DAN HASIL
PENDAHULUAN
Fasciolopsis buski biasanya dikenal sebagai trematode usus yang berukuran bersar
merupakan trematode famili Fasciolidae. Biasanya dilaporkan dari regio Asia
Tenggara termasuk India. Di India, kasus paling sering yang dilaporkan adalah dari
Pradesh Uttar (UP) Timur, Bihar, Bengal, dan Assam. Infestasi ini diketahui terbatas
dan endemik di area dimana orang mengonsumsi air terkontaminasi dan tanaman
akuatik yang tidak dimasak seperti lotus tuber, water chestnut (singhara), water
caltrops dan bamboo air. Bekicot bertindak sebagai host intermediet dan
mengantarkan metacercariae infektif. Babi dan manusia merupakan host definitive
walaupun babi paling utama bertindak sebagai reservoir infeksi.
Walaupun banyak kasus di Bihar, Assam dan UP, tidak ada penelitian mengenai profil
klinis dan hasil infestasi F. buski dari area ini akhir-akhir ini. Hanya beberapa laporan
kasus tersedia pada PubMed sampai sekarang. Walaupun di tahun terakhir penelitian
epidemiologis telah dilakukan di daerah tetangga pada dasar kuesioner, penulis
menyimpulkan hal ini sebagai fokus endemik fasciolopsiasis. Penelitian ini
merupakan pertama kalinya dimana kami meneliti sejumlah anak secara signifikan
yang telah melewati cacing dewasa per tinja.
BAHAN DAN METODE
Penilaian grafik (dari Februari 2015 hingga Januari 2016) anak dengan kelompok
anak 2 – 14 tahun dilakukan. Hanya kasus yang dimasukkan pada penelitian yang
melewati cacing dewasa F. buski di tinja mereka secara spontan atau sedang
menjalani kemoterapi.
Total 6038 kasus masuk pada interval 1 tahun ini, dimana 56 pasien memiliki riwayat
melewati F. buski dewasa di tinja mereka. Di antara 56 pasien yang positif infestasi F.
buski, 32 pasien membara tinja yang mengandung F. buski sendiri. 24 lainnya
didiagnosis melalui pemeriksaan makroskopis tinja. Semua kasus tinja yang
diidentifikasi diperiksa secara mikroskopis untuk ova F. buski selama 3 hari. Ova
diidentifikasikan besar, oval, tidak bersegmen, bile stained dengan adanya operculum
di satu sisi. Semua kasus positif ova F. buski. Ova F. buski dan F. hepatica sulit
dibedakan, maka identifikasi cacing dewasa dibutuhkan untuk diagnosis akhir. Parasit
dewasa diidentifikasikan sebagai struktur yang pipih secara dorsoventral, tidak
bersegmen dan coklat kemerahan dengan penyedot ventral menonjol. Ketiadaan
konus sefalik mengeksklusi kemungkinan parasit ini merupakan F. hepatica. Riwayat
lengkap dan pemeriksaan sistemik dilakukan, dan tanda klinis defisiensi vitamin
dinilai. Pada waktu yang bersamaan, kondisi komorbid beragam pada anak ini dicatat.
Bukti tuberculosis pada pasien dilakukan setelah menilai riwayat kontak dengan
pasien Koch, foto X-ray abnormal (bayangan hilar, kavitas dan limpadenopati hilar),
tes Mantoux positif dan adanya basilus cepat asam di sputum atau aspirasi gaster.
Semua kasus yang terdiagnosis diobati dengan obat antara praziquantel atau
nitazoxanide. Semua anak melewati angka signifikan cacing dewasa, diikuti
kemoterapi. Anal dilakukan follow up setiap 1, 3, 6, dan 12 bulan. Mereka dinilai
untuk peningkatan gejala, resolusi diare, dan peningkatan berat badan. Selama follow
up, kasus diberikan tatalaksana medis, transfuse darah dan pengobatan
antituberkulosis.
Kami menilai profil sosiodemografik berhubungan dengan infestasi F. buski dan juga
membandingkan anak ini dalam malnutrisi.
HASIL
56 anak dengan F. buski teridentifikasi. Umur mean yang ditunukkan adalah 8,2
(rentang 2 – 14) tahun. Manifestasi klinis ditunjukkan di Tabel 1. Diare persisten
(85,71%) merupakan presentasi umum diikuti oleh nyeri abdomen (78,57%). Hanya
empat anak menunjukkan tanda dengan dehidrasi.
DISKUSI
Banyaknya parasit dan adanya F. buski dewasa sering terjadi di area endemik Bihar.
Siklus yang terulang dari reinfestasi, poliparasitisme, dan koinfeksi dengan
tuberculosis dapat menyebabkan morbiditas tinggi pada anak-anak ini. Semua factor
ini berkontribusi kepada siklus malnutrisi protein-energi (PEM).
F. buski merupakan parasit endemik yang terkenal di regio Asia Tenggara. Infeksi
diperoleh dengan menguliti kacang air mentah, memakan bekicot yang dimasak
sebentar dan tanaman akuatik lain dimana terdapat metacercariae F. buski.
Metacercariae tidak bereplikasi di dalam perut manusia, jadi parasit bergantung
berapa banyak telur yang tertelan. Walaupun, di banyak kasus yang dilaporkan dari
India, pasien penelitian dari Bihar, di penelitian saat ini, orang dari area ini mengenal
parasit ini, jadi mereka membawa parasitnya bersamaan dengan mereka.
Pada penelitian ini, diare persisten (85,71%) merupakan presentasi yang paling sering
diikuti dengan nyeri abdomen ringan (78,57%). Tanda dehidrasi sangat jarang pada
penelitian. Anemia merupakan tanda yang paling sering. Tanda PEM juga terlihat.
Tanda alergi dalam bentuk edema dan urticaria muncul dalam empat kasus. Satu
kasus meninggal karena anemia parah dan infestasi parasit berat berhubungan dengan
infeksi tuberculosis.
Factor risiko yang paling diketahui berhubungan dengan infestasi ini termasuk
tertelannya bekicot, tanaman akuatik mentah, minum air sungai yang tidak dimasak
atau air kolam dan kontak dengan hewan ternak.
Namun, dalam hal mengubah profil epidemiologis, factor risiko ini secara universal
tidak berhubungan dengan semua pasien. Beberapa kasus kami ada pada keluarga
dengan pendapatan tinggi yang tidak memiliki factor risiko yang berhubungan. Maka,
mode lain transmisi juga dapat terjadi.
Dari 56 pasien, 38 pasien diobati dengan praziquantel, obat pilihan untuk infestasi
parasit ini. Namun, 18 pasien diobati dengan nitazoxanide dalam dosis yang
direkomendasikan karena tidak adanya praziquantel selama periode inisial penelitian.
Praziquantel (Distocide) merupakan agen antihelminth oral yang diberikn 25mg/kg
tiga kali sehari. Nitazoxanide seharusnya menjadi obat lini kedua. Ia memiliki
aktivitas spectrum luas melawan infestasi parasit dan terutama berguna dalam kasus
poliparasitisme.
Semua pasien menunjukkan angka signifikan parasit dewasa per tinja. Beberapa
pasien menunjukkan serratus cacing dewasa selama 1 – 5 hari. Pasien sembuh setelah
terapi ini, menjadi asimptomatik dan dipulangkan dengan nasihat yang baik kecuali
satu pasien, yang meninggal karena tuberculosis yang berhubungan dan malnutrisi.
Dari 56 pasien, hanya 42 pasien datang untuk follow up. Sampel tinja mereka negatif
untuk ova F. buski. Setelah interval 12 bulan, ua pasien datang dengan gejala diarea
dan nyeri abdomen. Sampel tinja mereka positi ova F. buski. Kedua pasien
sebelumnya diobati dengan nitazoxanide. Hal ini sulit untuk dikatakan apakah kasus
ini karena kegagalan pengobatan atau mereka menelan telur lagi. Dua kasus relapse
ini diobati dengan baik dengan praziquantel dan pasien sembuh dengan baik.
Batasan penelitian kami adalah bahwa penelitian ini berdasarkan review grafik rumah
sakit dan tidak ada data epidemiologis diambil untuk difokuskan pada endemisitas
Fasciolopsis di area ini. Follow up buruk merupakan aspek negatif lain penelitian ini.
Bebrapa kasus diobati dengan nitazoxanide karena tidak ada praiquantel pada saat
fase inisial penelitian, hal ini merupakan batasan lain. Jumlah keseluruhan anak yang
terdiagnosis memiliki fasciolopsiasis juga sedikit. Namun, ini merupakan data
terbesar pada fasciolopsiasis pada anak dari pusat tunggal.
Control penyakit membutuhkan tidak hanya pengobatan medis tapi juga dukungan
kuat pemerintah pada area ini dalam bentuk edukasi, kesehatan untuk semua dan
sanitasi yang benar. Penelitian ini menunjukkan bahwa area ini hanya 42,85% kasus
memiliki air minum yang baik tersedia. 78,68% kasus melakukan BAB di tempat
terbuka.
KESIMPULAN