dari orang tua juga membutuhkan
psikologis terhadap perkembangan belajar anak, adanya keterbukaan dan pertanggungjawaban dari
orang tua terlibat penuh dalam serangkaian kegiatan sekolah, yang kesemuanya itu jika tidak dikelola
perencanaan pembelajaran, pertama dalam bentuk dengan baik tidak akan terlaksana dengan maksimal
tenaga, yaitu pendampingan pada tahap identifikasi
21
pula. Di sisi lain, konsep keterlibatan orang tua orang tua sebagai upaya peningkatan kompetensi
dalam pengelolaan pembelajaran di sekolah inklusif dan pemahaman orang tua tentang keinklusifan; (f)
sangat tepat dilaksanakan dalam sekolah yang hendaknya dibuatkan buku penghubung antara
menerapkan MBS, artinya sekolah perlu melibatkan sekolah dengan orang tua PDBK yang isinya
orang tua dalam seluruh aspek pembelajaran, mulai mengenai perkembangan belajar siswa serta
dari perencanaan, pelaksanaan serta evaluasinya. memungkinkan adanya feedback orang tua yang
2. Saran bisa ditindaklanjuti dengan pemberian masukan
Berdasarkan hasil temuan penelitian yang mengenai pemberian treatment yang lebih tepat
diperoleh, maka peneliti mengajukan beberapa bagi anak. Buku penghubung ini bisa menjadi
saran terkait hasil penelitian yang telah sarana komunikasi orang tua dengan guru, serta
dilaksanakan, saran tersebut diharapkan dapat menuntun orang tua untuk melaksanakan
menjadi masukan, khususnya bagi sekolah yang pembelajran yang tepat di rumah; dan (g)
dijadikan tempat penelitian (SMP Negeri 4 hendaknya dibuat sebuah program berupa group
Sidoarjo) dan pihak lain yang berkepentingan untuk discuss orang tua PDBK dan sekolah yang dapat
dapat ditindaklanjuti. Adapun saran yang peneliti dijadwalkan minimal dua minggu sekali untuk
ajukan adalah sebagai berikut: membicarakan progress pembelajaran anak.
Bagi sekolah; Melalui pertemuan ini nanti dapat terjadi
(a) kepala sekolah hendaknya menyusun kesinambungan antara sekolah dengan orang tua,
kebijakan mengenai keterlibatan yang mewajibkan serta dapat memberikan pengetahuan kepada orang
seluruh orang tua PDBK agar lebih aktif dalam tua dalam melakukan pembelajaran di rumah.
mengawal pembelajaran PDBK, seperti kewajiban Pertemuan ini juga sekaligus memberikan masukan
mengikuti rapat perencanaan program pembelajaran kepada sekolah selama melaksanakan program
PBDK, kewajiban untuk aktif dalam forum rapat pembelajaran, bukan setelah program pembelajaran
wali murid dan seluruh kegiatan anak, serta yang telah dilaksanakan.
melibatkan orang tua dalam pengambilan Bagi orang tua;
keputusan; (b) guru dan tim pendidikan inklusif (a) Orang tua hendaknya lebih proaktif dalam
sekolah hendaknya lebih intens berinteraksi dengan berkomunikasi dengan sesama orang tua, misalnya
orang tua sebagai upaya untuk meningkatkan dengan mengadakan kegiatan kumpul bersama
partisipasi orang tua PDBK dalam mensukseskan dengan sesama orang tua yang bisa dijadwalkan
jalannya program pembelajaran, utamanya pada beberapa bulan sekali yang fungsinya untuk
tahap pelaksanaan hingga evaluasi pembelajaran menjalin silaturahmi dan sharing dengan sesama
siswa. Tim pendidikan inklusif perlu menjalin orang tua PDBK.
kerjasama dengan orang tua dalam proses
pembelajaran PDBK di dalam kelas, seperti E. DAFTAR PUSTAKA
pelibatan orang tua dalam program vokasional di A’la, Shofa Rofiqil. 2007. Implementasi
sekolah. Selain itu, guru perlu berkolaborasi dengan Manajemen Berbasis Sekolah dalam
orang tua dalam memberikan metode belajar yang Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Terhadap
Sekolah (Studi di MI Manbaul Ulum Buntaran
tepat diterapkan di rumah maupun di sekolah; (c)
Rejotangan Tulungagung). Skripsi. Malang:
sekolah hendaknya terbuka terhadap setiap Universitas Islam Negeri Malang.
informasi dan masukan orang tua dengan Abu Dohou, Ibtisam. 2002. School Based
menyediakan kotak saran sekolah dan melaporkan Management (terjemahan). Jakarta: Logos
program sekolah beserta penggunaan anggarannya Wacana Ilmu.
kepada orang tua melalui papan informasi sehingga Afolabi, Olusgen Emmanuel. 2014. Parents’
bisa diakses secara bebas oleh orang tua siswa; (d) Involvement in Inclusive Education: An
Empirical Test for the Psycho-educational
sekolah hendaknya lebih mengaktifkan program
Development of Learners with Special
paguyuban, misalnya melalui pertemuan wali murid Educational Needs (SENs). Vol. 6, No. 10,
dalam jangka waktu yang lebih singkat, yakni satu Desember 2014. International Journal of
bulan sekali sehingga orang tua bisa lebih aktif Educational Administration and Policy Studies.
berkomunikasi dengan sekolah maupun dengan Tersedia:http://www.academicjournals.org/IJEA
sesama orang tua; (e) sekolah hendaknya PS. Diakses tanggal 27 Juni 2015.
memberdayakan orang tua dalam kegiatan Bafadal, Ibrahim. 2008. Peningkatan
Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta:
pembelajaran di dalam kelas, tidak hanya melalui
Bumi Aksara
ide/pemikiran dan pendanaan. Sebelumnya sekolah Budiyanto. 2005. Pengantar Pendidikan Inklusif
perlu mengadakan pelatihan dan sosialisasi pada Berbasis Budaya Lokal. Jakarta: Depdiknas

22
Bullock, A. dan H. Thomas. 1997. School at the Directions. Eds. 11. United States of America:
Centre? A Study of Decentralization. London: Wadsworth, Cengage Learning
Routledge Loreman, Tim, et al. 2005. Inclusive School: a
Caldwell, Brian J. 2005. School-based practical guide to supporting diversity in the
Management. Ebook. [Online]. Tersedia: classroom. Singapore: South Wind Productions
http://www.unesco.org/iiep. Diakses pada 16 Lutfiyah, Mita. 2013. Peran Masyarakat dalam
Mei 2015 Memajukan Pendidikan di Madrasah
Cheng, Y. Cheong. 2001. New Vision of School- Ibtidaiyyah Selopajang 02 Desa Selopajang
Based Management: Globalization, Timur Kecamatan Blado Kabupaten Batang.
Localization, and Individualization. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri
Direktorat Pendidikan Luar Biasa. 2004b. Pedoman Semarang
Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu/Inklusif. Malik, Halim. Konsep Manajemen Berbasis
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Sekolah. (Kompas,2/5/11) Hardiknas-Rangkat
dan Menengah Depdiknas Minarti, S. 2011. Mengelola Lembaga Pendidikan
Direktorat Pembinaan PKLK Pendidikan Dasar. Secara Mandiri. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
2011. Pedoman Umum Penyelenggaraan Mudjito, Harizal, dan Elfindri. 2013. Pendidikan
Pendidikan Inklusif: Sesuai Permendiknas No. Inklusif: Konsepsi dan Penerapan. Jakarta:
70 Tahun 2009. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Kemdikbud
Kemdikbud Mulyasa, E. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah:
Direktorat Pendidikan Luar Biasa. 2004. Pedoman Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung:
Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu/Inklusif. Remaja Rosdakarya
Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa Mutmainah, Ade Faizatul. 2010. Partisipasi
Dispenprov Jatim. 2013. Pedoman Pelaksanaan Masyarakat dalam Pelaksanaan Manajemen
Pendidikan Inklusif. Jawa Timur: Disdik Jatim Berbasis Sekolah (MBS) di SMP Al-Mukhlisin
Epstein, J. 1995. School/Family/Community Ciseeng Bogor. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif
Partnerships: Caring for the Children We Hidayatullah Jakarta
Share. Phi Delta Kappan Nurbuati, Fransisca Sri Katon. 2008. Peran
Fattah, Nanang. 2004. Manajemen Berbasis Masyarakat Melalui Humas di SMA Negeri 8
Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: Surabaya. Tesis. Surabaya: Program
Pustaka Bani Quraisy Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya
Fattah, Nanang dan Ali, Mohammad. 2005. Nurkolis, 2003, Manaj. Berbasis Sekolah, Teori,
Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Model & Aplikasi, Jakarta: PT. Gramedia
Universitas Terbuka Widiasarana Indonesia
Halinger, P., Murphy, J., and Hausman, C. 1993. Nurkolis. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah:
Conceptualizing School Restructuring: Teori, Model, dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo
Principals’ and Teachers’ Perceptions. InC. Olsen, H. 2002. Makalah: Education for All.
Dim Mock (Ed.), School-Based Management Lombok: Depdiknas
and School Effectiveness. London: Rout Ledge O’Neil. 1994. Can Inclusion Work? A Conversation
Henderson, Anne T. dan Mapp, Karen L. 2002. A with James Kauffman and Mara Sapon-Shevin.
New Wave of Evidence: The Impact of School, Boston: Educational Leadership
Family, and Community Connections on Student Oswald, Lori Jo. 1995. School-Based Management.
Achievement. United States: National Center for [Online]. Tersedia:
Family and Community Connections with https://scholarsbank.uoregon.edu/xmlui/bitstrea
Schools SEDL m/handle/1794/3320/digest099.pdf?sequence=1.
Ilahi, Mohammad Takdir. 2013. Pendidikan Diakses pada 16 Juni 2015
Inklusif: Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar- Pantjastuti, Renani Sri, dkk. 2008. Komite Sekolah:
Ruzz Media Sejarah dan Prospeknya di Masa Depan.
Imron, Ali. 2013. Rencana Kerja Sekolah. Materi Jogjakarta: Hikayat Publishing
Bintek MBS. Malang: Universitas Negeri PP No. 17 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Malang dan Pengelolaan Pendidikan
Jalal, Fasli dan Supriadi, Dedi. 2001. Reformasi Permendiknas No. 70 Th. 2009 Tentang Pendidikan
Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Inklusi Bagi Peserta Didik yang Memiliki
Jogjakarta: Adicita Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan
Kemdikbud. 2014. Kurikulum 2013: Pedoman dan/atau Bakat Istimewa. Jakarta: Depdiknas
Pelaksanaan Kurikulum 2013 Bagi Peserta Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang
Didik Berkebutuhan Khusus di Sekolah Reguler. Standar Nasional Pendidikan
Jakarta: Dit. PPKLK Dikdas Peraturan Pemerintah Daerah/Kabupaten Nomor 15
Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Komite Tahun 2006
Sekolah Rusman. 2011. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT
Lerner, Janet dan Johns, Beverly. 2009. Learning Raja Grafindo Persada
Disabilities and Related Mild Disabilities:
Characteristics, Teaching Streategics, and New

23
Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. 2012.
Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta
Smith, J. David. 2013. Sekolah Inklusif: Konsep
dan Penerapan Pembelajaran. Bandung:
Nuansa Cendekia
Smith, Jane Graves. Tahun. Parental Involvement in
Education Among Low-Income Families: A
Case Study. Vol. 16, No. 1, (edisi). The School
Community Journal. Tersedia: alamat. Diakses
tanggal 27 Juni 2015
Stelmack, Bonnie. 2008. Parental Involvement: A
Research Brief for Practitioners. Literature
Synopsis. University of Alberta. [Online].
Tersedia: http://eric.ed.gov. Diakses pada 1 Juli
2015
Stubb, Sue. 2002. Inclusive Education: Where
There Are Few Resources. Ebook. The Atlas
Aliance. [Online]. Tersedia: www.eenet.org.uk.
Diakses pada 15 Juli 2015
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan:
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Sujanto, Bedjo. 2007. Manajemen Berbasis
Sekolah: Model Pengelolaan Sekolah Era
Otonomi Daerah. Jakarta: CV Sugeng Seto
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2012. Metode
Penelitian Pendidikan. Cetakan Kedelapan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Suwandi. 2006. Pengembangan Manajemen
Berbasis Sekolah di Sekolah Menengah Atas
Negeri 7 Kediri Jawa Timur. Tesis. Surabaya:
Pascasarjana Univ. Negeri Surabaya
Undang-Undang Dasar RI 1945
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah
Volansky, Ami dan Friedman, Isaac A. 2003.
School-Based Management: An International
Perspective. Publication Departement, Ministry
of Education Jerusalem, Israel: Scorpio 88

24

Anda mungkin juga menyukai