Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jantung merupakan sebuah organ dalam tubuh manusia yang termasuk
dalam sistem sirkulasi. jantung bertindak sebagai pompa sentral yang
memompa darah untuk menghantarkan bahan-bahan metabolisme yang
diperlukan ke seluruh jaringan tubuh dan mengangkut sisa-sisa metabolisme
untuk dikeluarkan dari tubuh. (Wikipedia, 2008).
Penyakit jantung merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia,
jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit ini
tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat yang banyak dilakukan seiring
dengan berubahnya pola hidup. Angka harapan hidup yang semakin
meningkat datambah peningkatan golongan usia tua semakin memperbesar
jumlah penderita penyakit jantung yang sebagian besar diderita oleh orang
tua. (Wikipedia, 2008).

B. Tujuan Penulisan
Diharapkan mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan klien
dengan kegawatdaruratan system kardiovaskuler

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Bencana
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
menyebutkan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut
menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan
manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut
juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana
sosial.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2001), definisi bencana adalah
peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan
ekologi, kerugian kehidupan manusia, serta memburuknya kesehatan dan
pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa
dari pihak luar.
Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO (2002) adalah setiap
kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya
nyawa manusia, atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan
kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat
atau wilayah yang terkena.

B. Jenis Bencana
Jenis-jenis bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang penanggulangan bencana, yaitu:
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan, dan tanah longsor.
2
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam antara lain berupa
gagal teknologi,gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan
teror.
4. Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang
diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoprasian, kelalaian dan
kesengajaan, manusia dalam penggunaan teknologi dan atau
insdustriyang menyebabkan pencemaran, kerusakan bangunan,
korban jiwa, dan kerusakan lainnya.

C. Pengertian Manajemen Bencana


Penanggulangan bencana atau yang sering didengar dengan manajemen
bencana (disaster management) adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Konsep manajemen bencana saat ini telah mengalami pergeseran
paradigma dari pendekatan konvensional menuju pendekatan holistik
(menyeluruh). Pada pendekatan konvensial bencana itu suatu peristiwa atau
kejadian yang tidak terelakkan dan korban harus segera mendapatkan
pertolongan, sehingga manajemen bencana lebih fokus pada hal yang bersifat
bantuan (relief) dan tanggap darurat (emergency response).
Selanjutnya paradigma manajemen bencana berkembang ke arah
pendekatan pengelolaan risiko yang lebih fokus pada upaya-upaya
pencegahan dan mitigasi, baik yang bersifat struktural maupun non-struktural
di daerah-daerah yang rawan terhadap bencana, dan upaya membangun
kesiap-siagaan. Sebagai salah satu tindak lanjut dalam menghadapi perubahan
paradigma manajemen bencana tersebut, pada bulan Januari tahun 2005 di
Kobe-Jepang, diselengkarakan Konferensi Pengurangan Bencana Dunia
(World Conference on Disaster Reduction) yang menghasilkan beberapa
substansi dasar dalam mengurangi kerugian akibat bencana, baik kerugian

3
jiwa, sosial, ekonomi dan lingkungan. Substansi dasar tersebut yang
selanjutnya merupakan lima prioritas kegiatan untuk tahun 2005‐2015 yaitu:
1. Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional
maupun daerah yang pelaksanaannya harus didukung oleh
kelembagaan yang kuat.
2. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta
menerapkan sistem peringatan dini.
3. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan membangun
kesadaran kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap
bencana pada semua tingkat masyarakat.
4. Mengurangi faktor‐faktor penyebab risiko bencana.
5. Memperkuat kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan
masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif

D. Tujuan Manajemen Bencana


Adapun tujuan manajemen bencana secara umum adalah sebagai berikut:
1. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan
harta benda dan lingkungan hidup.
2. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan
penghidupan korban.
3. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/
pengungsian ke daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi
ke daerah baru yang layak huni dan aman.
4. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/
transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk
mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang
terkena bencana.
5. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut.
6. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks pembangunan.

4
E. Pembagian Manajemen Bencana
Secara umum manajemen bencana dapat dikelompokkan menjadi 3
tahapan dengan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan mulai dari pra
bencana, pada saat tanggap darurat, dan pasca bencana.
1. Tahap Pra Bencana (mencangkup Kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, dan peringatan dini).
a. Pencegahan (prevention)
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya). Misalnya :
Melarang pembakaran hutan dalam perladangan, Melarang
penambangan batu di daerah yang curam, dan Melarang
membuang sampah sembarangan.
b. Mitigasi Bencana (Mitigation)
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi
risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana. Kegiatan mitigasi dapat dilakukan melalui:
1) Pelaksanaan penataan ruang
2) Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata
bangunan, dan
3) Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan
baik secara konvensional maupun modern (UU Nomor
24 Tahun 2007 Pasal 47 ayat 2 tentang Penanggulangan
Bencana).
c. Kesiapsiagaan (Preparedness)
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Beberapa bentuk
aktivitas kesiapsiagaan yang dapat dilakukan antara lain:
1) Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan
kedaruratan bencana
2) Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem
peringatan dini

5
3) Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan
kebutuhan dasar
4) Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang
mekanisme tanggap darurat
5) Penyiapan lokasi evakuasi
6) Penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran
prosedur tentang tanggap darurat bencana, dan
7) Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan
untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
d. Peringatan Dini (Early Warning)
Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera
mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang (UU
24/2007) atau Upaya untuk memberikan tanda peringatan
bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi.
Pemberian peringatan dini harus menjangkau masyarakat
(accesible), segera (immediate), tegas tidak membingungkan
(coherent), bersifat resmi (official).
2. Tahap saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap
darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan
bantuan darurat dan pengungsian
a. Tanggap Darurat (response)
Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengansegera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
Beberapa aktivitas yang dilakukan pada tahapan tanggap darurat
antara lain:
1) pengkajianyang dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya
2) penentuan status keadaan darurat bencana

6
3) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
4) pemenuhan kebutuhan dasar
5) perlindungan terhadap kelompok rentan
6) pemulihan dengan segera prasaran dan sarana vital

( UU Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 48 tentang Penaanggulangan


Bencana)

b. Bantuan Darurat (relief)


Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa : Pangan,
Sandang, Tempat tinggal sementara, kesehatan, sanitasi dan air
bersih
3. Tahap pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan
rekonstruksi
a. Pemulihan (recovery)
Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan
kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan
memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan
melakukan upaya rehabilitasi.
b. Rehabilitasi (rehabilitation)
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada
wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan
daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian
bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis,
pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial
ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan
fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
c. Rekonstruksi (reconstruction)
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta
langkah-langkah nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan
untuk membangun kembali secara permanen semua prasarana, sarana

7
dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun
masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana. Lingkup
pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi fisik dan
program rekonstruksi non fisik.

F. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Sistem Kardiovaskular


1. Infark Miocard Coronari (Mci)
Infark jantung adalah nekrosis sebagai otot jantung akibat
berkurangnya suplai darah ke bagian otot tersebut akibat oklusi atau
trombisis arteria koroaria atau dapat juga akibat keadaan syok atau
anemia akut.
a. Gejala Klinik
Gejala prodromal
- Gejala dapat terasa 24 jam sampai beberapa minggu sebelum
serangan
- Sumbatan berupa angin pektoris, palpitasi, lelah dan nyeri
kepala

Serangan infark lebih sering terjadi pada angin pectoris yang :

- Lebih lama dan frekuensinya lebih sering


- Juga timbul ketika istirahat
- Telah lama

Angin pectoris yang desertai peningkatan suhu, peningkatan


jumlah leukosit, peningkatan LED sudah merupakan infark
jantung yang tidak khas.

b. Gejala pada saat serangan :


- Nyeri substeral, dapat juga prekordial atau epigastrial : sifat
seperti ditekan benda berat, ditusuk-tusuk, diiris-iris atau rasa
panas yang sukar diuraikan, dapat menjalar kelengan kiri dan
leher, rasa nyeri timbul mendadak waktu istirahat atau kerja.
8
- Dapat disertai muntah
- Pada pemeriksaan didapatkan :
 Pasien kesakitan, keringat dingin
 Tekanan darah menurun
 Nadi mula-mula lambat kemudian cepat
 Sering terdapat aritmia
 Bunyi jantung terdengar jauh dan lemah

c. Pemeriksaan penunjang
Darah :
- Leukositosis ringan
- Peninggian LED
- Hiperglikemia ringan

Enzim darah :

- Creatine phosphokinase (CPK) mengalami peningkatan lebih


kurang 6 jam setelah serangan dan normal kembali pada hari
ketiga
- Serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) naik pada
12-48 jam setelah serangan dan kembali normal pada hari ke 4-
7
- Lactic dehydrogenase (LDH) naik setelah 48jam dan kembali
normal pada hari ke 7-12
- EKG terdapat gelombang Q yang patologik dengan amplitude
melebihi ¼ amplitude R serta saat permulaan Q sampai puncak
R lebih dari 0,002 detik.

d. Penatalaksanaan :
Tujuan :
- Meringankan kerja jantung sampai jaringan parut
menggantikan bagian yang infark
- Mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri
- Mengatasi komplikasi : aritmia, payah jantung dan syok

9
Penatalaksanaan keperawatan kegawatan pada pasien myocardial
infrak, ditujukan untuk mencukupi istirahat dan kenyamanan serta
mengenai/mencegah komplikasi distrimia ataupun henti jantung

- Pasien diatur dalam posisi yang memudahkan pernafasan dan


kenyamanan biasanya diatur dalam posisi fowler
- Serangan jantung merupakan kejadian yang menakutkan bagi
pasien maupun keluarga, sehingga ruangan harus diatuir
seterang mungkin
- Tindakan medis harus diperoleh dengan segera yang meliputi
tindakan pertolongan dasar dan lanjut serta dilaksanakan sesuai
prioritas.
- Oksigen diberikan untuk mengatasi dispnea dan mencukupi
oksigenasi seluler selama 20 menit pertama keadaan iskemiak
kritis. Untuk memberikan pertolongan yang cepat, oksigen
diberikan melalui kanul hidung dan masker , karena selain
mencukupi kebutuhan oksigen, juga nyaman bagi pasien.
Sehingga prosentasi oksigen yang di berikan dapat di atur.
Apabila narkotika di berikan oksigen juga di berikan, karena
pemberian oksigen, dapat menghambat pusat pernafasan.
- Infus intravena di berikan sebagai jalan, pemasukan obat.ECG
- Morphine di berikan untuk mengatasi nyeri dada.

e. Terapi Trombolitik
Pada beberapa unit spesialisasi dan untuk pasien tertentu,
obat-obat trombolitik di gunakan untuk melakukan trombus yang
menyumbat aliran darah koronia dan menyebabkan infark.
Agen trombolitik seperti streptokinase dimasukkan per
infuse langsung ke arteri koronaria untuk melarutkan
penggumpalan dengan mengaktifkan, suatu enzim proteolitik yang
melarutkan penggumpalan. Terapi ini efektif apabila thrombus di
larutkan dalam 6 jam setelah serangan sumbatan arteri koronaria.

10
Kontra indikasi penggunaan terapi trombolitik adalah
peredaran yang aktif atau penyakit pendaharan, stroke,
pembedahan trauma atau hipertensi. Pada saat pasien di lakukan
pengobatan harus di observasi terhadap adanya pendarahan
internal/eksternal da reaksi-reaksi alergi. Pasien boleh pulang
beberapa hari setelah terapi berhasil dan tidak ada nyeri dada,
distritmia atau myocardial infark.
Untuk mencegah formasi trombus setelah prosedur ini,
pasien mendapat terapi antikoagulasi ( coumadus ) selama 3 bulan.
Perawat perlu memberi tahu pasien tentang kegunaan dan efek
samping antikoagulasi serta faktor-faktor risiko penyakit arteri
koronia. Tissue plasminogen avtivator (TPA) telah di coba untuk
menghilangkan thrombus. Obat ini tidak mempunyai efek samping
pendarahan.

f. Penatalaksanaan medik
Tujuan
- Meringankan kerja jantung sampai jaringan parut
menggantikan bagian yang infark.
- Mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri
- Mengatasi komlikasi- artimi, payah jantung, syok.

Meliputi :

1. Atasi nyeri dengan morfin 5-10mg sk, dapat diulang tiap


setengah jam sampai maksimum 60 mg atau mepenidin (
pethidin) 50-100mg im, dapat diulang jangan diberikan bila
frekuensi nafas kurang dari 12/menit.
2. Pasang infuse glukosa 5% 500ml/12jm, dan oksigen 4-6 1/mnt.
3. Istirahat dan fisik mental selam 2-3 minggu, bila perlu
diberikan sedatif-diazepam 51-10mg im/iv.
4. Atasi komplikasi.

11
g. Masalah keperawatan yang mungkin akan timbul
1) Gangguan rasa tidak nyaman dan nyeri akut
Gangguan rasa nyaman dan nyeri akit dapat terjadi
sehubungan dengan kurangnya suplai oksigen ke otot jantung
sekunder karena oklusi arteri coronaria. Kondisi ini ditandai
dengan rasa nyeri dada hebat dengan menjalan ke lengan kiri,
leher punggung belakang, ekspresi wajah tampak kesakitan,
kelelahan perubahan kesadaran.
- Interverensi
1. Monitor dan catat karakterikstik nyeri: lokasi nyeri,
intensitas nyeri, durasi lamanya nyeri, kualitas dan
penyebaran nyeri.
2. Kaji apakah pernah ada riwayat nyeri dada
sebelumnya
3. Atur lingkungan tenang dan nyaman, jelaskan bahwa
pasien harus istirahat.
4. Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas dalam.
5. Ukur tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pengobatan analgetik.
- Kolaborasi
1. Pemberian tambahan oksigen dengan nasal kanul atau
masker.
2. Pemberian obat-obatan sesuai indikas, anti angina
(nitroglycerin seperti, nitro-disk, nitro-bid) beta
blockers, propanol (indera), pindolol (vitlen), atenolol
(tenormin), analgesic (seperti
morphine/meperidine/demoral), cantagonis (seperti,
nifedipine/ adalat)
2) Keterbatasan/ ketidak mampuan aktivitas fisik
Keterbatasan/ ketidak mampuan aktivitas fisik terjadi
sehubungan dengan suplai oksigen dan keburukan oksigen
yang tidak seimbang, iskemik/kematian otot jantung. Kondisi

12
ini di tandai dengan kelelahan, perubahan nadi dan tekanan
darah saat aktivitas, perubahan warna kulit, dysritmia.
- Interverensi
1. Catat nadi, irama dan tekana darah sebelum, saat dan
setelah aktivitas.
2. Anjurkan dan jelaskan bahwa pasien harus istirahat
sampai keadaan stabil.
3. Jelaskan anjurkan pasien supaya tidak mengedam jika
buang air besar.
4. Hindarkan pasien kelelehan di tempat duduk.
5. Rencakan aktivitas terhadap jika bebas nyeri, duduk
di tempat tidur, berdiri, duduk di kursi 1 jam sebelum
makan.
6. Ukur tanda vital sebelum dan susah aktivitas.
- Kolaborasi : merujuk ke ASAS untuk program tindak
lanjut dan rehabilitasi.
3) Rasa Cemas
Rasa cemas dapat terjadi berkaitan dengan perubahan status
menjadi sakit, ancaman kematian, kegagalan berhaji. Kondisi
ini ditandai dengan tekanan darah meningkat, wajah tampak
cemas / tegang, perhatian hanya pada diri sendiri
- Intervensi
1. Lakukan komunikasi terapeutik dengan cara membina
hubungan saling percaya dan dengarkan keluhan
pasien dengan sabar.
2. Dampingi pasien, cegah tindakan destruktif dan
konfrontatif
3. Jelaskan tindakan-tindakan yang akan dilakukan
4. Jawab pertanyaan pasien dengan konsisten
5. Bantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kolaborasi, pemberian sedavtive, misalnya Diazepam
(valium), Flurazepam hydrochloride (Dalmane),
Lorazepam (ativan).

13
4) Potensial Penurunan “Cardiac Out Put”
Penurunan “cardiac out put “ dapat terjadi sehubungan
dengan perubahan nadi, aliran konduksi dan penurunan
preload/peningkatan SVR.
- Intervensi
1. Ukur tekanan darah, evaluasi kualitas nadi.
2. Kaji adanya murmur, S3 dan S4.
3. Dengarkan bunyi nafas
4. Hindarkan aktifitas dan anjurkan pasien untuk
istirahat
5. Gunakan pispot/ urinal bila ingin ke kamar mandi /
WC.
6. Siapkan alat-alat / oabat-obatan emergensi.
- Kolaborasi
1. Pemberian oksigen tambahan
2. Pemasangan infus
3. Rekam EKG
4. Pemeriksaan Rontgen thoraks ulang
5. Rujuk ke RSAD jika perlu pemasangan “pacae
maker”
5) Potensial Penurunan Perfusi Jaringan
Penurunan perfusi jaringan dapat terjadi sehubungan
dengan vasokontriksi hipovolemia.
- Intervensi
1. Awasi perubahan emosi secara mendadak misalnya
bingung, cemas, lemah / letargi dan penurunan
kesadaran (stupor).
2. Awasi adanya sianosis, kulit dingin dan nadi perifer.
3. Kaji adanya tanda-tanda Horman’s (Horman’s Sign)
: nyeri pada pergerakkan lutut, eritme dan edema
4. Monitor pernafasan

14
5. Kaji fungsi pencernaan; ada tidaknya mual,
penurunan bunyi usus, muntah, distensi abdomen
dan konstipasi.
6. Monitor pemasukan cairan; ada tidaknya perubahan
dalam produksi urine.
- Kolaborasi
1. Pemeriksaan laboratorium ; astrup, creatinin dan
elektrolit.
2. Pengobatan; heparin, cemitidin (tagament),
Panitidine (Zantac) dan Antasida.
6) Perubahan Volume Cairan yang Berlebih
Perubahan volume cairan yang berlebihan terjadi
sehubungan dengan penurunan perfusi organ renal,
peningkatan retensi sodium dan air, serta peningkatan tekanan
hidrostatik atau penurunan protein plasma.
- Intervensi
1. Kaji bunyi nafas, ada tidaknya crackles
2. Kaji JVD (Distensi Vena Jugularis) dan oedem ada
atau tidak ada
3. Keseimbangan cairan
4. Timbang berat badan setiap hari
5. Jika memungkinkan berikan cairan 2000 cc/24 jam
- Kolaborasi
1. Peberian garam/ minum dan diuretik misalnya
Furosemid (Lasix)
2. Gizi: makanan cair atau lunak 1300 kalori rendah
garam dan rendah lemak setelah puas 8 jam
kemudian diulang setelah 24 jam
3. Sanitasi Surveilans : Recording dan Reportin

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan bersifat cepat dan perlu tindakan
yang tepat, serta memerlukan pemikiran kritis tingkat tinggi. Perawat gawat
darurat harus mengkaji pasien mereka dengan cepat dan merencanakan
intervensi sambil berkolaborasi dengan dokter gawat darurat. Dan harus
mengimplementasi kan rencana pengobatan, mengevaluasi efektivitas
pengobatan, dan merevisi perencanaan dalam parameter waktu yang sangat
sempit. Hal tersebut merupakan tantangan besar bagi perawat, yang juga
harus membuat catatan perawatan yang akurat melalui pendokumentasian.
Serta diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau ketrampilan
yang bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk
mengatasi berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial
mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak di
perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat
dikendalikan. Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat
sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian
awal yang akan menentukan keberhasilan Asuhan Keperawatan pada system
kegawatdaruratan pada pasien dewasa. Dengan Pengkajian yang baik akan
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

16

Anda mungkin juga menyukai