Anda di halaman 1dari 9

Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah Menurut Kozier et al (2009), ada beberapa hal yang dapat

mempengaruhi tekanan darah, diantaranya adalah:

1. Umur

Bayi yang baru lahir memiliki tekanan sistolik rata-rata 73 mmHg. Tekanan sistolik dan diastolik
meningkat secara bertahap sesuai usia hingga dewasa. Pada orang lanjut usia, arterinya lebih keras dan
kurang fleksibel terhadap darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik. Tekanan diastolik
juga meningkat karena dinding pembuluh darah tidak lagi retraksi secara fleksibel pada penurunan
tekanan darah.

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan Journal of Clinical Hypertension, Oparil menyatakan bahwa perubahan hormonal yang
sering terjadi pada wanita menyebabkan wanita lebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini
juga menyebabkan risiko wanita untuk terkena penyakit jantung menjadi lebih tinggi (Miller, 2010).

3. Olahraga

Aktivitas fisik meningkatkan tekanan darah.

4. Obat-obatan

Banyak obat-obatan yang dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan darah.

5. Ras

Pria Amerika Afrika berusia di atas 35 tahun memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria
Amerika Eropa dengan usia yang sama.

6. Obesitas

Obesitas, baik pada masa anak-anak maupun dewasa merupakan faktor predisposisi hipertensi.

Hipertensi

1. definisi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik >139 mmHg dan/atau, tekanan darah diastolic >89 mmHg,
berdasarkan rerata dua atau tiga kali pengukuran yang cermat sewaktu duduk dalam satu atau dua kali
kunjungan. [Rilantono, Lily I. Penyakit Kardiovaskular. 2013. FKUI: Jakarta.]

2. epidemiologi

Berdasarkan riset kesehatan dasar nasional tahun 2007, prevalensi hipertensi pada penduduk berusia 18
tahun keatas mencapai 28%, dan akan lebih tinggi pada usi lanjut usia. [Rilantono, Lily I. Penyakit
Kardiovaskular. 2013. FKUI: Jakarta.]

3. etiologi

4. klasifikasi
Hampir semua consensus/ pedoman utama baik dari dalam walaupun luar negeri, menyatakan bahwa
seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan
pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi. Adapun pembagian derajat
keparahan hipertensi pada seseorang merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi
(disadur dari A Statement by the American Society of Hypertension and the International Society of
Hypertension2013)

Klasifikasi Sistolik Diastolik

Optimal < 120 dan < 80

Normal 120 – 129 dan/ atau 80 – 84

Normal tinggi 130 – 139 dan/ atau 84 – 89

Hipertensi derajat 1 140 – 159 dan/ atau 90 – 99

Hipertensi derajat 2 160 – 179 dan/ atau 100 - 109

Hipertensi derajat 3 ≥ 180 dan/ atau ≥ 110

Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 dan < 90

[perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit
Kardiovaskular. 2015.]

Berdasarkan bentuk Hipertensi Hipertensi diastolik {diastolic hypertension}, Hipertensi campuran (sistol
dan diastol yang meninggi), Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension). Terdapatjenis hipertensi
yang lain: 1. Hipertensi Pulmonal Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada
pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat
melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang
ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal jantung kanan. Hipertensi
pulmonal primer sering didapatkan pada usia muda dan usia pertengahan, lebih sering didapatkan pada
perempuan dengan perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk,
dengan mean survival / sampai timbulnya gejala penyakit sekitar 2-3 tahun. Kriteria diagnosis untuk
hipertensi pulmonal merujuk pada National Institute of Health; bila tekanan sistolik arteri pulmonalis
lebih dari 35 mmHg atau "mean"tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat istirahat atau
lebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak didapatkan adanya kelainan katup pad a jantung kiri, penyakit
myokardium, penyakit jantung kongenital dan tidak adanya kelainan paru. 2. Hipertensi Pada Kehamilan
Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya terdapat pada saat kehamilan, yaitu: a.
Preeklampsia-eklampsia atau disebut juga sebagai hipertensi yang diakibatkan kehamilan/keracunan
kehamilan ( selain tekanan darah yang meninggi, juga didapatkan kelainan pada air kencingnya ).
Preeklamsi adalah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang
timbul karena kehamilan. b. Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak sebelum ibu
mengandung janin. c. Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan gabungan preeklampsia
dengan hipertensi kronik. d. Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat. Penyebab hipertensi
dalam kehamilan sebenarnya belum jelas. Ada yang mengatakan bahwa hal tersebut diakibatkan oleh
kelainan pembuluh darah, ada yang mengatakan karena faktor diet, tetapi ada juga yang mengatakan
disebabkan faktor keturunan, dan lain sebagainya.

5. patofisiologi

Baik TDS maupun TDD meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. TDS meningkat secara progresif
sampai umur 70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat samapi umur 50-60 tahun dan kemudian
cenderung menetap atau sedikit menurun. Kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan
adanya pengakuan pembuluh darah`dan penurunan kelenturan (compliance) arteri dan ini
mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur. 4 Scperti diketahui, takanan nadi
merupakan predictok terbaik dari adanya perubahan struktural di dalam arteri. Mekanisme pasti
hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas. Efek utama dari ketuaan normal terhadap sistem
kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan
pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur. Perubahan ini
menyebabkan penurunan compliance aorta dan pembuluh darah besar dan mengakibatkan pcningkatan
TDS. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer.
Sensitivitas baroreseptor juga berubah dengan umur. Perubahan mekanisme refleks baroreseptor
mungkin dapat menerangkan adanya variabilitas tekanan darah yang terlihat pada pemantauan terus
menerus. 4,8 Penurunan sensitivitas baroreseptor juga menyebabkan kegagalan refleks postural, yang
mengakibatkan hipertensi pada lanjut usia sering terjadi hipotensi ortostatik. Perubahan keseimbangan
antara vasodilatasi adrenergik- dan vasokonstriksi adrenergik-α akan menyebabkan kecenderungan
vasokontriksi dan selanjutnya mengakibatkan pcningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan
tekanan darah. Resistensi Na akibat peningkatan asupan dan penurunan sekresi juga berperan dalam
terjadinya hipertensi. Walaupun ditemukan penurunan renin plasma dan respons renin terhadap asupan
garam, sistem renin-angiotensin tidak mempunyai peranan utama pada hipertensi pada lanjut usia.
2,4,9 Perubahanperubahan di atas bertanggung jawab terhadap penurunan curah jantung (cardiac
output), penurunan denyut jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikcl kiri, dan
disfungsi diastolik. Ini menyebabkan penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju
filtrasi glomerulus.

[1. The Sixth Report of the Joint National Committee on prevention, detection, evaluation, and
treatment of high blood pressure. NIH publication No. 98-4080 November 1997. 2. Kaplan NM.
Hypertension in the elderly. London: Martin Dunitz; 1999. 3. Guidelines Subcommittee. World Health
Organization-International Society of hypertension guidelines for the management of hypertension. J
Hypertens 1999;17:151-83. 4. Rigaud AS, Forette B. Hypertension in older adults. J Gerontol
2001;56A:M217-5. 5. Van Rossum CTM, van de Mhen H, Witteman JCM, Hoftnan A, Mackenbach JP,
Groobee DE. Prevalence, treatment, and control of hypertension by sociodemographic factors among
the dutch elderly. Hypertension 2000;35:814-21. 6. Lu FH, Tang SJ, Wu JS, Yang YC, Chang CJ.
Hypertension in elderly persons: its prevalence and associated cardiovascular risk factors in Tainan City,
Southern Taiwan. J Gerontol 2000;55A:M463-8. 7. Borzecki AM, Glickman ME, Kader B, Bcrlowitz DR.
The effect of age on hypertension control and management. AJH 2006; 19:520-527. 8. James MA,
Robinson TG, Panerai RB, Potter JF. Arterial Baroreceptor-Cardiac Reflex Sensitivity in the Elderly.
Hypertension 1996;28:953-960. 9. Kaplan NM. Clinical hypertension. 7 th cd. Baltimore: Williams &
Wilkins; 1998 10. Owens P, Atkins N, O’Brien E. Diagnosis of White Coat Hypertension by Ambulatory
Blood Pressure Monitoring. Hypertension 1999;34:267- 272. 11. Sega R, Cesana O, Milesi C. Grassi G,
Zanchetti, Mancia G. Ambulatory and home blood pressure normality in the elderly Hypertension 1997-
301-6. 12. Staessen JA, O’Brien ET, Thjis L, Fagard RH. Modern approaches to blood pressure
measurement. Occup Environ Med 2000;57:510- 520. 13. Bulpitt CJ, Rajkumar C, Beckett N. Clinician's
manual hypertension and the elderly. London: Science Press; 1999. 14. Bulpitt CJ, Fletcher AE, Thjis L,
Staessen AJ, Antikainen R, Davidson C, Fagard R, GilExtremera B, Jaaskivi M, O'Brien E, Palatini P,
Tuomilehto J. Symptom reported by elderly patients with isolated systolic hypertension: baseline data
from the SYST-EUR Trial. Age Ageing 1999;28:15-22. 15. Kotchen TA, McCarron Da. Dietary electrolytes
and blood pressure a statement for healthcare professionals from the American Heart Association
Nutrition Committee. Circulation 1998;98:613-7. 16. National Intervention Cooperative Study in Elderly
Hypertensives Study Group (NICS-EH). Randomized double-blind comparison of a calcium antagonist and
a diuretic in elderly hypertensives. Hypertension 1999;34:1129-33.]

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh
angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur
tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin
I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah
yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama
adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus
(kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi
pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi
aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting
pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial
dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan
yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler,
viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi
esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat
stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial
berkembang dari hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah
periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan
komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan
saraf pusat. Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan
meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana
tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi
hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun(Menurut Sharma S et al, 2008 dalam Anggreini AD
et al, 2009)

6. manifestasi klinis

7. pemeriksaan

Pemeriksaan Penunjang
1. Labortorium Urinalisis (proteinuria), tes gula darah, profil lipid, ureum, kreatinin

2. X ray thoraks

3. EKG

4. Funduskopi

[Panduan Praktik Klinis BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER Edisi Revisi Tahun
2014]

8. tatalaksana

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah, dan secara umum
sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang
menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat
merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah
jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan
faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.

Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular Beberapa pola hidup sehat yang
dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :

 Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran dan
buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti
menghindari diabetes dan dislipidemia.

 Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan
tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada
makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini
juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2.
Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari

 Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari, minimal 3 hari/
minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk
berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda
atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.

 Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi pola hidup yang umum di
negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan
pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria
atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi
atau menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah.

 Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung dapat
menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit
kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.

[perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit
Kardiovaskular. 2015.]
A. Pengendalian Faktor Risiko

Pengendalian faktor risiko penyakit jantung koroneryang dapat saling berpengaruh terhadap terjadinya
hipertensi, hanya terbatas pada faktor risiko yang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut :

a. Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan.

Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih
besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-
33% memiliki berat badan lebih (overweight). Dengan demikian obesitas harus dikendalikan dengan
menurunkan berat badan.

b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh.

Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan
garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram ( 1 sendok teh )
per hari pada saat memasak.

c. Ciptakan keadaan rileks

Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat menontrol sistem syaraf yang
akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.

d. Melakukan olah raga teratur

Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3 4 kali dalam
seminggu, diharapkan dapat menrnbah kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang ujungnya
dapat mengontrol tekanan darah.

e. Berhenti merokok

Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat memperburuk hipertensi. Zat-zat
kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam
aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan proses
artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan
merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan
denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita
tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri. Tidak ada
cara yang benar-benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok. Beberapa metode yang
secara umum dicoba adalah sebagai berikut:

a. Inisiatif Sendiri

Banyak perokok menghentikan kebiasannya atas inisiatif sendiri, tidak memakai tolongan pihak luar.
Inisiatif sendiri banyak menarik para perokok karena halhal berikut :

• Dapat dilakukan secara diam-diam.

• Program diselesaikan dengan tingkat dan jadwal sesuai kemauan.


• Tidak perlu menghadiri rapat-rapat penyuluhan.

• Tidak memakai ongkos.

b. Menggunakan Permen yang mengandung Nikotin

Kencanduan nikotin membuat perokok sulit meninggalkan merokok. Permen nikotin mengandung cukup
nikotin untuk mengurangi penggunaan rokok. Di negara-negara tertentu permen ini diperoleh dengan
resep dokter. Ada jangka waktu tertentu untuk menggunakan permen ini. Selama menggunakan permen
ini penderita dilarang merokok. Dengan demikian, diharapkan perokok sudah berhenti merokok secara
total sesuai jangka waktu yang ditentukan.

c. Kelompok Program

Beberapa orang mendapatkan manfaat dari dukungan kelompok untuk dapat berhenti marokok. Para
anggota kelompok dapat saling memberi nasihat dan dukungan. Program yang demikian banyak yang
berhasil, tetapi biaya dan waktu yang diperlukan untuk menghadiri rapat-rapat seringkali menyebabkan
enggan bergabung.

f. Mengurangi konsumsi alkohol.

Hindari konsumsi alkohol berlebihan. Laki-Iaki Tidak lebih dari 2 gelas per hari Wanita : Tidak lebih dari 1
gelas per hari.

[PEDOMAN TEKNIS PENEMUAN DAN TATALAKSANA PENYAKIT HIPERTENSI. DIREKTORAT


PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DIREKTORAT JENDERAL PP & PL DEPARTEMEN KESEHATAN
RI 2006]

9. pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit hipertensi pada anak harus mencakup pencegahan primer,
sekunder, maupun tersier. Pencegahan primer hipertensi harus dilihat sebagai bagian dari pencegahan
terhadap penyakit lain seperti penyakit kardiovaskular dan stroke yang merupakan penyebab utama
kematian pada orang dewasa. Penting pula diperhatikan faktor-faktor risiko untuk terjadinya penyakit
kardiovaskular seperti obesitas, kadar kolesterol darah yang meningkat, diet tinggi garam, gaya hidup
yang salah, serta penggunaan rokok dan alkohol. Sejak usia sekolah, sebaiknya dilakukan pencegahan
terhadap hipertensi primer dengan cara mengurangi asupan natrium dan melakukan olah raga teratur.
9,19,20,30 Konsumsi natrium perlu diimbangi dengan kalium. Rasio konsumsi natrium dan kalium yang
dianjurkan adalah 1:1. Sumber kalium yang baik adalah buah-buahan seperti pisang dan jeruk. Secara
alami, banyak bahan pangan yang memiliki kandungan kalium dengan rasio lebih tinggi dibandingkan
dengan natrium. Rasio tersebut kemudian menjadi terbalik akibat proses pengolahan yang banyak
menambahkan garam ke dalamnya. Sebagai contoh, rasio kalium terhadap natrium pada tomat segar
adalah 100:1, menjadi 10:6 pada makanan kaleng dan 1:28 pada saus tomat. Contoh lain adalah rasio
kalium terhadap natrium pada kentang bakar 100:1, menjadi 10:9 pada keripik dan 1:1,7 pada salad
kentang. Memberikan ASI eksklusif pada bayi merupakan cara penting untuk mengurangi faktor risiko
terjadinya hipertensi. Pencegahan sekunder dilakukan bila anak sudahmenderita hipertensi
untukmencegah terjadinya komplikasi seperti infark miokard, stroke, gagal ginjal atau kelainan organ
target. Pencegahan ini meliputi modifikasi gaya hidup menjadi lebih benar, seperti menurunkan berat
badan, olahraga secara teratur, diet rendah lemak dan garam, menghentikan kebiasaan merokok atau
minum alkohol.10,20 Olah raga yang baik pada anak yang menderita hipertensi sebagai bagian dari
pencegahan sekunder merupakan kombinasi dari jenis aerobik dan statik. Olah raga yang bersifat
kompetitif diperbolehkan pada anak dengan prehipertensi, hipertensi stadium 1 dan 2 yang terkontrol,
tanpa disertai gejala atau kerusakan organ target. Selain itu secara umum olahraga yang teratur akan
membuat badan kita sehat dan terasa nyaman. Olahraga teratur sering dikaitkan juga dengan pelepasan
zat yang disebut endorphins, yang membuat perasaan menjadi lebih nyaman dan santai. Asupan
makanan mengandung kalsium dapat dilakukan sebagai pengobatan alternatif untuk mengatasi
hipertensi. Kadar kalsium yang tinggi dalam darah akan menurunkan kadar natrium.25,31,32 Apabila
komplikasi sudah terjadi, misalnya stroke dan retinopati, maka upaya rehabilitatif dan promotif yang
merupakan bagian dari pencegahan tersier dapat dilakukan untuk mencegah kematian dan
mempertahankan fungsi organ yang terkena seefektif mungkin.

[9. Bernstein D.Diseases of the peripheral vascular system. Dalam Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB
(penyunting). Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: International edition.2004:h.1591-
8

10. Goonasekera CDA, Dillon MJ. The child with hypertension. Dalam Webb N, Postlethwaite R
(penyunting). Clinical pediatric nephrology. Edisi ke-3. Oxford: Oxford University Press.2003:h.152-61

19. Feld LG, Corey H. Hypertension in childhood. Pediatr Rev.2007;28:283-98.

20. Luma GB, Spiotta RT. Hypertention in children and adolescent.Am Fam Physician.2006; 73:1158-68.

30. BrewerED.Evaluation ofhypertension.DalamBarratt TM,Avner ED,HarmonWE(penyunting). Pediatric


nephrology. Edisi ke-5.Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins.2004:h.1179-94

31. Zemel MB. Calcium modulation of hypertension and obesity: Mechanisms and implications. Journal
of the American collageof nutrition.2001;20(90005):428 S-35S

32. Kageyama Y, Suzuki H, Arima K, Saruta T. Oral calcium treatment lowers blood pressure in
renovascular hypertensive rats by suppressing the rennin-angiotensin system.
Hypertension.1987;10:375-82.]

10. komplikasi

Prospective Studies Collaboration oleh Lewington dkk memperlihatkan bahwa makin tinggi tekanan
darah, baik sistolik (TDS), maupun diastolik (TDD), makin tinggi pula risiko kejadian kardiovaskular.
Peningkatan angka kejadian kematian karena penyakit jantung iskemik (IHD, ischaemic heart disease)
pada setiap dekade meningkat seiring peningkatan TDS maupun TDD. Hal yang sama dijumpai untuk
kejadian kematian karena stroke. Di samping itu, penelitian MRFIT (Multiple Risk Factor Intervention
Trial) memperlihatkan bahwa peningkatan TDS berhubungan dengan peningkatan kejadian ESRD. Selain
mengakibatkan komplikasi kejadian kardiovaskular, serebrovaskular, renovaskular, data WHO tahun
2000 juga memperlihatkan bahwa hipertensi mempunyai dampak paling besar terhadap kematian
global dibandingkan faktor-faktor risiko lain. Tujuan terapi hipertensi adalah mencegah komplikasi,
menurunkan kejadian kardiovaskular, serebrovaskular, dan renovaskular, dengan kata lain menurunkan
efek terkanan darah tinggi terhadap kerusakan end-organ. Secara umum, target tekanan darah yang
harus dicapai adalah 140/90 mmHg, sedangkan untuk pasien diabetes atau dengan penyakit ginjal
kronik (chronic kidney diseases, CKD), target tekanan darah adalah 130/80 mmHg (JNC 7, ESC/ESH).
Hipertensi yang umum dijumpai adalah hipertensi primer, mencakup 90% dari semua penderita
hipertensi, sisanya 10% hipertensi sekunder. Kemungkinan hipertensi sekunder harus dipikirkan pada
hipertensi yang resisten terhadap terapi (membutuhkan ≥3 golongan antihipertensi). Penyebab utama
hipertensi sekunder adalah gangguan yang berhubungan dengan kelainan ginjal dan sistim endokrin.
Gangguan ginjal dapat disebabkan karena penyakit parenkim ginjal (glomerulonefritis, polycystic kidney
disease), maupun penyakit ginjal vaskular (stenosis arteri renalis dan displasia fi bromuskuler). Penyebab
endokrin di antaranya adalah penyakit tiroid, penyakit adrenal (sindrom Cushing, aldosteronisme primer
dan feokromositoma). Selain itu, klinisi juga perlu memperkirakan penyebab sekunder lainnya seperti
coarctatio aorta, hipertensi karena kehamilan, sindrom obstructive sleep apnea, hipertensi akibat obat-
obatan, alkohol, kokain. Beberapa tanda klinis yang mengarah pada hipertensi renovaskular di
antaranya adalah bising abdominal di daerah periumbilikal, hipertensi yang cepat memberat atau
hipertensi maligna, ginjal yang mengecil unilateral, hipertensi berat pada anak-anak atau di atas usia 50
tahun, hipertensi akut, hipertensi dengan gangguan ginjal yang tidak dapat dijelaskan, perburukan
fungsi ginjal akut, hipertensi refrakter terhadap 3 golongan antihipertensi.

[Tata Laksana Hipertensi Pradana Tedjasukmana Departemen Kardiologi, RS Premier Jatinegara dan RS
Grha Kedoya, Jakarta, Indonesia. CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012]

Sistem organ Komplikasi Komplikasi Hipertensi

Jantung Gagal jantung kongestif

Angina pectoris

Infark miokard

Sistem saraf pusat Ensefalopati hipertensif

Ginjal Gagal ginjal kronis

Mata Retinopati hipertensif

Pembuluh darah perifer Penyakit pembuluh darah perifer

Sumber: Hoeymans N, 1999.

11. prognosis

Anda mungkin juga menyukai