Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kepemimpinan
Berbagai literatur manajemen menjelaskan bahwa kepemimpinan menjadi

salah satu faktor yang sangat mempengaruhi organisasi. Seorang pemimpin

memegang peran penting karena keberadaannya dapat menentukan gerak

maju organisasi. Sikap atau gaya seorang pemimpin akan mewarnai kegiatan

operasional organisasi sehari-hari. Menurut Greger dan Peterson (2000)

pengertian kepemimpinan meliputi beberapa aspek seperti memperlihatkan

cara, menuntun, mengarahkan, membujuk, dan berada di depan. Sementara itu

Leavit (dalam Behling dan McFillen, 1996) mengartikan kepemimpinan sebagai

kemampuan untuk menjabarkan misi dengan jelas, mengkomunikasikannya dan

membujuk orang lain atau bawahan untuk merealisasikan misi tersebut.

Sedangkan Conger dan Kanungo (dalam Behling dan McFillen, 1996)

berpendapat bahwa pemimpin yang berhasil adalah mereka yang dapat

mengembangkan suatu visi yang berbeda dari status quo (keadaan pada

umumnya), akan tetapi visi tersebut tetap dapat diterima oleh bawahan.

Berbagai pengertian tentang kepemimpinan ini menunjukkan bahwa seorang

pemimpin sebagai orang yang diharapkan memandu organisasi dan para

individu di dalamnya ke arah positif seharusnya memiliki kreativitas dalam

mencapai tujuannya tanpa melihat apakah ide atau cara yang digunakannya

berbeda dari kebiasaan yang berjalan selama ini.

Hasil penelitian terdahulu seperti penelitian Kirkpatrick dan Locke (dalam

DeGroot et al 2000) menyatakan bahwa karisma pimpinan yang nampak dalam

setiap perilaku mereka sebenarnya dapat memotivasi bawahan. Dampak yang

6
7

mungkin timbul dari perilaku seperti ini adalah upaya-upaya dari bawahan untuk

berkinerja dengan baik. Seorang bawahan akan berperilaku kerja yang baik jika

dirinya melihat bahwa pimpinannya juga bekerja dengan baik. Sedangkan hasil

penelitian dari Behling dan McFillen (1996) mengindikasikan adanya hubungan

antara perilaku pimpinan dengan perilaku bawahan. Dalam penelitian tersebut

ditunjukkan bahwa atribut-atribut perilaku pimpinan memiliki pengaruh terhadap

keyakinan bawahan yang pada gilirannya juga akan mempengaruhi perilaku

bawahan. Sebagai contoh, seorang pemimpin yang memberikan dorongan

kepada bawahannya akan berdampak pada timbulnya semangat atau motivasi

dari bawahan sehingga akan berperilaku kerja sesuai dengan harapan

perusahaan.

Hasil penelitian lainnya dari Zerbe et al (1998) mengindikasikan adanya

pengaruh positif dan signifikan antara kepemimpinan dengan perilaku Petugas

Medis dan Paramedis terutama dalam kaitannya dengan pemberian pelayanan

yang berkualitas pada konsumen. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil

penelitian sebelumnya yang meneliti pelayanan dalam organisasi jasa. Salah

satunya adalah penelitian dari Schneider & Bowen (Zerbe et al, 1998) yang

dalam penelitiannya mereka menyimpulkan bahwa manakala Petugas Medis

dan Paramedis memandang organisasi sebagai pihak yang memfasilitasi,

meningkatkan karir, serta memberikan pengawasan serta pengarahan pada

mereka maka mereka akan bebas dalam melakukan pekerjaan pokok mereka

dalam memberikan pelayanan pada konsumen. Akan tetapi menurut penelitian

Zerbe et al (1998), kepemimpinan sebagai bagian dari komponen manajemen

sumber daya manusia akan dapat meningkatkan motivasi Petugas Medis dan

Paramedis dalam hal pemberian pelayanan yang berkualitas.


8

Hasil penelitian dari Church (1995) juga mengindikasikan adanya pengaruh

positif antara kepemimpinan dengan perilaku pelayanan Petugas Medis dan

Paramedis Penelitian yang membahas mengenai dampak perilaku pimpinan

terhadap kinerja pelayanan Petugas Medis dan Paramedis ini menghasilkan

temuan bahwa perilaku pimpinan secara langsung mempengaruhi kualitas

pelayanan Petugas Medis dan Paramedis yang pada gilirannya akan dapat

membawa dampak positif pada peningkatan kinerja organisasi.

2.2. Komunikasi

Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terpisahkan dari suatu organisasi.

Melalui komunikasi, seorang individu dalam organisasi dapat bertukar

pandangan atau pendapat dengan individu-individu lainnya. Komunikasi juga

akan mempererat individu dalam organisasi dan akan memubat suasana kerja

menjadi lebih kekeluargaan. Hal ini sejalan dengan pengertian komunikasi yang

dimaksudkan sebagai proses yang digunakan untuk mentransfer informasi serta

mempengaruhi dari satu pihak ke pihak lain (Johlke dan Duhan 2000).

Komunikasi yang dimaksud dalam konteks pemberian pelayanan di sini

adalah komunikasi yang terjadi dalam dan antar bagian dalam organisasi

(Zeithaml et al, 1988). Komunikasi yang demikian ini dapat diharapkan akan

dapat mempengaruhi perilaku petugas medis dan paramedis rumah sakit

pasien. Sebab sebenarnya tujuan yang mendasar dari komunikasi semacam ini

adalah untuk mengkoordinasikan orang-orang dan bagian-bagian dalam

organisasi sehingga hal-hal yang menjadi tujuan dari organisasi dapat tercapai

(Zeithaml et al ,1988). Sebenarnya hal ini menjadi masuk akal karena manakala

salah satu bagian dalam organisasi (misalnya organisasi rumah sakit)

dikembangkan atau dilatih secara terpisah dari bagian lain (misalnya pelaksana
9

atau Petugas Medis dan Paramedis yang berhubungan langsung dengan pasien

seperti perawat), sedangkan tidak ada komunikasi di antara bagian-bagian

dalam organisasi maka bagian yang berhubungan langsung dengan konsumen

(pasien) tidak akan dapat atau mampu memberikan pelayanan yang seperti

yang digambarkan oleh bagian yang telah dilatih oleh organisasi rumah sakit

tersebut. Kondisi yang seperti ini menunjukkan adanya kesalahpahaman yang

diakibatkan kurangnya komunikasi (Zeithaml et al 1988).

Menurut Klepack (1990) pada dasarnya komunikasi internal perusahaan

yang baik akan membawa pada perbaikan moral dan produktifitas Petugas

Medis dan Paramedis yang tinggi. Sebab dampak dari komunikasi adalah

bahwa mereka menjadi tahu akan misi dan visi dari perusahaan tempat mereka

bekerja. Petugas Medis dan Paramedis yang tahu dan memahami misi dari

perusahaan.

Sementara itu hasil penelitian lain juga mengindikasikan hal yang sama

yaitu bahwa komunikasi dapat mempengaruhi perilaku anggota organisasi.

Dalam penelitian Palmer dan Sanders (dalam Habner et al 1997) ditunjukkan

bahwa komunikasi sebenarnya adalah kunci untuk berhasil dalam implementasi

atau penerapan dari upaya pengembangan kualitas. Sebab komunikasi yang

efektif yang terdiri dari pembicaraan, tulisan, simbolisasi atau perilaku untuk

mencapai sasaran yang diharapkan dengan cara-cara yang dapat diterima

dengan baik akan berdampak positif pada komitmen Petugas Medis dan

Paramedis terhadap visi atau mencapai visi-visi organisasi. Hasil ini

menunjukkan secara implisit hubungan antara komunikasi dan perilaku

pelayanan, karena komitmen pada visi organisasi adalah berarti pula memiliki

perilaku yang sesuai atau sejalan dengan visi organisasi. Disamping itu
10

komunikasi dapat mendorong manajer dan Petugas Medis dan Paramedis untuk

mengembangkan nilai-nilai bersama dan kepercayaan antara mereka, yang

mana hal ini sangat diperlukan untuk keberhasilan penerapan pengembangan

kualitas pelayanan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan

komunikasi yang efektif diantara bagian-bagian dalam organisasi maka akan

dapat meningkatkan perilaku pelayanan seperti yang diharapkan.

2.3. Kinerja Petugas Medis dan Paramedis

Istilah kinerja berasal dari kata Job Perfomance atau Actual Perfomance

yang artinya prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh

seseorang. Namun sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas,

bukan hanya dapat diartikan sebagai hasil kerja tetapi termasuk bagaimana

proses pekerjaan berlangsung.

Menurut Mangkunegara (2013:67) bahwa “kinerja (prestasi kerja) adalah

hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai

dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya”. Sedangkan menurut Wibowo (2012:7) bahwa “kinerja adalah

tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut,

kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara

mengerjakannya”.

Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai

prestasi kerja yang dihasilkan oleh Petugas Medis dan Paramedis sesuai

dengan perannya dalam perusahaan. Seberapa baik kita mengelola kinerja

bawahan akan secara langsung mempengaruhi tidak hanya dari kinerja masing-

masing pekerja secara individu dan unit kerjanya tetapi juga kerja seluruh

organisasi. Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


11

kinerja adalah suatu pencapaian hasil kerja oleh Petugas Medis dan Paramedis

dalam melakukan tugas maupun perannya dalam suatu organisasi atau

perusahaan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2.3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Mangkunegara (2013:72) ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi kinerja individu menurut organisasi, yaitu sebagai berikut:

a. Faktor Individu

Secara psikologis individu yang normal adalah individu yang

memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisik

(jasmani). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi fisik

dan psikis, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik.

Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia

untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara

optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari

dalam mencapai tujuan organisasi.

b. Faktor Lingkungan Organisasi

Faktor lingkungan organisasi sangat menunjang bagi individu

dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang

dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang

memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja yang

efektif, hubungan kerja yang harmonis, iklim kerja respek dan

dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

Sedangkan menurut Wibowo (2012:80), faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut: Kepemimpinan,


12

Mekanisme kerja yang berlangsung dalam organisasi, Lingkungan

kerja danHubungan antar manusia didalam organisasi

2.3.2. Tujuan Kinerja

Tujuan kinerja Petugas Medis dan Paramedis dapat didefinisikan

sebagai apa yang diharapkan untuk dicapai oleh suatu organisasi, fungsi,

departemen dan individu dalam suatu periode tertentu. Arti pentingnya

menetapkan tujuan adalah sebagai proses manajemen yang memastikan

bahwa setiap pekerja individual tahu peran apa yang harus mereka lakukan

dan hasil apa yang perlu mereka capai untuk memaksimumkan kontribusinya

pada keseluruhan bisnis. Dengan adanya tujuan, memungkinkan pekerja

mengetahui apa yang diperlukan dari mereka, atas dasar apa kinerja harus

dilakukan dan bagaimana kontribusinya akan dinilai. Menurut Wibowo

(2012:50) bahwa pada dasarnya terdapat banyak tujuan dalam suatu

organisasi. Tujuan tersebut dapat dinyatakan dalam berbagai tingkatan

sebagai berikut:

1. Corporate Level merupakan tingkatan dimana tujuan dihubungkan dengan

maksud, nilai-nilai dan rencana dari organisasi secara menyeluruh untuk

dicapai

2. Senior Managemen Level merupakan tingkatan dimana tujuan pada

tingkatan ini mendefinisikan kontribusi yangdiharapkan dari tingkat

manajemen senior untuk mencapai tujuan organisasi

3. Business-unit, Functional atau Departemen Level merupakan tingkatan

dimana tujuan pada tingkatan ini dihubungkan dengan tujuan organisasi,

target, dan proyek yang harus diselesaikan oleh unit bisnis, fungsi atau

departemen
13

4. Team Level merupakan tingkatan dimana tujuan tingkat tim dihubungkan

dengan maksud dan akuntabilitas tim dan kontribusi yang diharapkan dari

tim

5. Individual Level, yaitu tingkatan dimana tujuan dihubungkan pada

akuntabilitas pelaku, hasil utama, atau tugas pokok yang mencerminkan

pekerjaan individual dan fokus pada hasil yang diharapkan untuk dicapai

dan kontribusinya pada kinerja tim, departemen atau organisasional.

2.3.2 Dimensi-Dimensi Kinerja

Menurut Sutrisno (2010:172-173), mengemukakan bahwa ada empat

dimensi yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai kinerja, yaitu:

a. Kualitas yang dihasilkan, yaitu menerangkan tentang jumlah kesalahan,

waktu, dan ketepatan dalam melaksanakan tugas

b. Kuantitas yang dihasilkan, yaitu berkenaan dengan berapa jumlah produk

atau jasa yang dapat dihasilkan

c. Waktu kerja, yaitu menerangkan akan berapa jumlah absen,

keterlambatan, serta

d. Kerja sama, yaitu menerangkan akan bagaimana individu membantu atau

menghambat usaha dari teman sekerjanya.

2.3.3 Indikator Kinerja

Pada dasarnya kinerja Petugas Medis dan Paramedis perlu diukur untuk

mengetahui apakah selama pelaksanaan, kinerja dilakukan dari rencana

yang telah ditentukan atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal

waktu yang ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai

dengan yang diharapkan oleh perusahaan. Untuk melakukan pengukuran,

diperlukan kemampuan untuk mengukur kinerja sehingga adanya ukuran


14

kinerja. Pengukuran hanya berkepentingan untuk mengukur apa yang

penting dan relevan. Untuk itu, perlu jelas tentang apa yang dikatakan

penting dan relevan sebelum menentukan ukuran apa yang harus digunakan.

Menurut Moeheriono (2009:80) pada umumnya ukuran indikator kerja

dapat dikelompokkan ke dalam enam kategori berikut ini. Namun demikian,

organisasi tertentu dapat mengembangkan kategori masing-masing yang

sesuai dengan misinya.

a. Efektif

Indikator ini mengukur derajat kesesuaian output yang dihasilkan

dalam mencapai sesuatu yang diinginkan.

b. Efisien

Indikator ini mengukur derajat kesesuaian proses menghasilkan output

dengan menggunakan biaya serendah mungkin.

c. Kualitas

Indikator ini mengukur derajat kesesuaian antara kualitas produk atau

jasa yang dihasilkan dengan kebutuhan dan harapan pelanggan

d. Ketepatan Waktu

Indikator ini mengukur tingkat produktivitas suatu organisasi. Untuk itu,

perlu ditentukan kriteria yang dapat mengukur berapa lama waktu yang

seharusnya diperlukan untuk menghasilkan suatu produk/jasa.

e. Produktivitas

Indikator ini mengukur tingkat produktifitas suatu organisasi. Dalam

bentuk yang ilmiah, indikator ini mengukur nilai tambah yang dihasilkan

oleh suatu proses dibandingkan dengan nilai yang dikonsumsi untuk

biaya modal dan tenaga kerja.


15

f. Keselamatan

Indikator ini mengukur kesehatan organisasi secara keseluruan serta

lingkungan kerja para pegawainya ditinjau dari aspek keselamatan.

Dari berbagai kriteria di atas, maka dapat dipahami bahwa tujuan

pengukuran kinerja adalah untuk memberikan bukti apakah hasil kinerja

Petugas Medis dan Paramedis yang diinginkan perusahaan telah tercapai

atau belum.

2.4 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang telah dilakukan penelitian mengenai kepemimpinan

diantaranya adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1
Tabel Penelitian Terdahulu

No Peneliti Topik Penelitian Metode Kesimpulan yang Diacu

1. Zerbe et al, 1998, Meneliti perlunya Regresi Perilaku pelayanan sebagai


Promoting Employee perilaku pelayanan faktor penting yang menunjang
Service Behavior: The dalam organisasi kinerja salah satunya
Role of Perception of guna mendukung ditentukan oleh kepemimpinan
Human Resource kinerja organisasi yang berjalan dalam organisasi
Management Practices tersebut tersebut.
and Service Culture,
Canadian Journal of
Administrative Science

2. Church, Allan H, 1995, Meneliti pengaruh SEM Kepemimpinan menjadi factor


Linking Leadership kepemimpinan yang mempengaruhi perilaku
Behavior to Service terhadap perilaku pelayanan yang pada akhirnya
Performance; Do pelayanan guna berdampak pada peningkatan
Manager make a meningkatkan kinerja kinerja perusahaan.
Difference?, Managing perusahaan.
Service Quality

3. Harber et al, 1997, Menganalisis dampak LISREL 8 Komunikasi menjadi hal


Implementing Quality kualitas pelayanan penting bagi kesuksesan
Service in A Public bagi organisasi kualitas pelayanan dalam
Hospital Setting, A Path- organisasi.
Analytic Study of the
Organizational Antecedent
of employee Perceptions
and Outcomes, Public
Productivity &
Management Review
16

Anda mungkin juga menyukai