I. Tujuan
1.1. Menentukan tetapan laju reaksi orde pertama reaksi hidrolisis sukrosa dengan
katalis ion hidrogen (H+)
II. Teori Dasar
Kinetika kimia adalah bagian dari kimia fisik yang mempelajari kecepatan reaksi
kimia dan mekanismenya. Mekanisme reaksi merupakan tahapan reaksi yang terjadi
hingga terbentuk produk ( Oxtoby,dkk,2001). Dua konsep didalamnya yaitu laju reaksi
dan orde reaksi. Laju reaksi adalah banyaknya reaksi yang berkurang persatuan waktu,
banyaknya produk yang terbentuk per satuan waktu (Keenan,dkk,1996). Laju reaksi
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Reaksi dapat dikendalikkan bila diketahui faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Orde reaksi adalah pangkat dari konsentrasi dalam
hukum laju ( Achmad,2001).
Reaksi orde satu semu dapat didefinisikan sebagai reaksi orde dua atau
peningkatan yang dibuat berkelakuan seperti reaksi orde satu. Keadaan itu berlaku bila
salah satu zat yang bereaksi ada dalam jumlah yang sangat berlebihan atau tetap pada
kadar tertentu dibandingkan zat lainnya. Dengan demikian laju reaksi ditentukan oleh
satu reaktan meskipun ada dua reaktan karena tidak mengalami perubahan kadar yang
berarti selama reaksi peruraian (Lachman dkk,1994).
Laju inversi gula adalah laju reaksi hidrolisa sukrosa menjadi fruktosa dan
glukosa. Inversi gula ini terjadi saat sukrosa dihidrolisis dengan bantuan asam
(Sastrohamidjojo,2001).
Katalis asan (HCl) merupakan katalis homogen, yaitu katalis yang mempunyai
fasa yang sama dengan fasa reaktan atau pereduksi dalam larutan ( Syukri,1999 ).
Gula merupakan zat optis aktif. Bila cahaya terpolarisasi linier jatuh padabahan
optis aktif, maka cahaya yang keluar bahan akan tetap terpolarisasi linierdengan arah
bidang getar terputar terhadap arah bidang getar semula.
Sifat optis aktif zat dispesifikasikan dengan sudut putar jenis. Sudut putar bidang
polarisasi sebanding dengan sudut putar jenis dan konsentrasi bila sudut putar jenis
diketahui dan sudut putar bidang polarisasi dapat diukur, maka konsentrasi (kadar) zat
optis aktif dapat ditentukan (hal ini merupakan prinsip yang digunakan untuk
menentukan kadar zat optis).
Larutan sukrosa adalah Dextrorotatory yaitu memutar bidang polarisasi kekanan
tetapiselama hidrolisi menjadi leavorotatory yaitu memutar bidang polarisasi ke kiri.
Perputaranspesifik dari sukrosa alalah 66,5°. D-glukosa mempunyai perputaran spesifik
+52 dan D-Fruktosa sebesar 92°. Pada proses hidrolisis perputaran spesifik berubah
dari +66,5 ke -20. Tanda dari spesifik perputaran berubah dari( +) menjadi (-). Enzim
yang menyebabkan inversi (perputaran)disebut enzim intervase. Laju perputaran
(inversi) dapat diketahui daribertambahnya konsentrasi fruktosa
Proses hidrolisis pembentukan gula invert adalah sebagai berikut:
C12H22O11+ H2OC6H12O6 + C6H12O6............. (1)
Sukrosa Glukosa Fruktosa
Reaksi hidrolisis pada umumnya menggunakan pereaksi berupa air yang
jumlahnya dibuat berlebihan dapat dituliskan sebagai
𝑑𝐶𝑎
𝑟𝐴 = − = 𝑘𝐶𝑎𝑚 𝐶𝑏 𝑛 .........................................(2)
𝑑𝑡
dimana:
rA = kecepatan berkurangnya A, (gmol/(L menit))
CA = Konsentrasi sukrosa, gmol/L
CB = Konsentrasi air, gmol/L
t = waktu reaksi, menit m,
n = order reaksi
Dengan jumlah air yang berlebihan, maka bisa dianggap konsentrasi air tetap
selama reaksi, maka persamaan menjadi:
𝑑𝐶𝑎
𝑟𝐴 = − = 𝑘′𝐶𝑎𝑚 ................................................(3)
𝑑𝑡
mendekati garis lurus dan konstanta kecepatan reaksinya adalah gradien dari garis
tersebut. Kesesuaian data penelitian dengan persamaan kecepatan reaksi maupun nilai k
bisa dihitung dengan metode least square. Pada umumnya nilai konstanta kecepatan
reaksi dipengaruhi oleh faktor tumbukan, energi aktivasi dan suhu reaksi yang bisa
dinyatakan dalam bentuk persamaan matematis sesuai persamaan Arrhenius (Yuniwati
dkk., 2011):
𝐸𝑎
𝑘 = 𝐴𝑒 −𝑅𝑇 ..............................................(9)
dimana: k = konstanta kecepatan reaksi
A = frekuensi tumbukan
R = tetapan gas (L atm / mol K)
T = suhu reaksi (K)
E = tenaga aktivasi, cal/gmol
V. Data Pengamatan
αair,A = 179,1⁰
αair,B = 178,4⁰
Tabel 5.1 Data sudut sukrosa yang terukur sebelum dan sesudah pemanasan
A B
Waktu (menit)
αterukur (⁰) αterukur + ∆t (⁰) αterukur (⁰) αterukur + ∆t (⁰)
5 182,7 176,6 182,2 176,4
10 181,1 176,15 181,1 175,9
15 180,2 176 180,3 175,6
20 179,4 175,7 179,7 175,4
25 178,8 175,4 178,6 175,2
30 178,3 175,2 177,8 175,1
Pada t = 5 menit
Dengan mengalurkan ln (t - t+t) terhadap waktu (t) diperoleh kurva sebagai
berikut
Kurva Polarimeter A
1.9
1.8
1.7
1.6 y = -0.0265x + 1.8815
ln (t - t+t)
R² = 0.9682
1.5
1.4
1.3
1.2
1.1
1
0 5 10 15 20 25 30 35
waktu (menit)
Pada t = 5 menit
Dengan mengalurkan ln (t - t+t) terhadap waktu (t) diperoleh kurva sebagai
berikut
Kurva Polarimeter B
1.8
1.7
y = -0.0296x + 1.9569
1.6
R² = 0.9541
1.5
ln(αt –(αt + ∆t))
1.4
1.3
1.2
1.1
1
0.9
0 5 10 15 20 25 30 35
waktu (menit)
2. Reaksi hidrolisis sukrosa merupakan reaksi berorde satu semu dengan asumsi bahwa
kosentrasi H+ dan H2O tetap. Jika konsentrasi H+ yang digunakan dua kali lebih
banyak, maka konstanta lajunya pun akan menjadi dua kali lebih besar.
3. Metode coba-coba adalah metode penentuan orde dengan memvariasikan konsentrasi
reagennya, lalu menghitung perubahan konsentrasinya terhadap waktu.
Metode isolasi adalah metode penentuan orde dengan mengisolasi reagen tertentu,
sementara reagen lain divariasikan konsentrasinya.
Metode kecepatan awal adalah metode penentuan orde dengan menghitung kecepatan
awal reaksi dengan memvariasikan konsentrasi reagennya. Specific hydrogen-ion
catalysis adalah proses katalisis yang lajunya bergantung pada konsentrasi ion
hidrogen.