Pengaruh pH dan Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
II. Hari, Tanggal Percobaan :
Kamis, 19 September 2019
III. Tujuan Percobaan :
Membuktikan Bahwa pH dan Konsentrasi Enzim Mempengaruhi Aktivitas
Enzim
IV. Dasar Teori
A. Pengertian Enzim Enzim merupakan biokatalisator yang diproduksi oleh jaringan makhluk hidup digunakan untuk mengkatalisis reaksi yang terdapat pada makhluk hidup dan dapat meningkatkan laju reaksi yang terdapat pada jaringan. Enzim juga dapat dikaitkan sebagai unit fungsional dari metabolisme sel, bekerja dengan urutan tertentu, mengkatalisis reaksi bertahap yang berjumlah hingga ratusan yang menyimpan dan mentransformasikan energi kimiawi dan membuat makromolekul dari prekursor yang sederhana (Lehninger, 1990). Enzim adalah biomolekul berupa protein berbentuk bulat (globular), yang terdiri atas satu rantai polipeptida atau lebih dari satu rantai polipeptida (Wirahadikusumah, 1989). Keunggulan enzim sebagai biokatalisator antara lain memiliki spesifitas tinggi, mempercepat reaksi kimia tanpa pembentukkan produk samping, produktivitas tinggi dan dapat menghasilkan produk akhir yang tidak terkontaminasi sehingga mengurangi biaya purifikasi dan efek kerusakan lingkungan (Chaplin and Bucke, 1990). B. Klasifikasi Enzim 1. Berdasarkan tempat bekerjanya enzim dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Endoenzim, disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim yang bekerja di dalam sel. b. Eksoenzim, disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang bekerja di luar sel. 2. Berdasarkan cara terbentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Enzim konstitutif, yaitu enzim yang jumlahnya dipengaruhi kadar substratnya, misalnya enzim amilase. b. Enzim adaptif, yaitu enzim yang pembentukannya dirangsang oleh adanya substrat, contohnya enzim β-galaktosidase yang dihasilkan oleh bakteri E.coli yang ditumbuhkan di dalam medium yang mengandung laktosa (Lehninger, 1982). 3. Berdasarkan pada jenis reaksi yang dikatalisis, keenam golongan enzim tersebut yaitu: a. Oksido-reduktase Enzim yang berperan dalam reaksi oksidasi- reduksi. Enzim yang termasuk dalam golongan ini ada dua yaitu dehidrogenase dan oksidase. Contoh enzim dehidrogenase yaitu: alkohol dehidrogenase dan glutamat dehidrogenase. Contoh enzim oksidase yaitu: glukosa oksidase dan glisin oksidase b. Transferase Enzim yang berperan dalam reaksi pemindahan gugus tertentu. Contoh enzim yang termasuk golongan ini adalah metiltransferase, hidroksimetiltransferase dan aminotransferase. c. Hidrolase Enzim yang berperan dalam reaksi hidrolisis. Ada tiga jenis enzim hidrolase, yaitu jenis yang memecah ikatan ester, memecah glikosida, dan yang memecah ikatan peptida. Contoh enzim hidrolase yaitu esterase, lipase, amilase, aminopeptidase, karboksipeptidase, pepsin, tripsin, dan kimotripsin. d. Liase Enzim yang termasuk golongan ini mempunyai peranan penting didalam reaksi pemisahan suatu gugus dari suatu substrat (bukan cara hidrolisis) atau sebaliknya. Contoh enzim golongan ini yaitu: dekarboksilase, aldolase, dan hidratase. e. Isomerase Enzim yang termasuk dalam golongan ini bekerja pada reaksi perubahan intramolekular misalnya reaksi perubahan glukosa menjadi fruktosa. Contoh : ribulosafosfat epimerase, dan glukosafosfat isomerase. f. Ligase Enzim yang berperan pada reaksi penggabungan dua molekul, oleh karenanya enzim-enzim tersebut juga dinamakan sintetase. Ikatan yang terbentuk adalah ikatan C-O, C-S, C-N, atau C-C. Contoh: glutamin dan piruvat karboksilase (Poedjadi, 1994). C. Sifat Katalitik Enzim Sifat-sifat katalitik dari enzim ialah sebagai berikut: 1. Enzim mampu meningkatkan laju reaksi pada kondisi biasa (fisiologik) dari tekanan, suhu dan pH. 2. Enzim mempunyai selektifitas tinggi terhadap substrat (substansi yang mengalami perubahan kimia setelah bercampur dengan enzim) dan jenis reaksi yang dikatalisis. 3. Enzim memberikan peningkatan laju reaksi yang tinggi dibanding dengan katalis biasa (Page, 1989). D. Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim. Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah sebagai berikut: 1. Suhu Enzim dapat mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel hidup. Dalam batas-batas suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim 7 akan meningkat seiring dengan naiknya suhu. Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu optimum (Rodwell, 1987). Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan enzim terdenaturasi (Poedjiadi, 1994). Pada suhu 0oC, enzim menjadi tidak aktif dan dapat kembali aktif pada suhu normal (Lay dan Sugyo, 1992).
Gambar 1. Hubungan aktivitas enzim dengan suhu (Rodwell, 1987).
2. pH Enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya, terutama gugus terminal karboksil dan gugus terminal amino. Perubahan kereaktifan enzim diperkirakan merupakan akibat dari perubahan pH lingkungan (Winarno, 1989).
Gambar 2. Hubungan kecepatan reaksi dengan pH (Winarno, 1989).
3. Konsentrasi Enzim Semakin tinggi konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan meningkat hingga batas konsentrasi tertentu. Namun, hasil hidrolisis substrat akan konstan dengan naiknya konsentrasi enzim. Hal ini disebabkan penambahan enzim sudah tidak efektif lagi (Reed, 1975).
Gambar 3. Hubungan laju reaksi dengan konsentrasi enzim (Reed,
1975). 4. Konsentrasi Substrat Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasi substrat. Kecepatan reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat meningkat. Peningkatan kecepatan reaksi ini akan semakin kecil hingga tercapai suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan konsentrasi subtrat hanya akan sedikit meningkatkan kecepatan reaksi (Lehninger, 1982). 5. Aktivator dan inhibitor Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katalisnya. Aktivator adalah senyawa atau ion yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Komponen kimia yang membentuk enzim disebut juga kofaktor. Kofaktor tersebut dapat berupa ion-ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu, Mg atau dapat pula sebagai molekul organik kompleks yang disebut koenzim (Martoharsono, 1997). Menurut Wirahadikusumah (1989), inhibitor merupakan suatu zat kimia tertentu yang dapat menghambat aktivitas enzim. Pada umumnya cara kerja inhibitor adalah dengan menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan substrat sehingga fungsi katalitiknya terganggu (Winarno, 1989). E. Enzim Amilase Amilase merupakan enzim pemecah pati, glikogen dan polisakarida lain dengan cara menghidrolisis ikatan glikosidik α-1,4 atau ikatan glikosidik α-1,6. Amilase dibagi menjadi empat golongan, yaitu: α- amilase, β-amilase, glukoamilase dan enzim pemutus cabang. Berdasarkan produk akhir hidrolisisnya, enzim amilase dibagi menjadi α-amilase sakarifikasi dan amilase likuifikasi. Golongan pertama memberikan produk akhir gula bebas sedangkan golongan kedua adalah enzim yang memecah pati tetapi tidak menghasilkan gula bebas, kedua golongan amilase ini dibedakan secara eksperimen (Crueger, 1984). Amilase terdiri atas 3 jenis yaitu -amilase, -amilase, dan glukoamilase. Enzim -amilase bekerja dengan memutus ikatan α-1,4- glikosidik pada rantai lurus amilum sehingga menghasilkan glukosa dalam konfigurasi alpha, maltosa dan dekstrin. Enzim β-amilase bekerja dengan memecah ikatan α-1,4 glikosidik dan tidak mampu melewati ikatan percabangan α-1,6 glikosidik sehingga menghasilkan maltosa dalam konfigurasi beta. Enzim glukoamilase bekerja dengan menghidrolisis ikatan α-1,4 dan α-1,6 glikosidik dari gugus non pereduksi sehingga menghasilkan D-glukosa (Moo Yong, 1985). Mekanisme kerja enzim α-amilase pada amilosa dibagi dalam dua tahap, pertama degradasi secara cepat molekul amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Pada tahap ini terjadi penurunan kekentalan dengan cepat. Tahap kedua, degradasi α-amilase pada amilosa menghasilkan glukosa dan 7 maltosa dengan laju lebih lambat dan tidak secara acak (Winarno, 1995). Enzim α-amilase (endo-α-1,4-glucan glucanohydrolase) merupakan enzim amilase endospliting yang memutuskan ikatan glikosidik pada bagian dalam rantai pati secara acak. Enzim α-amilase hanya spesifik untuk menghidrolisis ikatan α- 1,4-glikosidik tetapi mampu melewati titik percabangan (ikatan α-1,6-glikosidik) untuk memutuskan ikatan- ikatan α-1,4-glikosidik diseberangnya sehingga menghasilkan isomaltase. Hasil hidrolisis pati dan glikogen oleh α-amilase adalah oligosakarida (maltodekstrin), maltosa, dan sejumlah kecil glukosa yang mempunyai konfigurasi gula α, seperti substrat awal (Sivaramakrishnan dkk., 2006; Kunamneni dkk., 2005). Menurut Reed (1991), temperatur optimum untuk enzim α-amilase berkisar 70 - 900C. Selain itu, enzim α- amilase aktif pada kisaran pH 5,2 –5,6 (Novozyme, 2010). Hal ini didukung oleh Fogarty (1983), enzim α-amilase umumnya stabil pada kisaran pH 5 - 8. β-amilase (β-1,4 glukan maltohidrolase), memutus dari luar molekul dan menghasilkan unit-unit maltosa dari ujung nonpereduksi pada rantai polisakarida. Bila tiba pada ikatan α-1,6 glikosida seperti yang dijumpai pada amilopektin atau glikogen, aktivitas enzim ini akan terhenti. Enzim ini bekerja pada ikatan α-1,4 dengan menginversi konfigurasi posisi atom C (1) atau atom C nomor 1 molekul glukosa dari α menjadi β. Enzim β-amilase memiliki pH optimum antara 5-6 (Judoamidjojo dkk., 1989). Gamma amilase (γ –amilase), EC.3.2.1.3. disebut juga glukan 1,4- α–glukosidase, amiloglukosidase, ekso-1,4-α–glukosidase, lisosomal α- glukosidase, glukoamilase, 1,4-α-D-glukan glukohidrolase. Merupakan pemutus terakhir ikatan glikosida pada bagi ujung nonreduksi dari amilosa dan amilopektin untuk menghasilkan unit glukosa. Pullulanase, EC.3.2.1.41. merupakan enzim pemutus cabang, menghidrolisis hanya pada ikatan α-1,6 glikosida, seperti pullulan 6-glukanohydrolase. α- Glukosidase,EC.3.2.1.20. Memutus ikatan α-1,4 glikosida dari molekul amilosa ataupun amilopektin menjadi rantai-rantai pendek oligosakarida (Hagihara et al., 2001). Berdasarkan arah memutusnya ikatan glikosida dari amilum, maka enzim amilase dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok (Reddy et al., 2003) yaitu endoamilase dan ektoamilase. Endoamilase melakukan hidrolisis secara acak dari bagian depan molekul amilum sehingga menghasilkan molekul oligosakarida dalam bentuk rantai lurus maupun bercabang dengan panjang rantai yang bervariasi sedangkan ektoamilase melakukan hidrolisis dari ujung nonreduksi dan dengan produk akhir molekul yang pendek. Enzim amilase secara konstitusi merupakan kelompok enzim yang sangat dibutuhkan dalam bidang industri, dengan pangsa pasar mencapai hampir 25% dari pasaran enzim di dunia (de Carvalho et al., 2008). Penggunaan enzim amilase dalam industri sangat luas mulai dari industri pembuatan roti, sirup, pemanis, campuran oligosakarida, dekstrin, industri tekstil, pembuatan etanol, 9 pengujian limbah cair yang mengandung amilum, industri detergen, industri obat dan suplemen enzim (Palmer, 1985). Pati bereaksi secara kimiawi dengan iodium, reaksi ini terlihat sebagai warna biru-kehitaman. Warna biru-kehitaman ini terjadi bila molekul iodium masuk ke dalam bagian yang kosong pada molekul zat pati (amilosa) yang berbentuk spiral. Proses iodinisasi zat pati menghasilkan molekul yang mengabsorpsi semua cahaya, kecuali warna biru. Bila zat pati ini telah diuraikan menjadi maltosa atau glukosa, warna biru ini tidak terjadi karena tidak adanya bentuk spiral (Lay, 1994). Aktivitas enzim α-amilase ditentukan dengan mengukur penurunan kadar pati yang larut dengan menggunakan substrat jenuh. Kejenuhan pati berpengaruh terhadap laju reaksi enzimatis. Apabila larutan pati terlalu jenuh maka enzim sulit terdifusi ke dalam larutan sehingga kerja enzim akan terhambat (Winarno, 1995). F. Saliva Di dalam rongga mulut, makanan akan bercampur dengan saliva. Saliva disekresi oleh 3 pasang kelenjar saliva, yaitu: kelenjar parotis, kelenjar submaksilaris, dan kelenjar sublingualis. Saliva terdiri dari kira- kira 99,5% air, komponen anorganik terutama adalah elektrolit dalam bentuk ion (Na, K, Ca, Mg, Cl, HCO3 dan fosfat), komponen (bio)organik terutama adalah protein dan musin dan sejumlah kecil asam amino, urea, asam uric, dan kolesterol. Saliva berperan sebagai pelicin rongga mulut dan membantu dalam proses menelan. Saliva mengandung enzim amilase, yang umum disebut ptyalin, yang akan menghidrolisis polisakarida menjadi molekul yang lebih kecil, hasil akhirnya terutama berupa disakarida, yaitu maltosa. Amilase saliva berperan penting dalam kolonisasi dan metabolisme streptococcus, yang mengarah pada pembentukan plak dan karies, karena amilase saliva telah diidentifikasi membentuk aquired pellicle pada permukaan gigi, sehingga dapat bertindak sebagai reseptor untuk adesi mikroorganisme pada permukaan gigi. Keistimewaan amilase menghidrolisis zat tepung sehingga meningkatkan produk yang dapat diubah menjadi asam. Amilase saliva dianggap penting untuk kesehatan dalam hal aktivitas intra oral. Amilase saliva merupakan enzim pencernaan penting yang dihasilkan oleh kelenjar ludah. Pencernaan saliva untuk menghidrolisis zat tepung seringkali tidak selesai, karena waktunya yang singkat untuk dapat bekerja terhadap makanan. Hal ini tergantung apakah makanan ditelan dalam bentuk gumpalan atau mengunyahnya secara fisiologis dalam waktu yang lama. Pencernaan polisakarida disempurnakan oleh amilase pankreas, dengan kerja enzimatik dan kespesifikan serupa. Kemudian, maltase akan menghidrolisis maltosa untuk memproduksi unit glukosa yang akan diserap ke dalam aliran darah (Willianti, 2015).