Anda di halaman 1dari 16

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(Universitas Kristen Krida Wacana)


Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

Kepaniteraan Klinik
Stase Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran UKRIDA
SMF KULIT KELAMIN
Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya H.S Samsoeri Mertojoso

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn C
Jenis Kelamin : laki-laki
Umur : 42 tahun
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : Pegawai negeri
Status Perkawinan :-

II. ANAMNESA
Dilakukan dengan alloanamnesa pada 21 Agustus 2019

Keluhan Utama
Bercak merah pada dada dan semakin luas sejak 1 hari.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang dengan keluhan bercak merah pada dada sejak 1 hari yang lalu.bercak
merah tersebut disertai rasa gatal dirasakan sepanjang waktu. Bercak juga terdapat pada
tangan dan leher bagian kanan serta punggung. pasien mengaku, bercak merah dirasakan
meluas usai makan kepiting 2 hari yang lalu. selain itu, pasien juga menyangkal
menggunakan perhiasan seperti kalung maupun gelang ,pasien juga tidak mengalami batuk
dan pilek. Bercak merah yang timbul tidak disertai bercak putih dan tidak tampak bersisik.
pasien menyangkal rasa nyeri pada area bercak merah. pasien mengaku tidak memiliki
riwayat alergi makanan dan obat-obatan. Riwayat kontak dengan bahan bahan kimia pun
disangkal oleh pasien , riwayat keluarga pasien tidak memiliki penyakit keturunan seperti
asma , alergi dan kencing manis . pasien mengaku mempunyai darah tinggi dan minum obat
darah tinggi secara rutin. Pasien mengeluhkan pertama kali mengalami hal seperti ini

1
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit pasien saat ini.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga pasien yang sedang menderita penyakit yang sama dengan pasien
saat ini

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
 THT :
- Telinga : Normotia, sekret (-),
- Hidung : Bentuk normal, sekret (-), septum deviasi (-)
- Orofaring : Tonsil T1-T1, Faring nonhiperemis, deviasi uvula (-)
 Leher : Bentuk normal, pembesaran KGB (-)
 Thorax :
Paru : suara dasar napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : BJ 1 dan 2 murni reguler, murmur (-), gallop(-)
 Abdomen : Bising usus (+) , nyeri tekan (-)
 Ekstremitas : akral hangat, tidak ada udem

Status Dermatologikus
Lokasi : Posterior brachialis dan antebrachia sinistra, femoralis anterior sinistra
Penyebaran : Regional
Efloresensi : Urtika eritema berbatas tegas ukuran 5x10 cm bentuk numular hingga plakat.

2
IV. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan darah lengkap
 Pemeriksaan urin
 Pemeriksaan kadar IgE total
 Uji tusuk kulit

V. RESUME
Os datang dengan keluhan pruritus disertai urtika eritema pada ekstremitas
sinistra sejak 1 hari yang lalu. Urtika berukuran 5x10 cm. Pruritus berkurang ketika
urtika terkena air. Os mengaku, urtika eritema dirasakan meluas usai makan ikan laut 1
hari yang lalu. Selain itu, os juga mengalami batuk dan pilek. Urtika eritema tidak
disertai vesikel, papul, nodul atau bentuk lesi kulit lain. Os menyangkal rasa nyeri dan
tidak memiliki alergi.
Status generalis pasien dalam batas normal. Pada pemeriksaan dermatologis
diperoleh : Urtika eritema berbatas tegas bentuk nummular hingga plakat tersusun
polisiklik.

VI. DIAGNOSIS BANDING


Urtikaria akut
Vaskulitis urticarial
Dermatitis atopik

3
VII. DIAGNOSIS KERJA
Urtikaria akut

VIII. TATALAKSANA
Medikamentosa
- Antihistamin : Loratadine tablet 1 x 10 mg malam hari
- Antibiotik : Amoksisilin tablet 3 x 500 mg
- Mukolitik : Ambroxol tablet 3 x 30 mg

Non-Medikamentosa
 Edukasi
o Hindari makanan yang berpotensi menyebabkan alergi, makanan laut, kacang-
kacangan serta makanan yang selama ini tidak dikonsumsi
o Hindari kelelahan fisik dan mental
o Hindari penggunaan pakaian terlalu ketat dan cuaca panas

IX. PROGNOSIS
ad vitam : Bonam
ad functionam : Bonam
ad sanationam : Bonam

4
TINJAUAN PUSTAKA
URTIKARIA

Definisi
Urtikaria adalah reaksi vascular pad akulit ditandai dengan adanya edema setempat
yang cepat timbul dan hilang perlahan-lahan namun berwarna pucat dan kemerahan.1,2 Lesi
umumnya akan diikuti oleh halo kemerahan dan disertai rasa gatal yang berat, rasa tersengat
dan tertusuk.1 Pada umumnya individu akan muncul setelah 30 menit, dan dapat bertahan hinga
36 jam. Ukuran urtika yang terjadi bisa kecil mulai ukuran millimeter hingga 6-8 inch (giant
urticaria).2
Angioedema adalah reaksi yang menyerupai urtikaria namun terjadi pada lapisan kulit
yang lebih dalam, dan secara klinis ditandai dengan pembengkakan jaringan.1 Kulit bagian atas
yang jaringannya mengalami angioedema dapat kemerahan namun bisa juga normal. 2 Rasa
gatal tidak lazim terdapat pada angioedema, lebih sering terasa seperti terbakar.1,2

Anatomi Kulit
Kulit merupakan organ terbesar yang ada pada tubuh manusia. Kulit yang tidak
berambut disebut dengan kulit glabarosa. Kulit glabarosa memiliki kaya akan kelenjar keringat
namun miskin kelenjar sebasea. Pada tangan dan kaki, ada bagian kulit yang memiliki tekstur
unik disebut dengan dermatoglyphics. Kulit memiliki fungsi yaitu sebagai perlindungan fisik,
perlindungan imunologi, ekskresi, pengindera, pengaturan suhu tubuh, pembentukan vitamin
D, dan kosmetis.3
Kulit memiliki 3 lapisan yaitu epidermis, dermis dan subkutis. Lapisan epidermis
tersusun atas keratinosit yang penyusun terbesarnya. Terdapat 5 lapisan penyusun epidermis
yaitu stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum, stratum
korneum. stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum disebut sebagai stratum
malphigi.3
Stratum basale lapisan structural yang disebut BMZ (Basal Membrane Zone). Lapisan
keratinosit pada BMZ disebut hemidesmosom. Terdapat beberapa jenis hemidesmosom seperti
BPAg dan Integrin. Sitoskeleton memberikan kekuatan pada keratinosit untuk menahan gaya
mekanik pada kulit. Sitoplasma keratinosit banyak mengandung melanin, pigmen warna yang
tersimpan dalam melanosom. Melanosit akan mensintesis melanin yang berfungsi sebagai
pigmen warna kulit seseorang. Sifat melanin mampu menyerap sinat ultraviolet dari matahari
yang berbahaya bagi kulit dan dapat terjadi suatu mutase genetik.3 Sel merkel berfungsi sebagai

5
reseptor mekanik terutama berlokasi pada kulit dengan sensitivitas tinggi seperti kulit
glabarosa.
Stratum spinosum pada permukaan keratinosit stratum spinosum, ada lapisan
penyambung antar keratinosit yang disebut sebagai desmosom terdiri dari protein structural
seperti desmoglein dan desmokolin. Struktur ini memberikan kekuatan pada epidermis untuk
menahan trauma fisis dipermukaan kulit. Akantolisis adalah keadaan gangguan pada autoimun
sehingga desmosom tidak terbentuk. Pada stratum spinosum terdapat Lamellar Granules yang
berperan sebagai sawar lipid. Pada stratum spinosum dan stratum granulosum terdapat sel
langerhans dan sel dendritik yang berfungsi sebagai sel penyaji antigen.3
Pada stratum granulosum mengandung Keratohyaline Granules (KG) yang penting
untuk pembentukan CCE (Cornified Cell Envelope). Pada stratum granulosum terdapat
molekul filagin yang kelak dipecah menjadi molekul asam urokanat yang memberikan
kelembapan dan menyaring sinar ultraviolet. Locirin dan protein desmosome akan bergabung
membentuk sawar kulit pada stratum granulosum. Pada stratum korneum, CCE dari stratum
granulosum dan lipid yang dihasilkan oleh LG pada stratum spinosum akan mengalami
penataan yang dikiaskan sebagai Brick and Mortar.3
Dermis merupakan jaringan yang berada dibawah epidermis. Fungsinya sebagai
ketahanan kulit, termoregulasi, perlindungan imunologik dan ekskresi. Serabut kolagen
merupakan penyusun terbanyak lapisan dermis. Struktur pada dermis tersusun dan tertanam
dalam Ground Substrance yang terdiri dari Proteoglikans (PG) dan Glikosaminoglikans
(GAG). Fungsinya adalah menyerap dan mempertahankan air dalam jumlah besar sehingga
berperan mengatur cairan dalam kulit dan mempertahankan Growth Factor dalam jumlah
besar.3
Subkutis terdiri dari jaringan lemak yang mampu mempertahankan suhu tubuh dan
merupakan cadangan energi, juga menyediakan bantalan meredam trauma melalui permukaan
kulit. Adneksa kulit lapisan ini adalah rambut, kelenjar ekrin, dan apokrin. Folikel rambut
sering disebut sebagai unit pilosebasea. Rambut yang halus dan panjangnya kurang dari 1 cm
dan tidak berpigmen sebagai Velus yang terdapat pada seluruh tubuh kecuali kulit glabarosa.
Kelenjar ekrin ada juga pada lapisan dermis dan epidermis. Pada epidermis, disebut sebagai
akrosiringium. Pada dermis, terdapat bagian sekretoriknya dekat perbatasan dengan subkutis.
Kelenjar ini tersebar diseluruh tubuh kecuali pada ujung penis, klitoris dan bibir.3

6
Etiologi
Penyebab urtikaria sangat beragam, di antaranya obat, makanan dan food additive.
Infeksi dan infestasi, proses inflamasi, penyakit sistemik dan keganasan, proses autoimun dan
rangsangan fisik. Lebih dari 50% urtikaria kronis adalah idiopatik.1
Obat merupakan penyebab tersering urtikaria akut dan dapat menimbulkan urtikaria
secara imunologik maupun non-imunologik. Jenis obat yang sering menyebabkan urtikaria
adalah penisilin dan derivatnya, sulfonamide, analgesic, aspirin dan OAINS, ACE-inhibitor,
narkotik dan alcohol.1
Makanan juga merupakan penyebab urtikaria akut dan jenis makanan yang sering
dihubungkan dengan urtikaria adalah cokelat, makanan laut, telur, susu, kacang-kacangan,
tomat, stroberi, keju dan bawang. Sebagian kecil (<10%) urtikaria kronis disebabkan oleh food
additives misalnya ragi, salisilat, asam sitrat, asam benzoate, sulfit dan pewarna makanan.
Urtikaria akut dapat timbul akibat infeksi saluran nafas atas, terutama infeksi
streptokokus. Infeksi tonsil gigi, sinus, kantung empedu, prostat, ginjal dan saluran kemih dapat
menyebabkan urtikaria akut maupun kronis. Infeksi virus dan jamur pada kulit dan kuku juga
termasuk keadaan yang dapat menimbulkan urtikaria. Infestasi parasite termasuk infestasi
cacing, giardia, dan amuba perlu dipertimbangkan sebagai penyebab urtikaria di negara
berkembang. Pada negara tropis dianjurkan untuk menambahkan obat cacing pada pasien
urtikaria tanpa mempertimbangkan ada tidaknya eosinophilia. Tungau debu rumah merupakan
allergen yang sering dijumpai dan sensitivitas terhadap tungau debu rumah telah terbukti pada
pasien urtikaria kronis.1
Saat ini telah diketahui bahwa proses inflamasi kronis akibat berbagai penyakit juga
menimbulkan urtikaria. Hal tersebut dibuktikan pada gastritis, esophagitis, refluks dan
peradangan empedu.1
Berbagai rangsangan fisis juga dapat menimbulkan terjadinya urtikaria seperti suhu
panas dan dingin, sinar matahari, radiasi dan tekanan mekanis (dermofrafime, dan delayed
pressure urticaria). Jenis urtikaria ini seringkali disebut sebagai urtikaria fisik dan sebagian
ahli memisahkannya dalam golongan tersendiri.1

Epidemiologi
Urtikaria dan angioedema merupakan gangguan yang sering dijumpai. Faktor usia, ras,
dan jenis kelamin, pekerjaan, lokasi geografis dan musim memengaruhi jenis pajanan yang
akan dirasakan oleh seseorang.1 pada kelompok mahasiswa di United Kingdom, 15%-20%

7
melaporkan pernah mengalami urtikaria, dengan 1%-3% dari mahasiswa tersebut juga
mengalami angioedema yang memerlukan perawatan di rumah sakit.2
Urtikaria atau angioedema digolongkan akut apabila terjadi kurang dari 6 minggu, dan
termasuk urtikaria kronis bila terjadi lebih dari 6 minggu.1 pada umumnya kejadian dari
urtikaria akut disebabkan oleh reaksi dari pengobatan atau makanan dan pada anak-anak dapat
disebabkan karena adanya infeksi virus.2
Urtikaria kronis terjadi umumnya pada orang dewasa dengan perbandingan perempuan
: laki-laki 2:1. Sebagian besar anak-anak 85% yang mengalami urtikaria, tidak disertai dengan
angioedema. Sedangkan 40% dewasa yang mengalami urtikaria juga mengalami angioedema.
Sekitar 50% pasien urtikaria kronis sembuh dalam waktu 1 tahun, 65% sembuh dalam waktu
3 tahun dan 85% akan sembuh dalam waktu 5 tahun. Pada kurang dari 5% pasien lesi akan
menetap lebih dari 10 tahun.1

Patogenesis
Sel mast merupakan sel efektor utama dalam terbentuknya urtikaria dan angioedema,
walaupun sel lain juga berkontribusi dalam proses yang terjadi. Sel mast kulit mengikuti
fibronectin dan laminin melalui bagian paling akitf VLA b1 integrin yaitu VLA-3, VLA-4, dan
VLA-5 menuju vitronectin dengan bantuan αvβ3 integrin. Pada bagian sisi lainnya dari sel mast
kulit akan melepaskan histamin sebagai respon 48/80, C5a, morfin dan codein. Substansi
neuropeptide P (SP), vasoactive intestinal peptide (VIP) dan somatostatin, melakukan aktivasi
sel mast atau sekresi histamin. Penelitian mikrodialisis dermis menunjukkan aplikasi dari
substansi neuropeptide P tidak berkontribusi pada pelepasan histamin.2 Walaupun demikian
substansi tersebut berperan untuk memberiakn reaksi urtika pada epidermis yang diinduksi oleh
pelepasan histamin.1,2
Pada proses stimulasi yang terjadi pada sel mast, tidak semua produk biologis potensial
dihasilkan. Sebagai contoh, Substansi neuropeptide P (SP) akan melepaskan histamin dari sel
mast kulit di atas 10-6 M tetapi tidak memproduksi prostaglandin D2 (PGD2). Permeabilitas
pembuluh darah pada kulit terutama dihasilkan oleh reseptor histamin H1 (85%) dan sisanya
dilakukan oleh histamin H2.2
Pada penelitian terbaru, hipotesis yang ada mengenai infiltrasi seluler yang mengikuti
degranulasi sel mast menunjukkan bahwa pelepasan produksi dari sel mast seperti histamin,
leukotrien, sitokin, kemokin akan menyebabkan perubahan pada vasopermeabilitas,
peningkatan regulasi molekul adhesi pada sel endotel, dan perlekatan leukosit darah, serta akan
diikuti oleh kemotaksis dan migrasi sel transendotelial.2

8
Variasi bentuk urtikaria atau angioedema fisik telah memberikan pemahaman untuk
studi urtikaria atau angioedema yang memungkinkan untuk dilakukan pengamatan respons
secara klinis yang timbul, pemeriksaan spesimen biopsi kulit normal dan juga yang mengalami
lesi, pengujian mediator kimia yang dilepaskan ke dalam darah atau jaringanr. Pemeriksaan
antigen spesifik intrakutan pada individu yang telah diketahui mengalami alergi memberikan
model penelitian untuk menganalisis peran imunoglobulin (Ig) E dan interaksinya dengan sel
mast. Dalam penelitian, bagian kulit yang dilakukan penelitian menunjukkan respons yang
biphasic, dengan hasil adanya reaksi wheal-and-flare yang terjadi sementara, pruritik,
erythematous yang diikuti oleh adanya area pembengkakan, dan berbatas tegas yang bertahan
hingga 24 jam. Hal ini adalah respon fase akhir dengan keterlibatan variabel neutrofil,
eosinophil, monosit, sejumlah kecil basofil, serta limfosit T-CD4 dari subkelas TH2.2

Urtikaria Akut
Urtikaria alergi akut adalah reaksi alergi yang dimediasi IgE yang terkait dengan
anafilaksis sistemik. Pada pasien ini umumnya adalah pasien dengan keadaan atopik.
Anafilaksis sistemik adalah manifestasi yang jarang tetapi serius. Reaksi kecil yang dimediasi
IgE mungkin hanya muncul sebagai urtikaria tanpa gejala sistemik. Respons ini dapat dipicu
oleh sengatan serangga, obat-obatan, produk darah, lateks dan oleh berbagai makanan,
misalnya, ikan, susu, kacang-kacangan, kacang-kacangan, kulit, telur, kentang, seledri,
peterseli, atau rempah-rempah. Urtikaria akut juga dapat disebabkan oleh infeksi virus atau
bakteri, konsumsi obat-obatan seperti antibiotik atau obat antiinflamasi non-steroid atau
adanya suatu penyakit tiroid, tetapi seringkali tidak ada penyebab atau hubungan yang
ditemukan. Aspirin adalah satu-satunya penyebab urtikaria pada beberapa orang dan
memperburuk penyakit pada 50% pasien. Mekanismenya nonimunologis, tetapi mekanisme
pastinya belum ditentukan. Obat anti inflamasi non-steroid lainnya mungkin berperilaku
dengan cara yang sama. Kodein dan morfin melepaskan histamin dari sel mast.4

Gambaran Klinis
Rasa gatal yang hebat hampir merupakan keluhan subjektif urtikaria, dapat juga timbul
rasa terbakar atau rasa tertusuk. Secara klinis tampak lesi urtika (eritema dan edema) dengan
berbagai bentuk dan ukuran. Kadang bagian tengah lesi tampak lebih pucat, bila urtika terlihat
dengan bentuk popular, patut dicurigai adanya gigitan serangga atau sinar ultraviolet sebagai
faktor pencetus.1

9
Bila lesi melibatkan jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan subkutis atau
submucosa akan terlihat edema dengan batas difus dan disebut angioedema. Rasa gatal
umumnya tidak dijumpai pada angioedema namun terdapat rasa terbakar. Angioedema sering
dijumpai pada kelopak mata dan bibir. Bila angioedema terjadi di mukosa saluran nafas dapat
terjadi sesak nafas, suara serak dan rhinitis.
Urtikaria akibat tekanan mekanis dapat dijumpai pada tempat yang tertekan pakaian misalnya
di sekitar pinggang, bentuknya sesuai dengan tekanan yang menjadi penyebabnya. Pada pasien
seperti ini, uji dermografisme menimbulkan lesi urtika yang linier pada kulit setelah digores
dengan benda tumpul.1
Urtikaria kolinergik memberikan gambaran klinis yang khas yaitu dnegan ukuran kecil 2-3 m,
folikular dan dipicu oleh peningkatan suhu tubuh akibat latihan fisik, suhu lingkungan yang
sangat panas dan emosi. Urtikaria kolinergik terutama dialami oleh remaja dan dewasa muda.1

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada urtikaria terutama ditujukan untuk mencari penyebab
utama atau pemicu urtikaria. Adapun pemeriksaan perlu dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah rutin, urin dan feses untuk mengetahui adanya infeksi yang
tersembunyi atau kelainan alat dalam.
b. Pemeriksaan kadar IgE total dan eosinophil untuk mencari kemungkinan kaitannya
dengan faktor atopi.
c. Pemeriksaan gigi, THT dan usapan genitalia interna wanita untuk mencari fokus
infeksi.
d. Uji tusuk kulit terhadap berbagai makanan dan inhalan.
e. Uji serum autolog dilakukan pada pasien urtikaria kronis untuk membuktikan adanya
urtikaria kronis.
f. Uji dermografisme dan uji dengan es batu untuk mencari penyebab fisik.
g. Pemeriksaan histopatologis kulit perlu dilakukan bila terdapat kemungkinan urtikaria
sebagai gejala vasculitis atau mastositosis.

Diagnosis
Diagnosis bersifat klinis karena pasien mungkin tidak memiliki lesi yang terlihat ketika
dinilai:2
 Anamnesa awal dengan pasien akan memberikan informasi mengenai keluhan yang
dirasakan pasien.4

10
 Jika tidak ada indikator spesifik dalam riwayat pada pasien, pemeriksaan yang
disarankan adalah hitung darah lengkap, laju endap darah, dan analisis urin.4
 Jika anamnesis menunjukkan urtikaria fisik, challenge test harus dilakukan untuk
memastikan diagnosis. Pemeriksaan klinis harus dilakukan pengujian untuk
dermographism. Tes rutin untuk alergi makanan langsung seperti prick test tidak
diindikasikan, tetapi dapat dilakukan untuk menyelidiki alergen makanan yang
dicurigai dalam riwayat pasien. Jika pasien sangat mencurigai faktor diet, challenge test
terkontrol plasebo terhadap aditif makanan dapat dilakukan, dan hasil positif
dikonfirmasikan dengan challenge test ulang, atau diet pseudoallergen rendah dapat
dicoba selama 4-6 minggu untuk mengetahui respons. Jika dicurigai defisiensi C1INH
inhibitor, level plasma C4 adalah tes skrining untuk angioedema herediter. Pengobatan
HAE tidak tercakup.4

Tabel 1. Klasifikasi urtikaria.5


Grup Sub Grup Keterangan
Urtikaria akut Wheal spontan < 6 minggu
Urtikaria spontan
Urtikaria kronik Wheal spontan > 6 minggu
Urtikaria kontak dingin Faktor pencetus : udara/air/angina/dingin
Delayed pressure urticarial Faktor pencetus : tekanan vertical
Urtikaria kontak panas Faktor pencetus : panas yang terlokalisir
Urtikaria Fisik Urtikaria solaris Faktor pencetus : UV dan atau sinar tampak
Urtikaria factitial urtikaria Faktor pencetus : kekuatan mekanis
dermografik
Urtikaria/angioedema fibratori Faktor pencetus : pneumatic hammer
Urtikaria angiogenik Faktor pencetus : air
Urtikaria kolinergik Dicetuskan oleh naiknya tempratur tubuh
Kelainan Urtikaria kontak Dicetuskan oleh kontak dengan bahan yang bersifat
urtikaria lain urtikariogenik
Urtikaria yang diinduksi oleh Faktor pencetus : latihan fisik
latihan

Evaluasi pasien dengan urtikaria / angioedema dimulai dengan anamnesis yang


komprehensif. Penekanan khusus pada penyebab yang dikenali, dan pemeriksaan fisik.
Varietas urtikaria dapat diidentifikasi dengan efloresensi yang khas, seperti wheals kecil
dengan urtika eritematosa besar urtikaria kolinergik, wheals linier dalam dermographism, dan
terlokalisasinya lesi ke area yang terpapar urtikaria yang diinduksi oleh cahaya atau dingin.

11
Jika pada anamnesis dicuragai adanya suatu faktor penyebab maka pemeriksaan fisik pada
pasien dengan urtikaria mencakup tes urtikaria fisik, seperti stroke cepat untuk memperoleh
dermografi, penggunaan berat untuk mendapatkan urtikaria tekanan tertunda, dan penerapan
stimulus dingin atau hangat untuk urtikaria yang diinduksi dingin dan urtikaria panas lokal,
masing-masing. Olaharaga seperti berlari dapat menimbulkan urtikaria kolinergik serta dalam
beberapa kasus, anafilaksis yang disebabkan oleh olahraga.2
Pada urtikaria yang telah terjadi selama berhari-hari atau berminggu-minggu pada suatu
waktu (tetapi kurang dari 6 minggu) atau terjadi berulang pada interval yang sama, harus
dipikirkan bahwa ada suatu reaksi alergi (dimediasi IgE) terhadap makanan atau obat.
Pengujian kulit dapat menguatkan dugaan adanya suatu hipersensitivitas yang dimediasi IgE
terhadap makanan atau dapat memberikan bukti untuk riwayat yang tidak diungkapkan pada
anamnesis. Penyebab urtikaria non-IgEmediated adalah reaksi buruk terhadap NSAID dan
opiat. Pada semua keadaan ini dapat dikaitkan dengan angioedema yang terjadi bersamaan
atau, lebih jarang, hadir hanya dengan adanya angioedema tanpa adanya urtikaria. Pada usia
anak-anak urtikaria akut terjadi diakibatkan oleh penyakit virus. Mekanisme infeksi tidak jelas
dan penyebabnya seperti bakteri seperti Streptococcus dapat menginduksi urtikaria juga, tetapi
tidak ada bentuk yang terjadi pada orang dewasa kecuali urtikaria yang berhubungan dengan
mononukleosis menular (virus Epstein-Barr) atau sebagai prodromal untuk infeksi hepatitis B.2
Dalam keadaan pasien dengan urtikaria berlangsung mulai dari 4 jam hingga 24 jam
dan menghilang dengan sendirinya. Jika gatal-gatal bertahan kurang dari 2 jam, penyebabnya
biasanya urtikaria fisik, yang paling umum adalah dermatografisme, urtikaria kolinergik, dan
urtikaria dingin. Pengecualian utama adalah urtikaria tekanan tertunda, di mana lesi biasanya
berlangsung 12-36 jam dan pertama kali muncul 3-6 jam setelah rangsangan awal. Setelah
urtikaria berlanjut selama lebih dari 6 minggu (terutama jika ada selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun) maka urtikarianya adalah suatu urtikaria kronis. Istilah urtikaria spontan
kronis telah digunakan baru-baru ini untuk menghilangkan kebingungan dengan urtikaria fisik.
Urtikaria kronis dibagi menjadi urtikaria idiopatik kronis yang penyebabnya belum ditemukan
dan urtikaria autoimun kronis. Angioedema menyertai urtikaria kronis pada 40% kasus dan
lebih bermasalah pada subkelompok autoimun. Pembengkakan yang berhubungan dengan
urtikaria kronis dapat memengaruhi tangan, kaki, mata, pipi, bibir, lidah, dan faring, tetapi tidak
pada laring. Ketika angioedema hadir tanpa adanya antigen yang dapat diidentifikasi atau
stimulus eksogen, entitas utama yang perlu dipertimbangkan adalah defisiensi C1 INH
(herediter atau didapat) dan angioedema idiopatik. Sekitar 0,5% pasien memiliki vaskulitis
urtikaria dengan purpura teraba atau stigmata lain dari kemungkinan vaskulitis, seperti demam,

12
peningkatan laju sedimentasi, petekia atau purpura, peningkatan jumlah sel darah putih, atau
lesi dengan durasi yang tidak biasa (36-72 jam).2 Pada PERDOSKI tahun 2017, kriteria
diagnosa urtikaria sebagai berikut :5
1. Anamnesis meliputi:
 Waktu mulai munculnya urtikaria (onset)
 Frekuensi dan durasi wheals
 Variasi diurnal
 Bentuk, ukuran, dan distribusi wheals
 Apakah disertai angioedema
 Gejala subjektif yang dirasakan pada lesi, misal gatal dan nyeri
 Riwayat keluarga terkait urtikaria dan atopi
 Alergi di masa lampau atau saat ini, infeksi, penyakit internal, atau penyebab lain
yang mungkin
 Induksi oleh bahan fisik atau latihan fisik (exercise)
 Penggunaan obat (NSAID, injeksi, imunisasi, hormon, obat pencahar (laxatives),
suppositoria, tetes mata atau telinga, dan obat-obat alternatif)
 Makanan
 Kebiasaan merokok
 Jenis pekerjaan
 Hobi
 Kejadian berkaitan dengan akhir pekan, liburan, dan perjalanan ke daerah lain
 Implantasi bedah
 Reaksi terhadap sengatan serangga
 Hubungan dengan siklus menstruasi
 Respon terhadap terapi
 Stres
 Kualitas hidup terkait urtikaria
2. Pemeriksaan fisik akan ditemukan urtikaria ditandai secara khas oleh timbulnya urtika
dan atau angioedema secara cepat. Urtika terdiri atas tiga gambaran klinis khas, yaitu:
 Edema di bagian sentral dengan ukuran bervariasi, hampir selalu dikelilingi oleh
eritema,
 Disertai oleh gatal atau kadang sensasi seperti terbakar, dan
 Berakhir cepat, kulit kembali ke kondisi normal biasanya dalam waktu 1-24 jam.

13
3. Tes dermografisme (terapi antihistamin harus dihentikan setidaknya 2-3 hari dan terapi
immunosupresi untuk 1 minggu).

Diagnosis Banding
Diagnosis banding utama urtikaria adalah urtikaria vaskulitis. Pada keadaan ini, weals
bertahan 3-7 hari dengan rasa terbakar, menyakitkan atau gatal, purpura, urtikaria, dan kadang-
kadang disertai dengan adanya bula. Angioedema yang tampak memar mengarah pada
vaskulitis urtikaria yang seringkali tidak responsif terhadap antihistamin. Gangguan autoimun
seperti lupus erythematosus harus dipertimbangkan pada pasien dengan vaskulitis urtikaria
yang dikonfirmasi.4
Diagnosis banding lainnya termasuk kondisi kulit inflamasi akut pada fase awal, seperti
dermatitis kontak akut, eritema multiforme, dan erupsi prebullous. Pada tahap awal penyakit
radang ketika pembengkakan dapat berfluktuasi, kondisi seperti dermatitis kontak akut dan
penyakit kolagen vaskular termasuk lupus erythematosus dan dermatomiositis dan cheilitis
granulomatosa mungkin dikacaukan dengan angioedema.4

Tatalaksana
Hal terpenting dalam tatalaksana dari urtikaria adalah indetifikasi penyebab dan
eliminasi faktor pencetus. Pasien juga harus dijelaskan mengenai pentingnya menghindari
alcohol, kelelahan fisik dan mental, tekanan kulit misalnya penggunaan pakaian yang terlalu
kekat. Asian Consesnsus Guideline yang diajukan oleh AADV pada tahun 2011 merumuskan
tatalaksana urtikaria kronis dengan menggunakan antihistamin H1 non-sedasi yaitu
- Antihistamin H1 non-sedasi (AH1-ns) bila gejala menetap selama 2 minggu
- AH1-ns dengan dosis ditingkatkan sampai 4x bila gejala menetap setelah 1-4
minggu
- AH1 sedasi atau AH1-ns golongan lain + antagonis leukotriene bila terjadi
eksaserbasi gejala tambahkan kortikosteroid sistemik 3-7 hari
- Bila gejala menetap setelah 1-4 minggu, tambahkan siklosporin A, AH2, dapson,
omalizumab
- Eksaserbasi di atasi dengan kortikosteroid sistemik 3-7 hari
Terapi lini pertama untuk urtikaria adalah antihistamin H1 generasi baru (non sedasi)
yang dikonsumsi secara teratur bukan hanya ketika lesi muncul. Pemberian ini harus
dipertimbangkan usia, staus kehamilan, status kesehatan dan respon individu. Bila gejala
menetap setelah 2 minggu pemberian makan diberikan terapi lini kedua yaitu dosis AH1-ns

14
dinaikkan, dapat mencapai 4x dosis biasa dengan mempertimbangkan ukuran tubuh pasien.
Bila gejala menetap setelah 1-4 minggu, dianjurkan untuk menggunakan terapi lini ketiga yaitu
mengubah menjadi AH1 sedasi atau AH1-ns golongan lain ditambah dengan antagonis
leukotriene misalnya zafirlukast atau montelukast.1,2,4
Dalam terapi lini ketiga ini, bila muncul eksaserbasi lesi, dapat diberikan kortikosteroid
sistemik (dosis 10-30 mg prednisone) selama 3-7 hari. Bila gejala menetap setelah 1-4 minggu,
makan diberikan terapi lini keempat yaitu penambahan antihistamin H2 dan imunoterapi.
Eksaserbasi lesi yang terjadi selama terapi lini keempat diberikan prednisone dengan dosis
sama seperti lini ketiga.1,2,4
Dalam tatalaksana urtikaria selain diberikan terapi sistemik juga dianjurkan untuk
diberikan terapi topical untuk mengurangi gejala gatal yang terjadi berupa bedak kocok atau
lotio yang mengandung mentol 0,5-1,0% atau kalamin. Pada urtikaria yang luas disertai dengan
angioedema perlu dilakukan rawat inap dan selain pemberian antihistamin juga diberikan
kortikosteroid sistemik metilprednisolone dosis 40-200 mg dalam waktu yang singkat. Bila
terdapat gejala syok anafilaktik, dilakukan tatalaksana protocol syok termasuk pemberian
epinefrin 1:1000 sebanyak 0,3 mL IM setiap 10-20 menit sesuai kebutuhan.1
Pasien juga perlu untuk diberikan edukasi mengenai penyakit yang diderita. Pada
pasien dengan riwayat urtikaria tanpa adanya faktor pencetus maka pasien perlu diberikan
pemahaman bahwa kasus tersebut bukan suatu alergi. Urtikaria spontan tanpa adanya penyakit
lain yang menyertai bukanlah suatu penyakit yang fatal, ganas, menular dan tidak bisa
disembuhkan. Walaupun demikian, setiap pasien urtikaria dapat mengalami perburukan ketika
onset terjadinya sudah lebih dari 6 minggu, yang dapat dikatakan adalah suatu urtikaria kronis.
Ketka sudah menjadi urtikaria kronis, pada 50% epidemiologi akan bertahan dan berulang
selama 1 tahun.4
Pemeriksaan untuk mengetahui penyebab dari urtikaria perlu dilakukan, namun pasien
harus dijelaskan bahwa pemeriksaan tersebut bukan untuk mengobati tapi untuk mencari
penyebabnya. Pasien yang mengkonsumsi obat rutin golongan ACE-inhibitor dan NSAID
terutama aspirin, histamin liberators seperti codein perlu dikonsultasikan ke bagian terkait
karena obat-obatan tersebut memiliki efek samping menimbulkan urtikaria.4
Percobaan makan yang diduga sebagai faktor allergen dapat diberikan dengan
persetujuan pasien. Pada kasus lain, diet makanan yang diduga sebagai allergen harus dihindari
untuk mencegah terjadinya eksaserbasi pada urtikaria. Pada pasien lainnya, menjaga tubuh
tetap dingin, mandi dengan air dingin, memberikan calamine cream atai pelembab mentol dapat
mengurangi keluhan gatal yang dirasakan.4

15
Prognosis
Memiliki prognosis yang baik, karena penyebabnya telah diketahui dan cara
pencegahannya adalah dengan menghindari faktor pencetusnya. Urtikaria kronis sebaliknya,
merupakan suatu tantangan bagi tenaga kesehatan dan juga pasien karena membutuhkan
penanganan yang komprehensif untuk mencari penyebab dan menentukan jenis
pengobatannya. Walaupun umumnya tidak mengancam jiwa, namun dampaknya terhadap
kualitas hidup pasien sangat besar. Urtikaria yang luas atau disertai dengan angioedema
merupakan kegawatdaruratan dalam ilmu kesehatan kulit dan kelamin sehingga membutuhkan
penanganan yang tepat menurunkan mortalitas.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Aisah S, Effendi EH. Urtikaria dan angioedema. Dalam : Menaldi SL, Bramono K,
Indriatmi W. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 7. Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : 2017. H. 311-5
2. Kaplan AP. Urticaria and angioedema. Dalam : Goldsmith LA, Katz S, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffel D, Wolff K. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine.
8th edition. Volume 1. Philadhelphia : McGrawHill ; 2012. p. 414-30
3. Rihatmaja R. Anatomi dan faal kulit. Dalam : Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi
W. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 7. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : 2017. H 3-7
4. Lawlor F, Black AK. Urticaria. Dalam : Katsambas AD, Lotti T, Dessinioti C,
Massimilliano A. European handbook of dermatological treatments. 3rd edition.
London : Spinger Heidelberg ; 2015. p. 997-1003
5. PERDOSKI. Pandun praktik klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di
Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia ;
2017. h. 241-6

16

Anda mungkin juga menyukai