Anda di halaman 1dari 6

PES PLANUS ( FLAT FOOT )

1. Definisi
Istilah flatfoot atau pes planus merupakan suatu terminologi untuk
menggambarkan suatu keadaan berkurangnya ataupun hilangnya lengkung medial
longitudinal telapak kaki sehingga menyebabkan seluruh bagian dari telapak kaki
tersebut menyentuh tanah. Keadaan ini dapat bersifat fisiologik yang dikenal
dengan flexible flatfoot dan patologik yang dikenal dengan rigid flatfoot.

2. Epidemiologi
Walaupun insidensi dari flatfoot atau pes planus tidak diketahui secara
pasti, namun keadaan ini seringkali terjadi dan faktanya adalah keadaan ini
menjadi salah satu penyebab tersering terjadinya kunjungan ke praktisi orthopedik
pediatrik. Prevalensi flatfoot akan menurun seiring dengan bertambahnya usia.
Saat berusia 2 tahun, sebesar 94% anak-anak mengalami flatfoot dan pada usia 10
tahun, hanya sebesar 4% yang mengalami keadaan tersebut. Prevalensi flatfoot
pada kelompok anak berusia 3 tahun adalah sebesar 54% dan pada kelompok anak
berusia 6 tahun sebesar 24%. Sebagian besar anak akan menunjukkan
perkembangan normal dari telapak kaki secara utuh pada usia 12 tahun.

3. Patogenesis
Meskipun berukuran kecil, anatomi kaki bayi yang baru lahir sangatlah
kompleks, yang terdiri dari 26 sampai dengan 28 tulang. Anatomi kaki dapat
dibagi menjadi tiga daerah anatomi, yakni hindfoot atau rearfoot (talus dan
kalkaneus); midfoot (tulang navikular, tulang kuboid, dan tiga tulang runcing),
dan forefoot (metatarsal dan falang). Semua anak terlahir dengan flatfoot. hampir
setiap kaki anak awalnya memiliki bantalan lemak besar di dalam
lengkungan telapak kakinya, yang mana bantalan lemak tersebut secara perlahan
akan menurun seiring dengan pertumbuhan mereka. Lengkungan longitudinal
pada telapak kaki tidak ditemukan pada saat lahir, namun akan perlahan-lahan
berkembang selama masa kanak-kanak, biasanya pada usia sekitar lima atau enam
tahun. Hal tersebut merupakan proses yang terjadi sepanjang pertumbuhan dan
tidak terpengaruh oleh ada atau tidak adanya factor pendukung eksternal.
Terkadang lengkungan telapak kaki tersebut membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk mencapai bentuknya, dan normalnya lengkungan kaki
berkembang dalam dekade pertama kehidupan, Namun, hal tersebut biasanya
tidak menimbulkan masalah. Flexible flatfoot dianggap sebagai manifestasi dari
kelemahan konstitusional yang mempengaruhi semua ligamen dan sendi, dan jika
lengkungan kaki tampak tidak normal, maka hal tersebut dapat terjadi sebagai
akibat tegangan beban tubuh. Kebanyakan anak dengan flatfoot dapat mencapai
koreksi parsial secara spontan.
4. Klasifikasi & Etiologi
Flatfoot dapat diklasifikasikan menjadi fisiologik dan patologik. Flatfoot
yang bersifat fisiologik, dikenal dengan flexible flatfoot, ditandai dengan
lengkungan yang normal ketika tidak menyokong beban tubuh dan lengkungan
yang mendatar saat sedang menyokong beban tubuh (dalam keadaan berdiri).
Keadaan ini seringkali tampak selama dekade pertama kehidupan dan dapat
bersifat simtomatik ataupun asimtomatik. Sebagian besar penyebab dari keadaan
ini adalah kelemahan yang berlebihan dari kapsula sendi dan ligamen yang
berakibat hilangnya lengkungan tarsal ketika harus menyokong beban tubuh.
Faktor lain yang diduga turut berkontribusi pada flatfoot ini adalah kelebihan
berat badan, obesitas, laki-laki, serta penggunaan sepatu sebelum anak berusia 6
tahun.
Flatfoot yang bersifat patologik, atau dikenal dengan rigid flatfoot,
ditandai dengan lengkungan yang terfiksasi, artinya tidak dapat dimodifikasi oleh
ada atau tidaknya beban tubuh yang disokong. Keadaan ini merupakan suatu
deformitas kongenital dengan berbagai macam penyebab dasar dan seringkali
mengakibatkan rasa sakit dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas.
Tatalaksana yang diberikan pada rigid flatfoot ini biasanya berhubungan erat
keadaan patologi dasarnya, seperti congenital vertical talus, tarsal bars,
idiopathic short Achilles tendon, and accessory scaphoid bone.
5. Manifestasi Klinik
Flexible flatfoot pada anak-anak hampir tidak pernah menimbulkan
permasalahan. Anak-anak dengan flexible flatfoot pada umumnya asimtomatik.
Jika keadaan flexible flatfoot tersebut bertahan hingga usia dewasa muda,
beberapa mungkin akan mengalami rasa sakit yang ringan di sepanjang bagian
bawah kaki. Flexible flatfoot mungkin saja baru menimbulkan gejala ketika
mencapai usia dewasa muda. Gejala-gejala tersebut berkembang ketika kontraksi
dari tendon achiles membatasi pergerakan dorsofleksi pergelangan kaki secara
penuh, yang kemudian memindahkan tekanan atau gaya tersebut pada bagian
midfoot, tekanan ataupun gaya tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan
kerusakan pada persendian tarsal. Pasien mengeluhkan rasa nyeri yang tidak jelas
pada lengkungan medial dan pergelangan kaki.
Pada pemeriksaan fisik, kaki memiliki bagian bawah yang mendatar, dan
valgus kalkaneus akan tampak pada posisi berdiri. Ketika pasien berdiri dengan
menggunakan ujung kakinya, kalkaneus sedikit membalik, namun tidak secara
penuh. Dorsofleksi pergelangan kaki dibatasi kurang dari 5 derajat untuk
kontraksi tendon achiles. Pergerakan normal dari subtalar dan tarsal tranversus
akan menurun hingga mencapai 50%.
Pasien dengan koalisi tarsal mengalami nyeri yang tajam dan tiba-tiba,
dengan onset yang akut pada lengkungan telapak kaki, pergelangan kaki, dan
midfoot. Pasien ini beresiko lebih sering mengalami ankle sprains sekunder untuk
membatasi pergerakan subtalar.

6. Pemeriksaan Fisik
Mengingat bahwa rendahnya lengkungan medial longitudinal yang terjadi
pada masa awal kehidupan bayi merupakan kondisi yang hampir terjadi secara
universal, dan keadaan ini akan mengalami perbaikan dengan sendirinya seiring
dengan pertumbuhannya, maka secara umum cukup sulit untuk mengatakan
keadaan ini sebagai suatu kondisi yang patologik. Namun begitu, pada beberapa
kasus, perbaikan dari rendahnya lengkungan medial longitudinal mungkin tidak
terjadi secara spontan, dan mengakibatkan timbulnya gejala-gejala yang cukup
signifikan. Kesulitannya adalah untuk membedakan suatu deformitas akibat
flatfoot yang patologik dari bentuk perkembangan normalnya. Pemeriksaan umum
sebaiknya meliputi penilaian terhadap ada tidaknya kelemahan ligamen, begitu
juga penilainan terhadap deformitas torsional dan angular. Perlu diketahui bahwa
deformitas yang terjadi terkait dengan flatfoot memiliki kejadian yang lebih tinggi
dalam hubungannya dengan deformitas valgus pada sendi lutut dan kelemahan
ligamen. Secara umum, suatu keadaan flexible flatfoot akan kembali pada posisi
normalnya disertai dengan adanya lengkungan longitudinal pada saat posisi duduk
atau ketika kaki tidak sedang menopang berat tubuh. Ketika berdiri dengan
menggunakan jari-jari kaki, lengkung longitudinal akan terbentuk dan ujung
hindfoot menjadi varus dengan adanya plantar fleksi dari hindfoot.
Penilaian terhadap kaki pada posisi tidak sedang menopang berat badan,
dengan pasien berlutut di atas sebuah kursi, akan memperlihatkan bahwa hindfoot
akan pada posisi netralnya disertai dengan deformitas supinasi dari forefoot. Pada
saat posisi berdiri, pengangkatan dari ibu jari (in the Jack toe-raise test) akan
menghasilkan peninggian dari lengkung longitudinal oleh karena adanya efek
katrol dari fasia plantar. Dorsofleksi pergelangan kaki pada keadaan ekstensi pada
sendi lutut dan dengan hindfoot sedikit inversi sebaiknya dilakukan untuk menilai
adanya ketegangan dari tendon achiles, sebagaimana hal tersebut merupakan suatu
kondisi patologik yang seringkali terjadi terkait dengan timbulnya rasa sakit pada
deformitas flatfoot. Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah pola kulit di sisi
plantar, adanya kalusitis pada ujung talus akan berhubungan dengan gejala dan
derajat beratnya deformitas flatfoot.

7. Temuan Radiologi
Pemeriksaan radiografi pada kasus kelainan flatfoot tidak digunakan
secara umum untuk eveluasi rutin. Pada kasus-kasus yang berat, rangkaian dari
radiografi lateral akan membantu untuk menentukan arah kelainannya. Namun
perlu diingat bahwa temuan pada pemeriksaan radiografi ini tidak dapat
digunakan untuk menentukan indikasi terapi. Pemeriksaan radiografi harus dinilai
pada keadaan kaki sedang menyokong berat badan, dan diambil dari aspek
anteroposterior, lateral, dan oblik pada foto polos.
Radiografi sisi lateral pada flatfoot akan menunjukkan Meary ankle, yang
mana megindikasikan beratnya suatu deformitas flatfoot. Adanya lengkungan
yang terlokalisir antara navicular dan cuneiform pertama, memiiki implikasi yang
signifikan untuk terapi. Ditemukannya C-Sign pada radiografi lateral, dikatakan
lebih spesifik untuk mendiagnosa flatfoot daripada koalisi subtalar.
Skanning dengan menggunakan computed tomography (CT) scan, berguna
untuk menyingkirkan adanya koalisi tarsal. Adanya deformitas unilateral pada
kaki harus menjalani pemeriksaan neurologik yang tepat, MRI dapat diindikasikan
untuk menyingirkan adanya tethered cord, lipomeningocelle, dan sebagainya.

8. Tatalaksana
Secara umum, flatfoot yang tidak menimbulkan rasa nyeri (asimptomatik)
tidak membutuhkan tatalaksana khusus. Flexible flatfoot pada anak-anak hampir
tidak pernah menimbulkan permasalahan dan flexible flatfoot yang asimptomatik
jarang sekali membutuhkan suatu tindakan intervensi; bahkan tidak terdapat bukti
yang mengindikasikan bahwa pemberian terapi pada masa awal dapat mencegah
berkembangnnya flexible flatfoot yang bersifat simtomatik pada masa dewasa.
Adapun tatalaksana dari flatfoot ini dibagi menjadi 2, yakni :
A. Terapi Konservatif
Pada kasus-kasus hypermobile (flexible) flatfoot, tidak ada terapi yang
diindikasikan pada pasien anak yang asimtomatik. Edukasi serta jaminan rasa
aman mengenai kondisi tersebut, tetaplah menjadi hal yang utama.
Sepatu ortopedik, termasuk dengan berbagai macam modifikasi tumit,
cetakan lengkungan tumit, dan ortosis lainnya, serta penyokong lengkungan
medial, secara tradisional telah dikenal sebagai salah satu metode terapi;
walaupun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa modifikasi tersebut efektif.
Meskipun beberapa penelitian berpendapat bahwa metode terapi ini dapat
mengembalikan lengkungan longitudinal pada keadaan normal dan mengurangi
tekanan yang bersifat patologik pada area kaki yang menopang beban tubuh,
namun penelitian dengan metode kontrol gagal untuk menunjukkan pengaruh
terapi modifikasi ini terhadap perkembangan ataupun pengembalian dari lengkung
longitudinal.
Pada kasus flatfoot dengan gejala, penyokong lengkungan serta ortosis
mungkin memiliki manfaat bagi penderitnya. Gejala-gejala tipikalnya adalah
seperti rasa nyeri dan lelah pada lengkunan medial, serta keram di malam hari.
Sebagai tambahan, untuk latihan peregangan dan pelurusan otot-otot, sepatu yang
didesign untuk running memiliki kegunaan untuk menyokong tumit dan
lengkungan longitudinal dan pemakaian sepatu inipun lebih dapat diterima secara
luas.
Jika terjadi kontraktur pada tendon achiles, maka peregangan secara
manual dapat dilakukan baik oleh orang tua maupun oleh anak itu sendiri, jika
anak sudah cukup mengerti dan kooperatif terhadap tindakan terapi tersebut.
B. Terapi Pembedaan
Adapun indikasi terapi pembedahan pada pasien dengan flatfoot adalah
sebagai berikut.10
1. Adanya gejala-gejala yang tidak dapat ditelusuri dan tidak responsif terhadap
penggunaan sepatu dan ortotik modifikasi.
2. Ketidakmampuan dari penderita dalam memodifikasi suatu aktivitas yang
menimbulkan nyeri.
3. Pasien dengan kalus talonavikular dan peregangan dari lengkungan medial
yang membatasi aktivitas sehari-hari akibat rasa nyeri yang ditimbulkannya.

Adapun berbagai tindakan prosedur pembedahan yang dapat dilakukan


untuk terapi pada flatfoot, adalah sebagai berikut.
1. Arthroereisis
2. Heel Cord Lengthening
3. Subtalar Fusion
4. Lateral Column Lengthening
5. Imbrication of Talonaviculocuneiform Complex

Anda mungkin juga menyukai