Anda di halaman 1dari 7

BAB II

ISI

2.1. Panduan Praktik Klinis


A. Pengertian
Panduan Praktek Klinis (PPK) adalah istilah admisnitratif sebagai pengganti
standar prosedur operasional (SPO) dalam undang-undang praktek kedokteran 2004 dan
undang-undang keperawatan. PPK merupakan standar hal yang harus dilakukan pada
semua keadaan. PPK dapat berupa alur klinis (clinical pathway (alur klinis), protocol
(panduan pelaksaan tugas yang cukup kompleks), procedur (panduan langkah – langkah
tugas teknis), algoritme (diagram pengambilan keputusan cepat) dan standing order
(instruksi tetap kepada perawat).
PPK dibuat berdasarkan seluruh jenis penyakit atau kondisi klinis yang ditemukan
dalam fasilitas layanan kesehatan. Namun, dalam pelaksanaanya PPK dibuat sesuai dengan
kriteria sebagai berikut high volume, high risk/impact. Misalnya panduan penyakit
terbanyak di masing – masing divisi atau subspesialis (PPK kasus), panduan resusitasi
jantung (PPK prosedur/tindakan).

B. Tujuan
Panduan Praktik Klinis merupakan standar Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
sebagai bagian dari standar akreditasi rumah sakit versi Komite Akreditasi Rumah Sakit
tahun 2012 yang memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Standarisasi dari proses asuhan klinik di rumah sakit
b. Memberikan asuhan klinik tepat waktu dan efektif dengan penggunaan sumber daya
yang efisien
c. Menghasilkan mutu pelayanan tinggi melalui cara-cara “evidence-based” dengan
konsisten
C. Pedoman Isi
Penyusunan PPK memerlukan waktu yang cukup lama serta biaya yang cukup besar untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Tahapan penyusunan PPK antara lain adalah sebagai
berikut (Tumbelaka R, 2003):
1. Identifikasi topik
2. Penyempitan atau penyederhanaan lingkup topik
3. Formulasi pertanyaan menyangkut diagnosis atau terapi serta pemeriksaan lainnya
4. Penetapan sumber data yang akan dijadikan referensi
5. Penelusuran literatur
6. Telaah kritis dari informasi yang telah diperoleh
7. Analisis semua bahan yang telah ditelaah
8. Penyusunan rekomendasi dan algoritma dengan ragam yang sesuai
9. Diseminasi dan implementasi

Sistematika penulisan PPK (edisi revisi tahun 2014) (IDI, 2014):


1. Judul Penyakit
Judul penyakit berdasarkan daftar penyakit terpilih di SKDI 2012, namun beberapa
penyakit dengan karakterisitik yang hampir sama dikelompokkan menjadi satu judul

penyakit.
 Pada setiap judul penyakit dilengkapi:

a. Kode penyakit

1) Kode International Classification of Primary Care (ICPC), 
 menggunakan

kode ICPC-2 untuk diagnosis.


2) Kode International Classification of Diseases (ICD), menggunakan 
 kode

ICD-10 versi 10.


Penggunaan kode penyakit untuk pencatatan dan pelaporan di fasilitas pelayanan
kesehatan primer mengacu pada ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
b. Tingkat kemampuan dokter dalam penatalaksanaan penyakit berdasarkan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 tahun 2012 tentang Standar

Kompetensi Dokter Indonesia. 



2. Masalah Kesehatan
Masalah kesehatan berisi pengertian singkat serta prevalensi penyakit di Indonesia.
Substansi dari bagian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan awal serta
gambaran kondisi yang mengarah kepada penegakan diagnosis penyakit tersebut.

3. Hasil Anamnesis (Subjective)


Hasil Anamnesis berisi keluhan utama maupun keluhan penyerta yang sering
disampaikan oleh pasien atau keluarga pasien. Penelusuran riwayat penyakit yang
diderita saat ini, penyakit lainnya yang merupakan faktor risiko, riwayat keluarga,
riwayat sosial, dan riwayat alergi menjadi informasi lainnya pada bagian ini. Pada
beberapa penyakit, bagian ini memuat informasi spesifik yang harus diperoleh dokter
dari pasien atau keluarga pasien untuk menguatkan diagnosis penyakit.
4. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
Bagian ini berisi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang spesifik,
mengarah kepada diagnosis penyakit (pathognomonis). Meskipun tidak memuat
rangkaian pemeriksaan fisik lainnya, pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik
menyeluruh tetap harus dilakukan oleh dokter layanan primer untuk memastikan
diagnosis serta menyingkirkan diagnosis banding.
5. Penegakan Diagnosis (Assesment)
Bagian ini berisi diagnosis yang sebagian besar dapat ditegakkan dengan anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Beberapa penyakit membutuhkan hasil pemeriksaan penunjang
untuk memastikan diagnosis atau karena telah menjadi standar algoritma penegakkan
diagnosis. Selain itu, bagian ini juga memuat klasifikasi penyakit, diagnosis banding,
dan komplikasi penyakit.
6. Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Bagian ini berisi sistematika rencana penatalaksanaan berorientasi pada pasien
(patient centered) yang terbagi atas dua bagian yaitu penatalaksanaan non farmakologi
dan farmakologi. Selain itu, bagian ini juga berisi edukasi dan konseling terhadap
pasien dan keluarga (family focus), aspek komunitas lainnya (community oriented)
serta kapan dokter perlu merujuk pasien (kriteria rujukan).
Dokter akan merujuk pasien apabila memenuhi salah satu dari kriteria “TACC”
(Time-Age-Complication-Comorbidity) berikut:
a. Time: jika perjalanan penyakit dapat digolongkan kepada kondisi kronis atau
melewati Golden Time Standard.
b. Age: jika usia pasien masuk dalam kategori yang dikhawatirkan meningkatkan
risiko komplikasi serta risiko kondisi penyakit lebih berat.
c. Complication: jika komplikasi yang ditemui dapat memperberat kondisi pasien.
d. Comorbidity: jika terdapat keluhan atau gejala penyakit lain yang memperberat
kondisi pasien.
Selain empat kriteria di atas, kondisi fasilitas pelayanan juga dapat menjadi dasar bagi
dokter untuk melakukan rujukan demi menjamin keberlangsungan penatalaksanaan
dengan persetujuan pasien.
7. Peralatan
Bagian ini berisi komponen fasilitas pendukung spesifik dalam penegakan diagnosis
dan penatalaksanaan penyakit tersebut. Penyediaan peralatan tersebut merupakan
kewajiban fasilitas pelayanan kesehatan disamping peralatan medik wajib untuk
pemeriksaan umum tanda vital.
8. Prognosis
Kategori prognosis sebagai berikut :

a. Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses kehidupan. 



b. Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap fungsi organ atau
fungsi manusia dalam melakukan tugasnya.
c. Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh total sehingga
dapat beraktivitas seperti biasa. 

Prognosis digolongkan sebagai berikut:
1. Sanam: sembuh

2. Bonam: baik

3. Malam: buruk/jelek
4. Dubia: tidak tentu/ragu-ragu
5. Dubia ad sanam: tidak tentu/ragu-ragu, cenderung sembuh/baik
6. Dubia ad malam: tidak tentu/ragu-ragu, cenderung memburuk/jelek
Untuk penentuan prognosis sangat ditentukan dengan kondisi pasien saat diagnosis
ditegakkan.
D. Contoh (Terlampir)
2.2 Clinical Pathway
A. Pengertian
Clinical Pathway (CP) adalah pendekatan multidisiplin yang berbasis waktu yang
digunakan untuk membantu pasien dalam mencapai hasil positif sesuai yang diharapkan.
Setiap manusia memiliki kondisi klinis yang tentulah tidak sama dan keadaan kondisi
klinisnya seringkali mengalami perubahan sehingga diperlukan fleksibilitas suatu pathway.
Clinical Pathway merupakan perangkat koordinasi dan komunikasi bagi para petugas di
rumah sakit yang terlibat dalam tata laksana pasien yang sama (Rozany, Yuliansyah, &
Susilo, 2017). Clinical Pathway merupakan perangkat bantu untuk menerapkan standar
panduan praktik klinis.
B. Prinsip
Prinsip dalam penyusunan clinical pathway memenuhi beberapa hal mendasar seperti
(Firmanda, 2006):
1. Seluruh kegiatan pelayanan harus terintegrasi dan berorientasi terhadap pasien serta
berkesinambungan
2. Melibatkan seluruh profesi yang berada dalam pelayanan rumah sakit
3. Perjalanan penyakit pasien dicatat dalam bentuk periode harian untuk kasus rawat inap
atau jam untuk kasus kegawatdaruratan
4. Mencatat seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan secara terintegrasi dan
berkesinambungan dalam dokumen rekam medis
5. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan clinical pathway dicatat sebagai
varian yang telah dikaji secara klinis dalam bentuk audit
6. Varian tersebut dapat berupa kondisi perjalanan penyakit, penyakit penyerta atau
komplikasi maupun kesalahan medis
7. Varian tersebut merupakan salah satu parameter untuk mempertahankan dan
meningkatkan mutu pelayanan
C. Pedoman Isi
Format penyusunan Clinical Pathway (CP) dilakukan dengan cara memperhatikan
komponen sebagaimana deifinisi dari alur klinis itu sendiri (Paat, Kristanto, & Kalalo,
2017). Berikut adalah tahap penyusunan CP:
8. Menentukan topik
9. Menunjuk koordinator (penasihat multidisiplin)
10. Menetapkan pemain kunci
11. Kunjungan lapangan
12. Pencarian literatur
13. Melaksanakan costumer focus group
14. Telaah pedoman praktik klinis
15. Analisia kasus
16. Menetapkan desain clinical pathway
17. Pengukuran proses dan outcome
18. Sosialisasi dan edukasi
19. Evaluasi
D. Manfaat
Manfaat penerapan clinical pathway diantaranya adalah meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan menjadi lebih baik, adanya kepastian rencana untuk tatalaksana pasien,
mengontrol biaya operasional rumah sakit, mengurangi rata-rata lama rawat (length of
stay), mengurangi pengeluaran rawat inap, meningkatkan kepuasaan pasien, meningkatkan
kualitas pelayanan manajemen penyakit.
E. Contoh (Terlampir)

Anda mungkin juga menyukai