Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

HEPATITIS DAN TATALAKSANA TERAPINYA

Di susun oleh :

Nonik Mutmainah

2173117

PRODI DIII FARMASI REG C

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NASIONAL

SURAKARTA
HEPATITIS

TATA LAKSANA TERAPINYA

I. DEFINISI HEPATITIS

Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Hepatititis dalam
bahasa awam sering disebut dengan istilah lever atau sakit kuning. Padahal definisi
lever itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa belanda yang berarti organ
hati,bukan penyakit hati. Namun banyak asumsi yang berkembang di masyarakat
mengartikan lever adalah penyakit radang hati. sedangkan istilah sakit kuning
sebenarnya dapat menimbulkan kercunan, karena tidak semua penyakit kuning
disebabkan oleh radang hati, teatapi juga karena adanya peradangan pada kantung
empedu. (M. Sholikul Huda)

Virus hepatitis juga ada beberapa jenis, hepatitis A, hepatitis B, C, D, E, F dan


G. Manifestasi penyakit hepatitis akibat virus bisa akut ( hepatitis A ) dapat pula
hepatitis kronik (hepatitis B,C) dan adapula yang kemudian menjadi kanker hati (
hepatitis B dan C ). hepatitis yang biasanya disebabkan oleh obat-obatan, alkohol
(hepatitis alkoholik), dan obesitas serta gangguan metabolisme yang menimbulkan
nonalkoholik steatohepatitis (NASH) disebut Hepatitis Nonvirus.

Hepatitis kemungkinan terjadi sebagai infeksi sekunder selama perjalanan


infeksi dengan virus-virus lainnya, seperti :

a. Cytomegalovirus

b. Virus Epstein-Barr

c. Virus Herpes simplex

d. Virus Varicella-zoster

Hepatitis adalah penyakit peradangan hati yang dapat disebabkan oleh berbagai
kausa, termasuk infeksi virus atau pajana ke bahan – bahan toksik. Pada hepatitis
virus, Peradangan hati yang berkepanjangan atau berulang, yang biasanya berkaitan
dengan alkoholisme kronik, dapat menyebabkab sirosis, suatu keadaan berupa
penggantian hepatosit yang rusak secara permanen oleh jaringan ikat. Jaringan hati
memiliki kemampuan mengalami regenerasi, dan dalam keadaan normal
mengalami pertukaran sel yang bertahap. Apabila sebagian jaringan hati rusak,
jaringan yang rusak tersebut dapat diganti melalui peningkatan kecepatan
pembelahan sel – sel yang sehat. Tampaknya terdapat suatu faktor dalam darah
yang bertanggung jawab mengatur proliferasi sel hati, walaupun sifat dan
mekanisme factor pengatur ini masih merupakan misteri. Namun, seberapa cepat
hepatosit dapat diganti memiliki batas. Selain hepatosit, di antara lempeng –
lempeng hati juga ditemukan beberapa fibroblast ( sel jaringan ikat ) yang
membentuk jaringan penunjang bagi hati. Bila hati berulang – ulang terpajan ke
bahan – bahan toksik, misalnya alcohol, sedemikian seringnya, sehingga hepatosit
baru tidak dapat beregenerasi cukup cepat untuk mengganti sel – sel yang rusak,
fibroblast yang kuat akan memanfaatkan situasi dan melakukan proliferasi
berlebihan. Tambahan jaringan ikat ini menyebabkan ruang untuk pertumbuhan
kembali hepatosit berkurang.

Gangguan fungsi hati seringkali dihubungkan dengan beberapa penyakit hati


tertentu. Beberapa pendapat membedakan penyakit hati menjadi penyakit hati akut
atau kronis. Dikatakan akut apabila kelainan-kelainan yang terjadi berlangsung
sampai dengan 6 bulan, sedangkan penyakit hati kronis berarti gangguan yang
terjadi sudah berlangsung lebih dari 6 bulan. Ada satu bentuk penyakit hati akut
yang fatal, yakni kegagalan hati fulminan, yang berarti perkembangan mulai dari
timbulnya penyakit hati hingga kegagalan hati yang berakibat kematian (fatal)
terjadi dalam kurang dari 4 minggu.

Beberapa penyebab penyakit hati antara lain:

a. Infeksi virus hepatitis, dapat ditularkan melalui selaput mukosa, hubungan


seksual atau darah (parenteral).
b. Zat-zat toksik, seperti alkohol atau obat-obat tertentu.
c. Genetik atau keturunan, seperti hemochromatosis.
d. Gangguan imunologis, seperti hepatitis autoimun, yang ditimbulkan karena
adanya perlawanan sistem pertahanan tubuh terhadap jaringan tubuhnya
sendiri. Pada hepatitis autoimun, terjadi perlawanan terhadap sel-sel hati
yang berakibat timbulnya peradangan kronis.
e. Kanker, seperti Hepatocellular Carcinoma, dapat disebabkan oleh senyawa
karsinogenik antara lain aflatoksin, polivinil klorida (bahan pembuat
plastik), virus, dan lain-lain. Hepatitis B dan C maupun sirosis hati juga
dapat berkembang menjadi kanker hati

II. ETIOLOGI HEPATITIS


Menurut Price dan Wilson (2005: 485) Secara umum hepatitis disebabkan
oleh virus. Beberapa virus yang telah ditemukan sebagai penyebabnya, berikut ini.
1) Virus hepatitis A (HAV)
2) Virus hepatitis B (HBV)
3) Virus hepatitis C (HCV)
4) Virus hepatitis D (HDV)
5) Virus hepatitis E (HEV)
6) Hepatitis F (HFV)
7) Hepatitis G (HGV)
Namun dari beberapa virus penyebab hepatitis, penyebab yang paling
dikenal adalah HAV (hepatitis A) dan HBV (hepatitis B). Kedua istilah tersebut
lebih disukai daripada istilah lama yaitu hepatitis “infeksiosa” dan hepatitis
“serum”, sebab kedua penyakit ini dapat ditularkan secara parental dan nonparental
(Price dan Wilson, 2005: 243). Hepatitis pula dapat disebabkan oleh racun, yaitu
suatu keadaan sebagai bentuk respons terhadap reaksi obat, infeksi stafilokokus,
penyakit sistematik dan juga bersifat idiopatik (Sue hincliff, 2000: 205).

III. PATOFISIOLOGI HEPATITIS


Yaitu perubahan morfologi yang terjadi pada hati, seringkali mirip untuk
berbagai virus yang berlainan. Pada kasus yang klasik, hati tampaknya berukuran
basar dan berwarna normal, namun kadang-kadang agak edema, membesar dan
pada palpasi “terasa nyeri di tepian”. Secara histologi. Terjadi kekacauan susunan
hepatoselular, cedera dan nekrosis sel hati dalam berbagai derajat, dan peradangan
periportal. Perubahan ini bersifat reversibel sempurna, bila fase akut penyakit
mereda. Namun pada beberapa kasus nekrosis, nekrosis submasif atau masif dapat
menyebabkan gagal hati fulminan dan kematian (Price dan Daniel, 2005: 485).
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrat
pada hepatocytes oleh sel mononukleous. Proses ini menyebabkan degrenerasi dan
nekrosis sel perenchyn hati.
Respon peradangan menyebabkan pembekakan dalam memblokir sistem
drainage hati, sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadi statis
empedu (biliary) dan empedu tidak dapat diekresikan kedalam kantong empedu
bahkan kedalam usus, sehingga meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubinemia,
dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit hapatoceluler jaundice.
Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik samapi dengan timbunya sakit dengan
gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara komplit dalam 2 sampai 3 bulan
lebih gawat bila dengan nekrosis hati dan bahkan kematian. Hepattis dengan sub
akut dan kronik dapat permanen dan terjadinya gangguan pada fungsi hati. Individu
yang dengan kronik akan sebagai karier penyakit dan resiko berkembang biak
menjadi penyakit kronik hati atau kanker hati.

IV. KLASIFIKASI HEPATITIS


1. Hepatitis A

Hepatitis A adalah virus yang hampir selalu ditularkan melalui rute fekal – oral.
Virus ini menimbulkan hepatitis akut tanpa keadaan kronik atau menetap seperti
yang ditunjukan oleh virus hepatitis darah.

Termasuk klasifikasi virus dengan transmisi secara enterik. Tidak memiliki


selubung dan tahan terhadap cairan empedu. Virus ini ditemukan didalam tinja.
Berbentuk kubus simetrik dengan diameter 27–28 nm, untai tunggal molekul RNA
linier : 7,5 kb; termasuk picornavirus, sub- klasifikasi hepatovirus. Menginfeksi
dan berreplikasi pada primata non- manusia dan galur sel manusia. Seringkali
infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada
orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri
perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah
6-12 minggu. Penderita hepatitis A akan menjadi kebal terhadap penyakit tersebut.
Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak akan berlanjut menjadi
kronik. Masa inkubasi 15–50 hari, (rata-rata 30 hari). Tersebar di seluruh dunia
dengan endemisitas yang tinggi terdapat di negara-negara berkembang. Penularan
terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi tinja penderita hepatitis
A, misalnya makan buah-buahan atau sayur yang tidak dikelola / dimasak
sempurna, makan kerang setengah matang, minum es batu yang prosesnya
terkontaminasi. Faktor risiko lain, meliputi : tempat- tempat penitipan/perawatan
bayi atau batita, institusi untuk developmentally disadvantage, bepergian ke negara
berkembang, perilaku seks oral-anal, pemakaian jarum bersama pada IDU
(injecting drug user). Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A yang memberikan
kekebalan selama 4 minggu setelah suntikan pertama. Untuk kekebalan yang lebih
panjang diperlukan suntikan vaksin beberapa kali.

Pada anak,penyakit ini sering tidak dikenali atau tampak dengan keluhan tidak
parah. Gejala lebih terlihat pada orang dewasa dan dapat berupa kelemahan sampai
dengan demam, ikterik, mual dan muntah. Penyakit ini baisanya berlangung 1
sampai 3 minggu. Pasien jarang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan pada
saat gejala timbul, sangat kecil kemungkinan menular pada orang lain.

Karena dapat ditularkan dengan makanan dan air yang terkontaminasi, hepatitis
A dapat menjadi potensi epidemic di Negara dengan penanganan yang buruk.
Petugas penyiapan makanan yang terinfeksi mempunyai potensi penularan penyakit
pada orang lain jika kebersihan diri tidak dilakukan dengan baik.

Tes antibodi hepatitis A yang tersedia mendeteksi IgM yang menunjukan


infeksi akut atau yang baru terjadi.atau IgG yang menunjukan infeksi yang sudah
sembuh.
2. Hepatitis B

Hepatitis B adalah virus yang sering dipelajari karena dapat diuji, prevalensi
dari penyakit. Morbiditas dan mortalitas berhubungan dengan penyakit.

a. Manifestasi
Manifestasi infeksi Hepatitis B adalah peradangan kronik pada hati. Virus
hepatitis B termasuk yang paling sering ditemui. Distribusinya tersebar di
seluruh dunia, dengan prevalensi karier di USA <1%, sedangkan di Asia 5–
15%. Masa inkubasi berkisar 15–180 hari, (rata-rata 60–90 hari). Viremia
berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut.
Sebagian penderita hepatitis B akan sembuh sempurna dan mempunyai
kekebalan seumur hidup, tapi sebagian lagi gagal memperoleh kekebalan.
Sebanyak 1–5% penderita dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan
berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten.
b. Penularan.
Orang tersebut akan terus-menerus membawa virus hepatitis B dan bisa
menjadi sumber penularan. Penularannya melalui :
- Dapat terjadi lewat jarum suntik, pisau, tato, tindik, akupunktur atau
penggunaan sikat gigi bersama yang terkontaminasi, transfusi darah,
penderita hemodialisis yang menerima produk tertentu dari plasma dan
gigitan manusia.
- Menghindari hubungan badan dengan orang yang terinfeksi,
- Hindari penyalahgunaan obat
- Menghindari pemakaian bersama sikat gigi atau alat cukur,
- Menghindari daerah dimana penyakit ini endemik ( Kutub, Afrika,
Cina, Asia Selatan dan Amazon ), bentuk penularan yang sering adalah
secara perinatal dari ibu terinfeksi pada bayinya. Pengguna obat IV
yang sering bertukar jarum dan alat suntik
- Pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang
yang terinfeksi
- Pria homoseksual yaang secara seksual aktif
- Pasien rumah sakit jiwa
- Kontak serumah denag karier hepatitis
- Pekerja sossial di bidang kesehatan, terutama yang banyak kontak
dengan darah
c. Gejala
Gejala hepatitis B adalah lemah, lesu, sakit otot, mual dan muntah, kadang-
kadang timbul gejala flu, faringitis, batuk, fotofobia, kurang nafsu makan,
mata dan kulit kuning yang didahului dengan urin berwarna gelap. Gatal-
gatal di kulit, biasanya ringan dan sementara. Jarang ditemukan demam.
d. Patofisiologi.
Virus harus dapat masuk ke aliran darah dengan inokulasi langsung, melalui
mebran mukosa atau merusak kulit untuk mencapai hati. Di hati, replikasi
perlu inkubasi 6 minggu sampai 6 bulan sebelum penjamu mengalami
gejala. Beberapa infeksi tidak terlihat untukmereka yang mengalami gejala,
tingkat kerusakan hati, dan hubungannya dengan demam yang diikuti ruam,
kekuningan, arthritis, nyari perut, dan mual. Pada kasus yang ekstrem, dapat
terjadi kegagalan hati yang diikuti dengan ensefalopati. Mortalitas dikaitkan
dengan keparahan mendekati 50%. Infeksi primer atau tidak primer tampak
secara klinis, sembuh sendiri dalam 1 sampai 2 minggu untuk kebanyakan
pasien. Kurang dari 10% kasus, infeksi dapat menetap selama beberapa
dekade. Hepatitis B dipertimbangkan sebagai infeksi kronik pada saat
pasien mengalami infeksi sisa pada akhir 6 bulan. Komplikasi berhubungan
dengan hepatitis kronik dapat menjadi parah, dengan kanker hati, sirosis dan
asites terjadi dalam beberapa tahun sampai dengan puluhan tahun setelah
infeksi awal.
e. Diagnosis.
Tes serologik untuk hepatitis akan member informasi diagnostik dan
informasi tentang tingkat penularandan kemungkinan tahap penyakit. Tes
dilakukan langsung berhubungan dengan virus dan antibodi yang dihasilkan
penjamu dalam merespons protein tersebut. Virus mempunyai inti dan
bagian luar sebagai pelindung. Protein behubungan dengan bagian antigen
inti dan antigen permukaan. Tes laboratorium untuk antigen inti tidak
tersedia, tetapi antigen permukaan sering menunjukan HBsag, yang dapat
didetekasi, dalam beberapa minggu awal infeksi. Peningkatan titer selama
beberapa minggu dan juga terjadi penurunan pada tingkat yang tidak dapat
dideteksi. Adanya HBsag menadakan infeksi saat itu dan tingkat penularan
relative tinggi. Antigen lain yang merupakan bagian dari virus disebut e
antigen ( HBeag ). HBeag adalah penanda ketajaman yang sangat sensitive
karena dapat dideteksi dalam perkiraan terdekat pada waktu penyakit klinis
dan pada saat di mana tampak risiko menjadi lebih besar untuk menular.
f. Vaksin.
Vaksin hepatiis B dihasilkan dengan menggunakan antigen hepatitis B
untuk menstimulasi produksi antibodi dan untuk memberikan perlindungan
terhadap infeksi, keamanan, dan keefektifannya mendekati 90% dari
vaksinasi. Karena virus hepatitis B mudah ditularkan dengan jarum suntik
di area perawatan kesehatan. Penurunan infeksi perinatal dan risiko
penularan terjadi setelah kelahiran, vaksin hepatitis B diberikan secara rutin
pada bayi setelah lahir. Vaksinasi individual ( yang sebelumnya tidak
terinfeksi ) akan memiliki serologi hepetitis B yang positif hanya pada
HBsab. Ini menjamin kekebalan yang dihasilkan olah vaksin yang dapat
dibedakan dari produksi alami, saat inti antbodi juga ada.

3. Hepatitis C

Hepatitis C adalah penyakit infeksi yang bisa tak terdeteksi pada seseorang
selama puluhan tahun dan perlahan-lahan tapi pasti merusak organ hati. Penyakit
ini sekarang muncul sebagai salah satu masalah pemeliharaan kesehatan utama di
Amerika Serikat, baik dalam segi mortalitas, maupun segi finansial. Biasanya
orang-orang yang menderita penyakit hepatitis C tidak menyadari bahwa dirinya
mengidap penyakit ini, karena memang tidak ada gejala- gejala khusus. Beberapa
orang berpikir bahwa mereka hanya terserang flu. Gejala yang biasa dirasakan
antara lain demam, rasa lelah, muntah, sakit kepala, sakit perut atau hilangnya selera
makan.

a. Patofisiologi.
Hepatitis C sekarang diperkirakan dapat menginfeksi sekitar 150.000 orang
per tahun di Amerika Serikat. Hal ini dianggap menjadi penyakit yang
ditularkan hampir selalu melalui transfusi darah. Namun, ada bukti bahwa
virus ditularkan melalui cara perenteral lain ( menggunakan bersama jarun
yang terkontaminasi oleh pengguna obat intravena dan tusukan jarum yang
tidak disengaja dan cedera lain pada petugas kesehatan ). Terdapat bukti
lanjut dimana virus ditularkan melalui kontak seksual.
b. Diagnosis.
Tes serologik saat bisa dilakukan untuk mendeteksi virus hepatitis C dengan
antibodi yang diinterpretasi secara terbatas. Banyak pasien yang memiliki
gejala klinik dari virus hepatitis perlu dilakukan tes. Tes fungsi hati
digunakan untuk mendapat status hepatitis. Penyakit ini tidak terlalu
dipahami pada saat ini, tapi peningakatan dan biasanya ditemukan
penurunan berulang enzim hati. Dengan informasi ini dan tanda klinis lain,
dipercaya bahwa sebanyak separuh dari semua pasien mengalami infeksi
hepatitis C yang berkembang menjadi infeksi kronik. Hal ini telah
menunjukan penyebab utama penyakit hati kronik dan sirosis di Amerika
Serikat.
c. Penatalaksanaan.
Saat ini, tidak diketahui terapi, vaksin atau agens profilaktik pasca
pemajananyang diakui untuk hepatitis C. Petugas perawatan kesehatan
harus mengikuti prinsip kewaspadaan umum untuk meminimalkan risiko
penularan karena pekerjaan. Prinsip ini didasarkan pada pemahaman bahwa
populasi yang terinfeksi adalah carrier penyakit ini. Perhatian terhadap
jarum dan kewaspadaan yang tepat harus digunakan pada semua pasien.

4. Hepatitis D
Virus Hepatitis D (HDV ) atau virus delta adalah virus yang unik, yakni virus
RNA yang tidak lengkap, memerlukan keberadaan virus hepatitis B untuk ekspresi
dan patogenisitasnya, tetapi tidak untuk replikasinya. Penularan melalui hubungan
seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala penyakit hepatitis D bervariasi,
dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau sangat progresif.

Hepatitis D dicurigai ketika pasien sakit akut dengan gejala baru atau berulang
dan sebelumnya telah mengalami hepatitis B atau sebagai carrier hepatitis B.

Tidak ada tindakan spesifik untuk hepatitis. Pencegahan untuk virus ini dicapai
sebagai keuntungan sekunder dari vaksin hepatitis B. Perilaku preventif terhadap
virus darah ini ( tidak menggunakan jarum bergantian dan menggunakan kondom
pada saat berhubungan seksual ) harus ditekankan pada orang yang terinfeksi
hepatitis B yang tidak terinfeksi hepatitis D.

5. Hepatitis E

Hepatitis E adalah infeksi virus yang menyebar melalui kontaminasi makanan


dan air melalui jalur fekal – oral. Sampai dengan saat ini, infeksi disebut dengan
hepatitis enteric Non- A Non- B. Diagnosa dibuat dengan menyingkirkan hepatitis
A, B, dan C dan menentukan yang paling mungkin dari sumber makanan atau air
yang terkontaminasi. Sekarang tes untuk antibodi untuk hepatitis E telah tersedia,
studi epidemologi akan sangat terfasilitasiGejala mirip hepatitis A, demam, pegal
linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit perut. Penyakit ini akan sembuh sendiri
(self-limited), kecuali bila terjadi pada kehamilan, khususnya trimester ketiga,
dapat mematikan. Penularan hepatitis E melalui air yang terkontaminasi feces.

Hepatitis E telah jarang ditemukan di Amerika Serikat, tetapi berhubungan


dengan epidemic dari air yang terkontaminasi di Asia, Afrika, dan Republik Soviet.
Di Amerika Serikat, hepatitis E harus dipertimbangkan pada beberapa orang yang
telah melakukan perjalanan keluar negeri dan mempunyai gejala virus hepatitis
tetapi serologic negative untuk virus hepatitis lain
Tabel : Perbandingan Hepatitis
Hepatitis A Hepatitis B Hepatitis C Hepatitis D Hepatitis E
1. Inkubasi 2-4 minggu 1-6 bulan 2 minggu – 6 bulan 3 minggu – 3 3-6 minggu
bulan
2. Penularan  Fekal oral  Darah  Sporadik  Darah  Fekal- oral
 Jarang terjadi  Seksual  Seksual : sering  Seksual  Kontaminasi
melalui darah/  Perinal pada penderita makanan
seks yang berganti-
ganti pasangan
 Perinatal : tak ada
laporan
3. Kelompok  Militer  Pecandu obat  Pecandu obat  Pecandu  Pelancong
beresiko  Penitipan anak  Homoseksual  Homoseksual obat daerah
 Tenaga  Tenaga kesehatan  Penderita endemik
kesehatan  Resipien darah hepatitis B
 Resipien
darah
4. Diagnosis IgM Anti HAV IgM Anti-HBc Klinis IgM Anti- HDV Klinis
akut HBs Ag

5. Diagnosis Anti-HBc total HCV Ab HDV Ag


kronik HBs Ag

V. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis hepatitis virus dapat berkisar dari asimtomatik sampai


penyakit mencolok, kegagalan hati dan kematian. Terdapat tiga stadium pada
semua jenis hepatitis: stadium prodromal, stadium ikterus, dan periode kovalensasi
(pemulihan)

A. Stadium prodromal, disebut periode praikterus, dimulai setelah periode


masa tunas virus selesai dan pasien mulai memperlhatkan tanda-tanda
penyakit. Stadium ini disebut praikterus karena ikterus belum muncul.
Individu akan sangat infeksius pada stadium ini. Antibody terhadap virus
biasanya belum dijumpai. Stadium ini berlangsung 1-2 minggu ditandai
oleh :
a. Malese umum
b. Rasa lelah
c. Gejala-gejala infeksi saluran napas atas
d. Mialgia (nyeri otot)
e. Keengganan terhadap sebagian besar makanan

B. Stadium ikterus adalah stadium kedua hepatitis virus, dan dapat berlangsung
2-3 minggu atau lebih. Pada sebagian besar orang, stadium ini ditandai oleh,
seperti diisyaratkan oleh namanya, timbulnya ikterus. Manifestasi lain
adalah :
a. Memburuknya semua gejala yang ada pada stadium prodormal
b. Pembesaran dan nyeri hati
c. Splenimogali
d. Mungkin gatal (pruritus) di kulit
C. Stadium pemulihan dalah stadium ketiga hepatitis virus dan biasanya timbul
dalam4 bulan untuk hepatitis B dan C dan dalan 2-3 bulan untuk hepatitis
A. Selama periode ini :
a. Gejala-gejala mereda, termasuk ikterus
b. Nafsu makan pulih

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Tes fungsi hati : abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan : merupakan
batasan nilai untuk membedakan hepatitis virus dengan nonvirus
2. AST(SGOT atau ALT(SGPT) : awalnya meningkat. Dapat meningkat satu
sampai dua minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun
3. Darah lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM
(gangguan enzim hati atau mengakibatkan perdarahan)
4. Leucopenia : trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
5. Diferensial darah lengkap : lekositosis, monositosis, limfosit atipikal, dan
sel plasma
6. Alkali fosfatase : agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat)
7. Fesses : warna tanak liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
8. Albumin serum : menurun
9. Gula darah : hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fusngsi hati)
10. Anti-HAV IGM : Positif pada tipe A
11. HBSAG : dapat positif (tipe B) atau negative (tipe A). catatan : merupakan
diagnostic sebelum terjadi gejala kinik
12. Massa protrombin : mungkin memanjang (disfungsi hati)
13. Bilirubin serum : diatas 2,5 mg/100mm (bila diatas 200mg/mm, prognosis
buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
14. Tes eksresi BSP : kadar darah meningkat
15. Biaosi hati : menentukan diagnosis dan luasnya nekrosis
16. Scan hati : membantu dalam perkiraan beratnya ketrusakan parenkim
17. Urinalisa : peninggian kadar bilirubin;protein/hematuria dapat terjadi

VII. PENATALAKSANAAN HEPATITIS

Pengobatan hepatitis virus terutama bersifat suportif dan mencangkup :

a. Istirahat sesuai keperluan


b. Pendidikan mengenai menghindari pemakaian alcohol atau obat lain
c. Pendidikan mengenai cara penularan kepada mitra seksual dan anggota
keluarga
d. Keluarga dan pasien hepatitis ditawarkan untuk menerima gama globulin
murni yang spesifik terhadap HAV atau HBV yang dapat memberikan
imunitas pasif terhadap infeksi. Imunitas ini bersifet sementara
e. Baru-baru ini FDA memberikan izin untuk penberian vaksin hepatitis A.
vaksin ini dibuat dari virus hepatitis inaktif. Penelitian-penelitian
menunjukan bahwa vaksin ini 96% efektif setelah pemberian satu dosis.
f. Tersedia vaksin untuk HBV, Karena sifat virus yang sangat menular dan
berpotensi menyebabkan kematian, maka sangat dianjurkan bahwa semua
individu yang termasuk dikelompoknya beresiko tinggi, termasuk para
tenaga keshatan atau orang-orang yang terpajan ke produk darah, vaksinasi.
Yang juga dianjurkan untuk divaksinasi dalah orang-orang yang beresiko
terhadap virus, termasuk kaum homoseksual atau heteroseksual yang aktif
secara seksual, pecandu oabat bius, dan bayi.
g. Vaksinasi terhadap HBV dihasilkan melalui penyuntikan intramuskulus
DNA rekombinaan sebanyak tiga kali pada interval –interval yang telah
ditentukan. Dosis pertama dan kedua diberikan terpisah satu bulan, dan
dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah dosis ke dua. Vaksinasi ini 85%
efektif dalam membentuk kekebalan.

VIII. OBAT UNTUK HEPATITIS


a) Lamivudin
Indikasi :
Hepatitis B kronik. Dosis :Dewasa, anak > 12 tahun : 100 mg 1 x sehari.
Anak usia 2 – 11 tahun : 3 mg/kg 1 x sehari (maksimum 100 mg/hari).
Efek samping :
Diare, nyeri perut, ruam, malaise, lelah, demam, anemia, neutropenia,
trombositopenia, neuropati, jarang pankreatitis. Interaksi obat :
Trimetroprim menyebabkan peningkatan kadar Lamivudine dalam
plasma.
Perhatian :
Pankreatitis, kerusakan ginjal berat, penderita sirosis berat, hamil dan
laktasi.
Penatalaksanaan :
- Tes untuk HBeAg dan anti HBe di akhir pengobatan selama 1 tahun
dan kemudian setiap 3 -6 bulan.
- Durasi pengobatan optimal untuk hepatitis B belum diketahui, tetapi
pengobatan dapat dihentikan setelah 1 tahun jika ditemukan adanya
serokonversi HBeAg.
- Pengobatan lebih lanjut 3 – 6 bulan setelah ada serokonversi HBeAg
untuk mengurangi kemungkinan kambuh.
- Monitoring fungsi hati selama paling sedikit 4 bulan setelah
penghentian terapi dengan Lamivudine.
b) Interferon α
- Indikasi :
Hepatitis B kronik, hepatitis C kronik
- Penatalaksanaan :
• Peginterferon α-2a dengan Ribavirin untuk infeksi genotip 1.
• Peginterferon α dengan Ribavirin, Interferon α dengan Ribavirin untuk
infeksi genotip 2 dan 3.
• Peginterferon α tunggal untuk pasien dengan kontraindikasi terhadap
Ribavirin.
• Peginterferon α tunggal : tes Hepatitis C RNA selama 12 minggu, jika
ada respon, lanjutkan pengobatan selama 48 minggu. Jika tidak ada
respon (positif HCV RNA) hentikan pengobatan.
• Tes Hepatitis C RNA 6 bulan setelah penghentian pengobatan untuk
melihat respon.

c) Ribavirin dengan Interferon


Indikasi :
Hepatitis C kronik pada pasien penyakit hati >18 tahun yang mengalami
kegagalan dengan monoterapi menggunakan Interferon α-2a atau α-
2b.Ribavirin dengan Peginterferon α-2a atau α-2b .Untuk Hepatitis C kronik
pada pasien > 18 tahun yang mengalami relaps setelah mendapat terapi dengan
Interferon α.
Kontraindikasi :
Wanita hamil dan suami dari wanita hamil, pasangan yang berencana memiliki
anak kandung, mempunyai reaksi alergi terhadap Ribavirin, penyakit jantung
berat 6 bulan yang lalu, haemoglobinopathy, hepatitis autoimun, sirosis hati
yang tidak terkompensasi, penyakit tiroid, adanya penyakit atau riwayat
kondisi psikiatrik berat, terutama depresi, keinginan atau ada upaya bunuh diri.
Perhatian :
Wanita subur dan pria harus menggunakan kontrasepsi efektif selama terapi 6
bulan sesudahnya, tes hamil harus dilakukan tiap 6 bulan selama terapi.
Lakukan tes darah lengkap secara berkala sejak awal terapi. Riwayat penyakit
paru atau diabetes mellitus yang cenderung ketoasidosis, gangguan pembekuan
darah atau mielosupresi berat. Tes daya visual dianjurkan sebelum terapi pada
pasien diabetes mellitus atau hipertensi. Monitor fungsi jantung pada pasien
dengan riwayat penyakit jantung kongestif, miokard infark dan gangguan
aritmia. Dapat menimbulkan kekambuhan penyakit psoriasis.
Efek Samping :
Hemolisis, anemia, neutropenia, mulut kering, hiperhidrosis, asthenia, lemah,
demam, sakit kepala, gejala menyerupai flu, kekakuan, berat badan menurun,
gangguan GI, artralgia, mialgia, insomnia, somnolen, batuk, dispnea, faringitis,
alopesia, depresi.
Interaksi Obat :
Zidovudine, Stavudine.

Penatalaksanaan :

- Ribavirin tidak efektif jika digunakan tunggal.


- Ribavirin dengan Peginterferon α untuk infeksi genotip 1.
- Ribavirin dengan Peginterferon α atau Ribavirin dengan Interferon α
- untuk infeksi genotip 2 dan 3.
- Peginterferon α tunggal jika kontraindikasi dengan Ribavirin.
- Terapi untuk infeksi 1 dan 4 selama 48 minggu.
- Terapi untuk infeksi 2 dan 3 selama 24 minggu.

IX. PENCEGAHAN
Sebagian besar penyakit hati disebabkan oleh virus maka upaya
pencegahan penyakit hati yang akan dibicarakan adalah hepatitis virus. Penularan
hepatitis A dan E melalui fese-oral sedangkan penularan hepatitis B/D dan C
melalui parenteral, seksual, perinatal dan transfusi darah maka usaha pencegahan
yang harus dilakukan adalah :
A. Pencegahan penyebaran dengan :
1. Perbaikan/peningkatan kebersihan lingkungan dan sanitasi
2. Peningkatan mutu air minum
3. Kebersihan perseorangan dengan selalu mencuci tangan sebelum
makan.
4. Pemberian darah hanya dilakukan pada kondisi yang benar-benar
diperlukan.
5. Pemeriksaan darah, semen, jaringan, organ donor,
6. Peringatan dan pelaksanaan proses penyuntikan yang aman.
7. Penggunaan sarung tangan, masker dan penutup badan pada saat
menangani material yang menular atau terkontaminasi.
8. Sterilasi semua material dan instrumen untuk operasi atau
penganan gigi yang tidak sekali pakai (nondisposable).
9. Penggunaan jarum injeksi yang steril pada pengguna obat-obat
terlarang.
10. Penyuluhan dan konseling untuk masyarakat dan penderita.

B. Imunisasi
1. Imunisasi dengan imunoglobulin (Ig) yang dapat memproteksi
serangan virus secara pasif.
2. Imunisasi dengan vaksin, pencegahan secara aktif terhadap serangan
virus.
Belum ada vaksin atau Ig untuk imunisasi hepatitis C dan E. Vaksin dan Ig
yang sudah ada hanyalah untuk hepatitis A dan B.
a. Vaksinasi hepatitis A
Imunoglobulin untuk pencegahan hepatitis A,: Ig anti HAV
Pemberian Ig padahepatitis A dapat menurunkan insiden sampai 90% ,
tetapi harus sering diulang karena hanya memberi proteksi selama 6
bulan. Pemberian bersama dengan vaksin MMR dan varisela harus
dihindari karena kan melemahkan vaksin, berikan selang waktu 3
bulan untuk MMR dan 5 bulan untuk varisela.
Vaksin virus hepatitis A yang dilemahkan dapat memberika proteksi
panjang (20 tahun).Dapat diberikan bersamaan dengan beberapa vaksin
seperti DPT dan hepatitis B.

b. Vaksinasi hepatitis B
Untuk pencegahan hepatitis B: imunoglobulin hepatitis B (IgHB) yang
mengandung anti HB dengan titer 1:100 000 dan Imunoglobulin (Ig)
yang mengandung anti HB dengan titer 1:100-1:1000. Dosis yang
direkomendasikan untuk IgHB adalah 0,06 ml/kg secara intramuskuler.

Vaksin hepatitis B
Pemberian vaksin hepatitis B dilakukan pada bayi secara rutin dan
pada orang dewasa.Vaksin yang tersedia dibuat secara DNA
rekombinan. Efek samping dari vaksin adalah radang pada tempat
suntikan, sakit kepala, lelah, demam.
Imunisasi yang diwajibkan di indonesia adalah imunisasi hepatitis B
yaitu pada waktu lahir, pada umur 1 bulan, umur 5 bulan dan diulang
pada umur 1 tahun. Sedangkan imunisasi hepatitis A dianjurkan yaitu
pada umur 12-18 bulan.
DAFTAR PUSTAKA

Daft Chandrasoma, parakrama. 2006. Patologi Anatomi. Jakarta:Buku


Kedokteran EGC.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:Buku


Kedokteran EGC.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Smeltzer, suzzane C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 2 Jakarta:Buku


Kedokteran EGC.

Anonim, AMH (Australian Medicines Handbook), 2005

Anonim, Martindale The Extra Pharmacopoeia, Ed 30th, The Pharmaceutical


Press, London, 1993.

Dipiro, Joseph T., Gastrointestinal Disorders, hal 195-246.

Hayes C. Peter, Mackay, Thomas W., Buku Saku Diagnosis dan Terapi,
cetakan I, EGC, Jakarta, 1997: 165-184.

Anda mungkin juga menyukai