Anda di halaman 1dari 19

PEDOMAN

CODE BLUE
RS. AULIA

1
KEPUTUSAN DIREKTUR RS AULIA
NOMOR : 201/SK/DIR/RSAULIA/I/2019

TENTANG

PEDOMAN CODE BLUE


DI RS AULIA

DIREKTUR RS AULIA

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya memberikan pelayanan medis yang


optimal harus benar-benar memperhatikan mutu dan
kualitas pelayanan yang diberikan serta keamanan dan
keselamatan bagi pasien maupun bagi petugas medisnya;
b. Bahwa diperlukan pelayanan Code Blue di Rumah Sakit
Aulia yang bertanggung jawab terhadap terlaksananya
tata laksana pemberian pelayanan kegawatdaruratan
medis (airway-cardiac arrest) di Rumah Sakit Aulia;

Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang


Kesehatan;
2. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit;
3. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktek Kedokteran;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2016 Tentang Sistem Penanggulangan Gawat
Darurat Terpadu;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2012 Tentang Akreditasi Rumah Sakit

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RS AULIA TENTANG


PEDOMAN CODE BLUE.

KESATU : Susunan Pedoman Code Blue Rumah Sakit Aulia sebagaimana


tercantum dalam lampiran keputusan ini.
KEDUA : Segala biaya yang timbul akibat diterbitkannya keputusan ini
dibebankan pada RAB RS. Aulia.

2
KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan akan dilakukan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 10 Januari 2019

Dr. Gatot Soeryo K. PFK., MM.

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan kepada
kami semua,sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku“ PEDOMAN CODE
BLUE”

Dengan adanya buku pandua nini, diharapkan dapat menjadi acuan dan dasar bagi seluruh
staf Rumah Sakit Aulia untuk memberikan pelayanan dan asuhan pasien di Rumah Sakit
Aulia.

Buku Pedoman ini tentunya belumlah menjadi sebuah acuan dan dasar yang sempurna dan
untuk itu kami akan melakukan sebuah evaluasi dan perbaikan – perbaikan bila mana dalam
pelaksanaan Pedoman ini ditemukan hal-hal yang kurang atau tidak sesuai lagi dengan
kondisi di Rumah Sakit Aulia.

Kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada tim


penyusun, yang dengan segala upaya dan kerja sama telah berhasil menyusun Pedoman ini
untuk diberlakukan di Rumah Sakit Aulia.

Semoga Allah SWT senantiasa memberi rahmatan taufik serta hidayahnya bagi kita semua.

Amin amiin ya robalalamin.

Jakarta, 10 Januari 2019

Penyusun

4
DAFTAR ISI

KEPUTUSAN DIREKTUR
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI Ii

BAB I. PENDAHULUAN 5
BAB II. GAMBARAN UMUM 7
BAB II. RUANG LINGKUP 10
BAB IV. TATA LAKSANA 11
BAB V. PENUTUP 18

5
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Ketika berbicara tentang “cardiac arrest, ingatan kita tidak bisa lepas dari penyakit jantung
dan pembuluh darah, karena penyebab tersering dari cardiac arrest adalah penyakit jantung
koroner. Setiap tahun terdapat kurang lebih 295.000 kasus cardiac arrest yang ditangani baik
di rumah sakit maupun diluar rumah sakit di Unites State (American Heart Asociation,
2012).

WHO (2008) menerangkan bahwa penyakit jantung, bersama-sama dengan penyakit infeksi
dan kanker masih tetap mendominasi peringkat teratas penyebab utama kematian di dunia.
Serangan jantung dan problem seputarnya masih menjadi pembunuh nomor satu dengan
raihan 29 persen kematian global setiap tahun.

Demikian halnya di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Nasional tahun 1986 dan 1991,
penyakit jantung koroner bersama dengan penyakit infeksi merupakan penyebab
kematian utama di Indonesia (Diklat Yayasan Ambulans Gawat Darurat118, 2010). Kematian
jantung mendadak atau cardiac arrest adalah berhentinya fungsi jantung secara tiba-tiba
pada seseorang yang telah atau belum diketahui menderita penyakit jantung. Waktu dan
kejadiannya tidak terduga, yakni segera setelah timbul keluhan (American Heart
Association, 2010).

Kematian otak dan kematian permanen terjadi dalam jangka waktu 8 sampai 10 menit setelah
seseorang mengalami cardiac arrest (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).
Cardiac arrest dapat dipulihkan jika tertangani segera dengan cardiopulmonary resuscitation
(CPR) dan defibrilasi untuk mengembalikan denyut jantung normal.
Kesempatan pasien untuk bisa bertahan hidup berkurang 7 sampai 10 persen pada tiap
menit yang berjalan tanpa cardiopulmonary resuscitation dan defibrilasi (American Heart
Assosiacion,2010).

Berdasarkan hasil penelitian dari American Heart Association pada bulan Juni 1999
didapatkan data bahwa 64% pasien dengan cardiac arrest yang mendapatkan penanganan
segera dapat bertahan hidup tanpa kerusakan otak. Inti dari penangan cardiac arrest adalah
6
kemampuan untuk bisa mendeteksi dan bereaksi secara cepat dan benar untuk sesegera
mungkin mengembalikan denyut jantung ke kondisi normal untuk mencegah terjadinya
kematian otak dan kematian permanen.

Penanganan secara cepat dapat diwujudkan jika terdapat tenaga yang memiliki
kemampuan dalam melakukan “chain of survival” saat cardiac arrest terjadi.Keberadaan
tenaga inilah yang selama ini menjadi masalah atau pertanyaan besar, bahkan di Rumah
Sakit Aulia yang notabene banyak terdapat tenaga medis dan perawat. Tenaga medis dan
perawat di Rumah Sakit sebenarnya sudah memiliki kemampuan dasar dalam melakukan life
saving, akan tetapi belum semuanya dapat mengaplikasikannya secara maksimal. Dan
seringkali belum terdapat pengorganisian yang baik dalam pelaksanaannya. Masalah inilah
yang kemudian memunculkan terbentuknya tim reaksi cepat dalam penanganan Arrest
segera, yang disebut “CODE BLUE”.

2. Tujuan Code Blue


Tujuan dari code blue adalah untuk memberikan resusitasi dan stabilisasi yang cepat bagi
korban yang mengalami kondisi darurat cardio-respiratory arrest yang berada dalam kawasan
rumah sakit. Untuk membentuk suatu tim yang terlatih lengkap dengan perlatan medis
darurat yang dapat digunakan dengan cepat.
Untuk memulai pelatihan keterampilan BLS dan penggunaan defibrillator eksternal otomatis
(AED) untuk semua tim rumah sakit baik yang berbasis klinis maupun non klinis.
Untuk memulai penempatan peralatan BLS di berbagai lokasi strategis di dalam kawasan
rumah sakit untuk memfasilitasi respon cepat bagi keadaan darurat medis. Untuk membuat
rumah sakit mampu menangani keadaan medis yang darurat.

7
BAB II
GAMBARAN UMUM

1. Definisi
a) Code Blue
Code Blue adalah Kode Informasi atau pertanda untuk melihat stabilisasi kondisi
darurat medis yang terjadi di dalam area rumah sakit. Kondisi darurat medis ini
membutuhkan perhatian segera. Sebuah code blue harus segera dimulai setiap kali
seseorang ditemukan dalam kondisi cardiac arrest atau respiratory arrest (tidak
responsif, nadi tidak teraba, atau tidak bernapas) misalnya pasien yang membutuhkan
resusitasi kardiopulmoner (CPR).

b) Code Blue Team


Code blue team adalah tim yang terdiri dari dokter dan perawat yang ditunjuk
sebagai "code-team", yang secara cepat ke pasien untuk melakukan tindakan
penyelamatan. Tim ini menggunakan crash-cart, kursi roda atau tandu, alat – alat
penting seperti defibrilator, peralatan intubasi, suction, oksigen, ambubag, obat-
obatan resusitasi (adrenalin, atropin, lignocaine) dan IV set untuk menstabilkan pasien.

c) Basic Life Support (BLS) atau Bantuan Hidup Dasar


Basic Life Support atau Bantuan Hidup Dasar merupakan awal respons tindakan
gawat darurat. BLS dapat dilakukan oleh tenaga medis, perawat maupun orang awam
yang melihat pertama kali korban. Skills BLS haruslah dikuasai oleh tenaga medis,
perawat dan sebaiknya orang awam juga menguasainya karena seringkali korban justru
ditemukan pertama kali bukan oleh tenaga medis. BLS adalah suatu cara
memberikan bantuan atau pertolongan hidup dasar yang meliputi bebasnya jalan
napas (Airway /A), pernapasan yang adekuat (Breathing/B), sirkulasi yang adekuat
(circulation/C).

8
d) Advanced Cardiac Life Support (ACLS)
Advanced Cardiac Life Support ( ACLS) adalah bantuan hidup lanjut atau pertolongan
pertama pada penyakit jangtung.
1. Organisasi Tim Code Blue
 Tim Code blue merupakan tim yang selalu siap setiap saat atau sepanjang waktu
 Tim code blue respon primer beranggotakan kru yang paling tidak telah menguasai
Basic Life Support (BLS) dan ACLS. Tim Code Blue terdiri dari 3 sampai 4 anggota,
yaitu :
a) 1 orang, Koordinator Tim
b) 1 orang, Petugas Medis
c) 1 orang, Assisten Petugas Medis dan 1 perawat atau 2 perawat (perawat pelaksana
dan tim resusitasi)
d) 1 orang, Kelompok Pendukung (jika diperlukan)

2. Dengan uraian Tugas sebagai berikut :


a. Koordinator Tim
 Dijabat oleh dokter jaga ruangan
 Bertugas mengkoordinir segenap anggota tim.
 Bekerjasama dengan diklat membuat pelatihan kegawat daruratan yang dibutuhkan
oleh anggota tim.

b. Penanggung Jawab Medis


 Dokter jaga/ dokter ruangan
 Mengidentifikasi awal / triage pasien
 Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawat daruratan
 Memimpin tim saat pelaksanaan CPR
 Menentukan sikap selanjutnya

c. Perawat Pelaksana
 Bersama dokter penanggung jawab medis melakukan triage pada pasien
 Membantu dokter penanggung jawab medis menangani pasien gawat dan gawat
darurat

9
d. Tim Resusitasi
 Perawat terlatih dan dokter ruangan atau dokter jaga
 Memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien gawat atau gawat darurat
 Melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat atau gawat darurat
e. Daftar nama Tim Code Blue merupakan tanggung jawab Koordinator setiap bulan
dalam MECC

Code Blue Response Team


Anggota tim ini pun juga wajib untuk dilatih BLS dan ACLS. Tim Code Blue terdiri dari
4 sampai 5 anggota dengan 1 orang sebagai Koordinator Tim.
Setiap anggota tim Code Blue akan memiliki tanggung jawab yang ditunjuk seperti
pemimpin tim, manajer airway, kompresi dada, pemasangan IV line, persiapan obat
dan defibrilasi. Setiap anggota tim yang ditunjuk harus membawa HT dan
mengaktifkannya saat bekerja.

e) Pendidikan, Pelatihan dan Kualitas Anggota Code Blue


 Pendidikan dan pelatihan BLS diwajibkan bagi anggota tim code blue dan atau harus
memiliki sertifikat ACLS yang berlaku 2 tahun.
 Meninjau semua kebijakan dan prosedur.
 Melakukan review standar peraturan.
 Melakukan pengukuran standar pelayanan (jam pelayanan)
 Audit Program pendidikan dan pelatihan BLS, ACLS dan ATLS diberikan kepada tim
rumah sakit dan unit.
 Hal ini bertujuan untuk meningkatkan standar perawatan dan hasil respon code blue
sebagai tim yang memainkan peran penting sebagai responden pertama untuk situasi
code blue.

10
BAB III
RUANG LINGKUP

Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua kondisi darurat
medis kritis tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera mungkin. Sistem respon
terbagi dalam 2 tahap yaitu :
Respon awal (responder pertama) berasal petugas rumah sakit yang berada di sekitarnya,
dimana terdapat layanan Basic Life Support (BLS).
Respon kedua (responder kedua) merupakan tim khusus dan terlatih yang berasal dari
departemen yang ditunjuk oleh pihak rumah sakit. Sistem respon dilakukan dengan waktu
respon tertentu berdasarkan standar kualitas pelayanan yang telah ditentukan oleh rumah
sakit. Untuk menunjang hal tersebut yang dilakukan adalah :
Semua personil di rumah sakit harus dilatih dengan keterampilan BLS untuk menunjang
kecepatan respon untuk BLS di lokasi kejadian.
Peralatan BLS harus ditempatkan di lokasi yang strategis dalam kawasan rumah sakit,
misalnya lobi rumah sakit, ruang tunggu poliklinik dan ruang rawat inap, dimana peralatan
dapat dipindah atau dibawa untuk memungkinkan respon yang cepat.

11
BAB IV
TATA LAKSANA

Idealnya waktu antara aktivasi code blue sampai kedatangan code blue Team atau response
time adalah 5 menit. Sehingga diharapkan setiap region rumah sakit mempunyai tim yang
dapat melakukan BLS awal sambil menunggu kedatangan tim code blue rumah sakit untuk
meningkatkan harapan hidup pasien.

Tim dibentuk dengan ketentuan tiap tim terdiri dari 3 sampai 5 anggota yang terlatih dalam
BLS. Peralatan resusitasi darurat yang mudah untuk dibawa, harus ditempatkan di lokasi
strategis di seluruh kawasan rumah sakit terutama di daerah di mana probabilitas tinggi
terjadi kondisi darurat medis atau di mana tim rumah sakit telah dilatih dalam keterampilan
BLS. Setidaknya satu kit resusitasi dasar harus ditempatkan di setiap area kerja satu
departemen sehingga tim dapat dengan cepat memobilisasi dan memanfaatkan peralatan
resusitasi.

Jika tersedia peralatan resusitasi yang lebih maka efektifitas dan waktu respon dari Code Blue
Tim akan lebih baik dan harapan hidup pasienpun meningkat. Hal ini sama pentingnya bahwa
semua personil rumah sakit, terutama tenaga non-dokter dan non-medis, dilatih BLS sehingga
mereka juga dapat memberikan resusitasi awal kehidupan (CPR) dilokasi kejadian sambil
menunggu respon primer atau Code Blue tiba, dengan demikian juga meningkatkan
kemungkinan hasil yang baik bagi para korban darurat medis. Pelatihan tim rumah sakit
dalam keterampilan BLS.

4.1 Fase Code Blue


1. Alert System
Harus ada sistem yang baik dan terkoordinasi di tempat yang digunakan untuk mengaktifkan
peringatan terjadinya keadaan darurat medis dalam lingkup rumah sakit kepada anggota tim
code blue. Sistem handy talky yang ada akan digunakan. Jika terjadi keadaan darurat medis,
personil rumah sakit di mana saja dalam lingkup rumah sakit tersebut dapat mengaktifkan
respon dari code blue lewat handy talky untuk bantuan dan pengaktifan :
Local Alert : Tergantung pada mekanisme yang dibuat oleh Zone Coordinator, contoh:
Pengumuman melalui sistem PA
Menampilkan nama-nama tim code blue primer di lokasi strategis di zona mereka
12
Setelah kasus code blue terjadi, Tim Primer harus meninggalkan pekerjaannya dan
mengambil tas code blue dan bergegas ke lokasi dan memulai CPR / BLS.
Prioritas 1:
Untuk mengaktifkan team code blue
Prioritas 2:
Untuk memeriksa (sebagai jaring pengaman kedua) pengaktifan team code blue primer.
Anggota tim respon code blue primer yang telah ditentukan di sekitar tempat terjadinya
kegawatdaruatan medis akan menanggapi situasi code blue sesegera mungkin. Anggota tim
akan memobilisasi alat resusitasi mereka dan bergegas kelokasi darurat medis. Tim code blue
juga akan menanggapi situasi code blue. Jika semua tim tidak yakin apakah lokasi darurat
medis tersebut tercakup di daerah cakupan mereka,mereka tetap harus merespon alarm 'code
blue'. Standar layanan untuk durasi waktu yang dibutuhkan antara menerima pesan 'code
blue' (code blue - aktivasi) dan kedatangan tim code blue di lokasi kejadian adalah 5
sampai 10 menit. Standar layanan akan diberi batas waktu & dikaji kinerja dan pemeriksaan
jaminan kualitas untuk menentukan ‘perangkap’ dalam sistem peringatan dan menjaga
efisiensi dan penyebaran cepat dari tim code blue.
Tanggung jawab dari Medical Emergency Call Center (MECC) terhadap Code Blue line:
Anggap setiap panggilan di code blue line adalah code blue kasus yang sebenarnya (sampai
bisa dibuktikan).

Panggilan code blue harus dijawab secepatnya (< 3 kali panggilan)


Informasi vital adalah :
 Nama dan nama orang/ tim rumah sakit/ paramedis/ dokter tertentu
 Lokasi pasti
 Trauma atau kasus medis
 Dewasa atau anak-anak
Pengumuman kepada tim code blue : CODE BLUE 3x di area cakupan, kemudian dilanjutkan
melalui Audio Line, lalu di informasikan ke seluruh area Rumah Sakit.
Tim code blue harus meninggalkan pekerjaannya dan berlari dengan membawa perlengkapan,
rekaman dan dokumen dalam sensus code blue

2. Intervensi Segera di Tempat Kejadian.Tim di tempat kejadian darurat medis (pasien tidak
sadar atau dalam cardiac dan respiratory arrest) telah terjadi memiliki tanggung jawab untuk

13
meminta bantuan lebih lanjut, memulai resusitasi menggunakan Pedoman Basic Life
Support (BLS) dan keterampilan ALS dan peralatan jika cukup terlatih dan lengkap..

Personil rumah sakit yang menemukan korban harus mengaktifkan pemberitahuan lokal
untuk tim code blue primer atau seseorang menginstruksikan mereka untuk melakukannya,
mereka juga harus meminta bantuan lebih lanjut dari tim terdekat jika tersedia.

Pada saat yang sama, aktivasi pemberitahuan rumah sakit harus dilakukan dengan
menghubungi nomor code blue rumah sakit. Pihak yang bertanggung jawab atau
bertanggung jawab atas daerah tertentu (misalnya dari ruangan lain) juga harus diberitahu
untuk datang ke lokasi segera.
Sementara menunggu kedatangan tim utama menanggapi code blue, jika tersedia tim yang
terlatih untuk BLS, mereka harus memulai BLS (posisi airway, bantuan pernapasan,kompresi
dada dll).

Jika tidak ada tim yang terlatih BLS, tim yang ditempat kejadian harus menunggu bantuan
yang berpengalaman dan menjaga lokasi dari kerumunan orang. Jika monitor jantung,
defibrillator manual atau defibrillator eksternal otomatis (AED) tersedia, peralatan ini harus
melekat kepada pasien untuk menentukan kebutuhan defibrilasi; fase ini dilakukan oleh tim
yang berpengalaman atau tim terlatih dalam Alert Cardiac Life Support (ACLS).

Setiap departemen, divisi, atau unit bangsal harus berusaha untuk memastikan bahwa tim
mereka dilatih dalam setidaknya keterampilan BLS dan mereka dilengkapi dengan resusitasi
kit atau troli emergency, setidaknya peralatan resusitasi dasar dan ditempatkan di lokasi
strategis. Tim dari masing-masing ruangan akan bertanggung jawab untuk pemeliharaan
resusitasi kit mereka.

Jika korban berhasil disadarkan/dihidupkan kembali sambil menunggu kedatangan tim respon
code blue, tim dilokasi harus menempatkan pasien dalam posisi pemulihan dan monitor tanda-
tanda vital. Semua kasus code blue harus mengirim ke ICU untuk evaluasi lebih lanjut dan
manajemen terlepas hasilnya.

14
Kedatangan Team Code Blue
Setelah anggota tim code blue menerima aktivasi code blue, mereka harus menghentikan tugas
mereka saat ini, mengambil resusitasi kit (tas peralatan) mereka dan bergegas ke lokasi
darurat medis dengan berjalan kaki. Mereka harus mengerahkan diri mereka sendiri dengan
cepat dan lancar dan menggunakan rute terpendek yang tersedia. Waktu respon (layanan standar)
dari waktu dari code blue call/ aktivasi kedatangan tim Code blue di tempat kejadian akan
disimpan.

Akan ada saat ketika tim code blue adalah penundaan karena berbagai alasan, sehingga
kebutuhan untuk tim Code blue untuk tidak hanya terdiri dari tim code blue tetapi juga tim dari
departemen yang lebih strategis atau dekat. Selanjutnya, sangat penting bahwa setiap tenaga
medis di lokasi kejadian mulai melakukan langkah BLS.

Jika korban masih dalam cardiac atau respiratory arrest ketika tim respon code blue tiba di
lokasi, tim akan mengambil alih tugas resusitasi; tim di lokasi kejadian harus tinggal di
sekitar untuk memberikan bantuan tambahan jika diperlukan.
Setiap kasus code blue akan dirujuk ke UGD terlepas kondisi pasien baik untuk
mempertahankan kembalinya sirkulasi spontan (ROSC) atau tidak.

Perawatan Definitif
Keadaan darurat medis yang terjadi di setiap daerah baik klinis atau non-klinis dan baik
melibatkan rawat inap atau rawat jalan (umum) akan dihadiri oleh para tim tanggap code blue,
pasien ini akan dirujuk ke UGD untuk resusitasi lanjutan dan perawatan definitif dimana
tempat-tempat ini biasanya memiliki infrastruktur yang memadai dan peralatan untuk
perawatan lanjutan.

Peralatan dan pelatihan


Semua tingkat tim rumah sakit harus cukup terlatih setidaknya dalam BLS dan penggunaan
AED. AED dan resusitasi kit dasar harus ditempatkan di berbagai daerah di dalam halaman
rumah sakit dan mudah diakses bagi tenaga medis dan tim Code Blue untuk digunakan.

15
Lokal /code blue primer (zona risiko rendah) tim peralatan:
1. Sarung tangan
2. Pocket mask
3. Guedel / jalan napas orofaringeal
4. Tas / kotak pertama bantuan.

Dasar peralatan resusitasi kit yang dibutuhkan oleh code blue team:
 Oksigen tangki dan pipa
 Tinggi aliran masker
 Pocket mask
 Bag-valve mask
 Pedoman defibrilator atau AED (ke dalam disiplin lain ETD dan KIV).
 Sarung tangan steril disposable
 Oro-faring dan naso-faring saluran udara
 Extraglottic perangkat (LMA / LT)
 Stetoskop
 Alat suntik dan jarum
 Infus set
 Glucometer
 Obat-Dextrose 50%, Dekstrosa 10%, Normal saline /Hartmann 's, Adrenalin, Atropin,
Amiodarone, Diazepam,GTN Tab dan Aspirin
 Sphygmomanometer
 Penlight

Ketika muncul code blue, tim dokter dan perawat yang ditunjuk sebagai "code-team", bergegas ke pasien
untuk melakukan tindakan penyelamatan. Tim ini menggunakan crash-cart, kursi roda /tandu, yang berisi alat
- alat penting seperti defibrilator, peralatan intubasi, suction, oksigen, ambubag, obat-obatan resusitasi
(adrenalin,atropin, lignocaine) dan IV set untuk menstabilkan pasien.
Tim akan mempraktekkan keterampilan BLS dan Advanced Cardiac Life Support (ACLS) untuk
resusitasi pasien. Peralatan resusitasi diletakkan di area yang sering membutuhkan bantuan resusitasi sehingga
bila code blue muncul tim yang ditunjuk sebagai code blue Tim akan segera dapat mengakses peralatan
tersebut. Jika code blue disebut di suatu daerah tanpa crash-cart, tim yang ditunjuk code blue akan membawa
crash-cart atau kit resusitasi.

16
4.2 Komunikasi
Tersedia sistem handy talky yang menghubungkan komunikasi antar ruangan.

4.3 Koordinasi dengan ruangan lain


Panggilan akan diperoleh dari ruangan lain yang tidak memiliki tim tanggap darurat. Jika tidak ada rencana
tanggap darurat di tempat, akan mendapatkan panggilan mengenai kebutuhan mereka untuk perawatan
medis darurat dan berkoordinasi dengan mereka tentang bagaimana untuk mendirikan tanggap
darurat medis menggunakan system code blue.

17
4.4 Algoritma Code Blue

18
BAB V
PENUTUP

Langkah-langkah kritis yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan code blue adalah
pengenalan keadaan serta aktivasi sistem gawat darurat segera, RJP segera serta defibrilasi
segera. Tindakan tersebut harus dilakukan oleh orang di sekitar yang paling dekat jika
menyaksikan seseorang tidak sadarkan diri secara mendadak. Tidak seperti mitos yang
kita dengar, untuk kondisi penderita seperti di atas, RJP merupakan tindakan yang
tidak berbahaya. Lebih berbahaya bagi penderita jika penolong tidak bertindak apa-apa.
Kualitas RJP harus kita perhatikan, kompresi dada harus dikerjakan dengan baik
melalui menekan cepat dan kuat di bagian setengah bawah tulang dada. Seluruh tim medis
Rumah Sakit Aulia memegang peranan penting dalam perkembangan sistem code blue.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 10 Januari 2019

Dr. Gatot Soeryo K. PFK., MM.

19

Anda mungkin juga menyukai