PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jantung merupakan sebuah organ dalam tubuh manusia yang termasuk
dalam sistem sirkulasi. jantung bertindak sebagai pompa sentral yang
memompa darah untuk menghantarkan bahan-bahan metabolisme yang
diperlukan ke seluruh jaringan tubuh dan mengangkut sisa-sisa metabolisme
untuk dikeluarkan dari tubuh. (Wikipedia, 2008).
Penyakit jantung merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia,
jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit ini
tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat yang banyak dilakukan seiring
dengan berubahnya pola hidup. Angka harapan hidup yang semakin
meningkat datambah peningkatan golongan usia tua semakin memperbesar
jumlah penderita penyakit jantung yang sebagian besar diderita oleh orang
tua. (Wikipedia, 2008).
B. Tujuan Penulisan
Diharapkan mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan klien
dengan kegawatdaruratan system kardiovaskuler
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Bencana
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
menyebutkan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut
menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan
manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut
juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana
sosial.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2001), definisi bencana adalah
peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan
ekologi, kerugian kehidupan manusia, serta memburuknya kesehatan dan
pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa
dari pihak luar.
Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO (2002) adalah setiap
kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya
nyawa manusia, atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan
kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat
atau wilayah yang terkena.
B. Jenis Bencana
Jenis-jenis bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang penanggulangan bencana, yaitu:
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan, dan tanah longsor.
2
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam antara lain berupa
gagal teknologi,gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan
teror.
4. Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang
diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoprasian, kelalaian dan
kesengajaan, manusia dalam penggunaan teknologi dan atau
insdustriyang menyebabkan pencemaran, kerusakan bangunan,
korban jiwa, dan kerusakan lainnya.
3
jiwa, sosial, ekonomi dan lingkungan. Substansi dasar tersebut yang
selanjutnya merupakan lima prioritas kegiatan untuk tahun 2005‐2015 yaitu:
1. Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional
maupun daerah yang pelaksanaannya harus didukung oleh
kelembagaan yang kuat.
2. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta
menerapkan sistem peringatan dini.
3. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan membangun
kesadaran kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap
bencana pada semua tingkat masyarakat.
4. Mengurangi faktor‐faktor penyebab risiko bencana.
5. Memperkuat kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan
masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif
4
E. Pembagian Manajemen Bencana
Secara umum manajemen bencana dapat dikelompokkan menjadi 3
tahapan dengan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan mulai dari pra
bencana, pada saat tanggap darurat, dan pasca bencana.
1. Tahap Pra Bencana (mencangkup Kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, dan peringatan dini).
a. Pencegahan (prevention)
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya). Misalnya :
Melarang pembakaran hutan dalam perladangan, Melarang
penambangan batu di daerah yang curam, dan Melarang
membuang sampah sembarangan.
b. Mitigasi Bencana (Mitigation)
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi
risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana. Kegiatan mitigasi dapat dilakukan melalui:
1) Pelaksanaan penataan ruang
2) Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata
bangunan, dan
3) Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan
baik secara konvensional maupun modern (UU Nomor
24 Tahun 2007 Pasal 47 ayat 2 tentang Penanggulangan
Bencana).
c. Kesiapsiagaan (Preparedness)
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Beberapa bentuk
aktivitas kesiapsiagaan yang dapat dilakukan antara lain:
1) Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan
kedaruratan bencana
2) Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem
peringatan dini
5
3) Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan
kebutuhan dasar
4) Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang
mekanisme tanggap darurat
5) Penyiapan lokasi evakuasi
6) Penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran
prosedur tentang tanggap darurat bencana, dan
7) Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan
untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
d. Peringatan Dini (Early Warning)
Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera
mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang (UU
24/2007) atau Upaya untuk memberikan tanda peringatan
bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi.
Pemberian peringatan dini harus menjangkau masyarakat
(accesible), segera (immediate), tegas tidak membingungkan
(coherent), bersifat resmi (official).
2. Tahap saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap
darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan
bantuan darurat dan pengungsian
a. Tanggap Darurat (response)
Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengansegera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
Beberapa aktivitas yang dilakukan pada tahapan tanggap darurat
antara lain:
1) pengkajianyang dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya
2) penentuan status keadaan darurat bencana
6
3) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
4) pemenuhan kebutuhan dasar
5) perlindungan terhadap kelompok rentan
6) pemulihan dengan segera prasaran dan sarana vital
7
dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun
masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana. Lingkup
pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi fisik dan
program rekonstruksi non fisik.
c. Pemeriksaan penunjang
Darah :
- Leukositosis ringan
- Peninggian LED
- Hiperglikemia ringan
Enzim darah :
d. Penatalaksanaan :
Tujuan :
- Meringankan kerja jantung sampai jaringan parut
menggantikan bagian yang infark
- Mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri
- Mengatasi komplikasi : aritmia, payah jantung dan syok
9
Penatalaksanaan keperawatan kegawatan pada pasien myocardial
infrak, ditujukan untuk mencukupi istirahat dan kenyamanan serta
mengenai/mencegah komplikasi distrimia ataupun henti jantung
e. Terapi Trombolitik
Pada beberapa unit spesialisasi dan untuk pasien tertentu,
obat-obat trombolitik di gunakan untuk melakukan trombus yang
menyumbat aliran darah koronia dan menyebabkan infark.
Agen trombolitik seperti streptokinase dimasukkan per
infuse langsung ke arteri koronaria untuk melarutkan
penggumpalan dengan mengaktifkan, suatu enzim proteolitik yang
melarutkan penggumpalan. Terapi ini efektif apabila thrombus di
larutkan dalam 6 jam setelah serangan sumbatan arteri koronaria.
10
Kontra indikasi penggunaan terapi trombolitik adalah
peredaran yang aktif atau penyakit pendaharan, stroke,
pembedahan trauma atau hipertensi. Pada saat pasien di lakukan
pengobatan harus di observasi terhadap adanya pendarahan
internal/eksternal da reaksi-reaksi alergi. Pasien boleh pulang
beberapa hari setelah terapi berhasil dan tidak ada nyeri dada,
distritmia atau myocardial infark.
Untuk mencegah formasi trombus setelah prosedur ini,
pasien mendapat terapi antikoagulasi ( coumadus ) selama 3 bulan.
Perawat perlu memberi tahu pasien tentang kegunaan dan efek
samping antikoagulasi serta faktor-faktor risiko penyakit arteri
koronia. Tissue plasminogen avtivator (TPA) telah di coba untuk
menghilangkan thrombus. Obat ini tidak mempunyai efek samping
pendarahan.
f. Penatalaksanaan medik
Tujuan
- Meringankan kerja jantung sampai jaringan parut
menggantikan bagian yang infark.
- Mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri
- Mengatasi komlikasi- artimi, payah jantung, syok.
Meliputi :
11
g. Masalah keperawatan yang mungkin akan timbul
1) Gangguan rasa tidak nyaman dan nyeri akut
Gangguan rasa nyaman dan nyeri akit dapat terjadi
sehubungan dengan kurangnya suplai oksigen ke otot jantung
sekunder karena oklusi arteri coronaria. Kondisi ini ditandai
dengan rasa nyeri dada hebat dengan menjalan ke lengan kiri,
leher punggung belakang, ekspresi wajah tampak kesakitan,
kelelahan perubahan kesadaran.
- Interverensi
1. Monitor dan catat karakterikstik nyeri: lokasi nyeri,
intensitas nyeri, durasi lamanya nyeri, kualitas dan
penyebaran nyeri.
2. Kaji apakah pernah ada riwayat nyeri dada
sebelumnya
3. Atur lingkungan tenang dan nyaman, jelaskan bahwa
pasien harus istirahat.
4. Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas dalam.
5. Ukur tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pengobatan analgetik.
- Kolaborasi
1. Pemberian tambahan oksigen dengan nasal kanul atau
masker.
2. Pemberian obat-obatan sesuai indikas, anti angina
(nitroglycerin seperti, nitro-disk, nitro-bid) beta
blockers, propanol (indera), pindolol (vitlen), atenolol
(tenormin), analgesic (seperti
morphine/meperidine/demoral), cantagonis (seperti,
nifedipine/ adalat)
2) Keterbatasan/ ketidak mampuan aktivitas fisik
Keterbatasan/ ketidak mampuan aktivitas fisik terjadi
sehubungan dengan suplai oksigen dan keburukan oksigen
yang tidak seimbang, iskemik/kematian otot jantung. Kondisi
12
ini di tandai dengan kelelahan, perubahan nadi dan tekanan
darah saat aktivitas, perubahan warna kulit, dysritmia.
- Interverensi
1. Catat nadi, irama dan tekana darah sebelum, saat dan
setelah aktivitas.
2. Anjurkan dan jelaskan bahwa pasien harus istirahat
sampai keadaan stabil.
3. Jelaskan anjurkan pasien supaya tidak mengedam jika
buang air besar.
4. Hindarkan pasien kelelehan di tempat duduk.
5. Rencakan aktivitas terhadap jika bebas nyeri, duduk
di tempat tidur, berdiri, duduk di kursi 1 jam sebelum
makan.
6. Ukur tanda vital sebelum dan susah aktivitas.
- Kolaborasi : merujuk ke ASAS untuk program tindak
lanjut dan rehabilitasi.
3) Rasa Cemas
Rasa cemas dapat terjadi berkaitan dengan perubahan status
menjadi sakit, ancaman kematian, kegagalan berhaji. Kondisi
ini ditandai dengan tekanan darah meningkat, wajah tampak
cemas / tegang, perhatian hanya pada diri sendiri
- Intervensi
1. Lakukan komunikasi terapeutik dengan cara membina
hubungan saling percaya dan dengarkan keluhan
pasien dengan sabar.
2. Dampingi pasien, cegah tindakan destruktif dan
konfrontatif
3. Jelaskan tindakan-tindakan yang akan dilakukan
4. Jawab pertanyaan pasien dengan konsisten
5. Bantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kolaborasi, pemberian sedavtive, misalnya Diazepam
(valium), Flurazepam hydrochloride (Dalmane),
Lorazepam (ativan).
13
4) Potensial Penurunan “Cardiac Out Put”
Penurunan “cardiac out put “ dapat terjadi sehubungan
dengan perubahan nadi, aliran konduksi dan penurunan
preload/peningkatan SVR.
- Intervensi
1. Ukur tekanan darah, evaluasi kualitas nadi.
2. Kaji adanya murmur, S3 dan S4.
3. Dengarkan bunyi nafas
4. Hindarkan aktifitas dan anjurkan pasien untuk
istirahat
5. Gunakan pispot/ urinal bila ingin ke kamar mandi /
WC.
6. Siapkan alat-alat / oabat-obatan emergensi.
- Kolaborasi
1. Pemberian oksigen tambahan
2. Pemasangan infus
3. Rekam EKG
4. Pemeriksaan Rontgen thoraks ulang
5. Rujuk ke RSAD jika perlu pemasangan “pacae
maker”
5) Potensial Penurunan Perfusi Jaringan
Penurunan perfusi jaringan dapat terjadi sehubungan
dengan vasokontriksi hipovolemia.
- Intervensi
1. Awasi perubahan emosi secara mendadak misalnya
bingung, cemas, lemah / letargi dan penurunan
kesadaran (stupor).
2. Awasi adanya sianosis, kulit dingin dan nadi perifer.
3. Kaji adanya tanda-tanda Horman’s (Horman’s Sign)
: nyeri pada pergerakkan lutut, eritme dan edema
4. Monitor pernafasan
14
5. Kaji fungsi pencernaan; ada tidaknya mual,
penurunan bunyi usus, muntah, distensi abdomen
dan konstipasi.
6. Monitor pemasukan cairan; ada tidaknya perubahan
dalam produksi urine.
- Kolaborasi
1. Pemeriksaan laboratorium ; astrup, creatinin dan
elektrolit.
2. Pengobatan; heparin, cemitidin (tagament),
Panitidine (Zantac) dan Antasida.
6) Perubahan Volume Cairan yang Berlebih
Perubahan volume cairan yang berlebihan terjadi
sehubungan dengan penurunan perfusi organ renal,
peningkatan retensi sodium dan air, serta peningkatan tekanan
hidrostatik atau penurunan protein plasma.
- Intervensi
1. Kaji bunyi nafas, ada tidaknya crackles
2. Kaji JVD (Distensi Vena Jugularis) dan oedem ada
atau tidak ada
3. Keseimbangan cairan
4. Timbang berat badan setiap hari
5. Jika memungkinkan berikan cairan 2000 cc/24 jam
- Kolaborasi
1. Peberian garam/ minum dan diuretik misalnya
Furosemid (Lasix)
2. Gizi: makanan cair atau lunak 1300 kalori rendah
garam dan rendah lemak setelah puas 8 jam
kemudian diulang setelah 24 jam
3. Sanitasi Surveilans : Recording dan Reportin
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan bersifat cepat dan perlu tindakan
yang tepat, serta memerlukan pemikiran kritis tingkat tinggi. Perawat gawat
darurat harus mengkaji pasien mereka dengan cepat dan merencanakan
intervensi sambil berkolaborasi dengan dokter gawat darurat. Dan harus
mengimplementasi kan rencana pengobatan, mengevaluasi efektivitas
pengobatan, dan merevisi perencanaan dalam parameter waktu yang sangat
sempit. Hal tersebut merupakan tantangan besar bagi perawat, yang juga
harus membuat catatan perawatan yang akurat melalui pendokumentasian.
Serta diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau ketrampilan
yang bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk
mengatasi berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial
mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak di
perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat
dikendalikan. Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat
sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian
awal yang akan menentukan keberhasilan Asuhan Keperawatan pada system
kegawatdaruratan pada pasien dewasa. Dengan Pengkajian yang baik akan
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
16