Anda di halaman 1dari 13

Adelin Luthfiana Fajrin

1102014004

3. Sindroma Koroner Akut

1. Definisi
Sindroma coroner akut adalah keadaan gangguan aliran darah coroner parsial hingga total ke
miokard secara akut.
[Rilantono, Lily I. 2013. Penyakit Kardiovaskular. Jakarta: FKUI.]
2. Etiologi
Etiologi SKA antara lain:
- Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada pada plak
aterosklerosis. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta komponennya dari plak
yang rupture mengakibatkan infark kecil di distal.
- Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen arteri
koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos
pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
- Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus  terjadi pada
sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah
intervensi koroner perkutan (PCI).
- Inflamasi  penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis. Makrofag,
limfosit T  ↑ metalloproteinase  penipisan dan ruptur plak
- Keadaan/factor pencetus:
a. ↑ kebutuhan oksigen miokard  demam, takikardi, tirotoksikosis
b. ↓ aliran darah coroner
c. ↓ pasokan oksigen miokard  anemia, hipoksemia
3. Epidemiologi
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan prevalensi penderita PJK
sebesar 0,5% dari seluruh pasien penyakit tidak menular. Daerah tertinggi berdasarkan
terdiagnosis dokter adalah Sulawesi Tengah (0,8%) diikuti Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Aceh
masing-masing (0,7%). Berdasarkan penelitian sebelumnya, selama periode Januari 2010 sampai
Desember 2010 di Irina F Jantung RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado tercatat 230 kasus PJK.
Berdasarkan kelompok umur 61-70 tahun sebanyak 69 kasus (30%), jenis kelamin laki-laki
sebanyak 159 kasus (69,13%), 86 kasus disertai penyakit penyerta yang terbanyak diantaranya
hipertensi 52 kasus (55,32%), dan manifestasi klinis yang didapat adalah Old Myocardial Infarction
(OMI) sebanyak 71 kasus (30,87%).
[Mihardja LK, Delima, Soetiarto F, Suhardi, Kristanto AY. Penyakit tidak menular. In: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, penyunting. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementeri-an Republik Indonesia, 2013; p. 83-99.
Syukri AEDP, Panda L, Rotty LWA. Profil penyakit jantung koroner di Irina F jantung BLU RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado [Skripsi]. Manado: Universitas Sam Ratulangi; 2011.]
4. Klasifikasi
5. Patofisiologi
SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet,
pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada
plak koroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase
plaque disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor ‘faktor
jaringan’ dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex
mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang
banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri
koroner. Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosis akut’.
Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin,
menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung
jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi
prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga
menyebabkan ruptur plak.
Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat
vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi
disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan
meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine
oxidase, NADH/NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial
cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada
hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung.
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi endotel ringan
dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih
dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator
(yakni nitrit oksid dan prostasiklin).
Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan
migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui
efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard,
dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark.
SKA yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang
ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis -
tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik
stress mekanik.

PATOFISIOLOGI SINDROM KORONER AKUT (SKA)


Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner. Untuk
memahaminya secara komprehensif diperlukan pengetahuan tentang patofisiologi iskemia miokardium.
Iskemia miokardium terjadi bila kebutuhan oksigen lebih besar daripada suplai oksigen ke miokardium.
Oklusi akut karena adanya trombus pada arteri koroner menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke
miokardium (Gambar 1). Contoh lain, pada pasien dengan plak intrakoroner yang bersifat stabil,
peningkatan frekuensi denyut jantung dapat menyebabkan terjadinya iskemi karena meningkatkan
kebutuhan oksigen miokardium, tanpa diimbangi kemampuan untuk meningkatkan suplai oksigen ke
miokardium. Jika terjadi penyempitan arteri koroner, iskemia miokardium merupakan peristiwa yang awal
terjadi. Daerah subendokardial merupakan daerah pertama yang terkena, karena berada paling jauh dari
aliran darah. Jika iskemia makin parah, akan terjadi kerusakan sel miokardium. Infark miokardium adalah
nekrosis atau kematian sel miokardium. Infark miokardium dapat terjadi nontransmural (terjadi pada
sebagian lapisan) atau transmural (terjadi pada semua lapisan). Faktor-faktor yang berperan dalam
progresi SKA dapat dilihat pada gambar 2.
- Antman EM, Braunwald E. ST-Elevation Myocardial Infarction: Pathology, Pathophysiology,
and Clinical Features. Dalam: Braunwald E. ed. Braunwald’s Heart Disease. 8th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier. 2008. Pp: 1207-31.
- Rosen AB., Gelfand EV. Patophysiology of Acute Coronary Syndromes. Dalam: Gelfand Eli V.,
Cannon Cristopher P. Management of Acute Coronary Syndromes. West Sussex: Wiley
- Blackwell. 2009. Pp: 1-11;
http://media.wiley.com/product_data/excerpt/75/04707255/0470725575-1.pdf
- Canadian Institute For Health Information. 2007. Acute Coronary Syndromes: Understanding
the Spectrum. http://www.smgh.ca/_uploads/PageContent/documents/ACS-spectrum. pdf
6. Manifestasi klinis
Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda:
1. Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak seluruhnya tipikal pada saat
evaluasi di ruang gawat-darurat.
2. EKG normal atau nondiagnostik, dan
3. Marka jantung normal

Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda:


1. Angina tipikal.
2. EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI, depresi ST atau inversi T yang
diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard, atau LBBB baru/persangkaan baru.
3. Peningkatan marka jantung
Kemungkinan SKA dengan gambaran EKG nondiagnostik dan marka jantung normal perlu
menjalani observasi di ruang gawat-darurat. Definitif SKA dan angina tipikal dengan gambaran
EKG yang nondiagnostik sebaiknya dirawat di rumah sakit dalam ruang intensive cardiovascular
care (ICVCU/ICCU).
[PERKI. 2015. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut.]
7. Diagnosis
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada pasien dengan karakteristik
sebagai berikut :
1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri perifer / karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard, bedah pintas koroner, atau
IKP
4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes mellitus, riwayat PJK
dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP
(National Cholesterol Education Program)

Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari 3 komponen utama, yaitu dari anamnesis, EKG, dan
pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac marker).
1. Anamnesis
Pasien dengan SKA biasanya datang dengan keluhan nyeri dada yang khas
kardial (gejala kardinal), yaitu:
 Lokasi: substernal, retrosternal, atau prekordial
 Sifat nyeri: sakit, seperti ditekan, ditindih benda berat, seperti diperas/dipelintir,
rasa terbakar, atau seperti ditusuk.
 Penjalaran: ke lengan kiri, leher, rahang bawah, punggung/interskapula, perut,
atau lengan kanan.
 Nyeri membaik/hilang dengan istirahat atau nitrat.
 Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, lemah.
 Factor pencetus: aktivitas fisik, emosi
 Factor resiko: laki-laki usia >40 tahun, wanita menopause, DM, hipertensi,
dislipidemia, perokok, kepribadian tipe A, obesitas.

2. Elektro Kardiografi
Pada iskemia miokardium, dapat ditemukan depresi segmen ST (≥ 1mV) atau
inverse gelombang T simetris (> 2mV) pada dua lead yang bersebelahan.
Depresi ST pada iskemia miokard:
A. Depresi ST horizontal, spesifik untuk iskemia
B. Depresi ST landai ke bawah, spesifik untuk iskemia
C. Depresi ST landai ke atas, tidak spesifik untuk
iskemia

Inverse T pada iskemia miokard:


A. Inverse T yang kurang spesifik untuk iskemia
B. Inverse T berujung lancip dan simetris, spesifik
untuk iskemia.

Perubahan EKG yang khas menyertai infark miokardium, dan perubahan paling
awal terjadi hampir seketika pada saat mulainya gangguan miokardium. Pemeriksaan
EKG harus dilakukan segera pada setiap orang yang dicurigai menderita infark sekalipun
kecurigaannya kecil.
Selama infark miokard akut, EKG berkembang melalui tiga stadium:
1) Gelombang T runcing diikuti dengan inverse gelombang T
 Secara akut, gelombang T meruncing (peaking), kemudian inverse (simetris).
Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokardium. Jika terjadi
infark sejati, gelombang T tetap inverse selama beberapa bulan sampai
beberapa tahun.
2) Elevasi segmen ST
 Secara akut, segmen ST mengalami elevasi dan menyatu dengan gelombang
T. elevasi segmen ST menggambarkan jejas miokardium. Jika terjadi infark,
segmen ST biasanya kembali ke garis iso elektrik dalam beberapa jam.
3) Muncul gelombang Q baru
 Gelombang-gelombang Q baru bermunculan dalam beberapa jam sampai
beberapa hari. Gelombang ini menandakan infark miokard, syarat: lebar ≥
0,04 detik, dalam ≥ 4mm atau ≥ 25% tinggi R. Pada kebanyakan kasus,
gelombang ini menetap seumur hidup pasien.
Evolusi EKG pada AMI:
A. Fase hiperakut: Elevasi segmen ST yang nonspesifik,
T yang tinggi dan meruncing.
B. Fase evolusi lengkap: Elevasi ST yang spesifik dan
konveks ke atas, T inverse simetris, Q patologis.
C. Fase infark lama: Q patologis (QS atau Qr), ST kembali
isoelektrik, T normal atau negative.

Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG:


Lokasi Lead Perubahan EKG
Anterios ekstensif V1-V6 ST elevasi, gelombang Q
Anteroseptal V1-V4 ST elevasi, gelombang Q
Anterolateral V4-V6 ST elevasi, gelombang Q
Posterior V1-V2 ST depresi, Gelombang R tinggi
Lateral I, aVL, V5, V6 ST elevasi, gelombang Q
Inferior II, III, aVF ST elevasi, gelombang Q
Ventrikel kanan V4R, V5R ST elevasi, gelombang Q

3. Cardiac Marker
Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan
menggunakan test enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB (CK-
MB), cardiac specific troponin (cTn) I/T, laktat dehidrogenase (LDH), dan myoglobin.
Peningkatan nilai enzim CKMB atau cTn T/I >2x nilai batas atas normal menunjukkan
adanya nekrosis jantung (infark miokard). Pemeriksaan enzim jantung sebaiknya
dilakukan secara serial.
a. Cardiac specific troponin (cTn)
 Paling spesifik untuk infark miokard
 Troponin C  Pada semua jenis otot
 Troponin I & T  Pada otot jantung
 Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah dideteksi
b. Myoglobin
 Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya sangat
kecil), 1-2 jam sejak onset nyeri
 Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot
c. Creatine Kinase (CK)
 Ditemukan pada otot, otak, jantung
 Murah, mudah, tapi tidak spesifik
d. Lactat Dehidrogenase (LDH)
 Ditemukan di seluruh jaringan
 LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung, normalnya LD2 >
LD1
 Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2
e. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)
 Spesifik untuk infark miokard

Cardiac Marker Meningkat Puncak Normal


cTn T 3 jam 12-48 jam 5-14 hari
cTn I 3 jam 24 jam 5-10 hari
CKMB 3 jam 10-24 jam 2-4 hari
CK 3-8 jam 10-36 jam 3-4 hari
Mioglobin 1-2 jam 4-8 jam 24 jam
LDH 24-48 jam 3-6 hari 8-14 hari
Membedakan APTS, NSTEMI, STEMI:
Perbedaan APTS NSTEMI STEMI
Nyeri dada <15 menit >15 menit >15 menit
EKG Normal/iskemik iskemik Evolusi
Cardiac marker Normal meningkat Meningkat

8. Diagnosis banding
9. Tata laksana
Penanganan dini yang harus segera diberikan pada pasien dengan keluhan nyeri dada tipikal
dengan kecurigaan SKA adalah:
1. Oksigenasi
 Untuk membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera dan
menurunkan beratnya ST-elevasi pada STEMI.
 Diberikan sampai pasien stabil dengan level oksigen 5-10 liter/menit secara kanul
hidung/sungkup.
2. Nitrogliserin (NTG)
 Diberikan secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg), dapat diulang sampai 3x dengan
interval 5-10 menit jika keluhan belum membaik setelah pemberian pertama,
dilanjutkan dengan drip intravena 5-10 μg/menit (jangan lebih 200 μg/menit).
 Kontraindikasi: hipotensi
 Manfaat:
 memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard;
 menurunkan kebutuhan oksigen di miokard;
 menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel;
 dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral;
 menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan).
3. Morphine
 Dosis 2 – 4 mg intravena
 Manfaat:
 mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
 mengurangi rasa sakit akibat iskemia;
 meningkatkan venous capacitance;
 menurunkan tahanan pembuluh sistemik;
 menurunkan nadi dan tekanan darah.
 Efek samping: mual, bradikardi, dan depresi pernapasan.
4. Aspirin
 Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik
"chewable" dari pada tablet, terutama pada stadium awal. Aspirin suppositoria (325
mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah. Aspirin boleh diberikan
bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin).
 Harus diberikan kepada semua pasien SKA jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster,
asma bronkial).
 Efek: menghambat COX-1 dalam platelet dan mencegah pembentukan TXA2,
sehingga mencegah agregasi platelet dan konstriksi arterial.
5. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine
 Derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu
perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP
(adenosine diphosphate) pada reseptor platelet, sehingga menurunkan kejadian
iskemi.
 Pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis dan iskemia berulang,
tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama
Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Efek samping: netropenia, trombositopenia (jarang),
purpura trombotik trombositopenia  perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada
minggu II – III.
 Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin,
namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi
gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya risiko
perdarahan. Dosis: 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai
antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi dicapai
dalam 3–7 hari .
 Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic Events )
menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk
pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis.

10. Komplikasi
 Aritmia
 Disfungsi ventrikel kiri
 Hipotensi
 Lain-lain:
o Emboli Paru Dan Infark Paru
o Emboli Arteri Sistemik
o Stroke Emboli
o Ruptur Jantung
Disfungsi & Ruptur m. Papilaris
11. Pencegahan
12. Prognosis
Klasifikasi Killip pada AMI:
Klas Definisi Mortalitas (%)
I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6
II + S3 dan/atau ronki basah 17
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80

Skoring resiko TIMI untuk SKA:


Usia >65 tahun 1
>3 faktor resiko PJK (riw.kel, HT, kol ↑, DM, rokok) 1
Diketahui PJK 1
Pemakaian ASA 7 hari terakhir 1
Angina berat (<24 jam) 1
↑ petanda biokimia 1
Deviasi ST 1
Skor, resiko kematian/AMI
0/1 3%
2 3%
3 5%
4 7%
5 12%
6/7 19%

I. DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aru W. et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed V. PAPDI: Jakarta.
Thaler, Malcolm S. 2000. Satu-satunya buku EKG yang Anda Perlukan. Hipokrates: Jakarta.
PERKI. 2004. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut tanpa ST-Elevasi.
PERKI. 2004. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut dengan ST-Elevasi.
Wasid, H.A. 2003. Konsep Baru Penanganan Sindrom Koroner Akut.
Herdanto, Dwi Yuda. 2009. 20 Penyakit Umum di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai