Anda di halaman 1dari 15

Makalah Ilmiah

Pemanfaatan Cacing Tanah Sebagai Obat Penyakit Tipes

Disusun oleh :
Nama :
NIM :
Kelas : P. IPA C 2018

JURUSAN PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
TAHUN 2018/2019

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga makalah ilmiah yang berjudul “Pemanfaatan Cacing Tanah Sebagai Obat Penyakit Tipes”
ini, dapat diselesaikan dengan lancar.
Makalah ilmiah ini disusun untuk memenuhi tugas ujian akhir semester genap tahun
2018/2019. Penulisan makalah ilmiah ini tidak akan pernah selesai tanpa dukungan dan bantuan
dari beberapa pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuannya sehingga makalah ini
dapat selesai dengan lancar.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini belum sempurna.oleh karena itu kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.Semoga karya tulis ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Yogyakarta, 12 Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ................................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................................... 5
D. Manfaat Penulisan ............................................................................................................................ 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................................................................. 6
A. Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) .................................................................................................... 6
1.Klasifikasi ....................................................................................................................................... 6
2.Morfologi ....................................................................................................................................... 7
3.Kandungan Cacing Tanah .............................................................................................................. 7
B. Salmonella typhi ................................................................................................................................ 8
1.Klasifikasi dan Morfologi ............................................................................................................... 8
2.Patogenesis ................................................................................................................................... 9
BAB III PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 10
A. Manfaat Lumbricus rubellus ............................................................................................................ 10
B. Kandungan Nutrisi Lumbricus rubellus ............................................................................................ 10
C. Zat Penyembuh Penyakit Tipes ....................................................................................................... 11
D. Cara Pengolahan Cacing Tanah ....................................................................................................... 11
BAB IV PENUTUP ......................................................................................................................................... 13
A. Kesimpulan ...................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................................ 14

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tipes atau demam typhoid merupakan penyakit menular yang menyebabkan
infeksi akut pada usus yang penyebab utamanya berasal dari infeksi bakteri Salmonella typhi.
Penularan penyakit ini biasanya melalui konsumsi makanan atau minuman yang telah
terkontaminasi bakteri tipes. Penyakit tipes termasuk penyakit endemik di daerah yang
memiliki iklim tropis dan dapat menyerang banyak orang dari berbagai usia dari balita, anak-
anak, remaja, dewasa, hingga lansia. Gejala awal penyakit tipes ditandai dengan deman, mual,
muntah, sakit kepala, nafsu makan berkurang, dan diare.
Penanganan yang dapat dilakukan untuk mengobati penyakit tipes yaiu dengan
menggunakan obat-obatan seperti kloramfenikol, tiamfenikol, amoksilin, dan ampisilin. Obat-
obatan tersebut berfungsi sebagai antibiotik yang bekerja untuk menghentikan pertumbuhan
bakteri. Tetapi kloramfenikol yang kebanyakan menjadi pilihan utama untuk mengobati
penyakit tipes karena lebih efektif, murah, dan mudah didapat. Namun menurut Rampengan
(2013), bahwa pada lima tahun terakhir penggunaan kloramfenikol telah mengalami resitensi
terhadap bakteri Salmonella typhi. Selain itu, penggunaan kloramfenikol sebagai obat tipes
dapat menimbulkan efek samping seperti penekanan sumsum tulang dan terjadinya anemia.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat menyebabkan banyak penelitian-
penelitian baru yang terus dikembangkan. Khususnya perkembangan ilmu pengetahuan
dalam bidang kesehatan. Dalam bidang kesehatan menghasilkan penemuan baru dalam
bentuk produk obat-obatan yang bersifat alami, yang dihasilkan dari bahan yang berasal dari
hewan maupun tumbuhan. Obat-obatan yang bersifat alami tidak memiliki efek samping bagi
orang yang mengkonsumsinya dan lebih aman dibandingkan obat yang dibuat dari bahan yang
bersifat sistetis.
Salah satu hewan yang dapat digunakan sebagai obat alternatif dalam penyembuhan
penyakit tipes yaitu cacing tanah (Lumbricus rubellus). Dibidang kesehatan cacing tanah
digunakan sebagai obat penurun panas, pereda nyeri, diare, tipes, dll. Pemanfaatan cacing
tanah sebagai obat alami antipirek (obat yang dapat menurunkan suhu) ini dianggap aman,
karena komponen kimia dalam tubuh cacing tidak menimbulkan efek samping dan efek toksik
yang berbahaya jika dikonsumsi.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang penulis temukan mengenai pemanfaatan cacing tanah (Lumbricus
rubellus) sebagai obat penyakit tipes diantaranya yaitu :
1. Apa saja manfaat cacing tanah (Lumbricus rubellus) ?
2. Apa saja kandungan dari cacing tanah (Lumbricus rubellus) ?
3. Apa zat yang terdapat dalam cacing tanah yang bermanfaat dalam penyembuhan penyakit
tipes ?
4. Bagaimana cara pengolahan cacing tanah sehingga dapat menjadi obat yang dapat
dikonsumsi penderita penyakit tipes ?

4
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui manfaat cacing tanah (Lumbricus rubellus).
2. Mengetahui kandungan - kandungan dari cacing tanah (Lumbricus rubellus).
3. Mengetahui zat yang terdapat dalam cacing tanah yang bermanfaat dalam penyembuhan
penyakit tipes.
4. Mengetahui cara pengolahan cacing tanah sehingga dapat menjadi obat yang dapat
dikonsumsi penderita penyakit tipes.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diambil dari prnuliasn karya ilmiah ini adalah :
1. Untuk mengetahui manfaat cacing tanah (Lumbricus rubellus).
2. Untuk mengetahui kandungan - kandungan dari cacing tanah (Lumbricus rubellus).
3. Untuk mengetahui zat yang terdapat dalam cacing tanah yang bermanfaat dalam
penyembuhan penyakit tipes.
4. Untuk mengetahui cara pengolahan cacing tanah sehingga dapat menjadi obat yang dapat
dikonsumsi penderita penyakit tipes.

5
BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)


1. Klasifikasi
Cacing tanah (Lumbricus rubellus) diklasifikasikan sebagai berikut menurut
Ciptanto (2011 : 63) :
Kingdom : Animalia
Phylum : Annelida
Class : Clitellata
Sub Class : Oligochaeta
Ordo : Haplotaxida
Family : Lumbricidae
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus rubellus

Gambar 1 : Cacing tanah (Lumbricus rubellus)


Sumber : (Waluyo, 2006 : 93)

Cacing tanah termasuk dalam kelompok hewan invertebrata karena merupakan


hewan yang tidak memiliki tulang belakang dan disebut juga hewan lunak. Cacing ini
berasal dari Asia Tenggara yang termasuk daerah tropis dan kemudian menyebar ke
daerah sub tropis (Waluyo, 2006 : 93).
Cacing tanah hidup di tanah yang mengandung bahan organik dalam jumlah besar.
Bahan-bahan organik tanah dapat berasal dari serasah (daun-daun gugur), kotoran
ternak atau tanaman dan hewan yang mati. Kondisi tanah yang dibutuhkan Cacing tanah
agar dapat tumbuh dengan baik yaitu tanah yang sedikit asam sampai netral atau pH
sekitar 6 -7,2. Pada kondisi ini, bakteri dalam tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal
untuk mengadakan pembusukan atau fermentasi. Kelembapan yang optimal untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah (Lumbricus rubellus) adalah antara
15-30%. Suhu lingkungan yang dibutuhkan adalah sekitar 15-250 C, suhu yang lebih tinggi
dari 250 C masih baik asal ada naungan yang cukup dan kelembapan optimal, (Ristek, 2009
: 49).

6
2. Morfologi
Tubuh cacing tanah tersusun atas segmen-segmen yang berbentuk cincin
(annulus), memiliki rongga tubuh sejati (selom) dan tidak memiliki kerangka luar. Pada
setiap segmen terdapat rambut yang relatif keras berukuran pendek yang disebut seta.
Bentuk tubuhnya simetris bilateral dan tubuh dilapisi kutikula tipis (Pangkulun, 2008 : 27).
Cacing tanah jenis Lumbricus rubellus mempunyai bentuk tubuh bagian atas
(dorsal) membulat dan bagian bawah (ventral) pipih, pada tubuhnya terdapat lendir yang
dihasilkan oleh kelenjar epidermis mempermudah pergerakannya. Cincin atau segmen
berjumlah 90 – 195 ruas dan klitelium terletak pada segmen 27 – 32, jumlah segmen pada
klitelium berjumlah 6 – 7 segmen. Di bagian akhir tubuhnya terdapat anus untuk
mengeluarkan sisa-sisa makanan dan tanah yang dimakannya. Lubang kelamin jantan
terletak pada segmen ke-14, sedang lubang kelamin betina terletak pada segmen ke-13.
Ukuran tubuh Lumbricus rubellus relatif kecil dengan panjang 4 – 7 cm. Warna tubuh
terutama bagian punggung berwarna cokelat cerah sampai kemerahan, perut berwarna
krem dan ekor berwarna kekuningan. Tubuh semi transparan dan elastis (Ciptanto, 2011).
Tidak memiliki alat gerak dan tidak memiliki mata (Ristek, 2009 : 49).

3. Kandungan Cacing Tanah


Kandungan gizi yang dimiliki oleh Lumbricus rubellus cukup tinggi, terutama
kandungan proteinnya yang mencapai 64-76% dan dinyatakan lebih tinggi dari sumber
protein lainnya, misalnya daging (65%) dan kacang kedelai (45%). Hal ini menjadi salah
satu alasan di Jepang, Hongaria, Thailand, Filipina, dan Amerika Serikat cacing ini
dimanfaatkan sebagai bahan makanan manusia selain digunakan untuk ramuan obat dan
bahan kosmetik (Sajuthi dkk, 2003 : 34).
Protein yang terkandung dalam tubuh cacing Lumbricus rubellus terdiri dari
setidaknya sembilan macam asam amino esensial dan empat macam asam amino non-
esensial. Sembilan macam asam amino esensial tersebut meliputi arginin, histidin, leusin,
isoleusin, valin, metionin, fenilalanin, lisin, dan treonin. Sedangkan empat macam asam
amino non-esensial ialah sistein, glisin, serin, dan tirosin. Dalam ekstrak cacing tanah juga
terdapat zat antipurin, antiperik, antidota, vitamin, dan beberapa enzim misalnya
lumbrokinase, peroksidase, katalase, dan selulosa. Selain itu kandungan gizi lainya yang
terdapat dalam tubuh cacing tanah (Lumbricus rubellus) antara lain lemak 7-10%, kalsium
0,55%, fosfor 1%, dan serat kasar 1,08%, 17% karbohidrat serta mengandung auksin yang
merupakan zat perangsang tumbuh untuk tanaman (Pangkulun, 2008 : 28).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Gustina Indriati (2012 : 29)
mengatakan bahwa air rebusan cacing tanah (Lumbricus rubellus) dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Hal ini dikarenakan cacing tanah Lumbricus
rubellus mengandung bioaktif lumbricin yang mempunyai aktifitas antimikroba.
Lumbricin merupakan antibiotika berupa peptida yang berasal dari protein bersifat
bakteriostatik.
Senyawa aktif yang terkandung dalam Lumbricus rubellus adalah lumbricin yang
merupakan golongan peptida antimikrobia spektrum luas yang dapat menghambat
bakteri gram positif maupun negatif (broad spectrum). Selain itu senyawa peptida seperti
Caelomocyter (bagian sel darah putih) yang di dalamnya terdapat lysozym juga berperan
dalam aktivitas fagositosis serta berfungsi untuk meningkatkan imunitas. Mekanisme
kerja lumbricin yaitu dengan menyebabkan perubahan mekanisme permeabilitas
membran sehingga sel mengalami lisis (Damayanti, 2009 : 66).

7
Senyawa aktif cacing tanah adalah golongan senyawa alkoloid. Senyawa alkaloid
merupakan senyawa metabolit sekunder yang bersifat basa. Senyawa alkoloid juga
dimiliki oleh tumbuhan seperti kina dan tembakau sebagai antibakteri. Senyawa alkaloid
bekerja dengan cara menganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri,
sehingga dinding sel tidak terbentuk atau tidak terbentuk secara sempurna dan sel
mengalami lisis (Sjahid, 2008 : 32).

B. Salmonella typhi
1. Klasifikasi dan Morfologi
Bakteri Salmonella typhi diklasifikasikan sebagai berikut menurut Adiwina
(2015 : 28) :
Phylum : Eubacteria
Class : Prateobacteria
Ordo : Eubacteriales
Family : Eubacteriaceae
Genus : Salmonella
Spesies : Salmonella typhi

Gambar 2 : Bakteri Salmonella typhi


Sumber : (Hendy, 2015 : 85)
Salmonella merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang, bersifat motil dan
patogenik. Salmonella typhi bergerak dengan flagela peritrik, tidak bersimpai, tidak
memiliki fimbria, dan tidak membentuk spora, serta memiliki kapsul. Dinding selnya
terdiri atas murein, lipoprotein, fosfolipid, protein, dan lipopolisakarida dan tersusun
sebagai lapisan-lapisan. Salmonella typhi memiliki diameter 0,5-0,8 µm dan panjang 1-3
µm. Besar koloni dalam media pembenihan rata-rata 2-4 mm (Radji, 2010 : 57).

8
2. Patogenesis
Patogenitas merupakan kemampuan suatu organisme untuk menyebabkan
penyakit. Proses infeksi terjadi ketika mikroorganisme menyerang hospes, yang berarti
mikroorganisme masuk ke dalam jaringan tubuh dan berkembang biak. Respon hospes
terhadap infeksi dapat berupa terganggunya fungsi tubuh, yang disebut dengan penyakit
infeksi (Radji, 2010 : 57).
Infeksi Salmonella thypi ke dalam tubuh dapat memberikan efek sistemik yang
disebabkan oleh pengaruh toxin yang virulen. Toxin tersebut dapat diterima oleh reseptor
sel yang berbahan dasar glycoprotein. Penularan bakteri Salmonella typhi dapat melalui
jari tangan atau kuku. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya
seperti mencuci tangan sebelum makan maka bakteri Salmonella typhi dapat masuk ke
tubuh orang sehat melalui mulut (Zulkoni, 2010 : 46).
Salmonelosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Salmonella yang masuk ke
dalam tubuh melalui makan dan minuman yang terkontaminasi. Bakteri Salmonella
masuk bersama makanan atau minuman. Infeksi parah biasanya terjadi pada anak-anak
dan penderita yang memiliki sistem pertahanan tubuh yang lemah. Setelah 12 - 72 jam
seseorang yang terinfeksi akan mengalami gejala demam, diare, yang sangat parah
sehingga harus dirawat di rumah sakit. Gejala ini berlangsung selama 7 hari (Radji, 2010 :
58).

9
BAB III PEMBAHASAN

Penyakit tipes atau demam typhoid merupakan penyakit menular yang menyebabkan
infeksi akut pada usus yang penyebab utamanya berasal dari infeksi bakteri Salmonella typhi.
Obat alami yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit tipes adalah cacing tanah
(Lumbricus rubellus).
A. Manfaat Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
Cacing tanah (Lumbricus rubellus) merupakan salah satu organisme hidup yang dapat
digunakan sebagai alternatif pengobatan bagi kehidupan manusia. Banyak khasiat cacing
tanah bagi kesehatan manusia. Lumbricus rubellus dapat menjadi obat yang manjur untuk
menyembuhkan berbagai penyakit. Diantaranya ialah penyakit tekanan darah rendah,
tekanan darah tinggi, kecing manis, penyakit thypus, reumatik, disentri, maagh, muntaber,
asma dan penyakit kronis lainnya.
Berbagai hasil penelitian pun telah menguak manfaat cacing tanah. Hewan ini
mengandung barbagai enzim penghasil antibiotik dan asam arhidonat yang berkhasiat
menurunkan demam. Sejak tahun 1990 di Amerika Serikat cacing ini dimanfaatkan sebagai
penghambat pertumbuhan kanker. Penelitian laboratorium mikrobiologi fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Unpad Bandung tahun 1996 menunjukkan bahwa
ekstrak cacing rubellus mampu menghambat pertumbuhan bakteri pathogen
penyakit thypus dan diare.
Menurut Sajuthi dkk (2003 : 34), cacing adalah sumber protein sangat tinggi, sekitar
76 %. Itu berarti lebih tinggi dibanding yang hanya 65 % pada daging, dan kacang kedelai
yang hanya 45 %. Cacing tanah juga mengandung 15 jenis asam amino esensial dengan
kadar yang sangat tinggi. Zat ini biasa digunakan untuk menyempitkan atau melebarkan
pembuluh darah.
Penelitian oleh para ilmuwan Amerika ditemukan bahwa Lumbricus rubellus punya
kemampuan mengubah omega-6 menjadi omega-3. Omega-3 ini dapat mencegah
terjadinya pengerasan pembuluh darah yang diakibatkan oleh lemak. Dalam penelitian itu
juga dilakukan percobaan dengan mengisolasi bahan kimia yang ada pada tubuh Lumbricus
rubellus. Kemudian menumbuhkannya ke sel tubuh manusia. Ternyata bahan kimia itu
dapat mengurangi gangguan di pembuluh arteri yang dapat mengakibatkan serangan
jantung.

B. Kandungan Nutrisi Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)


Cacing tanah (Lumbricus rubellu) memiliki beberapa kandungan nutrisi, di antaranya
mengandung kadar protein sangat tinggi, yaitu sekitar 76 %. Kadar ini lebih tinggi
dibandingkan dengan daging mamalia 65 % atau ikan 50 %. Begitu juga dengan asam-asam
amino esensialnya. Selain itu bahan tersebut diketahui pula mengandunng alfa tokoferol
atau vitamin f yang berfungsi sebagai antioksidan (Sajuthi dkk, 2003 : 34).
Selain itu menurut Pangkulun (2008) bahwa kandungan nutrisi Lumbricus
rubellus terdiri dari 16 % protein, 17 % karbohidrat, 45 % lemak dan abu 1,5 %. Sedangkan
kadar bahan keringnya 16,38 %, kandungan protein 53,5-71,5 % dimiliki Lumoricus
terrestris dengan kadar bahan antara 15-20 %. Hewan-hewan ini juga mengandung protein
asam amino berkadar tinggi yang sangat diperlukan untuk kekebalan tubuh melawan
berbagai macam penyakit.

10
C. Zat Penyembuh Penyakit Tipes
Demam merupakan gejala awal berbagai penyakit manusia. Penyebab demam bisa
berbagai macam, tetapi umumnya gejala peningkatan suhu tubuh harus segera diatasi
karena dapat mengakibatkan efek lain yang lebih berbahaya. Demam dapat terjadi karena
peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. Jika sel tubuh terluka oleh rangsangan
pirogen seperti bakteri, virus, atau parasit, membran sel yang tersusun oleh fosfolipid akan
rusak.
Salah satu komponen asam lemak fosfolipid, yaitu asam arakidonat, akan terputus dari
ikatan molekul fosfolipid dibantu oleh enzim fosfolipase. Asam arakidonat akan
membentuk prostaglandin dengan bantuan enzim siklooksigenase. Prostaglandin inilah
yang merangsang hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh. Gejala demam dapat
diatasi dengan obat yang mengandung zat antipiretik. Ketika gejala demam muncul,
umumnya orang akan menggunakan parasetamol untuk mencegah kenaikan suhu tubuh
lebih lanjut.
Parasetamol memang obat antipiretik umum. Harganya terjangkau dan mudah
didapat. Hanya saja, obat ini juga cukup banyak efek sampingnya. Selain itu, parasetamol
hanya mengurangi gejala demam saja tanpa membunuh akar penyebab demam tersebut.
Pemanfaatan cacing tanah untuk antipiretik lebih aman karena tidak menimbulkan
efek toksik bagi manusia sehingga aman dikonsumsi. Pengujian ekstrak cacing untuk
melihat aktivitasnya sebagai antipiretik dilakukan menggunakan hewan coba tikus putih
yang didemamkan dengan penyuntikan vaksin campak. Suhu normal tikus putih sama
dengan manusia, yaitu berkisar antara 35,9 hingga 37,5 derajat celcius. Tikus putih yang
sudah demam diobati dengan ekstrak cacing tanah dan parasetamol sebagai kontrol.
Setelah didemamkan, suhu tubuh tikus putih diukur dan diamati pergerakan suhunya.
Kelompok tikus putih yang tidak diberi pengobatan, meningkat suhunya sebesar 0,8 derajat
celcius. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan suhu tikus putih yang didemamkan dapat
ditahan oleh ekstrak cacing tanah karena di dalamnya terdapat zat antipiretik.
Dari serangkaian pengujian kimia, diketahui bahwa senyawa aktif sebagai
antipiretik dari ekstrak cacing tanah adalah golongan senyawa alkaloid. Pengujian
memang belum dapat menentukan nama senyawanya secara tepat. Golongan senyawa
alkaloid mempunyai ciri mengandung atom nitrogen dan bersifat basa (pH lebih dari 7).
Hal ini sesuai teori menurut Sjahid (2008 : 32) bahwa senyawa aktif cacing tanah adalah
golongan senyawa alkoloid. Senyawa alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder
yang bersifat basa. Senyawa alkoloid juga dimiliki oleh tumbuhan seperti kina dan
tembakau sebagai antibakteri. Senyawa alkaloid bekerja dengan cara menganggu
komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga dinding sel tidak terbentuk
atau tidak terbentuk secara sempurna dan sel mengalami lisis .

D. Cara Pengolahan Cacing Tanah


Ada beberapa cara atau proses dalam mengolah mengolah cacing tanah (Lumbricus
rubellus) sebagai obat tipes, di antaranya adalah:
1. Proses sangan (menggoreng tanpa minyak)
Tata caranya sebagai berikut:
a. Ambil cacing tanah yang besar 3 atau 5 biji, cuci dengan air.
b. Ambil penggorengan (disarankan dari tanah liat agar tidak lengket), sangan cacing
tanah tersebut di atas penggorengan hingga kering.
c. Setelah cacing tanah menjadi kering, angkat dan tiriskan.
d. Ambil cacing tanah tadi untuk dimakan bersama pisang.
e. Konsumsi lima kali sehari untuk kesembuhan lebih cepat.

11
2. Proses pengolahan kapsul cacing tanah yang dilakukan dengan sistem higroscopy, yaitu
kandungan air cacing tanah diserap dengan menggunakan kain kasa.
3. Proses perebusan cacing tanah
Tata caranya sebagai berikut:
a. Cari cacing tanah merah yang bentuknya kecil-kecil.
b. Besihkan dan pastikan sudah tidak ada unsur tanah atau kotoran lain.
c. Tuangkan air kira-kira tiga gelas untuk ukuran diminum tiga kali sehari.
d. Masukkan cacing dan rebus hingga mendidih.
e. Saring dan ambil airnya saja.
f. Dinginkan sebentar dan minumkan hangat-hangat.

12
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
Cacing tanah (Lumbricus rubellus) adalah salah satu organisme yang dapat dijadikan
sebagai obat herbal alternatif dalam upaya penyembuhan berbagai penyakit khususnya
penyakit tipes. Terbukti dengan adanya berbagai riset yang dilakukan oleh para ahli tentang
uji khasiat daging cacing tanah dan disimpukan bahwa dalam tubuh cacing tanah
mengandung zat antipiretik yang berguna bagi proses penyembuhan penyakit tipess serta
tidak menimbulkan efek samping sehingga aman untuk dikonsumsi.
Daging cacing tanah mengandung berbagai nutrisi yaitu terdiri dari senyawa protein,
karbohidrat, lemak dan abu yang sangat diperlukan untuk kekebalan tubuh dalam melawan
berbagai macam penyakit.
Pengolahan cacing tanah cukup mudah, sehingga dapat dilakukan sendiri sesuai
dengan petunjuk yang ada. Cara pengolahan cacing tanah diantaranya yaitu dengan proses
sangan (menggoreng tanpa minyak), menggunakan sistem hicroscopy (proses pengolahan
dalam bentuk kapsul) dan air rebusan cacing tanah.

13
DAFTAR PUSTAKA
Adiwina, W. 2015. Bakteri Salmonella, Morfologi dan Klasifikasi. Diakses pada jurnal
elektronik http://www.wiraternak.com/2015/07/bakteri-salmonella-morfologi-
dan.html, pada tanggal 11 Mei 2019.

Ciptanto, S., Ulfah P. 2011 Mendulang Emas hitam melalui Budidaya Cacing Tanah.
Yogyakarta : Lily Publisher.
Damayanti. 2009. Pemanfaatan Tepung Cacing (Lumbricus rubellus) sebagai Agensia Anti-
Pollorum dalam Imbuhan Pakan Ayam Boiler. Yogyakarta : Jurnal Fakultas Kedokteran
Universitas Gajah Mada.

Hendy. 2015. Demam Tifoid (tipus). Diakses pada jurnal elektronik https://hendyhealth.
com/2015/04/14/demam-tifoid-tipus/, pada tanggal 11 Mei 2019.
Indriati, G., dkk. 2012. Pengaruh Air Rebusan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli. Medan : FMIPA Universitas Negeri Medan.

Palungkun, R. 2008. Sukses Beternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Radji, M. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran. Jakarta
: EGC.
Rampengan, T.H. 2013. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta : EGC.
Ristek. 2009. Budidaya Cacing Tanah. Diakses pada jurnal elektronik
http://www.smallcrab.com/kesehatan/25healthy/91-budidaya-cacing tanah,
diakses pada tanggal 11 Mei 2019.
Sajuthi, D., Suradikusumah, E., Santoso, M.A. 2003. Efek Antipiretik Ekstrak Cacing
Tanah.Diakses pada jurnal elektronik
http://www.kompas.com/kompascetak/0305/29/ilpeng/336450.htm, diakses pada
tanggal 11 Mei 2019.
Sjahid. L.R. 2008. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid Dari Daun
Dewandaru (Eugenia uniflora L.). Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Waluyo. 2006. Karakteristik Protein Antibakteri dari Cacing Tanah. Bandung : ITB.
Zulkoni, A. 2010. Parasitologi. Yogyakarta : Nuha Medika.

14
15

Anda mungkin juga menyukai