Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latars Belakang

Menurut Pohan dalam Widiastuti (2017), pelayanan kesehatan

merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan mutu layanan kesehatan

kedalam terminologi operasional, sehingga semua orang yang terlibat dalam

layanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem, baik pasien, penyedia

layanan kesehatan, penunjang layanan kesehatan ataupun manajemen

organisasi layanan kesehatan, dan akan bertanggung gugat dalam

melaksanakan tugas dan perannya masing-masing. Salah satu bentuk dari

pelayanan kesehatan ini berupa rumah sakit.

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang dilakukan oleh tenaga

medis profesional yang terorganisir baik dari sarana prasarana kedokteran

yang permanen, pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang

berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh

pasien ( Supartiningsih, 2017).

Menurut Permenkes dalam Noviyanti, dkk (2019), Fungsi utama

rumah sakit yaitu memberikan pelayanan kepada pasien oleh profesional

pemberi asuhan secara berkolaborasi multidisiplin untuk diagnostik dan

terapeutik, serta berbagai penyakit dan masalah kesehatan. Salah satu tugas

dari pemberi asuhan yaitu melakukan pendokumentasian catatan

perkembangan pasien secara tepat dan lengkap untuk legalitas.

1
2

Dokumentasi catatan perkembangan pasien mempunyai makna yang

penting dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, kurangnya kepatuhan

profesional pemberi asuhan dalam mendokumentasikan asuhan dengan

benar dan jelas sesuai standar dapat berdampak pada pertanggung jawaban

dalam aspek hukum, kualitas pelayanan, komunikasi antar tenaga kesehatan,

referensi pendidikan, dan berkas atau bahan dalam proses akreditasi (Ageng,

2016).

Didalam pendokumentasian terdapat penanggung jawab yang akan

memantau kepatuhan pemberi asuhan dalam melakukan pendokumentasian

yang disebut sebagai supervisi. Menurut Keliat dalam Wiraguna, dkk (2016)

Supervisi ini bertugas sebagai pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan

untuk memastikan apakah kegiatan tersebut berjalan sesuai tujuan

organisasi dan standar yang telah ditetapkan. Supervisi dilakukan oleh orang

yang memiliki kemampuan yang cakap dalam bidang yang disupervisi.

Supervisi biasanya dilakukan oleh atasan terhadap bawahan atau konsultan

terhadap pelaksana. Supervisi merupakan bagian yang penting dalam

manajemen. Pengelolaan asuhan membutuhkan kemampuan manajer dalam

melakukan supervisi. Kepala ruangan merupakan manajer garda depan dan

penanggung jawab ruangan harus mampu menjadi supervisor yang baik

terhadap pemberi asuhan, sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan

yang diberikan dan pada akhirnya dapat meningkatkan profesional pemberi

asuhan.
3

Menurut Setiadi dalam Ageng (2016), Faktor-faktor yang

mempengaruhi kepatuhan adalah faktor internal meliputi pengetahuan,

sikap, kemampuan, motivasi dan faktor eksternal meliputi karakteristik

organisasi, karakteristik kelompok kerja, karakteristik pekerjaan,

karakteristik lingkungan. Pendokumentasian perkembangan pasien pada

implementasinya sering kali diabaikan atau tidak dipatuhi sehingga

kelengkapan, ketepatan, kualitas dan relevansi antar proses dokumentasi

masih menjadi temuan. Pendokumentasian juga merupakan alat

pengendalian yang dapat mengukur kualitas pelayanan, walaupun

pengendalian bersifat tidak langsung tetapi gambaran kualitas dokumentasi

dapat memotret kualitas pelayanan secara umum.

Berikut merupakan data kepatuhan pendokumentasian catatan

perkembangan pasien terintegritasi di seluruh rumah sakit Indonesia.

Tabel 1.1 : Jumlah Kepatuhan Pendokumentasian dalam Catatan


Pekembangan Pasien Terintegrasi di Indonesia
Maret
Lengkap % Tidak Lengkap %
1,146 77,9% 325 22,10%
Sumber : Riskesdas, 2018

Berdasarkan tabel 1.1 menunjukan bahwa sebagaian besar pemberi

asuhan melakukan catatan perkembangan pasien terintegrasi sekitar (77,9%)

dan sebagain kecil tidak melengkapi sekitar (22,10%). Angka ketidak

lengkapan pendokuementasian ini cukup dikatakan besar, sehingga akan

berpengaruh terhadap mutu pelayanan rumah sakit dan komunikasi efektif

antar pemberi asuhan.


4

Berikut merupakan data kepatuhan pendokumentasian catatan

perkembangan pasien terintegritasi di Provinsi Jawa Barat.

Tabel 1.2 : Jumlah Kepatuhan Pendokumentasian dalam Catatan


Pekembangan Pasien Terintegrasi di Jawa Barat
Lengkap % Tidak Lengkap %
268 72,3% 62 27,7%
Sumber : Profil Kesehatan, Jawa Barat (2016)

Berdasarkan tabel 1.2 menunjukan bahwa sebagian besar rumah sakit

di Jawa Barat telah menerapkan kepatuhan pendokumentasian secara

lengkap yaitu sebesar (72,3%), dan hanya sebagian kecil menyatakan

ketidak lengkapan sebesar (27,7%). Hal ini disebabkan karena masih adanya

pemberi asuhan yang masih belum mendapatkan sosialisasi mengenai

pentingnya melengkapi pendokumentasian catatan perkembangan pasien

dan terlalu fokusnya terhadap pelayanan kepada pasien sehingga melupkan

kelegilitas data.

Salah satu rumah sakit yang mewajibkan dalam penerapan kepatuhan

pendokumentasian yaitu rumah sakit umum Jampangkulon yang

pengelolaannya berada dibawah pemerintah provinsi Jawa Barat yang

bertujuan untuk mengoptimalkan pelayanan masyarakat Namun kondisi ini

tidak cukup ditunjang berdasarkan hasil studi yang dilakukan di ruang rawat

inap RSU Jampangkulon, dari hasil wawancara dengan 4 orang pemberi

asuhan mengatakan bahwa kondisi saat ini RSU Jampangkulon Kabupaten

Sukabumi sudah menerapkan dokumentasi pencatatan yang terintegrasi,


5

namun kelengkapan dan ketepatan dokumentasi rekam medis di dirasa

masih kurang efektif. Manajemen RSU Jampangkulon telah melakukan

sosialisasi sesuai dengan perogram yang telah ditetapkan mengenai

komunikasi efektif yang dalam hal ini berisikan tentang pendokumentasian

serta keselamatan pasien selain itu RSU Jampangkulon telah menerbitkan

buku pedoman komunikasi efektif yang diperuntukan guna mempermudah

profesional pemberi asuhan dalam melaksanakan kewajiban sebagai tenanga

medis.

Berikut data yang diperoleh dari ruang rawat inap RSU Jampangkulon

Kabupaten Sukabumi terhadap kepatuhan pendokumentasian dalam catatan

perkembangan pasien terintegrasi

Tabel 1.3 : Jumlah Kepatuhan Pendokumentasian dalam Catatan


Pekembangan Paasien Terintegrasi di Ruang Rawat Inap
BLUD RSU Jampangkulon
No Profesional Pemberi Jumlah Kepatuhan Persentase
Asuhan (PPA) PPA Pendokumentasian (%)
1. Perawat dan Bidan 91 59 62%
2. Gizi 4 1 1%
3. Apoteker 8 4 1%
4. Dokter 24 17 6%
Total 127 81 70%
RSU Jampangkulon, 2018

Berdasarkan tabel 1.3 menunjukan bahwa pemberi asuhan melakukan

pendokumentasian dengan lengkap sekitar (70%) dan yang tidak

melengkapai pendokumentasian catatan perkembangan pasien terintegrasi

secara baik dan lengkap sekitar (30%). Hal ini dikarenakan faktor
6

kurangnya sosialisasi, banyaknya pemberi asuhan yang kurang memahami

serta hanya terfokus pada pelayanan tindakan.

Pengetahuan Profesional Pemberi Asuhan terhadap komunikasi efektif

merupakan indikator penting yang harus dikuasi oleh setiap tim

interdisiplin, sehingga RSU Jampangkulon telah menuangkan berupa

pedoman bagi setiap pemberi asuhan dalam melakukan komunikasi efektif

dimana rumah sakit menggunakan sistem SBAR (Situation, Background,

Assesmen, Recommendation) dalam melaporkan kondisi pasien untuk

meningkatkan efektivitas komunikasi antar pemberi layanan, konsisten dalam

melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan

Tulis, Bacakan dan Konfirmasi (TBaK) terhadap perintah yang diberikan,

penulisan instruksi harus dilakukan secara lengkap, dapat terbaca dengan jelas

agar sumber instruksi dapat dilacak, dan harus di verifikasi dengan

menuliskan nama, tanda tangan serta tanggal dan waktu/ jam (Pendoman

Komunikasi Efektif RSU Jampangkulon, 2019).

Profesional pemberi Asuhan (PPA) merupakan tim interdisiplin yang

terdiri dari dokter, gizi, fisioterapi, farmasi, dan perawat yang memberikan

asuhan kepada pasien. Adapun peran PPA yaitu memfasilitasi pemenuhan

kebutuhan asuhan pasien, mengoptimalkan terlaksananya pelayanan

berfokus pada pasien, komunikasi dan koordinasi, edukasi dan advokasi,

kendali mutu, dan biaya pelayanan pasien (Komisi Akreditasi Rumah Sakit,

2017). Terbangunnya integrasi antar tim interdisiplin dapat terjalin dari

komunikasi efektif yang dilakukan.


7

Menurut Hardjana dalam Rohman dan Anggorowati (2017),

Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti

sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan

sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk

hal itu. Komunikasi yang efektif terjadi bila pendengar (penerima berita)

menangkap dan menginterpretasikan ide yang disampaikan dengan tepat

seperti apa yang dimaksud oleh pembicara (pengirim berita). Terdapat

beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mengupayakan proses

komunikasi yang efektif, yaitu antara lain sensitivitas kepada penerima

komunikasi, kesadaran dan pengertian terhadap makna simbolis, penentuan

waktu yang tepat dan umpan balik, komunikasi tatap muka (Rohman dan

Anggorowati, 2017).

Berdasarkan fenomena sudah dipaparkan peneliti tertarik untuk

mengambil judul tentang “Hubungan Pengetahuan Para Pemberi

Asuhan (PPA) tentang Komunikasi Efektif dengan Kepatuhan

Pendokumentasian dalam Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi

di Rawat Inap BLUD RSU Jampangkulon”


8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan

penelitian yaitu adakah “Hubungan Pengetahuan Para Pemberi Asuhan

(PPA) tentang Komunikasi Efektif dengan Kepatuhan

Pendokumentasian dalam Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi

di Rawat Inap BLUD RSU Jampangkulon”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan para pemberi asuhan (PPA)

tentang komunikasi efektif dengan kepatuhan pendokumentasian

dalam catatan perkembangan pasien terintegrasi di rawat inap blud rsu

Jampangkulon

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui gambaran pengetahuan pemberi asuhan (PPA)

tentang komunikasi efektif

b) Mengetahui gambaran kepatuhan pendokumentasian dalam

catatan perkembangan pasien terintegrasi

c) Mengetahui hubungan pengetahuan pemberi asuhan (PPA)

tentang komunikasi efektif dengan kepatuhan pendokumentasian

dalam catatan perkembangan pasien terintegrasi.


9

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi STIKes Sukabumi

Hasil penelitian ini diaharapkan dapat memberikan manfaat bagi

lembaga, serta menjadi sumber yang bermanfaat untuk menambah

pengetahuan dan sebagai motivasi untuk membuat penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan pengetahuan komunikasi efektif

dan kepatuhan pendokumentasian catatan perkembangan terintegrasi.

2. Bagi RSU Jampangkulon

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah

satu acuan bagi profesional pemberi asuhan (PPA) dan pihak

pengelola RSU Jampangkulon agar dapat meningkatkan pelayanan

kesehatan dalam melaksanakan komunikasi efektif dengan

pendokumentasian catatan perkembangan pasien terintegrasi.

3. Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan bahan acuan atau pertimbangan bagi peneliti

selanjutnya yang berminat melakukan penelitian tentang pengetahuan

komunikasi efektif dan kepatuahan pendokumentasian catatan

terintegrasi dengan variabel lain yang lebih kompleks.


10

Anda mungkin juga menyukai