Anda di halaman 1dari 4

Sequence Stratigrafi dan Zonasi Coal

Bagoes Idcha Mawardi (03411640000046)

Sequence Stratigrafi

Secara teori sikuen stratigrafi merupakan suatu metode pengendapan-pengendapan


pada suatu cekungan sedimentasi, dan sikuen ini juga dapat diterapkan dalam suatu evaluasi
eksplorasi hidrokarbon. Analisis stratigrafi sikuen memerlukan data yang menyeluruh dari
berbagai disiplin ilmu geologi, termasuk biostratigrafi. Secara hipotesis, biostratigrafi
(foraminifera) dapat dijadikan alat untuk mengidentifikasi sikuen. Studi kasus di daerah lintang
rendah telah dilakukan dan beberapa parameter seperti asosiasi biofasies, bioevent,
kelimpahan, serta keragaman dan komposisi fauna telah dicoba diterapkan untuk mencari pola
atau karakteristik tertentu yang dapat dijadikan alat untuk mengidentifikasi sikuen. Peran
biostratigrafi foraminifera sebagai alat dalam interpretasi sikuen tampaknya dipengaruhi oleh
lingkungan tempat endapan sedimen ditemukan. Pada endapan laut dangkal, meskipun resolusi
umur kurang baik, batas sikuen, komponen sikuen, dan beberapa horison dalam sikuen akan
lebih dapat dikenali dari pola sebaran foraminiferanya sebaliknya, pada laut dalam, meskipun
resolusi umur akan lebih baik, unsur lain kurang terlihat dengan baik, kecuali bidang condensed
section yang berasosiasi dengan maximum flooding surface.

Sikuen Stratigrafi adalah metode pendekatan yang multidisiplin serta berorientasi


pada sejumlah proses untuk menginterpretasi paket sedimen. Paket sedimen tersebut diberi
nama sikuen dan dibatasi oleh bidang ketidakselarasan atau bidang kemenerusannya yang
selaras dan bersifat regional. Secara teknis, konsep ini bertujuan mengelompokkan urutan
susunan batuan sedimen ke dalam suatu sikuen yang didasarkan pada kronologi sebagai
pembatas selang genesanya (Vail, dkk, 1984, Vail, 1987, dalam Djuhaeni, 1996).

Istilah sikuen menunjuk pada sikuen orde 3 yang menurut Vail (1992, dalam Handford,
1997) mempunyai selang waktu 0,5 - 3,0 juta tahun. Sikuen tersebut diakibatkan oleh glacio-
eustatic change dan tektonik lokal ataupun regional. Mitchum dan van Wagoner (1991)
menyatakan bahwa sikuen mempunyai pola tumpukan sedimen (stacking pattern) dan
merupakan bukti dari adanya siklus high-frequency eustatic. Sikuen tersebut tersusun atas
komponen sikuen (depositional system track: lowstand system track/LST, transgressive system
track/TST dan high system track/HST) sebagai respons akibat perubahan muka air laut relatif
(Posamentier dan Vail, 1988; van Wagoner dkk., 1988). Interpretasi stratigrafi sikuen dan
komponen sikuennya serta horison seperti batas sikuen (SB), bidang transgresi (TS), bidang
maximum flooding surface (MFS), dan condensed section (C) memerlukan pemahaman akan
hubungan stratigrafi, umur, batimetri, dan fasies. Dengan demikian, terlihat ada beberapa aspek
yang melibatkan biostratigrafi dalam mengevaluasi stratigrafi sikuen.

Sekuen Stratigrafi
Sekuen adalah urutan lapisan yang relative selaras dan berhubungan secara genetic
dibatasi oleh ketidakselarasan dan keselarasan yang setara dengannya.

Gambar 1 Diagram Sekuen Stratigrafi

Gambar 2 Identifikasi SB, TS dan MFS


Zonasi pada Batubara
Zonasi adalah suatu pengelompokan atau pengkelasan wilayah berdasarkan parameter
tertentu. Zonasi potensi batubara untuk tambang dalam adalah pengelompokan wilayah yang
berpotensi untuk dilakukan penambangan batubara dengan teknik penambangan bawah
tanah. Pengelompokkan ini bisa berdasarkan kedalaman batubara, ketebalan lapisan batubara
maupun berdasarkan kualitas batubaranya.

Potensi Batubara di Indonesia


Endapan batubara tersebar cukup luas di wilayah Indonesia. Wilayah-wilayah yang
dianggap mempunyai potensi batubara yang sangat besar antara lain Kalimantan Timur,
Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan. Saat ini banyak sekali perusahaan-perusahaan
batubara yang melakukan kegiatan eksplorasi di wilayah-wilayah ini, bahkan ada beberapa
diantaranya telah melakukan kegiatan produksi. Umumnya metode penambangan yang
digunakan berupa tambang batubara terbuka, mengingat kedalaman dari endapan batubara
yang sangat mudah ditambang dengan metode ini. Namun apabila dilihat dari data-data
pemboran, ternyata di beberapa wiayah di Indonesia, endapan batubara terdapat sampai
kedalaman di atas 100 meter, seperti yang terdapat di daerah Parambahan, Sumatera Barat
(Cekungan Ombilin). Kondisi seperti ini juga diperkirakan terjadi juga di daerah Kalimantan
Timur. Beberapa eksplorasi di Kawasan Hutan Wisata Bukit Suharto menunjukkan bahwa
wilayah ini memiliki endapan batubara yang cukup tebal, terdiri dari beberapa seam (multi
seam), yang terdapat di bawah permukaan.

Pada beberapa tambang batubara di luar negeri, banyak terdapat kasus di mana pada
lapisan batubara yang mempunyai kemiringan, pertama dilakukan penambangan terbuka
sampai mencapai batas tersebut, dan setelah itu beralih ke penambangan bawah tanah. Hal
seperti ini bukan tidak mungkin diterapkan pada tambang batubara di Indonesia, sehingga
lahan bekas tambang yang sudah ditinggalkan dapat diusahakan kembali untuk tambang bawah
tanah.
Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan zonasi potensi batubara
untuk penambangan bawah tanah, baik faktor teknis maupun non teknis, seperti faktor ekonomi
dan lingkungan. Beberapa diantaranya , Iklim dan Curah Hujan, Geologi Regional, Wilayah
Potensil Batubara

Parameter yang digunakan


Parameter yang digunakan untuk membatasi pembuatan zonasi daerah potensi batubara untuk
tambang dalam di kawasan selatan Provinsi Kalimantan Timur terdiri dari 3 (tiga) faktor,
yaitu:
1. Ketebalan
Ketebalan lapisan batubara yang layak ditambang dengan teknik penambangan
bawah tanah berkisar antara 2 meter dan 4 meter. Batubara dengan ketebalan kurang
dari 2 meter tidak layak untuk dikembangkan ditinjau dari segi ekonomisnya,
sedangkan untuk lapisan batubara yang mempunyai ketebalan lebih dari 4 meter
masih sulit dilakukan penambangan dengan metode bawah tanah.

2. Kemiringan lapisan
Kemiringan lapisan (dip) batubara merupakan faktor yang sangat penting,
terutama ditinjau dari segi keamanan tambang. Kemiringan lapisan ideal yang
disarankan untuk teknik penambangan batubara bawah tanah adalah antara 12°
sampai 20°. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan penggunaan alat angkut yang
digunakan untuk mengangkut hasil penggalian batubara dari lubang tambang (titik
produksi) keluar lubang tambang untuk diangkut ke stock pile.

3. Nilai kalori (kualitas)


Nilai Kalori batubara berperan penting dalam keekonomisan tambang. Batubara
berkalori rendah mempunyai nilai jual yang tidak begitu tinggi sehingga
dikhawatirkan tidak cukup memberikan keuntungan bagi pengusahaan tambang.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka batubara yang layak ditambang dengan
menggunakan teknik penambangan bawah tanah untuk saat ini yaitu batubara yang
mempunyai nilai kalori minimum 6100 cal/gr (adb).

Anda mungkin juga menyukai