Anda di halaman 1dari 7

Pembahasan

1. Mengukur Volume pernapasan

Pada saat mengukur volume pernapasan subjek berjenis kelamin perempuan.


Pertukaran volume udara pada saat bernapas dan kecepatan respirasi diukur dengan
alat spirometer. Volume udara pulmonari yang akan dipertukarkan pada ventilasi
yaitu volume tidal + volume cadangan ekspirasi, volume cadangan ekspirasi, volume
tidal, kapasitas vital dan volume cadangan inspirasi.

Pada percobaan pertama yaitu subjek menghirup udara dengan inspirasi


normal, kemudian menghembuskan udara sekuat mungkin pada spirometer.
Percobaan ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan rata-rata data yang diperoleh
sebesar 2233,33 ml. Hasil dari percobaan pertama ini adalah gabungan dari volume
tidal dan cadangan ekspirasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Basoeki (2000) yang
menyatakan bahwa udara yang dihembuskan sekuat mungkin setelah menghirup
udara dengan inspirasi normal merupakan volume tidal dan volume cadangan
ekspirasi.

Pada percobaan kedua yaitu subjek menghembuskan udara dengan ekspirasi


normal,kemudian menghembuskan udara lagi sekuat mungkin pada spirometer.
Percobaan ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan rata-rata data yang diperoleh
sebesar 1700 ml. Langkah tersebut digunakan untuk mengetahui volume cadangan
ekspirasi ( Basoeki,2000). Menurut Soewolo,dkk. (2005) volume cadangan ekspirasi
adalah 1200 ml. Dari hasil percobaan rata-rata yang diperoleh sebesar 1700 ml dapat
dikatakan bahwa volume cadangan ekspirasi subjek adalah tidak normal karena
melebihi batas normal dari angka 1200 ml. Hal ini dimungkinkan karena ada
beberapa faktor yang menyebabkan jarum jam spirometer kurang sesuai, misalnya
pengaturan skala awal oleh pengamat yang kurang tepat, kurangnya ketelitian dari
pengamat sehingga pergerakan jarum tidak valid.
Mengetahui volume tidal dapat diperoleh dengan mengurangi rerata volume
tidal + volume cadangan ekspirasi dengan rerata volume cadangan ekspirasi
(Basoeki,dkk 2003). Berdasarakan percobaan subjek memiliki volume tidal sebesar
533,33 ml. Nilai voleme tidal subjek kurang sesuai dengan volume tidal menurut
Soewolo,dkk. (2005) yang menyatakan bahwa setiap bernafas normal, kira-kira 500
ml udara bergerak ke seluruh napas dalam setiap inspirasi dan jumlah yang sama
bergerak keluar dalam ekspirasi dan jumlah tersebut adalah volume tidal. Dari
pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa baik volume cadangan ekspirasi dan
volume tidal pelaku berada di kisaran yang kurang normal karena melebihi ukuran
normal yang seharusnya 500 ml.

Pada percobaan selanjutnya yaitu subjek bernapas dalam-dalam,kemudian


menghembuskan udara sebanyak mungkin pada spirometer hal ini untuk untuk
mengetahui kapsitas vital. Percobaan ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan
rata-rata data yang diperoleh sebesar 3100 ml. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan
Soewolo,dkk. (2003) yang menyatakan bahwa kapasitas vital yang merupakan jumlah
volume cadangan inspirasi dengan volume tidal dan volume cadangan ekspirasi
adalah sebesar 4800 ml. Dari pernyataan tersebut,dari hasil percobaan yang dilakukan
bahwa kapasital vital subjek berada pada kisaran yang tidak normal, namun nilai
kapasitas vital lebih besar dari volume tidal dan cadangan ekspirasi.

Untuk mengetahui volume cadangan inspirasi dapat diperoleh dengan


mengurangi rerata kapasitas vital dengan volume tidal + volume cadangan ekspirasi.
Berdasarkan percobaan subjek memiliki volume cadangan inspirasi sebesar 866,67
ml. Saat subjek mengambil napas berat, subjek menghirup lebih dari 500 ml udara.
Tambahan udara yang masih bisa dihirup ini adalah volume cadangan inspirasi, rata-
rata cadangan inspirasi adalah 3100 ml, sehingga sistem respirasi dapat memasukkan
sebanyak 3600 ml udara (Basoeki,dkk. 2000). Menurut Soewolo,dkk. (1999)
menyatakan bahwa volume cadangan inspirasi dapat diperoleh dengan bernafas
sangat kuat,sehingga dapat menghirup lebih dari 500 ml udara. Kelebihan udara yang
dihirup tersebut merupakan volume cadangan inspirasi dengan rata-rata 3100 ml.
Dari kedua pernyataan tersebut bahwa volume cadangan inspirasi subjek sebesar
866,67 ml, nilai tersebut hampir melenceng jauh dari 3100 ml, sehingga dapat
dikatakan bahwa volume cadangan inspirasi pelaku adalah di bawah batas normal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pernafasan antara lain:
1. Jenis kelamin
Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20%-25% lebih kecil dari
pada pria, dan lebih besar lagi pada atletis dan orang yang bertubuh besar dari pada
orang yang bertubuh kecil. (Guyton & Hall,1997:605). Kapasitas paru pada pria lebih
besar yaitu 4,8 L dibandingkan pada wanita yaitu 3,1 L (Tambayong, 2001).
2. Usia
Semakin tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan
fungsi paru (Suyono,1995). Dikarenakan telah menurunnya kekuatan fisik pada saaat
usia 40 tahun maka kebutuhan tenaga terus menurun. Dalam keadaan normal, usia
juga mempengaruhi frekuensi pernafasan dan kapasitas paru. Frekuensi pernafasan
pada orang dewasa antara 16-18 kali/menit, pada anak-anak sekitar 24 kali/menit
sedangkan pada bayi sekitar 30 kali/menit. Walaupun pada orang dewasa pernafasan
frekuensi lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak maupun bayi, akan tetapi KVP
pada orang dewasa lebih besar dibanding anak-anak maupun bayi. Dalam kondisi
tertentu hal tersebut akan berubah misalnya akibat dari suatu penyakit,pernafasan bisa
bertambah cepat dan sebaliknya (Syaifudin, 1997).
3. Kebiasaan olahraga
Kapasitas vital paru dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga
karena olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru sehingga
menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang
lebih besar. Kapasitas vital pada seorang atletis lebih besar dari pada orang yang tidak
pernah berolahraga. Kebiasaan olahraga akan meningkatkan kapasitas paru dan akan
meningkat 30-40% (Guyton & Hall, 1997).
2. Irama Pernapasan
Pada saat mengukur irama pernapasan subjek berjenis kelamin perempuan.
Pada percobaan pertama, perlakuan yang diberikan yaitu dengan subjek duduk santai
kemudian bernapas normal selama 1 menit dengan hasil frekuensi pernapasannya
13/menit, bearti oksigen yang diperlukan oleh tubuh tidak banyak karena tubuh hanya
diam dan tidak beraktivitas. Menurut Soewolo, (2005) menyatakan bahwa istilah
yang dipakai untuk pernapasan normal adalah eupena. Eupena termasuk pernapasan
ringan,dalam ataupun gabungan pernapasan ringan dan dalam. Pernapasan ringan
disebut costal breathing, ekspirasi normal merupakan proses pasif sebab otot tidak
ada yang berkontraksi. Oleh karena itu, dalam pernapasan normal tidak
membutuhkan energi yang berlebih, sehingga kebutuhan oksigen untuk proses
pembakaran dalam sel tubuh juga normal.
Pada percobaan kedua, perlakuan yang diberikan yaitu dengan subjek
bernafas cepat selama 1 menit dengan hasil frekuensi pernapasannya 74/menit. Hal
ini dikarenakan pada saat proses respirasi yang dilakukan dengan cepat, otot-otot
yang berkontraksi bekerja lebih banyak,sehingga oksigen yang dibutuhkan juga
banyak. Selama inspirasi kuat, otot-otot inspirasi tambahan juga ikut serta menambah
ukuran rongga dada, kontraksi musculus sternokleido-mastoideus mengangkat
sternum, dan kontraksi musculus skalenus mengangkat costa superior, inspirasi
merupakan proses aktif dengan diawli kontraksi otot (Soewolo, 2005).
Pada percobaan ketiga, perlakuan yang diberikan yaitu dengan subjek
bernafas di dalam plastik selama 2 menit kemudian bernapas secara normal selama 1
menit dengan data frekuensi pernapasan 48/menit. Saat sekian kali respirasi, maka
ketersediaan oksigen di dalam plastik semakin berkurang dan berganti dengan
karbondioksida karena hasil dari ekshalasi berupa karbondioksida. Dalam keadaan ini
akan semakin susah untuk mengambil oksigen pada inhalasi karena plastik semakin
berisi dengan karbondioksida dan ketersediaan oksigen semakin berkurang sehingga
irama pernafasan yang terjadi akan semakin pelan karena sesak. Jika hal ini terus
terjadi akan terjadi sesak nafas. Menurut Syaifudin (1997) menyatakan bahwa
pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada
paru. Fungsi paru adalah sebagai tempat pertukaran gasa oksigen dan karbondioksida
pada pernafasn melalui pernapasan eksterna. Oksigen dihirup melalui hidung dan
mulut. Saat bernapas, oksigen akan masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke
alveoli dan erat berhubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonalis.
Pada percobaan terakhir, subjek lari di tempat sebanyak 60 langkah dan
kemudian duduk dikursi. Dalam perlakuan ini, irama frekuensi respirasinya terhitung
23/menit. Hal ini dikarenakan saat berlari ditempat, otot melakukan aktivitas yang
berat sehingga energi yang dibutuhkan juga semakin besar, semakin besar kebutuhan
energi maka semakin besar juga oksigen yang dibutuhkan. Saat setelah melakukan
aktivitas misalnya berlari metabolisme dalam tubuh akan meningkat terutama untuk
metabolisme asam laktat dalam sel yang banyak sekali menghasilkan CO2 dan panas.
Saat berlari, penggunan O2 oleh otot yang bekerja bertambah, sehingga PO 2 dalam
jaringa dan dalam darah pada otot berkurang dan pelepasan O2 dari hemoglobin akan
meningkat (Soewolo, 2003). Hal ini bisa diperkuat lagi dengan sumber yang
menyatakan bahwa kapasitas vital paru dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang
melakukan olahraga karena olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru
sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume
yang lebih besar. Kapasitas vital pada seorang atletis lebih besar dari pada orang yang
tidak pernah berolahraga. Kebiasaan olahraga akan meningkatkan kapasitas paru dan
akan meningkat 30-40% (Guyton & Hall, 1997).

3. Kandungan CO2 dalam udara ekspirasi


Menurut Soewolo,dkk. (2003) respirasi eksternal adalah pertukaran oksigen
dan karbondioksida antara paru-paru dan karbondioksida atau antara paru-paru dan
kapiller darah paru-paru. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat
diketahui bahwa peniupan berpengaruh terhadap terjadinya perubahan warna larutan
dalam tabung erlenmeyer yaitu dari dalam merah delima menjadi bening. Terjadinya
perubahan warna dari merah delima menjadi bening disebabkan oleh perubahan
kondisi pada larutan dari basa menjadi asam. Hal ini karena di dalam udara
pernapasan terdapat kandungan CO2 yang berekasi dengan H2O (akuades) yang
membentuk asam karbonat, sehingga larutan berubah menjadi asam (berwarna
bening). Menurut reaksi CO2 + H2O H2CO3.
Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa pada peniupan saat subjek duduk
santai, waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya perubahan warna dari merah delima
menjadi bening lebih cepat dibandingkan dengan peniupan setelah berlari ditempat 60
langkah yaitu 19,5 detik dibanding 20 detik. Hal dipengaruhi oleh adanya aktivitas
yaitu berlari, karena semakin banyak aktivitas maka akan semaking tinggi
metabolisme sehingga semakin banyak CO2 yang dihasilkan sehingga akan
meningkatkan frekuensi pernafasan saat beraktivitas. Semakin banyak O2 yang
dihirup selama inspirasi maka jumlah CO2 yang diekspresikan semakin meningkat.
Bila di dalam tubuh terdapat sedikit kenaikan CO2 maka akan merangsang daerah
kemonsensitif dalam medulla dan arethemoreseptor sehingga menyebabkan area
repirasi menjadi sangat aktif dan kecepatan respirasi meningkat.
Pada bernafas normal larutan NaOH yang dibutuhkan untuk mengubah warna
pada titrasi adalah 0,3 ml, sedangkan pada saat bernafas setelah lari 60 langkah
larutan NaOH yang dibutuhkan untuk mengubah warna pada titrasi adalah 0,8 ml.
Hal ini sesuai dengan teori, karena setelah berlari kadar CO 2 yang dikeluarkan oleh
subjek ketika meniup larutan lebih banyak dari pada saat bernafas normal. Pada
larutan bening akibat peniupan yang menghasilkan CO2 sehingga kondisi larutan
menjadi asam akan kembali menjadi basa setelah ditambah dengan larutan 0,1 M
NaOH dari hasil penitrasian dengan berubah warna menjadi merah delima kembali,
sehingga penetrasian dapat menunjukan terjadinya perubahan kondisi pada larutan
dari asam menjadi basa kembali karena terjadi penetralan larutan yang bersifat asam
akibat pengaruh CO2 oleh larutan basa NaOH 0,1 M.
Daftar Pustaka

Basoeki, Soedjono, dkk. 2000. Petunjuk Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia.
Malang : IMSTEP JICA
Basoeki, Soedjono, dkk. 2003. Petunjuk Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia.
Malang : IMSTEP JICA
Guyton, Arthur C & Hall, John E. 1997. Fisiologi Kedokteran, Terjemahan Irawati Setiawan.
Jakarta: EGC.
Soewolo. 1999. Fisiologi Manusia. Malang : Universitas Negeri Malang
Soewolo. 2003. Fisiologi Manusia. Malang : Universitas Negeri Malang
Soewolo. 2005. Fisiologi Manusia. Malang : UM Press
Suyono, Joko. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: EGC
Syaifudin. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta : EGC
Tambayong, Jan. 2001. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai