Anda di halaman 1dari 20

ISSN: 2087-0701

Vol. 3 No. 2 April 2013

Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Ekonomi A. Ifayani Haanurat


Makro terhadap Return Saham Syariah yang Listing
di Jakarta Islamic Index
Daya Saing dan Kebijakan Ekonomi Internasional M. Yusuf S. Barusman
Kayu Lapis Indonesia
Analisis Minat Berwirausaha Mahasiswa Sekolah Febrianto
Tinggi Ilmu Ekonomi Lampung Timur
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan H.M. Achmad Subing
Kelompok Usaha Bersama (KUBE) serta Dampaknya
terhadap Pendapatan dan Pengentasan Kemiskinan
di Provinsi Lampung
Evaluasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Tukasno
Mandiri Pedesaan ( PNPM – MPd ) Melalui Proses
Pengembangan Kapasitas ( Studi di Kecamatan
Pekalongan Kabupaten Lampung Timur)
Analisis Rasio Keuangan untuk Mengevaluasi Tingkat Toton
Kesehatan dan Perkembangan Usaha PT. Pegadaian
(Persero) Cabang Kedaton di Bandar Lampung

JURMABIS Vol. 3 No. 2 Hlm. 115-210 Bandar Lampung ISSN


April 2013 2087-0701
ISSN : 2087-0701

Vol. 3 No. 2 April 2013

Pembina
Ir. M.Yusuf S. Barusman, M.B.A.
Andala Rama Putra Barusman, S.E., M.A.Ec.
Penanggung Jawab
Dr. Alex Tribuana Sutanto, S.T., M.M.
Ketua Penyunting
Sapmaya Wulan, S.E., M.S.
Penyunting Ahli
Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.S. (Fakultas Ekonomi UNILA)
Dr. Herry Harjanto Hadi, S.E., M.Si. (Fakultas Ekonomi UBL)
Dr. Anna Wulandari, S.E., M.M. (STIE IPWIJA)
Dr. Hanes Riady, M.M., M.B.A. ( IBII Jakarta)
Dr. Nur’aeni, M.M. (Fakultas Ekonomi USBRJ)

Penyunting Pelaksana
Ardansyah, S.E., M.M.
Tata Usaha
Olivia Tjioener, S.E., M.M

Penerbit
Universitas Bandar Lampung
Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen
Jurnal Manajemen dan Bisnis terbit 2 kali setahun pada bulan Oktober dan April
Artikel jurnal merupakan artikel hasil penelitian (empiris) dan artikel konseptual yang
mencakup kajian bidang Manajemen dan Bisnis.
Alamat Redaksi
Fakultas Ekonomi Universitas Bandar Lampung
Kampus A Jln. Z. A. Pagar Alam No. 26 Labuhan Ratu Bandar Lampung 35142
Telp: 0721-701979 Fax: 0721-701467 Hp: 0811798834 Email: sapmaya.wulan@ubl.ac.id
ISSN : 2087-0701

Vol. 3 No. 2 April 2013

DAFTAR ISI

Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Ekonomi Makro terhadap Return 115-134


Saham Syariah yang Listing di Jakarta Islamic Index
A. Ifayani Haanurat

Daya Saing dan Kebijakan Ekonomi Internasional Kayu Lapis Indonesia 135-149
M. Yusuf S. Barusman

Analisis Minat Berwirausaha Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi 150-159


Lampung Timur
Febrianto

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Kelompok Usaha 160-177


Bersama ( KUBE ) serta Dampaknya terhadap Pendapatan dan
Pengentasan Kemiskinan di Provinsi Lampung
H. M. Achmad Subing

Evaluasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan 178-197


Pedesaan (PNPM-MPd) Melalui Proses Pengembangan Kapasitas
(Studi di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur)
Tukasno

Analisis Rasio Keuangan untuk Mengevaluasi Tingkat Kesehatan dan 198-210


Perkembangan Usaha PT. Pegadaian (Peresero) Cabang Kedaton di
Bandar Lampung
Toton
Daya Saing dan Kebijakan Ekonomi.... (M. Yusuf S. Barusman)

DAYA SAING DAN KEBIJAKAN EKONOMI INTERNASIONAL


KAYU LAPIS INDONESIA

THE COMPETITIVENESS AND INTERNATIONAL ECONOMIC POLICY


PLYWOOD INDONESIA

M. Yusuf S. Barusman
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bandar Lampung
Jln. Z. A. Pagar Alam No. 26 Labuhan Ratu, Bandar Lampung 35142.
Tel. 0721-701979,Fax. 0721-701463, Hp.08127203918 email: yusuf.barusman@ubl.ac.id

ABSTRAK

Ekspor kayu lapis Indonesia dominan selama periode 1988 hingga 2003, volume ekspor
kayu lapis selalu lebih besar dari Malaysia sehingga Indonesia dianggap sebagai pemimpin
pasar (market leader) khususnya untuk kayu lapis tropic (tropical hardwood) sedangkan
Malaysia sebagai pengikut pasar (market follower). Sejak Tahun 2004, Malaysia
menggantikan posisi Indonesia sebagai pengekspor kayu lapis yang dominan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk: 1) Menganalisis daya saing internasional industri kayu lapis
Indonesia ditinjau dari model Heckscher-Ohlin factor endowment (H-O), 2) Menganalisis
kebijakan ekonomi internasional dalam pengembangan industri kayu lapis Indonesia, dan 3)
Menganalisis strategi kebijakan ekonomi internasional produk kayu lapis Indonesia dalam
menghadapi era globalisasi. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut: 1) Dari analisis dengan model Heckscher-Ohlin factor endowment (H-O) diperoleh
hasil bahwa secara teori ketersediaan factor endowment merupakan faktor yang dapat
mendorong terciptanya daya saing internasional, namun secara empirik ketersediaan factor
endowment tersebut bukan satu-satunya faktor penyebab terciptanya daya saing
internasional. 2) Dari analisis kebijakan ekonomi internasional pengem-bangan industri
kayu lapis Indonesia diperoleh hasil: a) Kebijakan larangan ekspor kayu bulat Indonesia
memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap daya saing internasional, menjadikan
industri kayu lapis sebagai industri yang tidak efisien dan tidak memiliki daya saing
internasional (kelangsungan hidupnya tergantung pada kebijakan pemerintah), serta
menyebabkan sumber daya hutan alam menjadi rusak sehingga ketersediaan factor
endowment (kayu bulat) menjadi langka dan mahal dan pada akhirnya kayu bulat bukan lagi
sebagai factor endowment. 3) Kebijakan ekonomi internasional produk kayu lapis dalam
menghadapi era globalisasi dapat ditempuh melalui berbagai strategi dengan menggunakan
konsep marketing re-positioning (MRP), diantaranya adalah: a) Menghentikan kebijakan
ekspor berbasis komoditas dan menggantikan dengan ekspor berbasis produk berdasarkan
konsep bauran pemasaran, b) Menghentikan kebijakan ekonomi internasional yang
cenderung mengatur dan memanjakan industri kehutanan (kayu lapis), c) Mendorong
industri kayu lapis lebih kreatif sehingga mampu menciptakan produk turunan berdasarkan
konsep bauran pemasaran.

Kata Kunci: Daya Saing, Kebijakan Ekonomi Internasional, Strategi Marketing

135
Jurnal Manajemen dan Bisnis Vol. 3 No. 2 April 2013 : 135-149

ABSTRACT

The dominance of Indonesia's plywood exports during the period 1988 to 2003, the export
volume of Indonesia's plywood is always greater than in Malaysia so that Indonesia can be
considered as the market leader (market leader), especially for the tropic plywood (tropical
hardwood), while Malaysia is a follower of the market (market follower ). Since 2004
Malaysia replaces Indonesia's position as the dominant exporter of plywood. The purpose of
this study was to: 1) analyze the international competitiveness of Indonesian plywood
industries in terms of the model of Heckscher-Ohlin factor endowment (HO), 2) analyze the
international economic policy towards the development of Indonesian plywood industries, and
3) to analyze international strategic of economic product policy of Indonesian plywood in the
era of globalization. Based on the analysis we can conclude the following: 1) From the
analysis of the model of Heckscher-Ohlin factor endowment (HO) showed that theoretically
availability factor endowment is a factor that could encourage the creation of international
competitiveness, but factor endowment’s availability in empirically is not the only factor
which caused the creation of international competitiveness. 2) From the analysis of
international economic policy development of Indonesian plywood industries results obtained
were as follows : a) Indonesia’s banned log export policy provides positive and negative
influences on international competitiveness, making plywood industry inefficient and lacks
international competitiveness(which existences depends on government policy), as well as the
causes of natural forest resources become damaged so that the availability of factor
endowment (logs) become scarce and expensive and ultimately logs no longer a factor
endowment. 3) The policy of international economic plywood products in the era of
globalization can be reached through a variety of strategies using the concept of marketing
re-positioning (MRP), which are: a) Stop the export policy of commodity-based and replaces
the export policy based products based on the concept of the marketing mix, b) Stop the
international economic policies which tend to set up and spoil the forestry industry (plywood)
in the country, c) Encouraging the plywood industry more creatively so as to create derivative
works based on the concept of the product in the marketing mix.

Keywords: Competitiveness, International Economic Policy, Strategic Marketing

PENDAHULUAN kayu lapis Indonesia selama ini dijual untuk


tujuan ekspor. Peningkatan kapasitas
produksi kayu lapis Indonesia besar-besaran
Kayu lapis telah menjadi primadona produk yang terjadi sejak tahun 1980an adalah
industri kayu olahan Indonesia selama sebagai dampak dari kebijakan-kebijakan
beberapa tahun. Angka ekspor tertinggi yang pada industri perkayuan kehutanan. Pertama,
pernah dicapai adalah pada Tahun1992 larangan ekspor kayu bulat pada periode
sebesar 9,7 juta m3 (FAO2009). Dengan 1985 sampai 1997 yang disusul oleh
tingkat volume ekspor tersebut Indonesia kebijakan larangan kembali melalui Surat
dapat digolongkan memiliki peranan Keputusan Bersama (SKB) Menhut
dominan dalam pasar kayu lapis tropis No.1132/Kpts-II/2001 dan Menperindag No.
dunia. Kurang lebih 80 persen produksi 292/MPP/Kep/10/2001, sedangkan ekspor

136
Daya Saing dan Kebijakan Ekonomi.... (M. Yusuf S. Barusman)

kayu gergajian mengalami berbagai sinya. Mengingat sumber alam (kayu bulat)
perubahan kebijakan yang pada umumnya digunakan sebagai bahan baku utama (kayu
bersifat membatasi. Selanjutnya, untuk bulat), maka sangat banyak sekali kebijakan
mengamankan ketersediaan bahan baku lingkungan yang harus diterima oleh industri
kayu bagi industri maka dikeluarkan kayu bulat diIndonesia. Dwiprabowo (2009)
kebijakan yang mengaitkan sumber kayu mengatakan bahwa sejak tahun 1988 hingga
bulat dengan industri. Dengan dukungan tahun 2005 Indonesia dan Malaysia
kebijakan-kebijakan tersebut industri kayu menikmati perkembangan ekspor kayu lapis
lapis berkembang dengan pesat (policy- yang selalu meningkat. Selama masa
driven). Perkembangan tersebut juga tersebut volume ekspor kayu lapis Indonesia
didukung oleh institusi perbankan yang senantiasa lebih besar dari pada Malaysia
mudah memberikan kredit investasi sehingga Indonesia dapat dianggap sebagai
(Dwiprabowo, 2009). pemimpin pasar (market leader) khususnya
untuk kayu lapis tropic (tropical hardwood)
Industri kayu lapis diketahui sebagai industri sedangkan Malaysia merupakan pengikut
yang menyerap banyak tenaga kerja dan pasar (market follower). Volume ekspor
memanfaatkan sumber daya alam (kayu kedua negara jika digabung memiliki pangsa
bulat) dalam proses produksinya. Dengan pasar terbesar (dominan) dunia untuk jenis
kondisi ini dapat dikatakan bahwa industry kayu lapis kayu keras (hardwood).
kayu lapis secara umum memanfaatkan Perkembangan tersebut dapat diikuti pada
factor endowment dalam proses produk- Gambar 1dan 2.

Sumber: FAO 2009 (Data diolah) dalam Dwiprabowo(2009)

Gambar 1. Perkembangan Volume Ekspor Kayu Lapis Indonesia dan Malaysia


Tahun 1988-200 2007

137
Jurnal Manajemen dan Bisnis Vol. 3 No. 2 April 2013 : 135-149

Sumber: FAO 2009 (Data diolah) dalam Dwiprabowo(2009)

Gambar 2 . Perkembangan Nilai Ekspor Kayu Lapis Indonesia dan Malaysia (1988 -2007)

Ekspor kayu lapis Indonesia dominan selama oleh Md.Ashfaqul I. Babool dan Michael
periode 1988 hingga 2003 dengan, puncak- R.Reed Tahun 2005. Hal ini dapat dikatakan
nya Tahun 1992 dengan volume ekspor 9,7 mengingat secara riil ketersediaan factor
jutam3. Namun sejak 1992 perkembangan endowment khususnya bahan baku industry
ekspor cenderung menurun meskipun masih kayu lapis (kayu bulat) di Indonesia lebih
dominan hingga tahun 2004. Sedangkan, besar dibandingkan dengan Malaysia.
volume ekspor kayulapis Malaysia pada
periode tersebut jauh berada di bawah Indo- Globalisasi ekonomi secara nyata telah
nesia namun cenderung meningkat secara membawa negara-negara di dunia dalam
konsisten dan pada tahun 2004 volume posisi saling ketergantungan satu sama
ekspor Malaysia melampaui Indonesia. lainnya khususnya dalam bidang ekonomi
Sejak Tahun 2004 Malaysia menggantikan (economic interdependence). Berkaitan
posisi Indonesia sebagai pengekspor kayu dengan hal ini, maka menurunnya daya
lapis yang dominan. Fakta menurunnya daya saing internasional kayu lapis Indonesia
saing ekspor kayu lapis Indonesia dan dalam globalisasi tentu membawa
naiknya daya saing ekspor kayu lapis Malay- konsekuensi terhadap berbagai hal terkait
sia seperti tersaji pada Gambar 1 dan 2 dengan pengembangan industri kayu lapis
merupakan suatu fenomena yang sangat Indonesia di masa depan. Pemerintah
menarik untuk dikaji lebih lanjut mengenai sebagai pengambil kebijakan dalam hal ini
pengaruh kebijakan lingkungan (khususnya secara umum harus menentukan strategi
kebijakan ekonomi internasional) terhadap kebijakan apa yang tepat guna mengatasi
daya saing internasional khususnya dengan semakin menurunnya daya saing kayu lapis
pendekatan model H-O yang dikembangkan Indonesia dalam era globalisasi tersebut.

138
Daya Saing dan Kebijakan Ekonomi.... (M. Yusuf S. Barusman)

Berdasarkan latar belakang yang telah industri pengolahan kayu pernah menjadi
diuraikan dapat dirumuskan permasalahan primodona industri kayu di Indonesia meng-
sebagai berikut: 1) Bagaimanakah daya ingat industri kayu lapis berhasil menyum-
saing internasional industri kayu lapis bangkan devisa sangat besar bagi negara
Indonesia ditinjau dari model Heckscher- sebagai akibat dari perdagangan internasi-
Ohlin factor endowment (H-O)? 2) Bagai- onalkhususnya ekspor. Selain itu, industri
manakah kebijakan ekonomi internasional kayu lapis Indonesia pernah memiliki daya
Indonesia dalam mendukung pengembang- saing internasional paling tinggi di dunia.
an industri kayu lapis Indonesia? 3) Bagai- Namun demikian, seiring dengan perjalanan
manakah strategi kebijakan ekonomi inter- waktu maka daya saing internasional
nasional produk kayu lapis Indonesia dalam industri kayu lapis Indonesia cenderung
menghadapi eraglobalisasi? Berdasarkan menurun bahkan hingga bergeser tingkat
permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini daya saing internasionalnya ke urutan ke
adalah untuk: 1) Menganalisis daya saing dua di dunia setelah Malaysia.
internasional industri kayu lapis Indonesia
ditinjau dari model Heckscher-Ohlin factor Merujuk studi yang dilakukan Babool dan
endowment (H-O), 2) Menganalisis kebi- Reed (2005), perubahan daya saing interna-
jakan ekonomi internasional dalam pengem- sional industri kayu lapis Indonesia terjadi
bangan industri kayu lapis Indonesia, 3) karena dua faktor yaitu perubahan kondisi
Menganalisis strategi kebijakan ekonomi factor endowment seperti dalam model H-O
internasional produk kayu lapis Indonesia atau perubahan kebijakan pemerintah terkait
dalam menghadapi era globalisasi. dengan ekonomi internasional maupun kebi-
jakan ekonomi terkait dengan factor
Kerangka Pemikiran. Hasil studi Babool endowment. Kedua faktor tersebut merupa-
dan Reed (2005) salah satunya mengungkap- kan dua faktor utama sebagai penentu daya
kan bahwa generalisasi model H-O tidak saing internasional industri kayu lapis
dapat diterapk an untuk semua industri guna khususnya Indonesia. Dengan demikian
menguji pengaruh kebijakan lingkungan dapat dipahami bahwa secara konsep daya
terhadap dayasaing internasional mengingat saing internasional industri kayu lapis
secara empirik hasilnya tidak sama untuk Indonesia akan berubah apabila kondisi
semua industri dengan berbagai produk factor endowment atau kebijakan ekonomi
(hasil empirik tidak selalu sejalan dengan internasional (lingkungan bisnis) industri
teori). Industri kayu lapis sebagai salah satu juga mengalami perubahan (Gambar3).
Globalisasi merupakan suatu hal yang tidak Dampak globalisasi ekonomi termasuk juga
dapat dihindarioleh negara-negara di dunia perdagangan internasional kayu lapis Indo-
mengingat setiap negara tidak dapat hidup nesia ini, dipastikan akan mempengaruhi
secara mandiri tanpa menjalin hubungan penurunan daya saing internasional kayu
dengan negara lain. Faktor ekonomi seba- lapis. Pemerintah sebagai pengambil kebi-
gai salah satu pendorong terjadinya globa- jakan ekonomi internasional dipengaruhi
lisasi secara nyata telah menyatukan negara oleh globalisasi ekonomi ini. Dengan demi-
di dunia dan menyebabkan terjadinya kian, pemerintah harus menentukan strategi
hubungan saling ketergantungan ekonomi kebijakan ekonomi internasional yang tepat
(economic interdependence). Indikasi terja- bagi produk kayu lapis yang telah dikem-
dinya hubungan saling ketergantungan ini bangkan sebagai sumber devisa negara
adalah terjadinya perdagangan internasional (Gambar 3). Berdasarkan uraian diatas maka
antar negara didunia. dapat digambarkan bagan paradigma kerang-
ka pemikiran pada Gambar 3.

139
Jurnal Manajemen dan Bisnis Vol. 3 No. 2 April 2013 : 135-149

Factor endowment Kebijakan Ekonomi


Industri Kayu Lapis Industri Internasional
Indonesia (Kayu Kayu Lapis (Lingkungan Bisnis)
Bulat & Tenaga Indonesia Industri Kayu Lapis
Kerja) Indonesia

Daya Saing
Internasional Globalisasi
Kayu Lapis Ekonomi
Indonesia

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN yang bersumber dari data sekunder.


Analisis data dilakukan dengan metode
analisis kualitatif yang mengkaji kondisi
Penelitian ini merupakan penelitian kuali- fakta dan fenomena yang ada dengan
tatif dengan menggunakan desain penelitian batasan-batasan teoritis.
deskriptif analitis yaitu suatu penelitian yang
menggambarkan, menjelaskan dan mengkaji
tentang suatu fenomena, masalah yang
muncul serta proses pemecahan masalah HASIL DAN PEMBAHASAN
secara sistematis, faktual, dan akurat.
Dalam penelitian ini fenomena yang diang-
kat adalah tentang daya saing internasional Daya Saing Internasional Industri Kayu
dan kebijakan ekonomi internasional Lapis Indonesia Ditinjau dari Model
industri kayu lapis Indonesia. Penelitian ini Hecksher-Ohlin (HO).
dilakukan dengan cara melakukan kajian
secara teoritis tentang perkembangan daya Secara teoritis, daya saing internasional
saing internasional industri kayu lapis suatu negara terhadap suatu produk terjadi
Indonesia berdasarkan model Heckscher- apabila produksi produk melebihi jumlah
Ohlin Factor Endowment (H-O), serta kajian permintaan pasar domestik suatu negara.
teoritis terhadap kebijakan ekonomi inter- Kelebihan produksi ini secara teori diaki-
nasional industri kayu lapis Indonesia. Pene- batkan karena biaya produksi produk terse-
litian ini merupakan penelitian kepustakaan but rendah sehingga mampu menghasilkan
dengan menggunakan informasi-informasi produk yang lebih banyak dan pada

140
Daya Saing dan Kebijakan Ekonomi.... (M. Yusuf S. Barusman)

akhirnya menggeser kurva penawaran kelebihan penawaran (Q2-Q) sehingga


(supply) ke arah kanan dari S ke S2. harga turun dari P menjadi P2 pada kondisi
Dengan pergeseran ini, maka keseim- permintaan yang tetap. Industri dalam hal
bangan penawaran dan permintaan pasar ini akan mendapatkan keuntungan apabila
domestik bergeser dari E ke E2. Akibat produk tersebut di jual ke pasar
pergeseran ini, maka pasar domestic internasional atau ekspor (Gambar 4).

Harga(P)
S1 S
S2
E1
P1

P E

P2 E2

Q1 Q Q2 Jumlah (Q)

Gambar 4. Dampak Pergeseran Kurva Penawaran terhadap Pilihan Pemasaran Produk Industri
(dalam negeri atau ekspor)

Fungsi produksi dengan pendekatan model Indonesia sebagai salah satu negara tropis
H-O dalam industry yang menimbulkan dengan luas kawasan hutan alam yang luas
pencemaran lingkungan sebagaimana digu- secara teori berpotensi memiliki daya saing
nakan dalam penelitian ini untuk menguji internasional terhadap produk industri kayu
pengaruh kebijakan lingkungan terhadap lapis mengingat Indonesia memiliki factor
daya saing internasional suatu negara pada endowment untuk produksi kayu lapis dalam
dasarnya secara teori bertujuan untuk hal ini adalah kayu bulat. Dengan kondisi
menurunkan biaya produksi suatu produk ini, maka dapat dikatakan bahwa pencapaian
dengan memanfaatkan factor endowment di ekspor kayu lapis Malaysia yang cenderung
suatu negara. Penggunaan faktor produksi meningkat dan bahkan telah melebihi ekspor
yang melimpah dalam proses produksi kayu lapis Indonesia (lihat Gambar 1 dan 2)
secara teori menurunkan biaya produksi membuktikan bahwa ketersediaan factor
karena biaya factor produksi yang melimpah endowment dalam model H-O bukan meru-
tersebut rendah. Dengan rendahnya biaya pakan satu-satunya factor yang dapat men-
produksi ini, maka diharapkan kurva dorong terjadinya daya saing internasional
penawaran bergeser ke kanan sehingga industri kayu lapis di Indonesia.
terjadi kelebihan jumlah penawaran dalam
pasar domestik. Akibatnya kelebihan produk Secara empirik diketahui bahwa dalam
tersebut diekspor sehingga negara tersebut pengembangan industry kayu bulat, peme-
memiliki daya saing internasional terhadap rintah Indonesia telah membuat kebijakan
produk tersebut. mengenai penyediaan bahan baku (kayu

141
Jurnal Manajemen dan Bisnis Vol. 3 No. 2 April 2013 : 135-149

bulat) industri kayu lapis. Kebijakan yang ditangkap pemerintah sebesar US$ 30
pemerintah Indonesia terkait penyediaan per m3.
bahan baku industri kayu lapis dituangkan
dalam kebijakan mengenai pasar kayu bulat. Dengan asumsi pemerintah akan fleksibel
Kebijakan yang ditempuh pemerintah dengan rente ekonomi yang harus diperoleh,
Indonesia pada periode 1985 sampai 1997 maka berdasarkan perhitungan keuntungan
dalam pengembangan industri kayu lapis dan risiko tersebut, investor industry terin-
adalah dengan kebijakan larangan ekspor tegrasi vertikal akan mempertimbangkan
kayu bulat. Kebijakan larangan ekspor kayu apakah menutup industri pengolahan
bulat ini diberlakukan kembali menyusul kayunya dan hanya mengekspor kayu bulat,
dengan semakin menurunnya ekspor kayu atau tidak mengekspor kayu bulat dan akan
lapis Indonesia pada Tahun 2001 melalui mempertahankan industri pengolahan kayu
Surat Keputusan Bersama (SKB) Menhut terintegrasi vertikalnya. Dalam kondisi
No. 1132/Kpts-II/2001 dan Menperindag demikian, maka distorsi pasar kayu bulat
No.292/MPP/Kep/10/2001. Perubahan kebi- tidak terjadi bila investor yang bersangkutan
jakan perdagangan kayu bulat sebagai bahan memutuskan untuk menutup industri
utama industry kayu lapis secara teori akan pengolahan kayunya dan hanya akan meng-
mempengaruhi kinerja industry kayu lapis. ekspor kayu bulat. Hal ini karena pengha-
Astana (2003) mengatakan bahwa permasa- pusan kebijakan larangan ekspor kayu bulat
lahan utama yang dihadapi industri kayu akan menyamakan harga kayu bulat dalam
lapis terkait dengan dihapuskannya larangan negeri dengan harga ekspor.
ekspor kayu bulat adalah pasar kayu
bulat masih terdistorsi atau tidak. Kebijakan pemerintah Indonesia khususnya
mengenai perdagangan kayu bulat sebagai
Dengan asumsi seluruh industri pengolahan bahan baku utama industri kayu lapis
kayu tidak terkait Hak Pengusahaan Hutan (pemenuhan industri dalam negeri atau
(HPH) atau seluruh industri pengolahan ekspor) secara empirik mempengaruhi
kayu tumbuh tanpa kebijakan larangan kinerja industri kayu lapis Indonesia dalam
ekspor kayu bulat, maka tidak adanya menciptakan daya saing internasional.
kebijakan larangan ekspor kayu bulat secara Dengan fakta ini membuktikan bahwa
langsung akan menyamakan harga kayu ketersediaan factor endowment dalam model
bulat dalam negeri dengan harga ekspor. H-O bukan merupakan satu-satunya faktor
Sebaliknya, bila seluruh industri pengolahan yang mempengaruhi daya saing interna-
kayu terkait dengan HPH, maka dihapus- sional industri kayu lapis Indonesia.
kannya kebijakan larangan eksporkayu bulat
belum tentu menyamakan harga kayu bulat
dalam negeri dengan harga ekspor. Dengan Kebijakan Ekonomi Internasional dalam
asumsi perusahaan HPH telah puas dengan Pengembangan Industri Kayu Lapis
keuntungan normal dan risiko sebesar 25 Indonesia
persen, total biaya produksi kayu bulat
(biaya pembalakan kayu bulat ditambah Sejak Tahun 1970-an pemerintah Indonesia
margin keuntungan normal danrisiko) akan telah memberlakukan sejumlah kebijakan
untuk mempengaruhi proses-pasar input dan
mencapai $US 22 per m3 (Brown 1999 output industri kehutanan. Secara umum
dalam Astana 2003). Dengan harga kayu sejumlah kebijakan tersebut pada intinya
bulat ekspor sebesar US$ 80 per m3, dan bertujuan untuk: a) Menjaga kelestarian
biaya transportasi ke Negara tujuan ekspor sumberdaya hutan; b) Meningkatkan
sebesar US$ 38 per m3, maka rente ekonomi perolehan devisa; dan c) Menyerap tenaga

142
Daya Saing dan Kebijakan Ekonomi.... (M. Yusuf S. Barusman)

kerja. Dari sisi pencapaian tujuan perolehan Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian
devisa dan penyerapan tenaga kerja, No. 317/Kpts/Um/5/1980, Menteri Perda-
sejumlah kebijakan yang diberlakukan pada gangan dan Koperasi No. 196/Kpb/V/80 dan
periode 1970-an hingga 1990-an telah M enteriPerindustrian No. 182/m/SK/5/1980
berhasil mencapai kedua tujuan tersebut. Tanggal 8 Mei 1980 Tentang Kewajiban
Dalam perolehan devisa, pada periode 1976- Penyediaan Kayu untuk Kebutuhan dalam
1984 total nilai ekspor kayu Indonesia negeri dikaitkan dengan ekspor kayu bulat.
mencapai US$13,0 milyar dengan rata-rata Sebagai akibat kebijakan tersebut, pola
pertahun mencapai US$ 870 juta, tetapi pada perdagangan kayu bulat berubah, yaitu dari
periode 1985-1995 meningkat dengan orientasi ekspor ke orientasi pasar dalam
signifikan mencapai US$ 35,6 milyar negeri. Sesuai dengan kebijakan tersebut,
dengan rata-rata pertahun sebesar US$3,2 ekspor kayu bulat dilarang yang berlaku
milyar. Dalam penyerapan tenaga kerja, efektif mulai Tahun 1985. Kemudian untuk
pada periode 1970-1984 jumlah tenaga yang menghindari tuduhan internasionalsebagai
diserap mencapai 2,1 juta orang dengan rata- non-tariff barrier, kebijakan larangan ekspor
rata pertahun mencapai 0,24 juta orang, kayu bulat tersebut diganti dengan kebijakan
tetapi pada periode 1985-1997 meningkat pajak ekspor tinggi (prohibitive tax) yang
dengan signifikan mencapai 6,5 juta orang mulai berlaku efektif sejak bulan Juni 1992
dengan rata-rata per tahun mencapai 0,5 juta (Manurung 1995 dalam Astana 2003).
orang. Namun demikian, keberhasilan dalam
pencapaian tujuan perolehan devisa dan Kebijakan larangan ekspor kayu bulat yang
penyerapan tenaga kerja tersebut tidak diim- diberlakukan pemerintah Indonesia pada
bangi oleh keberhasilan dalam pencapaian periode 1985 sampai 1997 secara nyata telah
tujuan menjaga kelestarian sumberdaya berhasil menjadikan industri kayu lapis
hutannya (Astana dan Erwidodo 2001). Indonesia sebagai industri yang berhasil
menguasai dan mendominasi pasar kayu
Kebijakan perolehan devisa sebagai tujuan lapis pada tingkat global (lihat Gambar 1
utama pengembangan industri kehutanan dan 2). Keberhasilan ini secara empirik
mengindikasikan bahwa pemerintah Indo- menunjukkan bahwa dukungan kebijakan
nesia tidak hanya fokus pada pasar domestic larangan ekspor kayu bulat telah berhasil
saja. Dengan kata lain pasar global meru- menciptakan daya saing internasional
pakan sasaran utama bagi perdagangan industri kayu lapis Indonesia sangat tinggi.
produk yang dihasilkan industri kehutanan Krisis ekonomi yang melanda dunia pada
khususnya kayu lapis. Berdasarkan kondisi tahun 1997 secara nyata telah mendorong
ini, maka pemerintah Indonesia dapat terjadinya penurunan volume dan nilai
dikatakan menerapkan kebijakanekonomi ekspor kayu lapis Indonesia (lihat Gambar 1
internasional bagi pengembangan industri dan 2). Dampak lebih jauh dari fenomena ini
kehutanan khususnya kayu lapis. Kebijakan adalah perolehan devisa Indonesia dari
yang ditempuh untuk mencapai maksud perdagangan internasional dari sektor
tersebut adalah kebijakan yang mempenga- kehutanan khususnya kayu lapis menurun.
ruhi pasar kayu bulat. Sebelum krisis Sebagai akibat dari kondisi ini, pemerintah
moneter bulan Juli 1997, dari sejumlah Indonesia mengeluarkan kebijakan penca-
kebijakanyang dapat mempengaruhi pasar butan larangan ekspor kayu bulat sebagai
kayu bulat, terdapat satu kebijakan yang upaya mempertahankan perolehan devisa
signifikan berpengaruh yaitu kebijakan dari sektor kehutanan.
pemberlakukan larangan eskpor kayu bulat.
Kebijakan tersebut dituangkan ke dalam Pencabutan larangan ekspor kayu bulat

143
Jurnal Manajemen dan Bisnis Vol. 3 No. 2 April 2013 : 135-149

secara nyata telah mendorong percepatan diacu dalam Sihombing (2009), selama 8
penurunan daya saing internasional industri tahun terakhir (2001 - 2008), sebanyak105
kayu lapis Indonesia yang diindikasikan industri kayu lapis di Indonesia bangkrut.
oleh penurunan volume dan nilai ekspor Akibatnya, 300.000 pekerjanya kehilangan
kayu lapis Indonesia (lihat Gambar 1 dan 2). pekerjaan. Ancaman kebangkrutan industri
Kebijakan pencabutan larangan ekspor kayu kayu lapis nasional sudah di depan mata,
bulat ini secara nyata disambut eksportir dan karena tidak adanya permintaan ekspor.
pengusaha bidang kehutanan dengan mela- Jepang dan AS yang merupakan pembeli
kukan ekspor kayu bulat dan mengesam- utama kayu lapis Indonesia sudah menghen-
pingkan pemenuhan kayu bulat untuk bahan tikan order sejak November 2008 akibat
baku industri kayu lapis di dalam negeri. krisis. Saat ini, kapasitas tak terpakai berada
Fenomena ini pada dasarnya juga didorong dititik akut, industri kayu lapis yang masih
oleh terjadinya ketimpangan antara harga beroperasi tingga l25 perusahaan, dengan
kayu bulat di pasar luar negeri (FOB) kondisi produksi memprihatinkan.
dengan pasar dalam negeri.
Fakta mengenai kebangkrutan industri kayu
Semakin terpuruknya industri kayu lapis lapis Indonesia membuktikan bahwa peme-
sebagai akibat dibukanya kembali kran rintah Indonesia gagal dalam menciptakan
ekspor kayu bulat telah mendorong peme- industri kayu lapis nasional yang efisien dan
rintah Indonesia untuk kembali memberla- mampu bersaing dengan industri pada
kukan kebijakan larangan ekspor kayu bulat. tingkat global. Peningkatan daya saing
Kebijakan larangan ekspor kayu bulat ini internasional industri kayu lapis Malaysia
diberlakukan kembali menyusul dengan yang signifikan dan berhasil mengungguli
semakin menurunnya ekspor kayu lapis daya saing internasional industri kayu lapis
Indonesia pada Tahun 2001 melalui Surat Indonesia semakin mempertegas bahwa
Keputusan Bersama (SKB) Menhut pemerintah Indonesia gagal menciptakan
No.1132/Kpts-II/2001 dan Menperindag industri kayu lapis nasionalyang efisien dan
No.292/MPP/Kep/10/2001. mampu bersaing di pasar global. Dengan
kondisi ini dapat dikatakan bahwa untuk
Ketidakberdayaan industri kayu lapis menciptakan daya saing internasional
Indonesia bersaing secara global sejak industry kayu lapis Indonesia tidak cukup
dibukanya kran ekspor kayu lapis Tahun hanya dengan mengandalkan ketersediaan
1997 membuktikan bahwa terciptanya daya factor endowment dan kebijakan ekonomi
saing industri kayu lapis Indonesia internasional terkait perdagangan kayu bulat
bukanterjadi akibat ketersediaan factor semata, namun kebijakan untuk mendorong
endowment seperti dijelaskan dalam model terciptanya industri kayu lapis yang efisien
H-O, namun daya saing internasional dan mampu bersaing pada tingkat global
industri kayu lapis Indonesia banyak merupakan hal yang harus ditempuh oleh
ditentukan oleh kebijakan ekonomi interna- pemerintah.
sional pemerintah khususnya mengenai
perdagangan kayu bulat. Pemberlakuan
kembali kebijakan larangan ekspor kayu
bulat oleh pemerintah Indonesia pada Tahun
2001 secara nyata tidak berhasil mendorong
kembali bangkitnya industri kayu lapis
Indonesia. Berdasarkan data Masyarakat
Perkayuan Indonesia (MPI) Reformasi yang

144
Daya Saing dan Kebijakan Ekonomi.... (M. Yusuf S. Barusman)

Strategi Kebijakan Ekonomi Interna- Group (WG) Woodworking dan Furniture,


sional Produk Kayu Lapis Indonesia WG Panel kayu, WG Pulp dan Kertas serta
dalam Menghadapi Era Globalisasi para stake holders telah menyepaki bahwa
ada enam permasalahan utama yang
Kebijakan ekonomi internasional (larangan dihadapi oleh industri perkayuan Indonesia,
ekspor kayu bulat) yang diterapkan peme- yaitu: 1) Pasokan bahan baku kayu tidak
rintah Indonesia dalam pengembangan cukup, 2) Over kapasitas, 3) Inefisiensi
industri kayu lapis secara empirik telah industri, 4) Daya saing produk rendah, 5)
gagal mewujudkan daya saing internasional Pangsa pasar turun, 6) Produk kayu olahan
produk kayu lapis Indonesia yang berkelan- bernilai tambah rendah.
jutan. Bahkan diketahui bahwa kebijakan ini
Penurunan daya saing internasional kayu
telah mendorong terjadinya kerusakan hutan
lapis Indonesia apabila dikaji lebih jauh
alam dan kebangkrutan industri kayu lapis
dengan menggunakan konsep Product-Life-
Indonesia. Manurung (2007) mengatakan
cCycle (PLC), maka dapat dikatakan bahwa
bahwa permasalahan yang terjadi pada
kondisi yang terjadi pada produk kayu lapis
industri kayu lapis Indonesia timbul karena
Indonesia tersebut merupakan suatu kejadian
berbagai hal, yaitu: kurangnya bahan baku
yang alamiah dan pasti dialami dalam siklus
atau berlebihnya kapasitas terpasang,
produk. Hal ini mengingat dalam konsep
merosotnya daya saing produk, tingginya
PLC terdapat empat tahap yang dilalui
pungutan-pungutan liar, tidak konsistennya
oleh suatu produk, yaitu: introductory
kebijakan pusat dengan daerah, lebih
stage, growth stage, mature stage dan
disukainya produk-produk bersertifikat, dan
decline stage (Gambar 5).
rendahnya efisiensi industri akibat mesin-
mesin yang sudah tua. Lebih lanjut, In-house
Experts Working Group beserta Working

Sales Profits

Sale
s

Profits

− Introductory Growth Maturity Decline PLC


Stages

Gambar 5. Kurva Keuntungan Product-Life-Cycle (PLC)

145
Jurnal Manajemen dan Bisnis Vol. 3 No. 2 April 2013 : 135-149

Dari Gambar 5, dapat dikatakan bahwa mau menghadapi tahap decline dan lebih
produk kayu lapis Indonesia dewasa ini telah senang agar perusahaan/organisasi selalu
memasuki tahap penurunan (decline) yang dalam tahap pertumbuhan (growth) atau
diindikasikan oleh penurunan volume dan pengenalan (introduction). Meyer dan
nilai ekspor kayu lapis Indonesia yang Vambery (2008) mengatakan bahwa
terjadi sejak Tahun 1992 (lihat Gambar 1 implementasi model PRCL dapat dilakukan
dan 2). Berbagai upaya yang telah dilakukan dengan dua hal, yaitu intervensi teknologi
pemerintah untuk mengembalikan daya dan marketing re-positioning (MRP).
saing kayu lapis melalui berbagai program Intervensi teknologi dapat dilakukan secara
revitalisasi secara nyata belum menunjukkan revolusioner (Technological Re-Invention –
hasil adanya peningkatan daya saing interna- TRI) maupun evolusioner (Technological
sional lapis Indonesia tinggal menunggu Re-Design–TRD).
waktu hingga mengalami tahap akhir kehi-
dupan produk kayu lapis. Dengan demikian, Berdasarkan konsep PRCL yang dikemu-
pemerintah sebagai pengambil kbijakan kakan oleh Meyer dan Vambery (2008),
ekonomi internasional perlu untuk meng- dapat dikatakan bahwa strategi yang
ambil tindakan atau menentukan strategi- dapatdigunakan untuk mengatasi penurunan
strategi terkait dengan kondisi produk kayu daya saing produk kayu lapis Indonesia
lapis Indonesia sehingga dapat lebih jauh adalah dengan memutus rantai produk kayu
akibat kebangkrutan industri kayu Indonesia lapis dan menciptakan tahap recycle for life
dapat dikurangi, khususnya kerusakan hutan dari produk kayu lapis Indonesia. Dengan
alam dan terjadinya pemutusan hubungan kata lain konsep PRCL dapat digunakan
kerja secara missal yang terjadi pada industri pemerintah Indonesia sebagai pijakan atau
kehutanan diIndonesia. dasar untuk membuat kebijakan ekonomi
internasional produk kayu lapis dalam era
Meyer dan Vambery (2008) mengatakan globalisasi. Dua strategi dalam konsep
bahwa tidak ada perusahaan di dunia ini PRCL, yaitu intervensi teknologi dan
yang menginginkan produk yang dihasilkan- marketing re-positioning (MRP) merupakan
nya mengalami tahap penurunan (decline) dua konsep yang secara nyata dapat dite-
bahkan sampai mengalami tahap akhir rapkan untuk memutus rantai produk
produk seperti yang dikemukakan dalam kayu lapis. Melihat kompleksnya perma-
konsep PLC. Berkaitan dengan hal ini salahan industri kayu lapis seperti yang
Meyer dan Vambery mengusulkan penyem- dikemukakan oleh Manurung (2007), maka
purnaan konsep atau model PLC sebagai alat marketing re-positioning (MRP) merupakan
manajemen strategi, yaitu dengan menam- salah satu cara yang paling mungkin
bahkan satu tahapan lagi yaitu tahap kehi- diadopsi oleh pemerintah.
dupan kembali atau yang disebut dengan
Recycle for Life. Penambahan tahap baru Berkaitan dengan hal ini, maka strategi
(tahap recycle for life) telah mengubah kebijakan ekonomi internasional produk
konsep PLC menjadi Product Recycle for kayu lapis dalam menghadapi era globalisasi
Life (PRCL). Tujuan pengembangan model yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia
ini (PRLC) pada dasarnya adalah untuk adalah sebagai berikut: 1) Menghentikan
memutus rantai PLC dari tahapan mature di kebijakan ekspor berbasis komoditas (kayu
recycle menjadi tahap pertumbuhan dan lapis) dan menggantikannya dengan kebi-
kalau dimungkinkan pada tahap introduce- jakan ekspor berbasis produk berdasarkan
tory. Hal ini dapat dipahami mengingat konsep bauran pemasaran (marketing mix),
perusahaan/organisasi secara umum tidak 2) Mengurangi secara bertahap

146
Daya Saing dan Kebijakan Ekonomi.... (M. Yusuf S. Barusman)

(menghentikan) kebijakan ekonomi interna- kehutanan mengingat jika dilihat dari


sional yang cenderung mengatur dan pengertian produk dalam konsep bauran
memanjakan industri kehutanan (kayu lapis) pemasaran, kayu lapis secara umum saat ini
dalam negeri (kebijakan larangan ekspor tidak dapat dianggap lagi sebagai produk
kayu bulat), 3) Mendorong industri kayu jika ditinjau dari konsep bauran pemasaran.
lapis untuk lebih kreatif sehingga mampu Handayani (2009) mendefinisikan produk
menciptakan produk turunan dari kayu lapis dalam konsep bauran pemasaran sebagai
berdasarkan konsep produk dalam bauran segala sesuatu yang dapat ditawarkan, bisa
pemasaran. berupa barang atau jasa yang dapat ditawar-
kan oleh suatu perusahaan. Pihak yang
Penghentian ekspor berbasis komoditas membeli dan memanfaatkan nilai dari pena-
(kayu lapis) merupakan kebijakan ekonomi waran perusahaan untuk suatu atensi, akui-
internasional yang harus ditempuh pemerin- sisi, kegunaan, atau konsumsi dan ditujukan
tah Indonesia untuk menyelamatkan kebang- untuk memuaskan pelanggan. Suatu ke-
krutan industri kayu lapis dan kerusakan inginan atau kebutuhan dari pelanggan yang
hutan alam Indonesia dalam kondisi yang membuat mereka memerlukan barang atau
semakin parah. Hal ini didasarkan pada jasa tersebut. Produk dalam konsep bauran
kenyataan bahwa nilai tambah yang dipero- pemasaran dikelompokkan menjadi tiga
leh Indonesia dari ekspor kayu lapis sangat tingkatan yaitu: 1) Core Product, yaitu
rendah dan berdampak parah pada kerusak- manfaat sesungguhnya dari produk yang
an hutan alam Indonesia. Kebijakan ekspor dibeli oleh pelanggan, 2) Actual product,
berbasis produk berdasarkan konsep bauran yaitu produk nyata yang dapat digunakan
pemasaran (marketing mix) merupakan kebi- oleh pelanggan, 3) Augmented product, yaitu
jakan ekonomi internasional yang layak produk nyata yang didukung oleh pemberian
menggantikan kebijakan ekspor berbasis layanan dan manfaat tambahan untuk
komoditi (kayu lapis) untuk industri pelanggan (Gambar 6).

Warranties
Delivery

Quality

Services Fashion

Style
Installation
Colour

Finance
CustomerCare

Gambar 6. Tiga Tingkatan Produk dalam Bauran Pemasaran

147
Jurnal Manajemen dan Bisnis Vol. 3 No. 2 April 2013 : 135-149

Penerapan tiga tingkatan produk dalam Pada akhirnya, dengan kebijakan ini diharap
bauran pemasaran yang dikemukakan an industry kayu lapis akan tumbuh kembali
Handayani (2009) dapat dilihat pada kasus sebagai industri baru yang mampu bersaing
sepeda motor Honda Vario. Core product dalam era globalisasi.
yang ditawarkan dalam hal ini adalah
kemudahan transportasi dengan cepat, irit
bahan bakar, dan waktu lebih cepat
dibandingkan mobil. Actual product yang KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
ditawarkan adalah motor otomatis Honda
dengan warna merah muda. Augmented
product yang ditawarkan adalah AHM info, Kesimpulan. Secara teori ketersediaan
AHM care, informasi suku cadang, call factor endowment dalam model H-O
center 0800-10- HONDA. merupakan faktor yang dapat mendorong
terciptanya daya saing internasional industri
Kebijakan larangan ekspor kayu bulat secara kayu lapis Indonesia, namun demikian
nyata telah menyebabkan industri kayu lapis secara empiric ketersediaan factor endow-
dalam negeri yang tidak efisien dan cende- ment tersebut bukan satu-satunya faktor
rung tergantung pada kebijakan pemerintah penyebab terciptanya daya saing interna-
guna menjaga kelangsungan hidupnya. sional khususnya industry kayu lapis
Dengan demikian kebijakan larangan ekspor Indonesia. Kebijakan larangan ekspor kayu
kayu bulat harus dikurangi secara bertahap bulat Indonesia secara empirik memberikan
bahkan perlu dihentikan untuk mendorong pengaruh positif dan negatif terhadap daya
terciptanya industri kehutanan dalam negeri saing internasional kayu lapis Indonesia.
yang efisien dan mandiri sehingga mampu Pengaruh positif kebijakan initerlihat pada
bersaing dalam era globalisasi. Dalam era periode 1985 - 1997, sedangkan pengaruh
globalisasi, industry dalam negeri harus negatif terlihat pada periode 2001 hingga
mampu bersaing dengan industri baik dalam sekarang.
maupun luar negeri untuk dapat menembus
pasar internasional. Dengan demikian, maka Kebijakan ekonomi internasional Indonesia
dapat dikatakan bahwa hanya industri yang (larangan ekspor kayu lapis) secara empirik
kreatif dan mampu menciptakan produk telah menyebabkan sumberdaya hutan alam
sesuai konsep bauran pemasaran yang akan Indonesia menjadi rusak sehingga keterse-
mampu bertahan dan eksis dalam era globa- diaan factor endowment (kayu bulat) menja-
lisasi ekonomi yang tidak mungkin dihindari di langka dan mahal dan pada akhirnya
oleh setiap negara didunia. menjadikan kayu bulat bukan sebagai factor
endowment lagi. Kebijakan larangan ekspor
Mengingat permasalahan industri kehutanan kayu bulat telah menjadikan industry kayu
sangat kompleks (pasokan bahan baku kayu lapis Indonesia sebagai industri yang tidak
tidak cukup, over kapasitas, inefisiensi efisien dan tidak memiliki daya saing inter-
industri, daya saing produk rendah, pangsa nasional (kelangsungan hidupnya sangat
pasar turun, dan produk kayu olahan bernilai tergantung pada kebijakan pemerintah).
tambah rendah), maka pemerintah Indonesia
dalam menghadapi era globalisasi ini harus Kebijakan ekonomi internasional produk
mampu mendorong industri kayu lapis untuk kayu lapis dalam menghadapi era globalisasi
lebih kreatif sehingga mampu menciptakan dapat ditempuh pemerintah Indonesia mela-
produk turunan dari kayu lapis berdasarkan lui berbagai strategi dengan menggunakan
konsep produk dalam bauran pemasaran. konsep marketing re-positioning (MRP),

148
Daya Saing dan Kebijakan Ekonomi.... (M. Yusuf S. Barusman)

diantaranya adalah: 1) Menghentikan Kebijakan Kehutanan. Policy Anali-


kebijakan ekspor berbasis komoditas dan sis No. 5. Pusat Penelitian dan
menggantikan dengan kebijakan ekspor ber- Pengembangan Sosial Budayadan
basis produk berdasarkan konsep bauran Ekonomi Kehutanan. Bogor.
pemasaran, 2) Menghentikan kebijakan eko- Babool MAI, Reed MR. 2005. International
nomi internasional yang cenderung menga- Competitiveness and Environmenta
tur dan memanjakan industri kehutanan Regulations. Selected Paper Prepa-
(kayu lapis) dalam negeri, 3) Mendorong red for Presentation at the American
industry kayu lapis untuk lebih kreatif Agricultural Economics Association
sehingga mampu menciptakan produk Annual Meeting. Providence, Rhode
turunan dari kayu lapis berdasarkan konsep Island, July 24- 27, 2005.
produk dalam bauran pemasaran
Dwiprabowo H. 2009. Analisis Daya Saing
Ekspor Panel-Panel Kayu Indonesia
Implikasi. Pengembangan industri (kayu dan Malaysia. Jurnal Analisis
lapis) yang memiliki daya saing interna- Kebijakan Kehutanan. Vol.6 No.2.
sional tidak cukup dilakukan dengan hanya
mengandalkan ketersediaan factor endow- Handayani D, Andrizal, Darmaja A,
ment di dalam negeri (kayu bulat). Kebi- Nasution RF, Ridwansyah A. 2009.
jakan ekonomi internasional (larangan The Official MIM Academy
ekspor kayu bulat)sebagai pendorong terwu- Coursebook: MarkPlus Basics.
judnya daya saing internasional industri Jakarta: Esensi.
(kayu lapis) perlu diikuti oleh kebijakan Kementerian Kehutanan dan Kementerian
yang mendorong terciptanya industri (kayu Perindustrian dan Perdagangan
lapis) dalam negeri yang efisien dan berdaya Republik Indonesia. 2001. Surat
saing internasional. Pergantian paradigma Keputusan Bersama (SKB) tentang
kebijakan ekonomi internasional Indonesia Kebijakan Larangan Ekspor Kayu
dalam menghadapi era globalisasi perlu dila- Bulat. Jakarta.
kukan dengan strategi mengganti paradigma
lama (perdagangan komoditi) menjadi para- Manurung EGT, Simangunsong CB, Sukadri
digma baru yang berlandaskan konsep DS,Widyantoro B, Justianto A,
marketing re-positioning (perdagangan Ramadhan S, Sumardjani L, Rochadi
produk yang memiliki“brand”). D, Permadi P, Priyono BM,
Supriyanto B. 2007. Road Map Revi-
talisasi Industri Kehutanan Indone-
sia. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Meyer P, Vambery RG. 2008. Aligning
DAFTARPUSTAKA Global Business Strategy Planning
Models With Accelerating Change.
Journal of Global Businessand Tech-
Astana S, Subarudi, Muttaqin MZ. 2003. nology.Volume 4, Number 1. Spring.
Evaluasi Kebijakan yang Mendis-
torsi Pasar Kayu. Info Sosial Sihombing, ETM. 2009. Industri Kayu Kian
Ekonomi. Vol.3No.1. Terseok-seok. http://bataviase.co.id/
detailberita- 10462518.html [10 Juni
Astana S, Erwidodo. 2001. Pemberlakuan 2010].
Kembali Kebijakan Larangan Ekspor
Kayu Bulat. Laporan Analisis

149
PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

UMUM Daftar Pustaka disusun berdasarkan urutan abjad nama akhir.


Artikel berupa kajian bidang Manajemen dan Bisnis baik artikel Jika nama lebih dari satu kata maka diawali dengan nama akhir
hasil penelitian maupun artikel konseptual yang belum pernah koma diikuti nama awal. Contoh penulisan daftara pustaka:
dipublikasikan atau tidak sedang dikirim ke jurnal lain. Naskah Artikel dalam Buku:
dikirim sebanyak dua eksemplar dan file naskah dalam DVD Hasibuan, Malayu . 1997. Manajemen Sumberdaya Manusia.
dengan microsoft office word 93-2007 disertai biodata penulis Jakarta: CV Haji Masagung
dalam lembar terpisah. Kepastian pemuatan akan diberitahu Artikel dalam Buku Kumpulan Artikel:
secara tertulis. Noviyani, Putri. 2002. Pengaruh Pengalaman dan Pelatihan ter-
SISTEMATIKA PENULISAN hadap Pengetahuan Auditor tentang Kekeliruan. Simposium
Nasional Akuntasi 5 (hlm.76-92). Semarang: IAI.
Artikel hasil penelitian terdiri atas: judul, nama dan alamat
lembaga penulis, abstrak, kata kunci, pendahuluan, metode Artikel dalam Jurnal:
penelitian, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan daftar pustaka. Wijayanto, Bayu. 2003. Efek Gangguan Permintaan dan Pena-
Artikel konseptual terdiri atas: judul, nama dan alamat lembaga waan terhadap Fluktuasi Inflasi di Indonesia. Jurnal Eko-
penulis, abstrak, kata kunci, pendahuluan, pembahasan, nomi dan Bisnis. Vol.9 No.2 (September), hlm. 169-181.
kesimpulan dan daftar pustaka. Artikel dalam Majalah atau Koran:
Judul tidak boleh melebihi 14 kata (bahasa Indonesia) dan 12 Oktavia,Tiur S dan Santi,Joice T. 3 Juli, 2007. Bisnis Perbankan:
kata (bahasa Inggris). Masyarakat Perlu Melek Investasi. Kompas, hlm. 21.
Nama Penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademik disertai Atikel dalam Majalah/Koran Tanpa Penulis:
nama institusi tempat bekerja dan alamatnya. Lampung Post. 2007, 29 September. Akses Modal Terbatas,
Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris (cetak UKM Gulung Tikar. hlm. 21.
miring) kurang lebih 200 kata dalam satu paragraf yang berisi Dokumen Tanpa Pengarang dan Lembaga:
masalah dan permasalahan, tujuan penelitian, metode penelitian, Undang-undang Republik Indonesia No.2 Tahun 1989 tentang
hasil dan kesimpulan. Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta:PT Armas
Kata Kunci mencerminkan konsep pokok artikel, jumlah antara Duta.
3-6 kata dalam bahasa Inggris. Dokumen atas Nama Lembaga:
Pendahuluan artikel hasil penelitian berisi: latar belakang, Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Profesional Akuntan
masalah, permasalahan, tujuan, kajian teoritis/kerangka Publik. Jakarta: Salemba Empat.
pemikiran dan hipotesis. Artikel konseptual berisi: hal menarik
Karya Terjemahan:
yang menjadi acuan (konteks) permasalahan, diakhiri rumusan
Porter, Michael E. 1993. Teknik Menganalisis Industri dan Ber-
singkat hal pokok yang akan di bahas dan tujuan pembahasan.
saing. Terjemahan oleh Agus Maulana. Jakarta: Erlangga.
Metode Penelitian berisi: desain penelitian, sasaran penelitian
(populasi, sampel dan teknik sampling), sumber data, teknik Skripsi, Tesis atau Disertasi:
pengumpulan data dan metode dan teknik analisis yang ditulis Alghifari, Abizar. 2008. Analisis Kualitas Produk terhadap Ke-
dengan format esei . puasan Konsumen CV.Retina Printing di Bandar Lampung.
Hasil dan Pembahasan artikel hasil penelitian berisi: jawaban Skripsi tidak diterbitkan. Bandar Lampung: FE-UBL.
pertanyaan penelitian, proses mendapatkan, menginterpretasikan Makalah Seminar, Penataran, atau Lokakarya:
temuan, mengaitkan temuan dengan pengetahuan, memunculkan Kadir, Samsir. 1996. Mentalitas dan Etos Kerja. Paper Seminar
serta memodifikasi teori. Artikel konseptual berisi: kupasan, Nasional Strategi Meningkatkan Kualitas Sumber Daya
analisis, argumentasi, komparasi, keputusan serta pendirian atau Manusia. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,16-17 Juni.
sikap penulis tentang masalah yang dibahas. Internet Karya Individual:
Kesimpulan artikel hasil penelitian berisi: ringkasan dan Purwanto, Andi T. 2004. Manajemen Lingkungan: Dulu,
pengem-bangan pokok-pokok pikiran berdasar temuan, Sekarang, dan Masa Depan. (Online), (hhtp://andietri.
pengembangan teori dan penelitian lanjutan. Artikel konseptual tripod.com/index.htm, diakses 14 Februari 2007).
berisi: penegasan atas masalah yang telah dibahas sebelumnya Internet Artikel dari Jurnal
dan beberapa alternatif penyelesaian. Kumaidi. 1998. Pengukuran Awal Belajar dan Pengem-
Daftar Pustaka. Semua rujukan dimuat dalam daftar pustaka bangan Tes. Jurnal Ilmu Pendidikan. Jilid 5 No.4.
dan ditempatkan pada halaman terakhir menyatu dengan tubuh (Online), (http// www.malang.ac.id, diakses 20 Januari
artikel. 2000).
FORMAT PENULISAN Penyajian Tabel
Artikel diketik pada kertas A4 dengan spasi tunggal (1 spasi), Nomor tabel menggunakan angka arab, Nomor dan judul tabel
tipe huruf times new roman 12, margin tepi atas kertas 1,4”, tepi ditempatkan diatas tabel dari tepi kiri tidak diakhiri titik. Judul
bawah 1,2”, tepi kiri 1”, dan tepi kanan 1”, panjang artikel 15-25 lebih dari satu baris diberi jarak satu spasi. Tabel tidak menggu-
halaman, ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris nakan garis vertikal. Teks sebelum dan sesudah tabel diberi jarak
yang baik dan benar serta disajikan secara naratif dan tidak 2 sd 3 spasi. Jika lebih dari satu halaman, bagian kepala tabel
bersifat numerik. diulang pada halaman berikutnya.
Judul artikel ditulis dengan huruf times new roman 14 dengan Penyajian Gambar
huruf kapital, bold, diletakkan di tengah. Judul bab, huruf Nomor gambar menggunakan angka arab. Nomor dan Judul
kapital ukuran 12, bold, diletakkan di tengah. Sub judul, huruf ditempatkan dibawah gambar secara senter. Sumber kutipan ditu-
besar skecil, bold, diletakkan di tepi kiri. Sub–sub judul dengan lis di dalam kurung diletakan di bawah gambar. Teks sebelum
huruf besar kecil cetak miring, bold, diletakkan di tepi kiri. dan sesudah gambar diberi jarak 2 sd 3 spasi.

Anda mungkin juga menyukai