Anda di halaman 1dari 7

PANDUAN

PERMINTAAN PENDAPAT
MEDIS LAIN
SECOND OPINION

Rumah Sakit Umum Derah Anuntaloko Kabupaten Parigi Moutong


JL. Sis AL Jufri Nomor 214 Telp. /Faxs. (0450) 21032 – 22251
DAFTAR ISI

PANDUAN SECON OPINION ……………………………………………………………….. 1


BAB I DEFENISI…………………………………………………………………..................... 1
BAB II RUANG LINGKUP…………………………………………………............................ 2
BAB III TATA LAKSANA………………………………………………………………………. 3
BAB IV DOKUMENTASI………………………………………………………………………. 5

iv
BAB I
DEFINISI
A. Konsep
1. Kesalahan diagnosis dan penatalaksanaan pengobatan dokter sering terjadi di
belahan dunia manapun, termasuk di Indonesia.
2. Perbedaan pendapat para dokter dalam mengobati penderita adalah hal yang biasa
terjadi,dan hal ini mungkin tidak menjadi masalah serius bila tidak menimbulkan
konsekuensi yang berbahaya dan merugikan bagi penderita.
3. Second opinion dianjurkan bila menyangkut ancaman nyawa, kerugian biaya atau
dampak financial yang besar.
B. Pengertian
1. Opini medis adalah pendapat, pikiran atau pendirian dari seorang dokter atau ahli
medis terhadap suatu diagnosis, terapi dan rekomendasi medis lain terhadap penyakit
seseorang.
2. Meminta pendapat lain/ mencari pendapat kedua yang berbeda (second opinion)
adalah:
a. Pendapat medis yang diberikan oleh dokter lain terhadap suatu diagnose atau
terapi maupun rekomendasi medis lain terhadap penyakit yang diderita pasien.
Mencari pendapat lain bisa dikatakan sebagai upaya penemuan sudut pandang
lain dari dokter kedua setelah pasien mengunjungi atau berkonsultasi dengan
dokter pertama.
b. Merupakan hak seorang pasien dalam memperoleh jasa pelayanan
kesehatannya,sebagaimana dalam Undang Undang no. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, bagian empat pasal 32 poin H tentang hak pasien menyebutkan
bahwa “Setiap pasien memiliki hak meminta konsultasi tentang penyakit yang
dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di
dalam maupun di luar Rumah Sakit”.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Permasalahan Kesehatan Penting yang Memerlukan Second Opinion


1. Keputusan dokter tentang tindakan operasi, di antaranya operasi usus buntu, operasi
amandel (tonsilektomi), operasi caesar, operasi hordeolum (bintitan), operasi ligasi
ductus lacrimalis (mata belekan dan berair terus) dan tindakan lainnya.
2. Keputusan dokter tentang pemberian obat jangka panjang lebih dari 2 minggu,
misalnya pemberian obat TBC jangka panjang, pemberian antibiotika jangka panjang,
pemberian obat anti alergi jangka panjang dan pemberian obat-obat jangka panjang
lainnya.
3. Keputusan dokter dalam mengadviskan pemberian obat yang sangat mahal: baik obat
minum, antibiotika atau pemberian susu.
4. Kebiasaan dokter memberikan terlalu sering antibiotika berlebihan pada kasus yang
tidak seharusnya diberikan: seperti infeksi saluran nafas, diare, muntah, demam virus,
dan sebagainya. Biasanya dokter memberikan diagnosis infeksi virus tetapi selalu
diberi antibiotika.
5. Keputusan dokter dalam mengadviskan pemeriksaan laboratorium dengan biaya
sangat besar dan tidak sesui dengan indikasi penyakit yang diderita.
6. Keputusan dokter tentang suatu penyakit yang berulang diderita misalnya: penyakit
tifus berulang, pada kasus ini sering terjadi overdiagnosis tidak mengalami tifus tetapi
diobati tifus karena hasil pemeriksaan laboratorium yang menyesatkan.
7. Keputusan diagnosis dokter yang meragukan : biasanya dokter tersebut
menggunakan istilah “gejala” seperti gejala tifus, gejala ADHD, gejala demam
berdarah, gejala usus buntu. Atau diagnosis Autis ringan, ADHD ringan dan gangguan
perilaku lainnya.
8. Keputusan pemeriksaan dan pengobatan yang tidak direkomendasikan oleh institusi
kesehatan nasional atau internasional dan tidak memiliki dasar evidance base
medicine (kejadian ilmiah berbasis bukti penelitian di bidang kedokteran) : seperti
pengobatan dan terapi bioresonansi, pemeriksaan alergi lgG4 dikirim ke Amerika,
pemeriksaan alergi melalui rambut, dan lain sebagainya.

2
BAB III
TATA LAKSANA

A. Prosedur Meminta Second Opinion


1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit.
2. Pastikan pasien sudah mendapat pendidikan pasien yang benar mengenai proses
penyakit yang dideritanya dari DPJP.
3. Hindari hal yang menyebabkan pasien / keluarga tidak tenang.
4. Berikan penguatan tehadap informasi yang diberikan oleh tim kesehatan lain dengan
tepat.
5. Jika pasien atau keluarga masih bingung dukung pasien untuk mencari/mendapatkan
second opinion sesui kebutuhan atau indikasi.
6. Jelaskan kepada pasien/keluarga tentang hal yang perlu dipertimbangkan dalam
meminta pendapat lain.
7. Siapkan formulir permintaan pendapat lain/second opinion dan rekam medis pasien.
8. Persilahkan pasien/keluarga mengisi formulir dengan lengkap dan
menandatanganinya.
9. Fasilitas pasien untuk mendapatkan penjelasan second opinion dari dokter dengan
kompetensi yang sama. Berikan nomor telepon atau alamat yang dapat dihubungi.

B. Edukasi Pasien/Keluarga Sebelum Melakukan Second Opinion


1. Berikan saran untuk mencari second opinion kepada dokter yang sesuai
kompetensinya atau keahliannya. Seringkali pasien mendapatkan informasi hanya
dari internet tanpa harus diketahui akurasi kebenarannya secara ilmiah. Selain itu,
seringkali pasien mendapatkan informasi tidak benar dari teman atau saudaranya
yang berprofesi sebagai dokter tetapi tidak sesuai kompetensinya dengan masalah
yang dihadapi Misalnya, saran berbeda dari dokter umum atau dokter dalam penyakit
penanganan anaknya yang berusia 1 bulan yang sedang mengalami masalah
kegawatan di ruangan NICU. Seringkali opini yang belum tentu benar tersebut
membuat pasien bingung dan tidak mempercayai dokter ahli yang merawat bayinya.
Bila masalah rumit tersebut terjadi, sebaiknya pasien mencari informasi atau second
opinion kepada dokter yang berkompeten misalnya dokter anak ahli neonatologi.
2. Rekomendasi atau pengalaman keberhasilan pengobatan teman atau keluarga
terhadap dokter tertentu dengan kasus yang sama sangat penting untuk dijadikan
referensi. Karena, pengalaman yang sama tersebut sangatlah penting dijadikan
sumber referensi.

3
3. Anjurkan mencari informasi sebanyak-banyaknya di internet tentang permasalahan
kesehatan tersebut. Jangan mencari informasi sepotong-sepotong,karena seringkali
akurasinya tidak dipertanggung jawabkan. Carilah sumber informasi internet dari
sumber yang kredibel seperti: WHO, CDC, IDAI, IDI atau organisasi resmi lainnya.
4. Keputusan second opinion dalam keadaan emergensi atau kondisi tertentu juga harus
dilakukan dalam waktu singkat hari itu juga, seperti: operasi usus buntu.
5. Anjurkan mencari second opinion terhadap dokter yang dapat menjelaskan dengan
mudah, jelas, lengkap dan dapat diterima dengan logika. Biasanya dokter tersebut
akan menjelaskan tidak berbelit-belit dan mudah diterima. Dokter yang cerdas dan
bijaksana biasanya tidak akan pernah menyalahkan keputusan dokter sebelumnya
atau tidak akan pernah menjelek-jelekkan dokter sebelumnya atau menganggap
dirinya paling benar.
6. Ketika melakukan second opinion sebaiknya awalnya jangan menceritakan dulu
pendapat dokter sebelumnya atau mempertentangkan pendapat dokter sebelumnya,
agar dokter terakhir tersebut dapat obyektif dalam menangani kasusnya. Kecuali
dokter tersebut menanyakan pengobatan yang sebelumnya pernah diberikan atau
pemeriksaan yang telah dilakukan.
7. Jangan menggurui bila sudah memperoleh informasi tentang kesehatan, karena
informasi yang anda dapat belum tentu benar. Tetapi sebaiknya diskusikan informasi
yang didapat kemudian mintakan pendapat dokter tersebut tentang hal itu.
8. Bila pendapat kedua dokter tersebut berbeda, maka ambil salah satu keputusan
tersebut berdasarkan argumen yang dapat diterima secara logika. Atau,dalam
keadaan tertentu ikuti advis dari dokter tersebut bila terdapat perbaikan bermakna
dan sesui penjelasan dokter maka keputusan tersebut mungkin dapat dijadikan
pilihan. Bila hal itu masih membingungkan, tidak ada salahnya melakukan pendapat
ketiga. Biasanya dengan berbagai pendapat tersebut penderita akan memutuskannya.
Bila pendapat ketiga tersebut masih sulit dipilih biasanya kasus yang dihadapi adalah
kasus yang sangat sulit.
9. Keputusan second opinion terhadap terapi alternatif sebaiknya tidak dilakukan
karena pasti terjadi perbedaan pendapat dengan pemahaman tentang kasus yang
berbeda dan latar belakang keilmuan yang berbeda.
10. Kebenaran ilmiah di bidang kedokteran tidak harus berdasarkan senioritas dokter
atau gelar profesor yang disandang. Tetapi berdasarkan kepakaran dan landasan
pertimbangan kejadian ilmiah berbasis buktu penelitian di bidang kedokteran
(evidance base medicine).

4
BAB IV
DOKUMENTASI

Bukti permintaan pendapat lain dari pasien / keluarga berupa formulir persetujuan
permintaan pendapat lain (second opinion) yang telah terisi lengkap dan ditandatangani.
Formulir tersebut kemudian disimpan dalam rekam medis pasien yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai