DI SUSUN OLEH
KELOMPOK II
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Selain itu
penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pembimbing kami yang telah
memberikan tugas dan membimbing kami.
Adapun tujuan penulis membuat makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah ASKEP
GADAR II, dengan topik “ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA
TRAUMA THORAK”
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka penulis berharap
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Semoga makalah ini memberikan
informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan
ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana konsep dasar trauma thorax ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada trauma thorax (fraktur
costae)?
3. Bagaimana asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada trauma thorax
(hemothorax) ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Nugroho, 2015 dalam Harsismanto 2019). Trauma
dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding
dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi
mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan
sistem pernapasan (Rendy, 2012 dalam Harsismanto 2019). Trauma thoraks adalah luka
atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada
dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau
benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.Trauma thoraks
diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau
cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit
diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Sudoyo,
2009).
Dari berberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma thoraks adalah trauma
yang mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma tumpul
maupun oleh sebab trauma tajam.
4
B. Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan
trauma tajam 34.9 % . Penyebab trauma toraks tersering adalah kecelakaan kendaraan
bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact)
yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan terguling (Sudoyo, 2009).
Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap
karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh
karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu
berenergi rendah seperti trauma tusuk berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan
berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang
lain adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan
Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam (Hudak, 2011).
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum,
rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi
tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Sudoyo, 2009).
C. Patofisiologi
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah
ventilasipernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot
-otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan negative
dari intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru – paru selama
inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur - struktur yang berbedadari dinding
toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4 komponen, yaitudinding dada,
rongga pleura, parenkim paru, dan mediastinum.Dalam dindingdada termasuk tulang -
tulang dada dan otot - otot yang terkait (Sudoyo, 2009).
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh
darah ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk paru
– parudan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat mengalami kontusio,
laserasi, hematoma dan pneumokel.Mediastinum termasuk jantung, aorta/pembuluh
darah besar dari toraks, cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks
bertanggung jawab untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan
oksigenasi darah untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara
dan darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari cedera
toraks (Sudoyo, 2009).
5
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa
faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain yang
terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien – pasien trauma
toraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan
secara sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung (Sudoyo, 2009).
D. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak, (2011) yaitu :
1) Temponade jantung
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung
b. Gelisah
c. Pucat, keringan dinginPeninggian TVJ (9Tekanan Vena Jugularis)
d. Pekak jantung melebar
e. Bunyi jantung melemah
f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
g. ECG terdapat low Voltage seluruh lead
h. Perikardiosentesis kuluar darah
2) Hematothorax
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan
3) Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
b. Gagal pernapasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik
E. Komplikasi
6
Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%, pneumotoraks
5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio pulmonum 20%. Dimana 50-60%
pasien dengan kontusio pulmonum yang berat akanmenjadi ARDS. Walaupun angka
kematian ARDS menurun dalam decadeterakhir, ARDS masih merupakan salah satu
komplikasi trauma toraks yang sangat serius dengan angka kematian 20-43%
(Nugroho, 2015 dalam Harsismanto 2019).
Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks yangpaling
sering terjadi.Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding toraks,perdarahan
masif dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah pada kulit,subkutan,
otot dan pembuluh darah interkosta.
Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupuntidak
langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah nyeri, yang meningkat
pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat bergerak.
Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang berdekatan
patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral.
Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering
kalidisertai dengan fraktur kosta multipel.
Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang
palingumum terjadi.
Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks pada
trauma tumpul toraksterjadi karena pada saat terjadinya kompresi dada tiba -
tiba menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat
menyebabkan rupture alveolus..Gejala yang paling umum pada Pneumotoraks
adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu
F. Penatalaksanaan Medis
7
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien
trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care ofcervical
spine, B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D: Disabilityassessment, dan E:
Exposure without causing hypothermia (Nugroho, 2015 dalam Harsismanto 2019).
8
A. KONSEP DASAR
I. Definisi
Fraktur costa adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang
rawan yang disebabkan oleh ruda paksa pada spesifikasi lokasi pada tulang
costa. Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh
karena tulang ini sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki
pelindung, maka setiap ada trauma dada akan memberikan trauma juga kepada
costa. Dari kedua belas pasang costa yang ada, tiga costa pertama paling jarang
mengalami fraktur. Hal ini disebabkan karena costa tersebut sangat terlindung.
Costa ke 4-9 paling banyak mengalami fraktur, karena posisinya sangat terbuka
dan memiliki pelindung sangat sedikit, sedangkan tiga costa terbawah yakni
costa ke 10-12 juga jarang mengalami fraktur oleh karena sangat mobile .Pada
olahragawan biasanya lebih banyak dijumpai fraktur costa yang “undisplaced”,
karena pada olahragawan otot intercostalnya sangat kuat sehingga dapat
mempertahankan fragmen costa yang ada pada tempatnya (Dewi, 2010; Azz,
2008).
II. Klasifikasi
Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan:
1. Fraktur simple
2. Fraktur multiple
Menurut jumlah fraktur pada tiap costa:
1. Fraktur segmental
2. Fraktur simple
3. Fraktur comminutif
Menurut letak fraktur dibedakan :
1. Superior (costa 1-3 )
2. Median (costa 4-9)
3. Inferior (costa 10-12 )
Menurut posisi:
1. Anterior
2. Lateral
3. Posterior
III. Etiologi
9
Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok
(Dewi, 2010):
1. Disebabkan trauma
a. Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur
costa antara lain kecelakaan lalulintas, kecelakaan pada pejalan kaki,
jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat
perkelahian.
b. Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa adalah
luka tusuk dan luka tembak.
2. Disebabkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa, terutama akibat gerakan yang
menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan, atau akibat adanya
gerakan berlebihan dan stress fraktur, seperti pada gerakan olahraga
lempar martil, soft ball, tennis, golf.
IV. Tanda dan Gejala
1. Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada
2. Adanya gerakan paradoksal
3. Tanda–tanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea.
4. Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas bertambah
nyeri
5. Korban bernafas dengan cepat , dangkal dan tersendat . Hal ini sebagaiusaha
untuk membatasi gerakan dan mengurangi rasa nyeri.
6. Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah ketika bernafas dan batuk
7. Mungkin terjadi luka terbuka diatas fraktur, dan dari luka ini dapat terdengar
suara udara yang “dihisap” masuk ke dalam rongga dada.
8. Gejala-gejala perdarahan dalam dan syok.
10
V. Pathway
Trauma
Fraktur
Mk : Nyeri Akut
Mk : Gangguan pertukaran gas
11
VI. Patofisiologi
Costae merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang
lentur. Pada anak costae masih sangat lentur sehingga sangat jarang
dijumpai fraktur iga pada anak. Fraktur costa dapat terjadi akibat
trauma yang datangnya dari arah depan, samping ataupun dari arah
belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan
menimbulkan trauma costa, tetapi dengan adanya otot yang
melindungi costa pada dinding dada, maka tidak semua trauma
dada akan terjadi fraktur costa. Pada trauma langsung dengan energi
yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada tempat traumanya.
Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila
energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan
costa tersebut. Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit
dari depan dan belakang, maka akan terjadi fraktur pada sebelah
depan dari angulus costa, dimana pada tempat tersebut merupakan
bagian yang paling lemah. Fraktur costa yang “displace” akan dapat
mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya.
Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai a.intercostalis,
pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat
mengakibatkan timbulnya hematotoraks, pneumotoraks ataupun
laserasi jantung (Anonim, 2011). Costa 1-3 paling jarang fraktur,
karena dilindungi oleh struktur tulang bahu, tulang skapula,
humerus, klavikula, dan seluruh otot-otot. Jika terjadi fraktur costa
1-3, kemungkinan menimbulkan cedera pembuluh darah besar.
Costa 4-9 paling sering fraktur, dan kemungkinan terjadi cedera
jantung dan paru. Costa 10-12 agak jarang fraktur karena costae ini
mobile, namun jika fraktur kemungkinan menimbulkan cedera
organ intraabdomen (Dewi, 2010).
12
1. X-Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan
tulang yang cedera.
2. ST Scans atau MRI Scans.
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED)
meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.Pada masa
penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot
meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi:
perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple, atau cederah hati. (Azz, 2008).
13
d. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir
positif, didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
1) Gejala contusio paru
2) Syok atau cedera kepala berat.
3) Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
4) Umur diatas 65 tahun.
5) Riwayat penyakit paru-paru kronis.
e. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension
Pneumothorak mengancam.
f. Oksigen tambahan
14
Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas
normal).
3. Ciculation
Tingkat kesadaran
15
Warna kulit
Tanda-tanda laserasi
Perlukaan eksternal
4. Disability
Tingkat kesadaran
Respon pupil
Tanda-tanda lateralisasi
Tingkat cedera spinal
5. Exposure
Buka pakaian penderita
Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada
ruangan yang cukup hangat.
Pemeriksaan fisik lain:
a. Periksa abdomen terutama pada fraktur costa bagian inferior
: diafragma, hati, limpa,ginjal, dan usus.
b. Periksa tulang rangka : vertebrae, sternum, clavikula, fungsi anggota
gerak.
c. Nilai status neurologis : plexus brachialis, intercostalis, subclavia.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu
diagnosis hematothoraks dan pneumothoraks ataupun contusio
pulmonum, mengetahui jenis dan letak fraktur costae. Foto
oblique untuk diagnosis fraktur multiple.
b. EKG
c. Monitor laju nafas, analisis gas darah, pulse oksimetri.
7. Diagnosis Banding
a. Fraktur sternum
b. Fraktur vertebrae
c. Stress fraktur
d. Osteoarthritis
e. Pneumotoraks
16
f. Cedera trakea dan bronkus
g. Contusio dinding dada
h. Flail chest
(Dewi, 2010; Azz, 2008)
8. Penatalaksanaan
Fraktur 1-2 costae tanpa adanya penyulit/kelainan lain
ditangani secara konservatif (analgetika). Fraktur lebih dari 2 costae
harus diwaspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks,
pneumotoraks). Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang
disertai penyulit lain (seperti: pneumotoraks, hematotoraks dsb.)
ditujukan untuk mengatasi kelainan yang mengancam jiwa secara
langsung, di ikuti oleh penanganan pasca operasi/ tindakan yang
adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek lab dan rontgen
berkala, sehingga dapat menghindari morbiditas komplikasi
(Anonim, 2011). Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa
penyulit pneumotoraks, hematotoraks, atau kerusakan organ
intratoraks lain, adalah (Dewi, 2010; Sjamsuhidajat, dkk., 2004):
a. Analgetik yang adekuat (oral/ iv /intercostal block)
b. Bronchial toilet
c. Cek lab berkala : Hb, Ht, leukosit, trombosit,dan analisa gas
darah
d. Cek foto rontgen berkala
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana
fraktur costa yaitu (Azz, 2008):
a. Primary Survey
1) Airway dengan kontrol servikal
Penilaian dengan memperhatikan patensi airway (inspeksi,
auskultasi, palpasi), serta penilaian akan adanya obstruksi.
Management dengan melakukan chin lift dan atau jaw thrust
dengan kontrol servikal in-line immobilisasi. Kemudian
bersihkan airway dari benda asing.
2) Breathing dan ventilasi
17
Penilaian dengan membuka leher dan dada penderita,
dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line
immobilisasi. Lalu menentukan laju dan dalamnya
pernapasan. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk
mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea,
ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot
tambahan dan tanda- tanda cedera lainnya. Perkusi thoraks
untuk menentukan redup atau hipersonor, diikuti auskultasi
thoraks bilateral. Management meliputi pemberian oksigen,
analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu
pengembangan dada, misalnya morphine sulfate.
Hidrokodon atau kodein yang dikombinasi dengan aspirin
atau asetaminofen setiap 4 jam. Blok nervus interkostalis
dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat fraktur
costae, contoh bupivakain (Marcaine) 0,5% 2 sampai
5 ml, diinfiltrasikan di sekitar n. interkostalis pada costa yang
fraktur serta costa-costa di atas dan di bawah yang cedera
(tempat penyuntikan di bawah tepi bawah costa, antara
tempat fraktur dan prosesus spinosus, jangan sampai
mengenai pembuluh darah interkostalis dan parenkim
paru). Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena
dapat membatasi pernapasan.
3) Circulation
Penting untuk kontrol perdarahan. Penilaian untuk
mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal dan
sumber perdarahan internal. Periksa nadi: kecepatan,
kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan
pertanda diperlukannya resusitasi masif segera. Periksa
warna kulit, kenali tanda- tanda sianosis, tekanan darah.
Management berupa penekanan langsung pada sumber
perdarahan eksternal; pemasangan kateter IV 2 jalur
18
ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-
match serta Analisis Gas Darah (BGA); pemberian cairan
kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan
tetesan cepat. Transfusi darah jika perdarahan masif
dan tidak ada respon terhadap pemberian cairan awal.
Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi
jaringan.
4) Disability
Menilai tingkat kesadaran memakai GCS, menilai pupil
besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi
tanda-tanda lateralisasi. hipotermia dengan selimut hangat
dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
b. Secondary Survey
1) Anamnesis: AMPLE dan mekanisme trauma
2) Pemeriksaan fisik : kepala dan maksilofasial, vertebra
servikal dan leher, thorax, abdomen, perineum,
musculoskeletal, neurologis, re evaluasi penderita.
9. Komplikasi
a. Atelektasis
b. Pneumonia
c. Hematotoraks
d. Pneumotoraks
e. Cedera a.intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung
f. Laserasi jantung
(Dewi, 2010; Sjamsuhidajat, dkk., 2004)
10. Prognosis
Fraktur costa pada anak dengan tanpa komplikasi memiliki
prognosis yang baik. Sedangkan pada penderita dewasa umumnya
19
memiliki prognosis yang kurang baik oleh karena selain
penyambungan tulang relatif lebih lama juga umumnya disertai
dengan komplikasi. Keadaan ini disebabkan costa pada orang
dewasa lebih rigid sehingga akan mudah menusuk pada jaringan
ataupun organ di sekitarnya. Kecurigaan adanya trauma traktus
neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus
brakhialis, a/v subklavia, dsb.), bila terdapat fraktur pada costa I-III
atau fraktur klavikula (Dewi, 2010).
20
No. Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
Indonesia
(SLKI) (SIKI)
21
2. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Pemantauan respirasi
pertukaran gas b/d keperawatan selama …x… jam a. Monitor rata-rata,
perubahan membran diharapkan gangguan kedalaman, irama dan
alveolar/kapiler d/d pertukaran gas tidak terjadi usaha respirasi
takikardia, bunyi dengan kriteria hasil : b. Catat pengerakan
nafas tambahan, dada,amati kesimetrisan,
Pertukaran gas
sianosis, diaforesis, penggunaan otot
nafas cuping hidung, a. Tidak terjadi dyspnea c. tambahan , retraksi otot
pola nafas abnormal, b. Tidak terdapat bunyi supraclavikular dan
kesadaran menurun. napas tambahan intercostatis
c. PCO2 membaik d. Monitor suara nafas,
d. PO2 membaik seperti dengkur
e. Pola napas membaik e. Monitor kelelahan otot
f. Warna kulit tidak pucat diafragma ( gerakan
g. Tidak terjadi sianosis paradoksis )
f. Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengaukultasi pada jalan
nafas utama
g. Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
22
3. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan asuhan Dukungan Mobilisasi
fisik b/d kerusakan keperawatan selama …x
a. Identifikasi adanya nyeri
integritas struktur …jam, diharapkan gangguan
atau keluhan fisik
tulang. mobilitas fisik dapat
lainnya.
diminalkan dengan kriteria
b. Monitor kondisi umum
hasil:
selama melakukan
Mobilitas Fisik
mobilisasi
a. Pergerakkan ekstremitas
c. Fasilitasi melakukan
meningkat
gerakan
b. Kekuatan otot cukup
d. Fasilitasi aktivitas
meningkat
mobilisasi dengan alat
c. Kaku sendi menurun
bantu (mis. pagar tempat
d. Kelemahan fisik menurun
tidur)
e. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk di
tempat, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
23
Kontrol Risiko e. Cuci tangan sebelum dan
a. Kemampuan mencari sesudah kontak dengan
informasi tentang factor pasien dan lingkungan
risiko meningkat pasien.
b. Kemampuan
mengidentifikasi factor
resiko meningkat
c. Kemampuan melakukan
strategi control resiko
meningkat
d. Kemampuan
menghindari factor risiko
meningkat
e.
24
2.3 ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA
TRAUMA THORAX (HEMOTHORAX)
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Hemothoraks atau hemothoraks adalah akumulasi darah pada
rongga intrapleura. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah sistemik
maupun pembuluh darah paru, dan pada trauma yang tersering perdarahan
berasal dari arteri interkostalis dan arteri mammaria interna (Sub Bagian
Bedah Thoraks Bagian Ilmu Bedah FK-USU / RS HAM / RS Pirngadi
Medan, 2000).
B. ETIOLOGI
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi
pada paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma
tumpul pada dada juga dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi
pembuluh darah internal (Mancini, 2011).
25
C. KLASIFIKASI
Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam
3 golongan, yaitu:
1. Hemathoraks ringan
a). Jumlah darah kurang dari 400 cc
b). Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
c). Perkusi pekak sampai iga IX
2. Hemathoraks sedang
a). Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
b). 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
c). Perkusi pekak sampai iga VI
3. Hemathoraks berat
a). Jumlah darah lebih dari 2000 cc
b). 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
c). Perkusi pekak sampai iga IV
D. MANIFESTASI KLINIK
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang
berdarah di dinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak
menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik
merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul.Secara klinis pasien
menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea berat,
takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi
sesuai dengan penurunan curah jantung (Hudak & Gallo, 1997).
a. Respon hemodinamik
Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah
perdarahan yang terjadi. Tanda-tanda shock seperti takikardi,
takipnea, dan nadi yang lemah dapat muncul pada pasien yang
kehilangan 30% atau lebih volume darah
26
b. Respon respiratori
Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan
napas. Pada kasus trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan
oksigenasi, khususnya jika terdapat injuri pada dinding dada.
Akumulasi darah dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan
dispnea.
(Mancini, 2011)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Sinar X dada
e. Menunjukkan akumulasi cairan pada area pleura
f. Dapat menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
b. GDA
a). Tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan
mekanik pernapasan, dan kemampuan mengkompensasi
b). PaCO2 mungkin normal atau menurun
c). Saturasi oksigen biasanya menurun
c. Torasentesis
Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks)
d. Full blood count
a). Hb menurun
b). Hematokrit menurun
F. PATOFISIOLOGI
27
Trauma tumpul /
Nyeri akut
penetrasi pada dada
Volume Syok
Perdarahan darah ↓ hipovolemik
Akumulasi darah
pada rongga pleura
Hipoksia
G. KOMPLIKASI
1. Kegagalan pernapasan
2. Kematian
3. Fibrosis atau parut dari membran pleura
4. Syok
28
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan
pendarahan, dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura.
Penanganan pada hemothoraks adalah:
1. Resusitasi cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume
darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura.
Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar
dan kemudian pemnberian darah dengan golongan spesifik secepatnya.
Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang
cocok untuk autotranfusi. Bersamaan dengan pemberian infus dipasang
pula chest tube (WSD)
29
3. Thoracotomy
Tindakan ini dilakukan bila dalam keadaan:
30
II. ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA
HEMOTORAKS
A. Pengkajian Keperawatan pada Pasien dengan Hemotoraks
1) Subjektif
Data subjektif dapat diperoleh dengan teknik anamnesa yang meliputi
:
a) Keluhan Utama
Keluhan utama berupa keluhan pasien/klien saat per-tama kali
masuk rumah sakit. (Contoh : Dada mem-bengkak serta
membiru. Pasien mengeluh sesak dan nyeri saat tarik napas
dalam).
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Menceritakan bagaimana kondisi pasien/klien secara kronologis
dari sebelum dan sampai di rawat di rumah sakit. (Contoh :
Adanya perdarahan di rongga paru).
2) Objektif
Primer
31
1. Airway
a). Look Benda-benda asing di jalan napas, fraktur.
b). Listen Dapat bicara, ngorok, berkumur-kumur, stridor.
c). Feel
2. Breathing
a). Pergerakan dinding dada (asimetris/simetris), warna kulit,
memar.
b). Frekuensi napas.
c). Bunyi napas (vesikuler/stridor/wheezing/ron-chi).
d). Irama napas.
e). Pola napas.
f). Penggunaan otot bantu (retraksi dada).
3. Ciculation
a). Akral
b). Pucat
c). Sianosis
d). Pengisian kapiler
e). Nadi
f). Tekanan darah
Sekunder
e. Sistem Pernapasan
1. Inspeksi
1) Pengembangan paru tidak simetris.
2) Terdapat retraksi dada.
3) Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
2. Auskultasi
1) Adanya suara sonor.
2) Bising napas yang menghilang.
3. Palpasi
1) Nyeri, semakin kuat saat aspirasi
2) Fremitus menurun dibandingkan de-ngan sisi yang lain.
32
4. Perkusi
1) Dullness
f. Sistem Kardiovaskuler
1. Nyeri dada meningkat karena pernapasan.
2. Takikardi, lemah.
3. Pucat, Hb turun.
4. Hipotensi.
g. Sistem Persarafan
Normal
h. Sistem Perkemihan
Normal
i. Sistem Pencernaan
Normal
j. Sistem Muskuloskeletal - Integumen
1. Kemampuan sendi terbatas.
2. Ada memar.
3. Terdapat kelemahan.
4. Kulit pucat, sianosis, berkeringat.
k. Sistem Endokrin
1. Terjadi peningkatan metabolisme.
2. Kelemahan.
l. Sistem Reproduksi
Normal
3) Pemeriksaan Penunjang
a) Torasentesis : Menyatakan darah/cairan serosangui-nosa
(hemothoraks).
33
b) GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang
dipengaruhi, gangguan mekanik penapasan dan kemampuan
mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaCO2
mungkin normal atau menurun, saturasi oksigen biasanya
menurun.
c) Sinar X-dada : Menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
pleura, dapat menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal
(jantung).
d) Rontgen standar.
1. Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat
membantu diagnosis hematothoraks dan pneumothoraks
ataupun contusio pulmo-num. Rontgen thoraks dilakukan
bila pasien dalam keadaan stabil.
2. Terlihat bayangan difus radio-opak pada se-luruh
lapangan paru.
3. Bayangan air-fluid level hanya pada hemato-
pneumotoraks.
e) EKG.
f) Monitor laju napas, analisis gas darah.
g) Pulse oksimetri.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif b/d deformitas dinding dada
2. Risiko ketidakseimbangan cairan b/d trauma atau perdarahan
3. Penurunan curah jantungb/d perubahan preload
4. Nyeri akutb/d agen pencedera fisik
34
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnosis Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SLKI) (SIKI)
1 Pola napas tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Napas
efektif keperawatan selama … x 24 a. Monitor pola napas
jam diharapkan masalah (frekuensi, kedalaman,
pasien dapat diatasi usaha napas)
b. Monitor sputum (jumlah,
Kriteria Hasil warna, aroma)
a. Frekuensi pernafasan c. Posisikan semi Fowler
dalam batas normal atau Fowler
b. Pernapasan cuping d. Lakukan fisioterapi dada
hidung jika perlu
c. Kedalaman napas e. Lakukan penghisapan
dalam batas normal lendir kurang dari 15
d. Kapasitas vital detik
e. Ventilasi semenit f. Lakukan hiperoksigenasi
f. Pengembangan sebelum penghisapan
dinding dada simetris endotrakeal
g. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGrill
h. Berikan oksigen jika
perlu
i. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari jika tidak
kontraindikasi
j. Ajarkan teknik batuk
efektif
35
k. Kolaborasi pemberian
bronkofilator,
ekspektoran, mukolitik
jika perlu
Pemantauan Respirasi
a. Monitor pola nafas
(seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-
Stokes, Biot, ataksik)
b. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
c. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
2 Risiko Setelah dilakukan asuhan Manajemen Cairan
ketidakseimbangan keperawatan a. Monitor status hidrasi (
cairan b/d trauma atau selama…x24jam mis frekuensi nadi,
perdarahan diharapkan masalah pasien kekuatan nadi, akral,
dapat diatasi pengisian kapiler,
Kriteria hasil : kelembapan mukosa,
a. Tekanan darah dalam turgor kulit, tekanan
batas normal darah)
b. Frekuensi nadi dalam b. Monitor status
batas normal hemodinamik (MAP,
c. Turgor kulit elastis CVP, PAP, PCWP jika
d. Tidak adanya tanda tersedia)
tanda dehidrasi c. Catat intake output dan
e. Membran mukosa hitung balans cairan
lembab d. Berikan asupan cairan
sesuai kebutuhan
36
f. Tidak ada tanda tanda e. Berikan cairan intravena
asites jika perlu
f. Kolaborasi pemberian
diuretik jika perlu
Pemantauan Cairan
a. Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
b. Monitor frekuensi napas
c. Monitor waktu pengisian
kapiler
d. Monitor elastisitas atau
turgor kulit
e. Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan
cairan (mis prosedur
pembedahan mayor,
trauma/perdarahan, luka
bakar, aferesis, obstruksi
intestinal, peradangan
pankreas, penyakit ginjal
dan kelenjar, disfungsi
intestinal)
Management Cairan
a. Timbang
popok/pembalut jika di
perlukan
b. Pertahankan catatan
intake dan output yang
akurat
37
c. Monitor status hidrasi
(kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik),
jika diperlukan
d. Monitor vital sign
e. Monitor masu kan
makanan / cairan dan
hitung intake kalori
harian
f. Kolaborasikan
pemberian cairan IV
g. Monitor status nutrisi
h. Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
i. Dorong masukan oral
j. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
k. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
l. Tawarkan snack (jus
buah, buah segar)
m. Kolaborasi dengan dokter
n. Atur kemungkinan
tranfusi
o. Persiapan untuk tranfusi
Hypovolemia Management
a. Monitor status cairan
termasuk intake dan
output cairan
38
b. Pelihara IV line
c. Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
d. Monitor tanda vital
e. Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan
f. Monitor berat badan
g. Dorong pasien untuk
menambah intake oral
h. Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan
i. Monitor adanya tanda
gagal ginjal
3 Penuruna curah Setelah dilakukan asuhan Managemen Asam Basa
jantung berhubungan keperawatan selama…x24 a. Monitor status
dengan perubahan jam diharapkan masalah kardiopulmonal (
preload. pasien dapat diatasi : frekuensi dan kekuatan
Kriteria Hasil : nadi, frekuensi napas,
TD, MAP )
Curah Jantung b. Monitor status
a. Kekuatan nadi oksigenasi (oksimetri
perifer normal nadi, AGD)
b. Tekanan darah dalam c. Pertahankan kepatenan
batas normal jalan nafas
c. Tidak terdapat edema d. Berikan oksigen untuk
d. Tidak ada tanda mempertahankan
tanda bradikardia dan saturasi oksigen >94%
takikardia
39
e. Tekanan vena sentral e. Persiapkan intubasi dan
normal ventilasi mekanis jika
perlu
Status Sirkulasi f. Berikan posisi syok
a. Tekanan darah sistol g. Pasang jalur IV
normal h. Kolaborasi pemberian
b. Tekanan darah infus cairan kristaloid 1-
diastole normal 2 L pada dewasa dan
c. Tekanan nadi normal 20mL/kgBB pada anak
d. Saturasi oksigen anak
normal
e. Tekanan vena sentral Perawatan Jantung
normal a. Identifikasi tanda /
f. Tekanan darah rata- gejala primer
rata normal penurunan curah
g. PaO2 (Tekanan jantung ( meliputi
parsial oksigen dispnea, kelelahan,
dalam darah arteri) edema, ortopnea,
normal paroxysmal nocturnal
h. PaCO2 (Tekanan dyspnea, peningkatan
parsial CVP)
karbondioksida) b. Identifikasi tanda/gejala
normal sekunder penurunan
curah jantung (meliputi
peningkatan bb,
hepatomegali, distensi
Vena jugularis,
palpitasi, rinkhi basah,
oliguria, batuk, kulit
pucat)
40
c. Monitor saturasi
oksigen
d. Monitor tekanna darah
dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah
aktifitas
e. Posisikan pasien semi
Fowler atau fowler
dengan kaki kebawah
atau posisi nyaman
f. Sediakan terapi
antiaritmia sesuai
kebijakan unit (mis.,
obat antiaritmia,
kardioversi atau
defirbrilasi)
sebagaimana mestinya
4 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan ...x...... jam a. Identifikasi lokasi,
diharapkan nyeri akut karakteristik,
dapat berkurang dengan onset/durasi, frekuensi,
criteria : kualitas, intensitas atau
Tingkat Nyeri beratnya nyeri dan factor
Kriteria Hasil : pencetus
a. Beristirahat dengan b. Identifikasi skala nyeri
nyaman/tidak c. Identifikasi faktor yang
gelisah memperberat dan
b. Tidak tampak memperingan nyeri
ekspresi wajah d. Berikan teknik non
kesakitan farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
41
c. Frekuensi napas (mis TENS, hipnosis,
dalam batas normal akupresur, terapi musik,
(dewasa : 16-24 biofeedback, terapi pijat,
x/menit) aromaterapi, Tekni
d. Tekanan darah imajinasi, terbimbing,
normal (dewasa : kompres hangat/dingin,
120/80mmHg) terapi bermain)
e. Jelaskan penyebab,
Pain Control periode dan pemicu nyeri
Kriteria Hasil : f. Jelaskan strategi
a. Melaporkan meredakan nyeri
perubahan terhadap g. Anjurkan monitor nyeri
gejala nyeri pada secara mandiri
professional h. Kolaborasi pemberian
kesehatan analgetik jika perlu
b. Kemampuan
mengenali apa yang Pemberian Analgesik
terkait dengan a. Tentukan lokasi,
penyebab nyeri karakteristik, kualitas
c. Kemampuan dan keparahan nyeri
menggunakan sebelum mengobati
teknik non pasien
farmakologis b. Cek adanya riwayat
alergi obat
c. Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu ataucbolus
opioid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
42
d. Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
pada pemberian dosis
pertama kali atau jika
ditemukan tanda-tanda
yang tidak biasanya
e. Jelaskan efek terapi
dan efek samping obat
f. Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis
analgesik sesuai
indikasi
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan yang diberikan, sesuikan dengan intervensi yang ditulis.
E. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari asuhan keperawatan yang digunakan sebagai alat untuk
menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan dan proses ini berlangsung terus menerus dan
diarahkan pada pencapaian tujuan yang diinginkan.
43
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat
thorax akut. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena
gejala-gejala umum dan rancu (Sudoyo, 2009)
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh
kota besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang
disebabkan oleh trauma toraks di amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di
amerika serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang
disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25%. Dan hanya 10-15% penderita trauma
tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan
tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian (Sudoyo, 2009).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada
dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi
mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan
sistem pernapasan (Rendy, 2012 dalam Harsismanto 2019).
3.2 SARAN
Diharapakan kepada pembaca baik mahasiswa atau tenaga kesehatan terkait agar dapat
memanfaatkan makalah yang telah disusun ini guna mengetahui mengenai trauma thoraks
dan dapat melaksanakan pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat mengenai asuhan
keperawatan trauma thoraks.
44
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, I.K. 2010. Fraktur Clavicula dan Fraktur Costae. Diakses dari
http://www.scribd.com/doc/47345054/Fraktur-Clavicula-dan-Fraktur-Costae diakses pada
tanggal 16 agustus 2019.
Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning, Individualizing, and
Documenting Client Care 3th Edition . Philadelphia: F. A. Davis Company
Harsismanto.2019.ASKEP TRAUMA THORAKS.BENGKULU:UMB. Diakses dari
https://www.researchgate.net/profile/Harsismanto_Harsismanto/publication/330357547_A
SKEP_TRAUMA_THORAKS_HEMATHORAKS/links/5c3bf3b092851c22a3735d77/AS
KEP-TRAUMA-THORAKS-HEMATHORAKS.pdf?origin=publication_detail pada
tanggal 16 agustus 2019
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta
Selatan.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Denifisi dan Kriteria Hasil Keperawatan.
Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.
45
Rendy dan Margareth.2012.Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam.Yogyakarta: Nuha Medika
Sub Bagian Bedah Thoraks Bagian Ilmu Bedah FK-USU / RS HAM / RS Pirngadi Medan. 2000.
Pengamatan Hasil Penanganan Evakuasi Hemothoraks antara WSD dan Continous Suction
Drainage. http://www.scribd.com/doc/56222226/HEMOTHORAKS diakses pada tanggal
20 agustus 2019.
Syamsuhidajat, R, Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
46