Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu
diperhatikan oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien. Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit
memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya
cidera akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut
meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).
Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien
sudah sepatutnya memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian
bagi pasien. Oleh karena itu, rumah sakit harus memiliki standar tertentu
dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Standar tersebut bertujuan
untuk melindungi hak pasien dalam menerima pelayanan kesehatan yang
baik serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan
asuhan kepada pasien. Selain itu, keselamatan pasien juga tertuang dalam
undang-undang kesehatan. Terdapat beberapa pasal dalam undang-undang
kesehatan yang membahas secara rinci mengenai hak dan keselamatan
pasien.
Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan
oleh setiap petugas medis yang terlibat dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien. Tindakan pelayanan, peralatan kesehatan, dan
lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya menunjang keselamatan serta
kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh karena itu, tenaga medis harus
memiliki pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui secara luas
dan teliti tindakan pelayanan yang dapat menjaga keselamatan diri pasien.
3
B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari patient safety.


2. Untuk mengetahui standar keselamatan pasien rumah sakit.
3. Untuk mengetahui patient safety dalam tinjauan hukum.
4. Untuk mengetahui Aspek Hukum Terhadap Patient Safety
5. Untuk mengetahui kebijakan yang mendukung patient safety
6. Untuk mengetahui Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Kebijakan Patient
Safety
7.

4
BAB II
Tinjauan Teori
A. Pengertian Patient Safety
Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dari cidera
aksidental atau menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis
dan kesalahan pengobatan. Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit
adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
Hal ini termasuk : assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah
terjadinya cedera yang di sebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan
(DepKes RI, 2006).
Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient
safety adalah tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena
kecelakaan. Keselamatan pasien (patient safety;;) adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah
terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko. Meliputi: assessment risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien,pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

5
B. Tujuan Sistem Patient Safety
Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan KTD
Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang
efektif)
3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan
dari pengobatan resiko tinggi)
4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure
surgery (mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan
pasien, kesalahan prosedur operasi)
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien
terluka karena jatuh)

C. Aspek Hukum Terhadap Patient Safety


Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien
adalah sebagai berikut
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
1. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009
Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan
nyawa pasien.”

6
b. Pasal 32n UU No.44/2009
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan
dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
c. Pasal 58 UU No.36/2009
1) “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang
diterimanya.”
2) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.”
2. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a. Pasal 29b UU No.44/2009
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi,
dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit.”
b. Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan di RS.”
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam
rangka menyelamatkan nyawa manusia.”
3. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
“Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien
dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat
berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
kompresehensif. “

7
4. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang
bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional”
b. Pasal 32e UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan
efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c. Pasal 32j UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
d. Pasal 32q UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah
Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”

5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien


Pasal 43 UU No.44/2009
1) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan
ditujukan untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien.

8
Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang
keselamatan pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu
system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
System tersebut meliputi:
a) Assessment risiko
b) Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c) Pelaporan dan analisis insiden
d) Kemampuan belajar dari insiden
e) Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko
D. Kebijakan yang Mendukung Patient Safety
1. Pasal 43 UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
a. RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
b. Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
c. RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
d. Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan
ditujukan untuk mengoreksi system dalam rangka
meningkatkan keselamatan pasien.
e. Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang
keselamatan pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu
system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
System tersebut meliputi:
1) Assessment risiko
2) Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
3) Pelaporan dan analisis insiden
4) Kemampuan belajar dari insiden
5) Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko

9
2. Kebijakan Departemen Kesehatan tentang keselamatan pasien
rumah sakit
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien dirumah sakit.
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat.
c. Menurunnya Kejadian Tak Diharapkan (KTD).
d. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD.
Kebijakan patient safety di rumah sakit antara lain:
1) Rumah Sakit wajib melaksanakan sistim keselamatan pasien.
2) Rumah Sakit wajib melaksanakan 7 langkah menuju keselamatan
pasien.
3) Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
4) Evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien akan dilakukan melalui
program akreditasi rumah sakit.

E. Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Kebijakan Patient Safety


Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko.
Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien
dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial
bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of
Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a
planned action to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the
use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya
kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu kegagalan tindakan medis
yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan
(yaitu kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai
suatu tujuan (yaitu kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam
proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse
Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).

10
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian
akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai
pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan
(misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul
reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat
diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan,
diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan
suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada
pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying
disease” atau kondisi pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti
kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan
yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai
atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap
pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan
terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil
pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak
memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak
adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi,
kegagalan alat atau system yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem
pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang
terdeteksi umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara
kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak
dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.
Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA)
Board of Trusteesmengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan

11
pasien (patient safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga
menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur untuk keselamata
obat sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika
Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System”
melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada
sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event).
Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World
Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara
untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor
496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit,
yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di
rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan
bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia (PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan
mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian
keselamatan pasien di rumah sakit.
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk
mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien
mengharuskan rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical
error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka
dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab
permasalahan yang ada.

12
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Kasus

Kasus An. Az. di Rumah Sakit S (padang) umur 3 tahun pada


tanggal 14 februari 2012, pasien di rawat di ruangan melati Rs. S padang
dengan diagnosa Demam kejang . Sesuai order dokter infus pasien harus
diganti dengan didrip obat penitoin namun perawat yang tidak mengikuti
operan jaga langsung mengganti infuse pasien tanpa melihat bahwa terapi
pasien tersebut infusnya harus didrip obat penitoin. Beberapa menit
kemudian pasien mengalami kejang-kejang, untung keluarga pasien cepat
melaporkan kejadian ini sehingga tidak menjadi tambah parah dan
infusnya langsung diganti dan ditambah penitoin.

13
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis
Dalam kasus ini terlihat jelas bahwa kelalaian perawat dapat
membahayakan keselamatan pasien. Seharusnya saat pergantian jam dinas
semua perawat memiliki tanggung jawab untuk mengikuti operan yang
bertujuan untuk mengetahui keadaan pasien dan tindakan yang akan
dilakukan maupun dihentikan. Supaya tidak terjadi kesalahan pemberian
tindakan sesuai dengan kondisi pasien.
Pada kasus ini perawat juga tidak menjalankan prinsip 6 benar dalam
pemberian obat. Seharusnya perawat melihat terapi yang akan diberikan
kepada pasien sesuai order, namun dalam hal ini perawat tidak menjalankan
prinsip benar obat.
Disamping itu juga, terkait dengan hal ini perawat tidak mengaplikasikan
konsep patient safety dengan benar, terbukti dari kesalahan akibat tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan yang menyebabkan
ancaman keselamatan pasien.

B. Pengembangan Dan Penerapan Solusi Serta Monitoring Atau Evaluasi


Berdasarkan kasus diatas solusi untuk pemecahan masalah mengenai
perawat yang tidak mengikuti operan pergantian jam dinas. Perawat harus
mengetahui standar keselamatan pasien sesuai dengan uraian DepKes,
sebagai berikut :
Standar Keselamatan Pasien RS (KARS – DepKes)
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan asuhan berkesinambungan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja, untuk melakukan
evaluasi dan meningkatkan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

14
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.

Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut:

Standar I. Hak pasien

Standar: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan


informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

Kriteria: Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan, dokter


penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan, dokter
penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas
dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

Standar II. Mendidik pasien dan keluarga

Standar: RS harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan


tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria : Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan
dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di RS harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur, mengetahui
kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti, memahami dan
menerima konsekuensi pelayanan, mematuhi instruksi dan menghormati
peraturan RS, memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa dan
emenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
Standar III. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.

15
Standar : RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria : Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari
saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan,
tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari RS, terdapat
koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh
tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan
lancar, terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan
komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan
keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya, terdapat komunikasi dan
transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya
proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.

Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk


melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
Standar : RS harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria : Setiap RS harus melakukan proses perancangan (desain) yang
baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan RS, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan
faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan "Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien RS", setiap RS harus melakukan
pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporan
insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan,
setiap RS harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu
proses kasus risiko tinggi, setiap RS harus menggunakan semua data dan

16
informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang
diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien


Standar: Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organsasi melalui penerapan
“Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah sakit”, pimpinan
menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi kejadian tidak
diharapkan, pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan
oordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang keselamatan pasien, pimpinan mengalokasikan sumber daya yang
adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan menigkatkan kinerja rumah sait
serta meningkatkan keselamatan pasien dan pimpinan mengukur dan
mengkaji efektifitas konribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit
dan keselamatan pasien.
Kriteria: Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien, tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis kejadian yang
memerlukan perhatian, mulai dari “kejadian nyaris cedera (Near miss)
sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan” (Adverse event), Tersedia
mekanisme kerja untuk menjmin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintregrasi dan berpatisipasi dalam program keselamatan pasien, tersedia
prosedure “cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.

Standar VI: mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas
Standar: rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

17
Kriteria: Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan
dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai
dengan tugasnya masing-masing, setiap rumah sakit harus
megintregasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in-service
training dan memberi pedoman yan jelas tentang pelaporan insiden dan
setiap rumah sakit harus menyelenggarkan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

Standar VII: Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien
Standar: Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen
informasi keelamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi
internal dan eksternal, transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan
akurat.
Kriteria: Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal
terkait dengan keselamatan pasien, tesedia mekanisme identifikasi masalah
dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
Sesuai dengan defenisi patient safety, menurut Cooper et al (2000) bahwa
“patient safety as the avoidance, prevention, and amelioration of adverse
outcomes or injuries stemming from the processes of healthcare.”
Pengertian ini maksudnya bahwa patient safety merupakan penghindaran,
pencegahan, dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau
mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan. Jika perawat
mengetahui dan mengaplikasikan dengan benar konsep patient safety,
perawat akan sebisa mungkin meminimalisir kesalahan atau mencegah
terjadinya kejadian yang tidak diharapkan.
Perawat seharusnya menerapkan prinsip 6 benar dalam pemberian obat,
sebagai berikut :

18
1. Tepat Obat : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
menanyakan ada tidaknya alergi obat, menanyakan keluhan pasien
sebelum dan setelah memberikan obat, mengecek label obat,
mengetahui reaksi obat, mengetahui efek samping obat, hanya
memberikan obat yang didiapkan diri sendiri.
2. Tepat dosis : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mengecek hasil hitungan dosis dengan perawat lain,
mencampur/mengoplos obat.
3. Tepat waktu : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mengecek tanggal kadarluarsa obat, memberikan obat dalam rentang
30 menit.
4. Tepat pasien : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
memanggil nama pasien yang akan diberikan obat, mengecek identitas
pasien pada papan/kardeks di tempat tidur pasien
5. Tepat cara pemberian : mengecek program terapi pengobatan dari
dokter, mengecek cara pemberian pada label/kemasan obat.
6. Tepat dokumentasi : mengecek program terapi pengobatan dari
dokter, mencatat nama pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu
pemberian obat (Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997).

Sebagai seorang kepala ruangan hal yang harus dilakukan dalam


pemecahan masalah ini adalah menegur perawat yang bersangkutan
terhadap kelalaian tindakan yang dilakukan. Selalu mengobservasi
berjalannya operan pergantian jam dinas dilaksananakan dengan tepat agar
tidak terjadi kesalahan lagi.

Sebagai seorang kepala ruangan menjelaskan kepada keluarga tindakan


yang akan dilakukan yaitu pemberian peritoin untuk mengatasi kejang.

19
C. STANDAR OPERATIONAL PROCEDURE PENANGANAN KEJANG
1. Definisi
Tindakan Untuk Mengatasi Kejang.
2. Tujuan
Agar Demam Kejang Teratasi
Agar Tidak Terjadi Kejang Berulang
3. Petugas
Perawat
4. Peralatan
a. Medis
1) Diazepam Injeksi 2 Ml : 5 Ampul
2) Diazepam Supp 5 Mg Dan 10 Mg : 5 Buah
3) Phenobarbital Injeksi : 5 Ampul
4) Phenitoin Injeksi : 5 Ampul
5) Diazepam 2 Mg Tablet : 1 Botol
6) Parasetamol Tablet : 1 Botol
7) Parasetamol Sirup : 3 Botol
8) Ibuprofen 200 Mg Tablet : 1 Botol
9) Ibuprofen Sirup : 3 Botol
10) Termometer Oral : 1 Buah
11) Termometer Rectal : 1 Buah
12) Infus Set : 5 Buah
13) Abbocath No.22 Dan 24 : 5 Buah
14) Wing Needle : 5 Buah
15) Cairan Nacl : 5 Kolf
16) Cairan D 5% : 5 Kolf
17) Cairan Rl : 5 Kolf
18) Spuit Injeksi Disposable 1 Cc, 2.5 Cc, 3 Cc Dan 5 Cc : Masing-
Masing 2 Buah
19) Kapas : 1 Toples
20) Alkohol 70 % : 250 Cc

20
21) Bengkok : 2 Buah
22) Handscoon : 1 Box
23) Reflex Hammer : 1 Buah
24) Stetoskop : 2 Buah
25) Tabung O2 Dengan Face Mask : 1 Buah
26) Tounge Spatle Dengan Balutan Kassa Steril : 3 Buah
27) Kassa Steril : 3 Pak
b. Non Medis
1) Ruangan 3 X 4 M, Dengan Ventilasi Dan Penerangan Yang
Cukup : 1 Buah
2) Bed Pemeriksaan Sesuai Standar ( Tinggi 70 Cm, Lebar 70 Cm,
Panjang 2 M ) : 1 Buah
3) Bantal, Sprei, Perlak, Selimut : Masing-Masing 1 Buah
4) Meja Kursi : 1 Set , Meja Alat : 1 Buah
5) Lampu Bohlam 18 W : 1 Buah
6) Kantong Obat Emergency
7) Bolpoint, Pensil, Penghapus, Penggaris : Masing-Masing 2 Buah
8) Buku Resep : 1 Buah
9) Rekam Medik : 10 Set
10) Lembar Rujukan : 10 Lembar
11) Inform Concent : 10 Lembar
12) Standar Infus : 1 Buah
13) Timbangan Injak : 1 Buah
14) Timbangan Badan Bayi : 1 Buah
15) Jam Dinding Dengan Jarum Detik : 1 Buah
16) Senter : 1 Buah
17) Wastafel Dengan Air Mengalir : 1 Buah
18) Sabun (Batang Atau Cair, Yang Antiseptik Maupun Non
Antiseptik)
19) Wadah Sabun Yang Berlubang Supaya Air Bisa Terbuang
Keluar

21
20) Handuk / Lap Sekali Pakai (Tisu, Atau Kain Yang Dicuci
Setelah Sekali Pakai) Untuk Mengeringkan Tangan
21) Tempat Sampah Medik Beralas Plastik Dan Tertutup, Tutup
Dapat Di Buka Dengan Menginjak Pembuka Tutup Di Bagian
Bawah Tempat Sampah : 1 Buah
22) Tempat Sampah Non Medik Beralas Plastik :1 Buah
c. Prosedur Pelaksanaan
1) Tahap Prainteraksi :
a) Melakukan Verifikasi Program Pengobatan Klien
b) Mencuci Tangan
c) Menyiapkan Alat
2) Tahap Orientasi :
a) Memberikan Salam Kepada Klien
b) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada klien/
kleuarga
c) Bila anak datang dalam keadaan masih kejang lakukan
penanganan darurat kejang
3) Tahap Kerja penanganan gawat darurat kejang :
a) Meminta ibu membaringkan klien ke atas tempat tidur
pemeriksaan
b) Memberitahu keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan untuk mengatasi kejang dan membuat inform
concent
c) Memperbaiki sirkulasi udara ruangan dengan mempersilakan
selain petugas untuk keluar ruangan dan membaringkan anak
terlentang di tempat tidur membuka baju anak dan
meletakkan posisi leher sedikit ekstensi (mendongak ke atas)
dengan cara meminta bantuan petugas lain / pengantar untuk
memegang dagu anak
d) Memakai handscoon pada kedua tangan petugas

22
e) Menjelaskan kepada pengantar bahwa akan dimasukan
spatel ke dalam mulut anak untuk mencegah gigitan pada
lidah dan membaringkan anak terlentang di atas tempat tidur
sambil mengambil spatel lidah dan membungkusnya dengan
kasa steril, lalu membuka mulut anak dengan cara menekan
kedua belah pipi dan meletakan spatel di atas lidah
f) Membaringkan anak di tempat tidur yang datar dengan
posisi miring, kaki bagian atas ditekuk untuk mencegah
bahaya tersedak ludah atau muntahan
g) Membebaskan jalan nafas dengan cara melonggarkan
pakaian
h) Menjelaskan kepada pengantar / keluarga bahwa akan
dilakukan tindakan pemberian obat melalui dubur untuk
mengobati kejangnya, dengan mengucapkan, “Bu / pak,
kami akan memasukkan obat melalui dubur anak bapak / ibu
untuk mengobati kejangnya “
i) Memberikan diazepam melalui dubur untuk mengatasi
kejangnya dengan cara sebagai berikut :
(1) Mengambil diazepam suppositoria ( dosis sebanyak 5 mg
untuk BB < 10 kg atau 10 mg untuk BB > 10 kg atau 5
mg untuk anak di bawah 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak
di atas 3 tahun )
(2) Petugas membuka celana dalam anak dengan posisi
bokong anak menghadap ke petugas
(3) Memposisikan anak di tempat tidur yang datar dibantu
oleh seorang paramedis dengan posisi miring, kaki
bagian atas dibengkokkan pada bagian pangkal paha
anak dan kaki bagian bawah lurus
(4) Membuka dubur penderita dengan jari telunjuk dan ibu
jari tangan kiri sampai tampak lubang dubur

23
(5) Membersihkan dubur anak dengan betadin yang
dilarutkan dengan air dengan sekali usap dari atas ke
bawah
(6) Membuka tutup kemasan diazepam suppositoria dengan
memutar tutup berlawanan arah jarum jam
(7) Memasukkan ujung kemasan diazepam suppositoria ke
dalam dubur anak dengan arah sejajar tulang belakang
anak sampai seluruh leher kemasan masuk ke dalam
dubur anak
(8) Menekan tube kemasan diazepam suppositoria bagian
luar sampai seluruh isi kemasan masuk ke dalam dubur
anak
(9) Dan dalam keadaan tube kemasan bagian luar masih
tertekan mencabut tube kemasan dengan tangan kanan,
sementara tangan kiri merapatkan lipatan bokong anak
selama beberapa saat sampai diazepam tidak mengalir
keluar
(10) Setelah diazepam tidak mengalir keluar, melepaskan
tangan kiri yang merapatkan lipatan bokong anak
j) Apabila tidak tersedia diazepam suppositoria maka bisa
diberikan diazepam injeksi secara intravena dengan dosis 0,3
– 0,5 mg per kg BB, dengan cara sebagai berikut :
(1) Menjelaskan kepada pengantar / keluarga bahwa akan
dilakukan tindakan pemberian obat melalui pembuluh
darah anaknya untuk mengobati kejangnya : “Bu / pak,
kami akan memasukkan obat melalui pembuluh darah
anak bapak / ibu untuk mengobati kejangnya “
(2) Menyiapkan diazepam injeksi, spuit 3 cc, kapas alkohol,
tourniquet, wing needle ukuran 20 atau 24 atau 26 (
sesuai dengan besar kecilnya vena )

24
(3) Mengambil diazepam injeksi kemudian mematahkan
leher ampulnya lalu dihisap dengan spuit 3 cc,
mengeluarkan gelembung udara dari dalam spuit dengan
cara menghadapkan jarum spuit ke atas lalu piston di
tarik ke bawah kemudian didorong ke atas sehingga
semua udara keluar dari spuit
(4) Mencari vena anak yang paling tampak jelas pada tangan
atau kaki
(5) Setelah menemukan pembuluh darah vena dipasang
tourniquet di atas lokasi vena ± 5–10 cm (tergantung usia
anak)
(6) Melakukan desinfeksi lokasi yang akan di pasang wing
needle dengan cara mengusapkan kapas alkohol,
melingkar dari dalam ke luar
(7) Membuka penutup wing needle lalu menusukkannya ke
pembuluh darah vena yang telah dipilih dengan lubang
jarum menghadap ke atas
(8) Mengamati apakah tampak darah mengalir keluar dari
wing needle, apabila tidak keluar darah dari wing needle
maka dilakukan pemasangan wing needle di bagian
pembuluh darah vena yang lain, apabila sudah keluar
darahnya maka wing needle di tutup kembali.
(9) Segera membuka kembali tourniquet
(10) Memfiksasi wing needle ke tangan anak dengan plester
dengan cara melekatkan plester di batas wing needle
yang masuk ke dalam vena
k) Menunggu selama 5 menit sambil memastikan jalan napas
tidak tersumbat
l) Memberikan oksigen melalui face mask 2 ml/menit

25
m) Menurunkan suhu tubuh dengan melepaskan pakaian anak
lalu mengompres memakai air biasa atau hangat, dengan
cara :
(1) Mengisi air dalam waskom kemudian mencelupkan
handuk ke dalam waskom lalu di peras
(2) Mengompreskan handuk basah di seluruh tubuh terutama
pelipatan ketiak kanan-kiri, pelipatan paha dan dahi
(3) Memberikan antipiretik parasetamol sirup dosis 10 – 15
mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari atau obat antipiretik
lain seperti ibuprofen dosis 5 – 20 mg/kgBB/kali, 3 – 4
kali sehari, bila anak sudah tidak kejang .
n) Mengawasi tanda-tanda gangguan pernafasan dengan
menghitung jumlah pernafasan dalam satu menit, melihat
ada tidaknya tarikan dinding dada, melihat ada tidaknya
pernafasan cuping hidung
o) Apabila kejang teratasi maka dilanjutkan pemberian
fenobarbital secara IV langsung setelah kejang berhenti
dengan dosis awal :

(1) bayi 1 bln - 1 thn : 50 mg


(2)> 1 tahun : 75 mg
(3)Dilanjutkan dengan dosis rumatan diberikan 4 jam
kemudian :

(a) Dua hari pertama 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2


dosis
(b) Hari berikutnya 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis
p) Apabila kejang belum teratasi maka ulangi pemberian
diazepam perektal atau IV seperti prosedur sebelumnya
q) Menunggu selama 5 menit sambil diulangi observasi pada
point 3 di atas

26
r) Apabila kejang belum teratasi juga maka diberikan phenitoin
dosis awal 10 – 20 mg/kgBB IV secara pelan-pelan 1
mg/kgBB/menit
s) Apabila kejang berhenti dengan phenitoin maka dilanjutkan
pemberian phenitoin dengan dosis 4 – 8 mg/kgBB/hari,
12 – 24 jam setelah dosis awal
t) Apabila kejang tidak teratasi dengan pemberian phenitoin,
merujuk rumah sakit dengan cara :
(1) Membuatkan surat rujukan ke RS sambil
memberitahukan kepada keluarga penderita bahwa
anak akan di rujuk ke rumah sakit oleh karena
pertolongan pertama yang dilakukan di puskesmas
belum berhasil : “ Bu pak, anak bapak / ibu harus
dirujuk ke RS..............., karena keadaannya semakin
memburuk dan untuk menanganinya dibutuhkan
peralatan serta obat-obatan yang belum tersedia
disini, apakah bapak / ibu setuju?” Bila setuju, kami
akan membuatkan surat rujukan ke RS yang
dituju.”Anak bapak / ibu akan kami antarkan ke RS
dengan menggunakan pusling”
(2) Memasang infus NaCl dengan cara :
(a) Menyiapkan cairan NaCl dan infus set kemudian
robek pembungkus infus set dan buka penutup NaCl
lalu tusukkan infus set ke ujung botol cairan dalam
posisi tegak lurus lalu kaitkan cairan ke tiang infus
(b) Membuka klem infus dengan memutar rel klem ke
arah bawah secara perlahan agar cairan masuk ke
dalam slang infus sementara ujung slang infus di
pegang dengan tangan yang lain sehingga cairan
infus keluar kemudian memutar rel klem ke atas
agar cairan tidak lagi keluar

27
(c) Memasang ujung slang infus pada ujung wing
needle

(d) Mengatur tetesan cairan :

- BB 10 kg pertama 4ml/kgBB/jam
- BB 10 kg kedua 2ml/kgBB/jam
- BB 10 kg selanjutnya 1ml/kgBB/jam
- Misalnya berat badan 15 kg maka kebutuhan
cairan rumatan adalah (10x4) + (5x2) = 40+10 =
50 ml/jam
Tahap terminasi
· Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan
· Berpamitan dengan klien
· Membereskan dan kembalikan alat ketempat
semula
· Mencuci tangan
· Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan

28
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang
terutama dalam pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan kesehatan yang
bermutu dan aman.
Peran-peran perawat dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit dapat
dirumuskan antara lain sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi
standar pelayanan dan SOP yang telah ditetapkan; menerapkan prinsip-prinsip etik
dalam pemberian pelayanan keperawatan; memberikan pendidikan kepada pasien
dan keluarga tentang asuhan yang diberikan; menerapkan kerjasama tim kesehatan
yang handal dalam pemberian pelayanan kesehatan; menerapkan komunikasi yang
baik terhadap pasien dan keluarganya, peka, proaktif dan melakukan penyelesaian
masalah terhadap kejadian tidak diharapkan; serta mendokumentasikan dengan
benar semua asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga.
B. SARAN
Adapun saran untuk para perawat yang mengaplikasikannya di lingkungan rumah
sakit agar selalu mengutamakan keselamatan pasien berdasarkan procedure yang
telah di tentukan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.(2006). Konsensus


Penatalaksanaan Kejang Demam.

Knudsen FU. Rectal Administration of Diazepamin Solution in The Acute Treatment of


Convulsion in Infants and Children.

Soetomenggolo TS. (1999). Buku Ajar Neurologi Anak.

Fukuyama Y, dkk. Practical Guidelines for Fhysician in The Management of Febrile


Seizures.

Depkes RI. Prosedur Perawatan Dasar.

30

Anda mungkin juga menyukai