MAKALAH
Landasan Pendidikan
Oleh
Offering F
JURUSAN MATEMATIKA
SEPTEMBER 2019
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan unsur penting dalam setiap bentuk dan model pendidikan.
Sejalan dengan perkembangan pendidikan yang terus meningkat pada semua jenis dan
jenjang pendidikan di Indonesia. Secara formal, kurikulum sejak zaman Belanda sudah
diterapkan di sekolah, artinya kurikulum juga sudah ada. Pada zaman Belanda,
pelaksanaan pendidikan dan persekolahan mempunyai ciri khas kurikulum pendidikan
tersendiri dan tentunya diwarnai oleh misi penjajahan Belanda; begitu juga halnya
dengan kurikulum zaman Jepang, sehingga dapat dikatakan bahwa keberadaan atau
tujuan pendidikan pada zaman ini adalah untuk menciptakan sumber daya manusia
yang dapat membantu misi penjajahan di tanah air. Belanda misalnya dengan
memanfaatnya pribumi untuk mengeruk kekayaan alam seoptimal mungkin; sedangkan
Jepang dikenal dengan Asia Timur Raya dalam membantu misinya dalam peperangan.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus
1945, pendidikan di tanah Air terus berkembang, termasuk perhatian Pemerintah dalam
hal perkembangan kurikulum. Sehubungan dengan itu, perkembangan kurikulum di
Indonesia ada 2 periode (1) Periode sebelum kemerdekaan/ penjajahan, (2) Periode
sesudah kemerdekaan. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum
pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964,
1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, dan yang sekarang 2013. Perubahan tersebut
merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya,
ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum
sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai
dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional
dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945.
Perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.
B. Kurikulum
Kurikulum berasal dari bahasa yunani berasal dari kata curir yang berarti pelari,
dan curere yang berarti tempat berpacu atau tempat berlomba. Dari dua kata ini
kurikulum diartikan sebagai jarak perlombaan yang harus ditempuh oleh pelari dalam
suatu arena perlombaan. Dalam dunia pendidikan kurikulum bisa diartikan secara
sempit maupun secara luas. Secara sempit kurikulum diartikan hanya sebagai sejumlah
mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa di sekolah atau di
perguruan tinggi. Secara lebih luas kurikulum diartikan tidak terbatas pada mata
pelajaran saja, tetapi lebih luas daripada itu, kurikulum diartikan merupakan aktivitas
apa saja yang dilakukan di sekolah dalam rangka mempengaruhi anak dalam belajar
untuk mencapai suatu tujuan, termasuk didalamnya kegiatan belajar mengajar,
mengatur strategi dalam proses belajar, cara mengevaluasi program pengembangan
pengajaran.
Oemar Hamalik melihat kurikulum dari beberapa tafsiran sebagai berikut: 1)
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran, 2) Kurikulum sebagai rencana
pembelajaran, dan 3) Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Kurikulum memuat isi
dan materi pelajaran yang yang berarti dalam kurikulum terdapat sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh serta dipelajari oleh siswa selama mengikuti kegiatan
pendidikan atau kegiatan pembelajaran pada jenjang pendidikan tertentu. Dalam
pandangan ini mata pelajaran merupakan pengalaman orang tua atau orang-orang
pandai masa lalu yang telah tersusun secara rasional, logis dan sistematis
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran merupakan suatu program dan rencana
pendidikan yang disesuaikan untuk membelajarkan siswa. Dengan program dan
rencana yang telah dibuat siswa melakukan aktivitas belajar untuk mengembangkan
dan merubah tingkah laku sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam rencana
pembelajaran yang dibuat guru harus merancang keterlibatan siswa secara aktif untuk
melakukan aktivitas belajar.
Menurut Darwyn Syah (2012) kurikulum diibaratkan sebagai pengalaman belajar.
Dalam hal ini kurikulum dirancang untuk memberikan pengalaman belajar serta
mengembangkan kecakapan hidup siswa. Kurikulum sebagai pengalaman belajar
mengisyaratkan bahwa kegiatan belajar tidak hanya berlangsung dalam ruangan kelas,
akan tetapi juga bisa berlangsung di luar ruangan kelas. Dengan demikian semua
kegiatan belajar yang dilakukan baik di dalam ruangan kelas maupun di luar kelas
disebut kurikulum.
Dari beberapa pengertian diatas maka kurikulum dapat diartikan secara luas
merupakan sejumlah mata pelajaran yang harus diselesaikan oleh siswa, serta rencana
pembelajaran yang dibuat oleh guru dan sejumlah pembelajaran belajar yang harus
dilakukan oleh siswa.
C. Standar Isi
Menurut Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013. Standar Isi adalah kriteria
mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi
lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Ruang lingkup materi dirumuskan
berdasarkan kriteria muatan wajib yang ditetapkan sesuai ketentuan perundang-
undangan, konsep keilmuan, dan karakteristik satuan pendidikan dan program
pendidikan. Standar isi mencakup sasaran yang mencakup segala sesuatu yang terdiri
dari berbagai aspek yang akan dicapai dan menjadi pengalaman belajar peserta didik.
1. Tingkat Kompetensi
Dalam usaha mencapai Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana telah
ditetapkan untuk setiap satuan dan jenjang pendidikan, penguasaan kompetensi
lulusan dikelompokkan menjadi beberapa Tingkat Kompetensi. Tingkat
kompetensi menunjukkan tahapan yang harus dilalui untuk mencapai kompetensi
lulusan yang telah ditetapkan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Tingkat Kompetensi merupakan kriteria capaian Kompetensi yang bersifat
generik yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada setiap tingkat kelas dalam
rangka pencapaian Standar Kompetensi Lulusan. Tingkat Kompetensi terdiri atas
8 (delapan) jenjang yang harus dicapai oleh peserta didik secara bertahap dan
berkesinambungan. Tingkat Kompetensi tersebut diterapkan dalam hubungannya
dengan tingkat kelas sejak peserta didik mengikuti pendidikan TK/RA, Kelas I
sampai dengan Kelas XII jenjang pendidikan dasar dan menengah. Tingkat
Kompetensi TK/RA bukan merupakan prasyarat masuk Kelas I.
Tingkat Kompetensi dikembangkan berdasarkan kriteria; (1) Tingkat
perkembangan peserta didik, (2) Kualifikasi kompetensi Indonesia, (3)
Penguasaan kompetensi yang berjenjang. Selain itu Tingkat Kompetensi juga
memperhatikan; tingkat kerumitan/kompleksitas kompetensi, fungsi satuan
pendidikan, dan keterpaduan antar jenjang yang relevan. Berdasarkan
pertimbangan di atas, Tingkat Kompetensi dirumuskan sebagai berikut:
2. Karakteristik Pembelajaran
Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada
Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan
memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus
dicapai. Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan
pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup
pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk
setiap satuan pendidikan.
Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses
psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima,
menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan
diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi, mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati,
menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Karaktersitik kompetensi
beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik
standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu
(tematik antar matapelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu
diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry
learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya
kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan
menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis
pemecahan masalah (project based learning).
Rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut
2. Rombongan Belajar
Jumlah rombongan belajar per satuan pendidikan dan jumlah
maksimum peserta didik dalam setiap rombongan belajar dinyatakan dalam
tabel berikut:
5. Penilaian
Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian
otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan peserta didik, proses,
dan hasil belajar secara utuh. Hasil penilaian otentik digunakan guru untuk
merencanakan program perbaikan (remedial) pembelajaran, pengayaan
(enrichment), atau pelayanan konseling. Selain itu, hasil penilaian otentik
digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki proses pembelajaran sesuai
dengan Standar Penilaian Pendidikan.
Menurut Standar Penilaian Pendidikan, penilaian hasil belajar peserta
didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah meliputi tiga aspek,
yaitu sikap, pengetahuan. dan keterampilan. Penilaian sikap merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk memperoleh informasi
deskriptif mengenai perilaku peserta didik. Penilaian pengetahuan
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengukur penguasaan
pengetahuan peserta didik. Sedangkan penilaian keterampilan merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk mengukur kemampuan peserta didik
menerapkan pengetahuan dalam melakukan tugas tertentu.
Evaluasi proses pembelajaran dilakukan saat proses pembelajaran
dengan menggunakan alat: lembar pengamatan, angket sebaya, rekaman,
catatan anekdot, dan refleksi. Evaluasi hasil pembelajaran dilakukan saat
proses pembelajaran dan di akhir satuan pelajaran dengan menggunakan
metode dan alat: tes lisan/perbuatan, dan tes tulis. Secara singkat skema
untuk ketiga penilaian tersebut adalah sebagai berikut (Panduan Penilaian
Oleh Pendidik Dan Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas, 2017).
Secara rinci teknik dan pengolahan hasil penilaian dapat dilihat pada
standar penilaian dan Buku Panduan Penilaian Oleh Pendidik Dan Satuan
Pendidikan untuk masing-masing jenjang pendidikan.
6. Pengawasan
Pengawasan proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan
pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, serta tindak lanjut secara
berkala dan berkelanjutan. Pengawasan proses pembelajaran dilakukan
oleh kepala satuan pendidikan dan pengawas. Pengawasan dilakukan
dengan prinsip objektif dan transparan guna peningkatan mutu secara
berkelanjutan.
Sistem pengawasan internal dilakukan oleh kepala sekolah, pengawas,
dan dinas pendidikan dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan.
a. Pemantauan
Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran. Pemantauan dilakukan
melalui antara lain, diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan,
perekaman, wawancara, dan dokumentasi.
b. Supervisi
Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran yang dilakukan melalui
antara lain, pemberian contoh pembelajaran di kelas, diskusi, konsultasi,
atau pelatihan.
c. Pelaporan
Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran
disusun dalam bentuk laporan untuk kepentingan tindak lanjut
pengembangan keprofesionalan pendidik secara berkelanjutan
d. Tindak Lanjut
Tindak lanjut hasil pengawasan dilakukan dalam bentuk:
Penguatan dan penghargaan kepada guru yang menunjukkan kinerja
yang memenuhi atau melampaui standar; dan
Pemberian kesempatan kepada guru untuk mengikuti program
pengembangan keprofesionalan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. 2017. Panduan Penilaian Oleh Pendidik
dan Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Kemendikbud
Syah Darwyn. 2007. Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta:
Gaung Persada Press.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional