Cover Kapsel
Cover Kapsel
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
Rohwandi (4172111041)
JURUSAN MATEMATIKA
2019
CRITICAL BOOK REPORT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geometri transformasi dapat juga disebut geometri gerak. Geometri transformasi merupakan
pemetaan satu-satu dengan menggunakan titik –titik sebagai masukan/input dan returning points
sebagai luaran/output. Himpunan-himpunan input tersebut dinamakan sebagai objek/benda dan
ouput/luaran yang bersesuaian dinamakan sebagai image/bayangan.
Transformasi geometri adalah proses mengubah setiap titik koordinat lain pada bidang
tertentu. Transformasi tidak hanya terhadap titik yang membentuk bidang/bangun tertentu.
Materi transformasi geometri dipelajari dari tingkat SMA hingga tingkat perguruan tinggi.
Materi transformasi geometri pada tingkat SMA terdiri dari berbagai macam yaitu Translasi
(Pergeseran), Refleksi (Pencerminan), Rotasi (Perputaran), Dilatasi (Perbesaran/ Memperkecil),
dan Transformasi oleh Matriks. Selain itu juga dipelajari komposisi Transformasi. Materi
transformasi geometri merupakan salah satu materi di tingkat SMA yang setiap penyelesaian
permasalahannya memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi. Tak sedikit pula siswa mengalami
kesulitan pada materi ini. Dalam hal ini, kami akan mengulas materi transformasi geometri pada
tingkat SMA, kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan persoalan-persoalan terkait
materi Transformasi Geometri, dan sebagai hasil akan menemukan solusi untuk mengatasi
kesulitan siswa dalam memahami materi transformasi geometri.
PERBANDINGAN BUKU
Tuliskan kesimpulan terkait hubungan kesebangunan antara segibanyak dan segibanyak hasil
pencerminan.
Pergeseran
Tuliskan kesimpulan terkait hubungan kesebangunan antara segibanyak dan segibanyak hasil
pergeseran.
Dilatasi
Ringkasan Jurnal
Jurnal Pertama
Judul Jurnal : TRANSFORMASI GEOMETRI BERBASIS DISCOVERY
LEARNING MELALUI PENDEKATAN ETNOMATIKA
Penulis : Dwi Nur Fitriyah
Jenis Jurnal : Jurnal Elemen
Volume :4
Nomor :2
Tahun : 2018
Ringkasan :
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan bahan ajar berbasis discovery
learning melalui pendekatan etnomatematika pada materi transformasi geometri
yang layak (valid, praktis, dan efektif) dan sesuai kebutuhan peserta didik. Jenis
penelitian ini adalah Penelitian dan Pengembangan (R&D) dengan menggunakan
model Plomp yang terdiri dari lima tahap yaitu prelimenary investigation;
realization/construction; test, evaluation and revision; dan implementation.
Instrumen yang digunakan yaitu berupa lembar angket validasi, lembar respon
peserta didik, lembar observasi keterlaksanaan bahan ajar, dan soal tes hasil
belajar. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil validasi ahli dengan persentase
83% (sangat valid), responden peserta didik 84,50% (sangat praktis), dan
keefektifan 85,71% (tinggi).
Kelemahan bahan ajar yang dikembangkan yaitu pembahasan materi
terbatas pada jenis transformasi geometri dan uji efektifnya hanya berdasarkan
KKM. Pengembangan produk selanjutnya, materi bahan ajar dapat mencakup
keseluruhan materi transformasi geometri dengan kajian etnomatematika budaya
Lampung lainnya dan uji efektifitas diuji secara menyeluruh dari mulai hasil
belajar, aktivitas dan kemampuan peserta didik.
Pendahuluan
Istilah “etnomatematika” pertama kali digunakan oleh Ubiratan
D’Ambrosio yaitu seorang matematikawan Brazil (Sanchez & Albis, 2013). Pada
tahun 1960, D’Ambrosio mendeskripsikan hubungan antara penerapan
matematika dan perbedaan kelompok budaya sebagai masyarakat kesukuan-
nasional, kelompok tenaga kerja, anak-anak pada golongan usia tertentu, atau
kelas profesional. Etnomatematika adalah suatu disiplin yang mencoba untuk
memperbarui pendidikan matematika (Sanchez & Albis, 2013). Etnomatematika
dapat mendukung kemampuan untuk menggunakan pengetahuan matematika
dalam memecahkan masalah dunia nyata dengan menerapkan kepekaan terhadap
bilangan dan operasi numerik, menafsirkan informasi statistik, dan
mengembangkan bentuk informasi baru (Rosa & Orey, 2007). Penerapan
etnomatematika sebagai sarana untuk memotivasi peserta didik dalam belajar
matematika, pembelajaran akan menjadi lebih bermakna, dalam artian peserta
didik mengetahui manfaat belajar matematika dalam kehidupan nyata
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Model
pengembangan yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini adalah model
dari Plomp yang terdiri dari lima tahap yaitu: prelimenary investigation;
realization/construction; test, evaluation and revision; dan implementation.
Penelitian ini baru mencapai tahap test, evaluation and revision, tahap
implementation belum dilakukan didasarkan pertimbangan bahwa untuk
melakukan implementasi yang luas diperlukan keterlibatan siswa yang lebih
banyak. Menurut Rochmad (2012), implementasi ini dapat dilakukan dengan
melakukan penelitian lanjutan penggunaan produk pengembangan pada wilayah
yang lebih luas. Subjek dalam penelitian ini adalah satu kelas uji coba yaitu
peserta didik kelas XI-IPA SMA Muhammadiyah 2 Metro. Kelayakan produk
yang dikembangkan dilihat dari tiga kriteria yaitu valid, praktis dan efektif.
Produk berupa bahan ajar ini dikatakan valid jika para validator yang terdiri dari
beberapa ahli dalam pembelajaran matematika memberikan penilaian yang masuk
ke dalam kategori valid sesuai nilai yang telah ditentukan.
Instrumen yang digunakan adalah angket validasi ahli, lembar observasi,
angket respon peserta didik, dan lembar soal tes efektifitas. Teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua teknik analisis, yaitu analisis
kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis kritik
dan saran dari validator. Sementara data kuantitatif dianalisis berdasarkan hasil
skor validasi angket oleh para ahli, skor angket kepraktisan dan hasil tes
efektifitas oleh peserta didik.
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian pengembangan bahan ajar yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
1. Hasil Validasi Ahli Berdasarkan hasil validasi ahli yang terdiri dari 6 validator
terhadap 3 aspek penilaian yaitu aspek isi, aspek bahasa, dan aspek kegrafikan.
Hasil penilaian keseluruhan validator secara singkat dapat dilihat pada Tabel 1.
Dari Tabel 3 diketahui bahwa nilai keterlaksanaan terhadap bahan ajar yang
dilakukan selama empat kali pertemuan dengan dua observer diperoleh nilai 85%.
Selanjutnya diperoleh nilai kepraktisan bahan ajar yang dikembangkan dengan
melihat rata-rata dari respon peserta didik dan keterlaksanaan bahan ajar yaitu
mencapai 84,5% yang artinya masuk pada kriteria sangat praktis.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh penilaian bahan ajar yang dikembangkan
yakni 83% valid, 84,5% praktis, dan 86% efektif, maka bahan ajar berbasis discovery
learning melalui pendekatan etnomatematika pada materi transformasi geometri kelas XI
masuk dalam kategori layak (valid, praktis, dan efektif). Bahan ajar yang dikembangkan
ini membahas materi transformasi geometri yang dikaitkan dengan penerapannya pada
pola batik khas Lampung. Menurut Wahyuni, dkk (2013: 113), etnomatematika
merupakan salah satu bentuk pendekatan pembelajaran yang mengaitkan kearifan budaya
lokal dalam pembelajaran matematika. Hal ini berarti dengan mengaplikasikan bahan ajar
berbasis discovery learning melalui pendekatan etnomatematika akan memudahkan
peserta didik untuk menemukan sendiri pengetahuanya (discovery) melalui aktifitas atau
budaya yang sudah dikenal atau sering ditemukan di lingkungan sekitar. Karakteristik
bahan ajar yang dikembangkan mengikuti standar buku ajar yang baik diantaranya adalah
bahan ajar berbentuk buku dengan ukuran B5. Materi dalam bahan ajar yaitu tentang
jenis-jenis transformasi geometri.
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah
tes kemampuan pemecahan masalah matematik. Dalam penelitian ini tes dibagi atas
tes awal (pretes) untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah dan tes akhir
(post test) untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah setelah diberi
perlakuan. Dari hasil validasi perangkat pembelajaran oleh para ahli, diperoeh semua
perangkat pmbelajaran dapat dipakai untuk mengukur kemampuan siswa.. Kemudian
dari hasil validasi tes didapat bahwa tes kemampuan pemeahan masalah memiliki
tingkat validasi yang baik, reliebel yang sangat tinggi, tingkat kesukarannya sedang,
dan daya beda dapat diterima.
2.5 Projek
Berdasarkan solusi yang sudah kami paparkan pada bagian rekayasa ide, maka langkah –
langkah yang diperlukan untuk menerapkannya adalah :
Menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share merupakan struktur pembelajaran
yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa agar tercipta suatu
pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan
keterampilan siswa. Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dapat menarik
perhatian dan minat belajar siswa, karena pada saat proses pembelajaran siswa dituntut
untuk aktif dan mandiri dalam memahami konsep dari suatu permasalahan yang
diberikan oleh guru. Siswa dikondisikan untuk melakukan diskusi antar siswa, sehingga
selain siswa dapat berkreasi dengan idenya masing - masing, siswa juga dapat
mengemukakan idenya dengan kelompoknya serta mempresentasikan hasil disukusinya
kepada kelompok lain. Proses berfikir, diskusi, dan presentasi tersebut diharapkan
mampu meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.
Gaya belajar merupakan kecenderungan siswa untuk mengadaptasi starategi tertentu
dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan
belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar dikelas /disekolah,maupun tuntutan dari mata
pelajaran.
Konsep gaya belajar perseta didik sebagai berikut :
1. Visual ( belajar dengan cara melihat)
Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah
mata / penglihatan ( visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan
guru sebaiknya lebih banyak / dititik beratkan pada peragaan / media, ajak mereka
ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara
menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di
papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa
tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka
cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir
menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan
menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran
bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai
detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
2. Auditori (belajar dengan cara mendengar)
Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga
( alat pendengarannya ), untuk itu guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya
hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori
dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan
apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan
melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal
auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi
anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal
lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.
3. Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)
Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak,
menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam
karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa
yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.
Menggunakan media dalam kegiatan pembelajaran
Dengan menggunakan media pembelajaran, tentu kebanyakan akan mempermudah
siswa untuk memahami materi. Hal ini berupa pembelajaran menggunakan alat peraga,
video interaktif, atau program tertentu, yang mana media video berisikan berbagai
macam bentuk animasi dan simulasi visual untuk membangun ketertarikan dan minat
peserta didik terhadap materi yang diajarkan oleh guru. Sama halnya dengan media alat
peraga. Media ini dapat dibuat sekreatif dan semenarik mungkin untuk meningkatkan
kemauan peserta didik mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan media pembelajaran
yang sesuai dengan kemajuan teknologi yaitu sebuah program tertentu, (geogebra)
diharapkan dapat mengatasi kejenuhan peserta didik pada saat proses pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pada buku yang digunakan oleh siswa menyajikan materi transformasi geometri
dimana menggunakan pendekatan saintifik yang mengajak siswa mengkonstruksi
sendiri pemahaman mengenai materi transformasi geometri, sehingga pembelajaran
akan bermakna dan mudah diingat oleh siswa. Sedangkan pada buku pembanding
penyajian materi tidak disertai dengan penyajian berdasarkan pendekatan saintifik,
hanya berfokus pada rumus-rumus yang harus diingat siswa dalam menyelesaikan
persoalan. Pada buku pegangan siswa tidak menyajikan banyak contoh soal yang
disertai penyelesaian mengenai transformasi geometri sehingga siswa bisa saja
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan perhitungan
mengenai transformasi geometri, sedangkan pada buku pembanding memiliki banyak
contoh soal dan penyelesaiannya yang juga disertai dengan rumus-rumus hapalan
yang memudahkan siswa menyelesaikan soal perhitungan. Pada buku pegangan siswa
materi mengenai transformasi geometri tidak selengkap dibandingkan dengan
transformasi geometri pada buku pembanding. Hal ini dilatarbelakangi karena pada
buku pegangan siswa materi transformasi geometri digabunggan dengan materi
kekongruenan dan kesebangunan. Adapun sub materi transposisi oleh matriks tidak
dibahas pada buku pegangan siswa, sedangkan pembanding membahasa materi
tersebut dilengkapi dengan contoh soal dan penyelesaiannya yang baik.
2. Jurnal dengan judul Transformasi Geometri Berbasis Discovery Learning Melalui
Pendekatan Etnomatika , penelitian berisi adalah menghasilkan bahan ajar berbasis
discovery learning melalui pendekatan etnomatematika pada materi transformasi
geometri yang layak (valid, praktis, dan efektif) dan sesuai kebutuhan peserta didik.
Jenis penelitian ini adalah Penelitian dan Pengembangan (R&D) dengan
menggunakan model Plomp yang terdiri dari lima tahap yaitu prelimenary
investigation; realization/construction; test, evaluation and revision; dan
implementation. Jurnal dengan judul Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Think- Pair-Share Dan
Student Teams Achievement Division Berbantuan Geogebra Pada Materi
Transformasi Di Kelas Xi Sma Negeri 7 Medan dihasilkan kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-
PairShare (TPS) berbantuan Geogebra lebih baik daripada kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) berbantuan Geogebra
di kelas XI SMA Negeri 7 Medan.
3. Siswa kesulitan memahami konsep transformasi geometri karena pembelajaran yang
tidak menggunakan media, pembelajaran yang tidak disesuaikan dengan konsep gaya
belajar.
4. Solusi untuk mengatasi kesulitan siswa memahami materi transformasi geometri yaitu
: 1. Menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share. 2.
Menggunakan konsep gaya belajar dalam proses pembelajaran. 3. Menggunakan
media dalam kegiatan pembelajaran.