Oleh:
NAMA : KOMANG ARINI
NO PESERTA : 19220185710389
NIM : 193145724474
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan menjadi faktor yang sangat penting dalam upaya membangun
manusia yang berkualitas, didalam pendidikan terjadi interaksi antar guru dan
peserta didik. Interaksi itu yang menciptakan proses pembelajaran dan didalam
pembelajaran terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat diterapkan pada
siswa agar materi pembelajaran lebih mudah dipahami dan diterapkan oleh siswa.
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah ialah
melalui perbaikan proses belajar mengajar. Berbagai konsep dan wawasan baru
tentang proses belajar mengajar di sekolah telah muncul dan berkembang seiring
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan oleh guru dan peserta didik tentu mempunyai tujuan
yang disebut tujuan pembelajaran, terlebih guru yang melaksanakan
pembelajaran, harus berorientasi pada tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan.
Pemahaman guru terhadap metode mengajar akan mempengaruhi peranan dan
aktivitas peserta didik dalam belajar. Seorang guru harus mempunyai metode
tersendiri untuk memberikan dorongan belajar pada siswanya agar siswa menjadi
bisa memahami pembelajaran dan juga berperan aktif dalam proses pembelajaran
sehingga mampu mencapai hasil yang memuaskan.
Sebagai tenaga pengajar atau pendidik yang secara langsung terlibat dalam
proses belajar mengajar, maka guru memegang peranan penting dalam
menentukan peningkatan kualitas pembelajaran dan hasil belajar yang akan
dicapai siswanya. Salah satu kemampuan yang diharapkan dikuasai oleh pendidik
dalam hal ini adalah bagaimana mengajarkan praktikum akuntansi dengan baik
agar tujuan pengajaran dapat dicapai semaksimal mungkin. Dalam hal ini
penguasaan materi dan cara pemilihan pendekatan atau teknik pembelajaran yang
sesuai dengan menentukan tercapainya tujuan pengajaran. Demikian juga halnya
dengan proses pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, perlu disusun
suatu strategi agar tujuan itu tercapai dengan optimal. Tanpa suatu strategi yang
cocok, model yang tepat dan jitu, tidak mungkin tujuan dapat tercapai.
2
Berbagai model pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru pada umumnya
untuk membantu siswa agar mampu memahami dan mengerti apa yang
dipelajarinya. Sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa, salah satu model
pembelajaran yang menjadi alternatif adalah dengan menggunakan atau
menerapkan model pembelajaran yang menuntut keterlibatan siswa secara penuh
dalam pembelajaran.
Dari hasil observasi yang dilakukan siswa cenderung menerima mentah-
mentah materi yang diberikan oleh pengajar tanpa menanyakan kenapa, dari sudut
pandang ini juga dapat dilihat bahwa tingkat berfikir kritis siswa masih rendah.
Dilihat dari tingkat keaktifan siswa yang kurang juga berdampak pada hasil
belajar siswanya. Siswa dalam mengikuti kegiatan praktek masih kurang terampil
dan kurang percaya diri, sehingga masih diragukan kemampuannya untuk
berprestasi menjalankan pekerjaannya jika tamat dan bekerja. Salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap prestasi praktek di atas adalah pada penguasaan teori.
(KD)(Model) metode dan teknik yang digunakan cenderung monoton
kepada murid, dimana guru aktif menyampaikan informasi dan murid pasif
menerima. Kesempatan bagi murid untuk melakukan refleksi melalui interaksi
antara murid dengan murid, dan murid dengan guru kurang dikembangkan.
Dengan pembelajaran tersebut murid tidak mendapat kesempatan untuk
mengembangkan ide-ide kreatif dan menemukan berbagai alternatif pemecahan
masalah, tetapi mereka menjadi sangat tergantung pada guru, tidak terbiasa
melihat alternatif lain yang mungkin dapat dipakai menyelesaikan masalah secara
efektif dan efisien. Diduga salah satu faktor yang menyebabkan kondisi tersebut
adalah kurang tepatnya model pembelajaran yang digunakan oleh guru.(
Terkait dengan uraian di atas, maka peneliti berusaha membelajarkan
siswa dengan menggunakan model pembelajaran yang inovatif dan model
pembelajaran yang dianggap relevan untuk pembelajaran praktikum akuntansi
perusahaan dagang adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning merupakan salah
satu dari banyak cara yang bisa dilakukan guru dalam upaya meningkatkan mutu
pembelajaran. Model ini mempunyai langkah-langkah yang mendorong keaktifan
siswa dalam belajar dengan cara memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih
3
banyak mengamati objek atau materi pelajaran, menemukan sendiri hal-hal yang
perlu, baik menyangkut materi, meneliti, mengintrogasi, memeriksa materi,
sehingga siswa-siswa akan dapat mengalami sendiri. Berdasarkan pada hal
tersebut, maka dilakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Problem
Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI
AKL2 SMKN 2 Seririt Tahun Pelajaran 2019/2020.
4
Siswa yang terlibat dalam penelitian ini akan memperoleh pengalaman
langsung dalam belajar Praktikum Akuntansi Perusahaan Dagang melalui
penerapan model problem based learning dan melalui pengalaman ini
diharapkan aktivitas siswa meningkat dan bermuara pada meningkatnya hasil
belajar mereka.
2) Pendidik
1. Memperoleh pengalaman langsung dalam mengimplementasikan model
problem based learning
2. Menjadikan pendidik lebih kreatif dan inovatif dalam merancang dan
melaksanakan pembelajaran.
3. Bertambahnya pengalaman pendidik dalam penelitian tindakan kelas.
3) Sekolah
1. Dengan meningkatnya hasil belajar siswa akan dapat meningkatkan
prestasi sekolah.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
melakukan perbaikan kualitas pembelajaran dan hasil belajar pada mata
pelajaran lainnya.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
6
- Permasalahan yang diselidiki tidak memiliki jawaban mutlak ”benar”.
Sebuah penyelesaian yang kompleks memiliki banyak penyelesaian
yang terkadang bertentangan.
- Selama tahap penyelidikan dalam pembelajaran, siswa didorong untuk
mengajukan pertanyaan dan mencari informasi dengan bimbingan
guru.
- Pada tahap analisis dan penyelesaian masalah siswa didorong untuk
menyampaikan idenya secara terbuka.
Guru perlu menyajikan masalah dengan hati-hati dengan prosedur
yang jelas untuk melibatkan siswa dalam identifikasi. Hal penting di sini
adalah orientasi kepada situasi masalah menentukan tahap untuk
penyelidikan selanjutnya. Oleh karena itu pada tahap ini presentasi harus
menarik minat siswa dan menimbulkan rasa ingin tahu.
2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Problem based learning membutuhkan keterampilan kolaborasi
diantara siswa menurut mereka untuk menyelidiki masalah secara
bersama. Oleh karena itu mereka juga membutuhkan bantuan untuk
merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas belajarnya.
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
kooperatif juga berlaku untuk mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok problem based learning. Intinya di sini adalah guru membantu
siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah yang akan dipecahkan.
3) Membantu penyelidikan siswa
Pada tahap ini guru mendorong siswa untuk mengumpulkan data-
data atau melaksanakan eksperimen sampai mereka betul-betul memahami
dimensi dari masalah tersebut. Tujuannya agar siswa mengumpulkan
cukup informasi untuk membangun ide mereka sendiri. Siswa akan
membutuhkan untuk diajarkan bagaimana menjadi penyelidik yang aktif
dan bagaimana menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang
sedang dipelajari.
7
Setelah siswa mengumpulkan cukup data mereka akan mulai
menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelasan dan
pemecahan. Selama tahap ini guru mendorong semua ide dan menerima
sepenuhnya ide tersebut.
4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Pada tahap ini guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan hasil karya yang akan disajikan. Masing-masing kelompok
menyajikan hasil pemecahan masalah yang diperoleh dalam suatu diskusi.
Penyajian hasil karya ini dapat berupa laporan, poster maupun media-
media yang lain.
5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Tahap akhir ini meliputi aktivitas yang dimaksudkan untuk
membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka
sendiri dan disamping itu juga mengevaluasi keterampilan penyelidikan
dan keterampilan intelektual yang telah mereka gunakan.
Selanjutnya beberapa ciri penting problem based learning sebagai berikut
(Brook & Martin, 1993).
a. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran dirancang untuk dapat merangsang dan
melibatkan pebelajar dalam pola pemecahan masalah. Kondisi ini akan
dapat mengembangkan keahlian belajar dalam bidangnya secara langsung
dalam mengidentifikasi permasalahan. Dalam konteks belajar kognitif
sejumlah tujuan yang terkait adalah belajar langsung dan mandiri,
pengetahuan dan pemecahan masalah. Sehingga untuk mencapai
keberhasilan, para pebelajar harus mengembangkan keahlian belajar dan
mampu mengembangkan strategi dalam mengidentifikasi dan menemukan
permasalahan belajar, evaluasi dan juga belajar dari berbagai sumber yang
relevan.
b. Keberlanjutan masalah
Dalam hal ini ada dua hal yang harus terpenuhi. Pertama, harus
dapat memunculkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang relevan
dengan content domain yang dibahas. Kedua, permasalahan hendaknya riil
8
sehingga memungkinkan terjadinya kesamaan pandang antarsiswa. Ada
tiga alasan kenapa permasalahan harus nyata (realistik). (1) Siswa
terkadang terbuka untuk meneliti semua dimensi dari permasalahan
sehingga dapat mengalami kesulitan dalam menciptakan suatu
permasalahan yang luas dengan informasi yang sesuai. (2) Permasalahan
nyata cenderung untuk lebih melibatkan siswa terhadap suatu konteks
tentang kesamaan dengan permasalahan. (3) Siswa segera ingin tahu hasil
akhir dari penyelesaian masalahnya.
c. Adanya presentasi permasalahan
Pembelajar dilibatkan dalam mempresentasikan permasalahan
sehingga mereka merasa memiliki permasalahan tersebut. Ada dua hal
pokok dalam mempresentasikan permasalahan. Pertama, jika siswa
dilibatkan dalam pemecahan masalah yang autentik, maka mereka harus
memiliki permasalahan tersebut. Kedua, adalah bahwa data yang
ditampilkan dalam presentasi permasalahan tidak menyoroti faktor-faktor
utama dalam masalah tersebut, namun dapat ditampilkan sebagai dasar
pertanyaan sehingga tidak menampilkan informasi kunci.
d. Peran guru sebagai tutor dan fasilitator
Dalam hal ini peran guru sebagai fasilitator adalah
mengembangkan kreativitas berpikir siswa dalam bentuk keahlian dalam
pemecahan masalah dan membantu siswa untuk menjadi mandiri.
Kemampuan dari tutor sebagai fasilitator keterampilan mengajar kelompok
kecil dam proses pembelajaran merupakan penentu utama dari kualitas dan
keberhasilan. Setiap metode pendidikan bertujuan: (1) Mengembangkan
kreativitas pada siswa dan keahlian berpendapat. (2) Membantu mereka
untuk menjadi mandiri. Sedangkan tutorial adalah suatu penggunaan
keahlian yang menitikberatkan masalah dasar belajar langsung mandiri
(Barrows, 1996).
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam merancang program
pengajaran yang berorientasi pada problem based learning sehingga proses
pembelajaran benar-benar berpusat pada siswa (student centered) adalah
sebagai berikut (Gallagher & Stepien, 1995):
9
1) Fokuskan permasalahan (problem) sekitar pembelajaran konsep-konsep
esensial yang strategis. Gunakan permasalahan dan konsep untuk
membantu siswa melakukan investigasi substansi isi (content).
2) Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi gagasannya
melalui eksperimen atau studi lapangan. Siswa akan menggali data-data
yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
3) Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengelola data yang mereka
miliki yang merupakan proses metakognisi.
4) Berikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan solusi-solusi
yang mereka kemukakan. Penyajian dapat dilakukan dalam bentuk
seminar atau publikasi atau dalam bentuk penyajian poster.
Sebagai model pembelajaran problem based learning disamping memiliki
keunggulan juga memiliki kelemahan. Wina Sanjaya (2006: 218) menyatakan
keunggulan problem based learning adalah:
1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran.
2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer
pengetahuan untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang
mereka lakukan. Disamping juga dapat mendorong untuk melakukan
siendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
6. Melalui pemecahan masalah bisa diperlihatkan bahwa setiap mata
pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang
dimengerti oleh siswa bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari
buku saja.
7. Pemecahan masalah dipandang lebih mengasikkan dan disukai siswa.
10
8. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan pengetahuan baru.
9. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang telah mereka miliki dalam dunia
nyata.
10. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara
terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah
berakhir.
Kelemahan Problem Based Learning adalah:
1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan
sehingga masalah yang dipelajari sulit dipecahkan maka siswa akan
merasa enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan pembelajaran ini membutuhkan cukup banyak waktu.
3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar apa yang mereka ingin
pelajari.
Belajar berbasis masalah berakar dari pandangan John Dewey, yang
menyatakan bahwa sekolah mestinya mencerminkan masyarakat yang lebih
besar dan kelas merupakan laboratorium untuk memecahkan masalah
kehidupan nyata. Pandangan ini mengharuskan guru untuk mendorong siswa
terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka
menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial. Pembelajaran di sekolah
seharusnya lebih memiliki manfaat nyata dari pada abstrak. Pembelajaran
yang memiliki manfaat terbaik dapat dilakukan oleh siswa dalam kelompok-
kelompok kecil untuk menyelesaikan proyek yang menarik yang merupakan
pilihan mereka sendiri.
Belajar berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah dan
keterampilan intelektual. Di samping itu, belajar berbasis masalah
memberikan kesempatan belajar berbagai peran orang dewasa melalui
pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi serta menjadi
11
pebelajar yang otonom dan mandiri (Ibrahim dan Nur, 2000). Belajar berbasis
masalah dapat mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini
didukung oleh Hastings yang mengemukakan bahwa belajar berdasarkan
masalah dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan analitis serta
menghadapkan siswa pada latihan untuk memecahkan masalah (dalam
Arnyana, 2004).
Ibrahim dan Nur (2000) memberikan rasional tentang bagaimana belajar
berbasis masalah membantu siswa untuk berkinerja dalam situasi kehidupan
nyata dan belajar pentingnya peran orang dewasa. Mereka lebih lanjut
mengungkapkan bagaimana pembelajaran di sekolah seperti yang dipahami
secara tradisional, berbeda dalam empat hal penting dari aktivitas mental dan
belajar yang terjadi di luar sekolah. Keempat hal tersebut dipaparkan seperti
berikut: (1) Pembelajaran di sekolah berpusat pada kinerja siswa secara
individual, sementara di luar sekolah kerja mental melibatkan kerjasama
dengan orang lain. (2) Pembelajaran di sekolah terpusat pada proses berpikir
tanpa bantuan, sementara aktivitas mental di luar sekolah selalu melibatkan
alat-alat kognitif seperti komputer, kalkulator dan instrumen ilmiah lainnya.
(3) Pembelajaran di sekolah mengembangkan berpikir simbolik berkaitan
dengan situasi hipotesis, sementara aktivitas mental di luar sekolah
mengharapkan masing-masing individu berhadapan secara langsung dengan
benda dan situasi yang kongkret. (4) Pembelajaran di sekolah memusatkan
pada keterampilan umum, sementara di luar sekolah memerlukan kemampuan
khusus.
Belajar berbasis masalah biasanya terdiri dari 5 tahap yang dimulai dengan
(1) orientasi siswa kepada masalah, (2) mengorganisasikan siswa untuk
belajar, (3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4)
mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan (5) menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah (Nur, 2000: 13); Arends, 2004:
406). Jika jangkauan masalahnya sedang-sedang saja, kelima tahapan tersebut
mungkin dapat diselesaikan dalam 2 sampai 3 kali pertemuan. Namun untuk
masalah yang kompleks mungkin akan dibutuhkan setahun penuh untuk
menyelesaikannya. Model belajar berbasis masalah, pada umumnya
12
diterapkan pada bidang-bidang sains, untuk penerapannya pada bidang
prakikum akuntansi perusahaan dagang, perlu adanya modfikasi. Secara garis
besar kelima langkah tersebut tetap, yang perlu sedikit penyesuaian adalah
pada kegiatan guru dan kegiatan siswa. Kelima tahapan tersebut secara
lengkap disajikan pada tabel.
Tabel 01 Sintaks Model Belajar Berbasis Masalah
Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Tahap I Guru menjelaskan tujuan Siswa menginventarisasi
Orientasi siswa pembelajaran, dan mempersiapkan
kepada masalah menjelaskan kebutuhan kebutuhan yang
yang diperlukan dan diperlukan dalam proses
memotivasi siswa terlibat pembelajaran. Siswa
pada aktivitas pemecahan berada dalam kelompok
masalah yang telah ditetapkan
Tahap 2 Guru membantu siswa Siswa membatasi
Mengorganisasi siswa mendefinisikan dan permasalahannya yang
untuk belajar mengorganisasikan tugas akan dikaji
belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut
Tahap 3 Guru mendorong siswa Siswa melakukan inkuiri,
Membimbing untuk mengumpulkan investigasi, dan bertanya
penyelidikan informasi yang sesuai, untuk mendapatkan
individual maupun untuk mendapatkan jawaban atas
kelompok penjelasan dan permasalahan yang
pemecahan masalah dihadapi
Tahap 4 Guru membantu siswa Siswa menyusun laporan
Mengembangkan dan dalam merencanakan dan dalam kelompok dan
menyajikan hasil menyiapkan laporan serta menyajikannya
karya membantu siswa untuk dihadapan kelas dan
berbagai tugas dalam berdiskusi dalam kelas
kelompoknya
13
Tahap 5 Guru membantu siswa Siswa mengikuti tes dan
Menganalisis dan untuk melakukan refleksi menyerahkan tugas-tugas
mengevaluasi proses atau evaluasi terhadap sebagai bahan evaluasi
pemecahan masalah penyelidikan mereka dan proses belajar
proses-proses yang
mereka gunakan
14
pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan
evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan
menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran
15
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, dapat dirumuskan hipotesis berikut
“Penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar
siswa kelas XI AKT2 pada pembelajaran Praktikum Akuntansi Perusahaan
Dagang SMKN 2 Seririt”.
16
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI AKT2 SMKN 2 Seririt semester
Genap tahun pelajaran 2019/2020. Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan yaitu dari bulan Januari s/d Mei
2020. (1KD =3 Minggu)
17
Gambar 01 Alur Penelitian Tindakan Kelas di SMKN 2 Seririt
(SIKLUS I)
Refleksi I Observasi/
Evaluasi I
Pelaksanaan Perencanaan
Tindakan II Tindakan II
Observasi/ Refleksi II
Evaluasi II
(SIKLUS II)
(Diadopsi dari Kemmis dan Taggart,1989)
a. Siklus I
1) Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahapan perencanaan penelitian tindakan
ini sebagai berikut.
1. Mengajukan proposal penelitian kepada kepala sekolah untuk
mendapatkan ijin penelitian.
2. Membentuk kelompok belajar (dari 4 - 5 orang).
3. Melatih peserta didik keterampilan pembelajaran problem based learning.
4. Menyusun instrumen penelitian dan Rencana Pelaksanan Pembelajaran.
18
2) Tindakan
Dalam pelaksanaan ini disusun sesuai dengan tahap pelaksanaan
Implementasi model problem based learning dalam mata pelajaran Praktikum
Akuntansi Perusahaan Dagang untuk melihat keaktifan dan hasil belajar
siswa.
3) Observasi / Evaluasi
(1) Selama proses pembelajaran berlangsung dilakukan pengamatan
terhadap keaktifan (fsikomotor dan afektif) siswa dalam belajar
dengan menggunakan lembar observasi (pengamatan).
(2) Pada akhir proses pembelajaran dilakukan penilaian terhadap hasil
belajar siswa dengan menggunakan tes akhir program sesuai dengan
pokok bahasan/sub pokok bahasan yang diajarkan.
4) Refleksi
(1) Mengadakan perenungan terhadap aktivitas belajar siswa yang
dicapai setelah Implementasi model problem based learning pada
siklus I
(2) Mengadakan perenungan terhadap hasil belajar (kognitif) siswa yang
telah dicapai setelah Implementasi model pembelajaran problem
based learning pada siklus I
(3)
b. Siklus II
1) Rencana
a) menyiapkan RPP hasil refleksi siklus I
b) Menyiapkan LKS yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar
sesuai materi pelajaran.
c) Menyiapkan pedoman observasi dan alat evaluasi untuk menilai hasil
tindakan yang berupa lembar pengamatan dan soal-soal.
2) Tindakan
Proses belajar mengajar sesuai dengan rencana pembelajaran (RPP) yang
disiapkan diawal siklus II berdasar pada refleksi yang telah dilakukan,
dilaksanakan tiga kali pertemuan
19
3) Observasi/Evaluasi
a) Selama proses pembelajaran berlangsung dilakukan pengamatan terhadap
keaktifan siswa dalam belajar dengan menggunakan lembar observasi
b) Pada akhir proses pembelajaran dilakukan penilaian terhadap hasil belajar
siswa dengan menggunakan tes akhir program sesuai dengan pokok
bahasan/sub pokok bahasan yang diajarkan.
4) Refleksi
Merefleksikan hasil tindakan pada siklus II untuk memberikan makna dan
menyimpulkan hasil penelitian pada tindakan ini.
20
1) Menghitung rata-rata skor siswa dengan mencari Mean (M) atau rata-
rata dengan rumus.
M= X
N
Keterangan :
M = Rata-rata (Mean)
∑X = Jumlah seluruh skor
N = Jumlah siswa
(Agung, 2005:96)
2) Untuk menentukan tingkat hasil belajar siswa, digunakan rumus
sebagai berikut.
M
M% = x 100%
SMI
Keterangan :
M % = Rata-rata dalam persen
M = Rata-rata (Mean)
SMI = Skor maksimal ideal
(Agung, 2005:96)
Nilai rata-rata hasil belajar Praktikum Akuntansi Perusahaan Dagang pada
aspek kognitif secara klasikal ( X ) tersebut digolongkan berdasarkan kriteria
penggolongan sesuai dengan penilaian seperti pada acuan patokan (PAP) yang
terdapat di SMKN 2 Seririt, seperti pada Tabel.
Tabel 03. Pedoman Konversi Penilaian Acuan Patokan (PAP) Hasil belajar
Praktikum Akuntansi Perusahaan Dagang
Persentase Kriteria Hasil belajar Keterangan
90%-100% Sangat Tinggi Tuntas
80%-89% Tinggi Tuntas
75%-79% Sedang Tuntas
70%-74% Rendah Tidak Tuntas
0-69% Sangat Rendah Tidak Tuntas
Sumber: Agung (dalam Agung, 2005:97)
21
3.6 Kriteria Keberhasilan
Kriteria keberhasilan adalah standar yang ditetapkan oleh peneliti sebagai
patokan atau tolak ukur keberhasilan. Dalam penelitian ini standar keberhasilan
yang dijadikan patokan adalah secara klasikal siswa kelas XI AKT2 di SMKN 2
Seririt. Tindakan yang dianggap berhasil jika hasil belajar mencapai KKM 75 ke
atas dengan kriteria hasil belajar tinggi (prosentase 80% ke atas) dan aktivitas
belajar siswa dikatakan cukup aktif jika mencapai 75% ke atas dengan
membandingkan nilai prosentase aktivitas belajar siswa ke dalam penilaian acuan
patokan (PAP) dengan skala lima.
22
DAFTAR PUSTAKA
23