Anda di halaman 1dari 12

PERCOBAAN M-3

LAJU INVERSI GULA

I. Tujuan
1.1. Menentukan tetapan laju reaksi orde pertama reaksi hidrolisis sukrosa dengan
katalis ion hidrogen (H+)
II. Teori Dasar
Kinetika kimia adalah bagian dari kimia fisik yang mempelajari kecepatan reaksi
kimia dan mekanismenya. Mekanisme reaksi merupakan tahapan reaksi yang terjadi
hingga terbentuk produk ( Oxtoby,dkk,2001). Dua konsep didalamnya yaitu laju reaksi
dan orde reaksi. Laju reaksi adalah banyaknya reaksi yang berkurang persatuan waktu,
banyaknya produk yang terbentuk per satuan waktu (Keenan,dkk,1996). Laju reaksi
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Reaksi dapat dikendalikkan bila diketahui faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Orde reaksi adalah pangkat dari konsentrasi dalam
hukum laju ( Achmad,2001).
Reaksi orde satu semu dapat didefinisikan sebagai reaksi orde dua atau
peningkatan yang dibuat berkelakuan seperti reaksi orde satu. Keadaan itu berlaku bila
salah satu zat yang bereaksi ada dalam jumlah yang sangat berlebihan atau tetap pada
kadar tertentu dibandingkan zat lainnya. Dengan demikian laju reaksi ditentukan oleh
satu reaktan meskipun ada dua reaktan karena tidak mengalami perubahan kadar yang
berarti selama reaksi peruraian (Lachman dkk,1994).
Laju inversi gula adalah laju reaksi hidrolisa sukrosa menjadi fruktosa dan
glukosa. Inversi gula ini terjadi saat sukrosa dihidrolisis dengan bantuan asam
(Sastrohamidjojo,2001).
Katalis asan (HCl) merupakan katalis homogen, yaitu katalis yang mempunyai
fasa yang sama dengan fasa reaktan atau pereduksi dalam larutan ( Syukri,1999 ).
Gula merupakan zat optis aktif. Bila cahaya terpolarisasi linier jatuh padabahan
optis aktif, maka cahaya yang keluar bahan akan tetap terpolarisasi linierdengan arah
bidang getar terputar terhadap arah bidang getar semula.
Sifat optis aktif zat dispesifikasikan dengan sudut putar jenis. Sudut putar bidang
polarisasi sebanding dengan sudut putar jenis dan konsentrasi bila sudut putar jenis
diketahui dan sudut putar bidang polarisasi dapat diukur, maka konsentrasi (kadar) zat
optis aktif dapat ditentukan (hal ini merupakan prinsip yang digunakan untuk
menentukan kadar zat optis).
Larutan sukrosa adalah Dextrorotatory yaitu memutar bidang polarisasi kekanan
tetapiselama hidrolisi menjadi leavorotatory yaitu memutar bidang polarisasi ke kiri.
Perputaranspesifik dari sukrosa alalah 66,5°. D-glukosa mempunyai perputaran spesifik
+52 dan D-Fruktosa sebesar 92°. Pada proses hidrolisis perputaran spesifik berubah
dari +66,5 ke -20. Tanda dari spesifik perputaran berubah dari( +) menjadi (-). Enzim
yang menyebabkan inversi (perputaran)disebut enzim intervase. Laju perputaran
(inversi) dapat diketahui daribertambahnya konsentrasi fruktosa
Proses hidrolisis pembentukan gula invert adalah sebagai berikut:
C12H22O11+ H2OC6H12O6 + C6H12O6............. (1)
Sukrosa Glukosa Fruktosa
Reaksi hidrolisis pada umumnya menggunakan pereaksi berupa air yang
jumlahnya dibuat berlebihan dapat dituliskan sebagai
𝑑𝐶𝑎
𝑟𝐴 = − = 𝑘𝐶𝑎𝑚 𝐶𝑏 𝑛 .........................................(2)
𝑑𝑡

dimana:
rA = kecepatan berkurangnya A, (gmol/(L menit))
CA = Konsentrasi sukrosa, gmol/L
CB = Konsentrasi air, gmol/L
t = waktu reaksi, menit m,
n = order reaksi
Dengan jumlah air yang berlebihan, maka bisa dianggap konsentrasi air tetap
selama reaksi, maka persamaan menjadi:
𝑑𝐶𝑎
𝑟𝐴 = − = 𝑘′𝐶𝑎𝑚 ................................................(3)
𝑑𝑡

Dimana kCB n dianggap konstan = k’, Apabila m=1 maka


𝑑𝐶𝑎
𝑟𝐴 = − = 𝑘𝐶𝑎 ...................................................(4)
𝑑𝑡

Hasil integrasi dari waktu t = 0 hingga t = t dengan CA = CA0 hingga CA = CA


adalah sebagai berikut
𝐶𝐴
− 𝑙𝑛 = 𝑘𝑡 .......................................................(5)
𝐶𝐴0

Apabila perbandingan A yang bereaksi denganA mula-mula dinyatakan sebagai


konversi (x) maka dapat dinyatakan:
𝐶𝐴 = 𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴0 𝑥 = 𝐶𝐴0 (1 − 𝑥).........................................(6) .
𝐶𝐴
𝐶𝐴0
= 1 − 𝑥.........................................................(7)

Maka persamaan 7 dapat dapat dinyatakan


− ln(1 − 𝑥) = 𝑘𝑡.......................................................(8)
𝐶𝐴
Apabila di buat grafik hubungan 𝑙𝑛 versus t atau − ln(1 − 𝑥) versus t akan
𝐶𝐴0

mendekati garis lurus dan konstanta kecepatan reaksinya adalah gradien dari garis
tersebut. Kesesuaian data penelitian dengan persamaan kecepatan reaksi maupun nilai k
bisa dihitung dengan metode least square. Pada umumnya nilai konstanta kecepatan
reaksi dipengaruhi oleh faktor tumbukan, energi aktivasi dan suhu reaksi yang bisa
dinyatakan dalam bentuk persamaan matematis sesuai persamaan Arrhenius (Yuniwati
dkk., 2011):
𝐸𝑎
𝑘 = 𝐴𝑒 −𝑅𝑇 ..............................................(9)
dimana: k = konstanta kecepatan reaksi
A = frekuensi tumbukan
R = tetapan gas (L atm / mol K)
T = suhu reaksi (K)
E = tenaga aktivasi, cal/gmol

III. Alat dan Bahan


Tabel 3.1 Data alat dan bahan percobaan
Bahan Alat
Gula 20% Alat polarimeter (1) Gelas ukur 100 mL (1)
Larutan HCl 4 M Tabung polarimeter (2) Pipet volume 25 mL (1)
Aqua dm Stopwatch (2) Botol semprot 500 mL (1)
Labu erlenmeyer (2)

IV. Cara Kerja


Tabung polarimeter dibersihkan dahulu, dengan cara melepas tutupnya dan
dibersihkan bagian dalamnya menggunakan air suling. Tabung polarimeter yang bersih
diisi dengan aqua dm sampai penuh, dan ditutup kembali. Harus dipastikan tidak ada
udara yang masuk ke dalamnya. Kemudian, diukur pemutaran bidang polarisasi cahaya
oleh air suling, dicatat sudut yang dihasilkan polarimeter, dan sudut tersebut dianggap
sebagai titik nol untuk perhitungan inversi gula. Setelah itu, tabung tersebut
dibersihkan.
Larutan gula 20% dipipet sebanyak 25 mL, dan larutan HCl 4 M dipipet sebanyak
25 mL. Kedua larutan tersebut dicampurkan dan stopwatch mulai dijalankan.
Kemudian, tabung polarimeter diisi dengan larutan campuran tersebut sampai penuh,
dan dipastikan tidak ada gelembung gas di dalam tabung tersebut. Pada t menit, inversi
larutan campuran gula tersebut diukur, dan dicatat sudut yang dihasilkan polarimeter.

V. Data Pengamatan
αair,A = 179,1⁰
αair,B = 178,4⁰
Tabel 5.1 Data sudut sukrosa yang terukur sebelum dan sesudah pemanasan
A B
Waktu (menit)
αterukur (⁰) αterukur + ∆t (⁰) αterukur (⁰) αterukur + ∆t (⁰)
5 182,7 176,6 182,2 176,4
10 181,1 176,15 181,1 175,9
15 180,2 176 180,3 175,6
20 179,4 175,7 179,7 175,4
25 178,8 175,4 178,6 175,2
30 178,3 175,2 177,8 175,1

VI. Pengolahan Data


6.1. Polarimeter A
6.1.1. Penentuan sudut pemutaran bidang polarisasi pada waktu t:
𝛼𝑡 = 𝛼𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 − 𝛼𝑎𝑖𝑟
Pada t = 5 menit
𝛼𝑡 = 182,7 − 179,1
= 3,6⁰
6.1.2. Penentuan sudut pemutaran bidang polarisasi pada waktu t setelah
pemanasan:
𝛼𝑡+∆𝑡 = 𝛼𝑡+∆𝑡 − 𝛼𝑎𝑖𝑟

Pada t = 5 menit

𝛼𝑡+∆𝑡 = 176,6 − 179,1


= - 2,5⁰
Dilakukan hal yang sama pada menit-menit berikutnya, diperoleh
Tabel 6.1 Data sudut pemutaran bidang sebelum dan sesudah pemanasan
Waktu (menit) αt (⁰) αt + ∆t (⁰)
5 3,6 -2,5
10 2 -2,95
15 1,1 -3,1
20 0,3 -3,4
25 -0,3 -3,7
30 -0,8 -3,9

6.1.3. Menentukan tetapan laju reaksi (k)


Ditentukan melalui gradien kurva plot ln(αt –(αt + ∆t)) terhadap waktu
Pada t = 5 menit
αt – (αt + ∆t) = 3,6 − (−2,5)
= 6,1⁰
ln(6,1) = 1,808289
Dilakukan hal yang sama pada menit-menit berikutnya, diperoleh
Tabel 6.2 Data ln(αt –(αt + ∆t))
Waktu αt –(αt + ∆t)
αt (⁰) αt + ∆t (⁰) ln(αt –(αt + ∆t))
(menit) (⁰)
5 3,6 -2,5 6,1 1,808289
10 2 -2,95 4,95 1,599388
15 1,1 -3,1 4,2 1,435085
20 0,3 -3,4 3,7 1,308333
25 -0,3 -3,7 3,4 1,223775
30 -0,8 -3,9 3,1 1,131402

Dengan mengalurkan ln (t - t+t) terhadap waktu (t) diperoleh kurva sebagai
berikut
Kurva Polarimeter A
1.9
1.8
1.7
1.6 y = -0.0265x + 1.8815
ln (t - t+t)
R² = 0.9682
1.5
1.4
1.3
1.2
1.1
1
0 5 10 15 20 25 30 35
waktu (menit)

Gambar 6.1 Grafik ln(αt –(αt + ∆t)) terhadap waktu polarimeter A

𝑙𝑛 (𝑡 − 𝑡 + 𝑡) = −𝑘𝑡 + 𝑐


y = −0,0265x + 1,8815
Maka, nilai k adalah 0,0265 menit-1.
6.2. Polarimeter B
6.2.1. Penentuan sudut pemutaran bidang polarisasi pada waktu t:
𝛼𝑡 = 𝛼𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 − 𝛼𝑎𝑖𝑟
Pada t = 5 menit
𝛼𝑡 = 182,2 − 178,4
= 3,8⁰
6.2.2. Penentuan sudut pemutaran bidang polarisasi pada waktu t setelah
pemanasan:
𝛼𝑡+∆𝑡 = 𝛼𝑡+∆𝑡 − 𝛼𝑎𝑖𝑟

Pada t = 5 menit

𝛼𝑡+∆𝑡 = 176,4 − 178,4


= - 2⁰
Dilakukan hal yang sama pada menit-menit berikutnya, diperoleh
Tabel 6.3 Data sudut pemutaran bidang sebelum dan sesudah pemanasan
Waktu (menit) αt (⁰) αt + ∆t (⁰)
5 3,8 -2
10 2,7 -2,5
15 1,9 -2,8
20 1,3 -3
25 0,2 -3,2
30 -0,6 -3,3

6.2.3. Menentukan tetapan laju reaksi (k)


Ditentukan melalui gradien kurva plot ln(αt –(αt + ∆t)) terhadap waktu
Pada t = 5 menit
αt – (αt + ∆t) = 3,8 − (−2)
= 5,8⁰
ln(5,8) = 1,757858
Dilakukan hal yang sama pada menit-menit berikutnya, diperoleh

Tabel 6.4 Data ln(αt –(αt + ∆t))


Waktu αt –(αt + ∆t)
αt (⁰) αt + ∆t (⁰) ln(αt –(αt + ∆t))
(menit) (⁰)
5 3,8 -2 5,8 1,757858
10 2,7 -2,5 5,2 1,648659
15 1,9 -2,8 4,7 1,547563
20 1,3 -3 4,3 1,458615
25 0,2 -3,2 3,4 1,223775
30 -0,6 -3,3 2,7 0,993252

Dengan mengalurkan ln (t - t+t) terhadap waktu (t) diperoleh kurva sebagai
berikut
Kurva Polarimeter B
1.8
1.7
y = -0.0296x + 1.9569
1.6
R² = 0.9541
1.5
ln(αt –(αt + ∆t))

1.4
1.3
1.2
1.1
1
0.9
0 5 10 15 20 25 30 35
waktu (menit)

Gambar 6.2 Grafik ln(αt –(αt + ∆t)) terhadap waktu polarimeter B

𝑙𝑛 (𝑡 − 𝑡 + 𝑡) = −𝑘𝑡 + 𝑐


y = − 0,0296x + 1,9569
Maka, nilai k adalah 0,0296 menit-1.
VII. Pembahasan
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan serangkaian pengolahan data, didapat dua data
tetapan laju reaksi hidrolisis sukrosa dengan katalis ion hidrogen (H+), yaitu 0,0265
menit-1 dan 0,0296 menit-1.
IX. Daftar Pustaka
9.1. Achmad,H. 2001. Elektrokimia dan Kinetika Kimia. Citra Aditya Bakti. Bandung
9.2. Keenan,CW; Kleinfelter,C; Wood,JH.1996. Kimia Untuk Universitas. Edisi 3,
jilid 1. AB: A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
9.3. Oxtoby, P. W. ; Gills, H. P. ; Nachtrieb, N. H. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia
Modern. Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
9.4. Sastrohamidjojo, H. 2001. Kimia Dasar. UGM. Yogyakarta.
9.5. Yuniwati M., D.Ismiyati and R. Kurniasih, 2011, “Kinetika Reaksi Hidrolisis Pati
Pisang Tanduk dengan Katalisator Asam Chlorida”, Jurnal Teknologi, Vol. 4 No.
2, 107–112.
9.6. Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB.
9.7. Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L., 1986, Teori dan Praktek Farmasi
Industri, Edisi ketiga, diterjemahkan oleh: Suyatmi, S., Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta, 760-779.
X. Lampiran

Gambar 10.1 Lampiran data pengamatan polarimeter B

Gambar 10.2 Lampiran data pengamatan polarimeter A


PERTANYAAN
1. Bagaimanakah mekanisme katalisis oleh ion H+ pada reaksi ini? Gambarkan
terjadinya protonasi dan pemecahan ikatan.
2. Berapa tetapan laju inversi yang diperoleh bila digunakan larutan asam yang
konsentrasinya dua kali lebih besar?
3. Terangkan dengan singkat istilah-istilah ini:
a. Tentang penentuan orde reaksi
i. Metode coba-coba
ii. Metode isolasi
iii. Metode kecepatan awal
b. Tabung katalisis asam-asam
“specific hydrogen ion catalysis”
Jawab:
1. Ion H+ akan memprotonasi atom O pada ikatan glikosidik sukrosa menjadi bermuatan
positif dan mudah lepas. Selanjutnya spesi H2O akan menyerang atom C yang
berikatan glikosidik membuat ikatan pada atom C lainnya terlepas bersama gugus
hidroksi (-OH). Spesi H2O yang mengikat atom C selanjutnya melepas H+ untuk
membentuk gugus hidroksi (-OH) yang tidak bermuatan dan stabil.

2. Reaksi hidrolisis sukrosa merupakan reaksi berorde satu semu dengan asumsi bahwa
kosentrasi H+ dan H2O tetap. Jika konsentrasi H+ yang digunakan dua kali lebih
banyak, maka konstanta lajunya pun akan menjadi dua kali lebih besar.
3. Metode coba-coba adalah metode penentuan orde dengan memvariasikan konsentrasi
reagennya, lalu menghitung perubahan konsentrasinya terhadap waktu.
Metode isolasi adalah metode penentuan orde dengan mengisolasi reagen tertentu,
sementara reagen lain divariasikan konsentrasinya.
Metode kecepatan awal adalah metode penentuan orde dengan menghitung kecepatan
awal reaksi dengan memvariasikan konsentrasi reagennya. Specific hydrogen-ion
catalysis adalah proses katalisis yang lajunya bergantung pada konsentrasi ion
hidrogen.

Anda mungkin juga menyukai