Anda di halaman 1dari 22

PRAKTIKUM FITOFARMAKA

TUGAS 2
PENENTUAN PARAMETER MUTU
EKSTRAK Kaempferia galanga
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitofarmaka

KELOMPOK : 3

KELAS : A

ANITA PURNAMASARI
201610410311001

DOSENPEMBIMBING:
SitiRofida, M.Farm., Apt.
Amaliyah Dina A., M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh di
berbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak
digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga
para petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang
diperdagangkan. Bagian dari kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang ada di
dalam tanah yang disebut rimpang kencur atau rizoma (Barus 2009).
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui macam- macam metode penentuan mutu ekstrakdan tujuan
dilakukan metode penentuan mutu ekstrak.
1.3 Manfaat
Agar mahasiswa mengetahui macam- macam metode penentuan mutu ekstrak dan
tujuan dilakukan metode penentuan mutu ekstrak.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kencur

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliphyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Subfamili : Zingiberoideae

Genus : Kaempferia

Spesies : K.galanga

Nama Binomial : Kaempferia galanga Linn

2.1.2 Morfologi Kencur

Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan tanaman tropis yang banyak


tumbuh diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman
ini banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam
masakan sehingga para petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur
sebagai hasil pertanian yang diperdagangkan. Bagian dari kencur yang
diperdagangkan adalah buah akar yang ada didalam tanah yang disebut rimpang
kencur atau rizoma (Barus, 2009).

Secara umum dikenal dua tipe kencur, yaitu jenis berdaun lebar dan berdaun
sempit (Syukur dan Hernani, 2001). Kencur merupakan terna kecil daunnya lebar,
letaknya mendatar, hampir rata dengan permukaan tanah. Bunganya tersusun
dalam bulir. Mahkota bunga berjumlah 4-12, rimpangnya bercabang-cabang
banyak sekali, dibagian terletak diatas tanah. pada akarnya sering kali terdapat
umbi yang betuknya bulat. Warnanya putih kekuningan, bagian tengahnya
berwarna putih, sedangkan pinggirnya berwarna coklat, berbau harum (Sugeng,
2001).
Kencur digolongkan sebagai tanaman jenis empon-empon yang mempunyai
daging buah yang lunak dan tidak berserat. Kencur merupakan terna kecil yang
tumbuh subur didaerah dataran atau pegunungan yang tanahnya gembur dan
tidakterlalu banyak air. Rimpang kencur mempunyai aroma yang spesifik. Daging
buah kencur berwarna putih dan kulit luarnya berwarna coklat.jumlah helaian daun
kencur tidak lebih dari 2-3 lembar dengan susunan berhadapan. Bunganya tersusun
setengah duduk dengan mahkota bunga berjumlah antara 4-12 buah, bibir bunga
berwarna lembayung dengan warna putih lebih dominant. Kencur tumbuh dan
berkembang pada musim tertentu, yaitu pada musim penghujan kencur dapat
ditanam dalam pot atau dikebun yang cukup sinar matahari, tidak terlalu basah dan
di tempat terbuka (Thomas, 1989).

2.1.3 Ekologi dan Budaya

Di Indonesia, kencur (Kaempferia galanga) dapat tumbuh pada dataran rendah


hingga dataran tinggi antara 50-600 m dpl. Di Thailand, Kaempferia parviflora
paling baik ditanam pada ketinggian 500-700 m dpl. Kencur tumbuh baik pada
tanah yang subur dan gembur seperti latosol, regosol, dan kombinasinya. Kondisi
tanah untuk K. parviflora baik pada tanah berlempung dan tumbuh lebih baik pada
tempat yang ternaungi (Evi, 2012).

Tanaman kencur Tumbuh liar di tepi-tepi kebun, namun sekarang sudah


banyak yang dibudidayakan, bahkan secara monokultur. Tumbuh subur di daerah
tropis, di daerah yang banyak turun hujan, di dataran rendah sampai pegunungan.
Tumbuh subur pada tanah yang berwarna hitam dan berpasir, ditempat yang sedikit
terlindung. Banyak dibudidayakan di Indonesia, terutama di pulau Jawa. Selain itu
juga banyak ditanam di India, Malaysia, Taiwan, dan Cina. (Sinaga, 2010).

2.1.4 Khasiat Tanaman

Rimpang digunakan sebagai obat gosok pada bengkak yang disebabkan oleh
terkilir (keseleo) atau terpukul benda tumpul, serta untuk encok atau rematik.
Selain itu juga digunakan untuk mengobati masuk angin (sebagai flatulens), radang
lambung, kejang perut, mual, diare, penawar racun, serta sebagai obat batuk. Juga
dipakai untuk mengobati infeksi telinga, sakit kulit, bisul, dan sebagai roboransia.
Kencur kadang-kadang juga dipakai sebagai bioinsektisida. (Sinaga, 2010).
2.1.5 Kandungan Kimia

Kandungan kimia tanaman kencur yaitu etil sinamat, etil p-metoksisinamat, p-


metoksistiren, karen, borneol, dan parafi n. Kandungan minyak atsiri kencur adalah
α-pinena, kampena, δ-3- carene, α-pelandrena, limonene, p-simena $$ 4-
isopropiltoluena, 7,8-epoksitrisiklo dodekana, 5-metiltrisiklo undek-2-en-4- one, 2-
asam propenoat,3-(4-metoksifenil)- ,etilester, dapat digunakan sebagai pelangsing.
Etilester mempunyai nama trivial etil p-metoksi sinamat. Etil sinamat dan etil p-
metoksi sinamat (EPMS) dari minyak atsiri kencur banyak digunakan didalam
industri kosmetika dan dimanfaatkan dalam bidang farmasi sebagai obat asma dan
anti jamur (Assaat, 2011).

2.2 Penentuan Parameter Mutu Ekstrak

2.2.1 parameter mutu ekstrak kencur

Menurut farmakope herbal indonesia, diantara lain :

• susut pengeringan : tidak lebih dari 10%


• abu total : tidak lebih dari 8,7%
• abu tak larut air : tidak lebih dari 2,5%
• sari larut air : tidak kurang dari 14,2%
• sari larut etanol : tidak kurang dari 4,2%
• kadar minyak atsiri : tidak kurang dari 2,40% v/b
• kadar EPMS : tidak kurang dari 1,80%

2.2.2 Standarisari

Standardisasi adalah rangkaian proses yang melibatkan berbagai metode


analisis kimiawi berdasarkan data farmakologis, melibatkan analisis fisik dan
mikrobiologi berdasarkan kriteria umum keamanan (toksikologi) terhadap suatu
ekstrak alam (Saefudin et al., 2011).
Standardisasi secara normatif ditujukan untuk memberikan efikasi yang
terukur secara farmakologis dan menjamin keamanan konsumen. Standardisasi
obat herbal meliputi dua aspek:

1. Aspek parameter spesifik: berfokus pada senyawa atau golongan senyawa


yang bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia yang
dilibatkan ditujukan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa
aktif.
2. Aspek parameter non spesifik: berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi dan
fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas misal
kadar logam berat, aflatoksin, kadar air dan lain-lain.
2.2.3 Standarisari Obat herbal

Standardisasi obat herbal merupakan rangkaian proses melibatkan berbagai


metode analisis kimiawi berdasarkan data farmakologis, melibatkan analisis fisik
dan mikrobiologi berdasarkan kriteria umum keamanan (toksikologi) terhadap
suatu ekstrak alam atau tumbuhan obat herbal (Saifudin et al ., 2011).

Standardisasi dalam kefarmasian tidak lain adalah serangkaian parameter,


prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait
pradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia,
biologi dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk
kefarmasian umumnya. Dengan kata lain, pengertian standardisasi juga berarti
proses menjamin bahwa produk akhir obat (obat, ekstrak atau produk ekstrak)
mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak yaitu faktor biologi dari
bahan asal tumbuhan obat dan faktor kandungan kimia bahan obat tersebut.
Standardisasi ekstrak terdiri dari parameter standar spesifik dan parameter
standar non spesifik (Depkes RI, 2000).

2.2.3 Parameter-Parameter Standar Ekstrak

Parameter - parameter standar ekstrak terdiri dari parameter spesifik dan


parameter non spesifik.

1. Parameter Spesifik Ekstrak


Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif dan
aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung
terhadap aktivitas farmakologis tertentu. Parameter spesifik ekstrak meliputi:
a) Identitas (parameter identitas esktrak)
- deskripsi tata nama, nama ekstrak (generik, dagang, paten), nama
lain tumbuhan (sistematika botani), bagian tumbuhan yang
digunakan (rimpang, daun, dsb) dan nama Indonesia tumbuhan.
- senyawa identitas, senyawa tertentu yang menjadi petujuk spesifik
dengan metode tertentu.
b) Organoleptis:
parameter organoleptik ekstrak meliputi penggunaan panca indera
mendeskripsikan bentuk (padat, serbuk-kering, kental, cair), warna
(kuning, coklat, dll), bau (aromatic tidak berbau, dll), dan rasa (pahit,
manis, ketat, dll) guna pengenalan awal yang sederhana seobjektif
mungkin.

c) Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu: melarutkan ekstrak dengan


pelarut (alkohol/ air) untuk ditentukan jumlah larutan yang identik
dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetrik. Dalam hal
tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya
heksana, diklorometan, metanol. Tujuannya untuk memberikan
gambaran awal jumlah senyawa kandungan.
• Larut air
Penetapan kadar senyawa larut air untuk mengetahui kandungan
terendah dalam suatu zat/senyawa yang larut dalam air. Pada
penentuannya, simplisia/ekstrak terlebih dahulu dimaserasi selama
kurang lebih 24 jam dengan air kloroform LP. Ketika penentuan kadar
larut air, simplisia/ekstrak ditambahkan klorform terlebih dahulu,
penambahan kloroform tersebut bertujuan sebagai zat antimikroba
atau pengawet, karena apabila dalam maserasi hanya air saja
kemungkinan ekstrak akan rusak karena air meripakan media yang
baik untuk pertumbuhan mikroba atau dikhawatirkan terjadi proses
hidrolisis yang akan merusak ekstrak sehingga menurunkan mutu dan
kualitas dari ekstrak tersebut.

• Larut etanol
Penetapan kadar senyawa larut alcohol dilakukan untuk
mengetahui kandungan terendah zat/senyawa yang larut dalam etanol
tetapi tidak larut dalam air.
Maserasi ekstrak sebanyak 5 gram selama 24 jam dengan 100
mL etanol 96%, ekstraksi terdestruksi dan menguap. Sehingga yang
tersisa hanya unsur mineral dan anorganik.

d) Uji kandungan kimia ekstrak

• Pola kromatogram
Pola kromatogram dilakukan sebagai analisis kromatografi
sehingga memberikan pola kromatogram yang khas. Bertujuan
untuk memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia
berdasarkan pola kromatogram (KLT, KCKT) (Depkes RI, 2000).

• Kadar kandungan kimia tertentu


Suatu kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau
senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka
secara kromatografi instrumental dapat dilakukan penetapan kadar
kandungan kimia tersebut. Instrumen yang dapat digunakan adalah
densitometri, kromatografi gas, KCKT atau instrumen yang sesuai.
Tujuannya memberikan data kadar kandungan kimia tertentu
sebagai senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung
jawab pada efek farmakologi (Depkes RI, 2000).

2. Parameter Non Spesifik Ekstrak


Penentuan parameter non spesifik esktrak yaitu penentuan aspek kimia,
mikrobiologi dan fisi yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan
stabilitas (Saifudin, Rahayu & Teruna, 2011). Parameter non spesifik ekstrak
meliputi (Depkes RI, 2000)
a) Susut pengeringan

Parameter susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah

pengeringan pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai berat

konstan yang dinyatakan dalam persen. Tujuannya yaitu untuk menjaga


kualitas simplisia/ekstrak karena susut pengeringan mempunyai kaitan
dengan kemungkinan pertumbuhan jamur/kapang. Pemeriksaan susut
pengeringan dilakukan terhadap simplisia yang tidak mengandung minyak
atsiri.
b) Bobot jenis

Parameter bobot jenis adalah massa per satuan volume yang diukur
pada suhu kamar tertentu (25 C) yang menggunakan alat khusus
piknometer atau alat lainnya. Tujuannya adalah memberikan batasan
tentang besarnya massa persatuan volume yang merupakan parameter
khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat
dituang, bobot jenis juga terkait dengan kemurnian dari ekstrak dan
kontaminasi.

c) Kadar air

Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada


didalam bahan yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau
rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan.

Terdapat 3 cara penentuan kadar air dalam ekstrak, diantaranya


adalah cara titrasi, cara destilasi, dan cara gravimetric. Penetapan kadar
tersebut bertujuan untuk menentukan batasan kadar air yang diperbolehkan
ada pada ekstrak. Nilai yang diamati adalah nilai maksimum kadar air,
nilai kontaminasi, dan nilai kemurnian.

• Cara titrasi
Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer. Pertama dimasukkan
methanol 20.0 mL ke dalam labu titrasi, kemudian dititrasi dengan
pereaksi Karl Fischer hingga titik akhir titrasi. Kedua dimasukkan
ekstrak dengan perkiraan kandungan air 10mg-50mg ke dalam labu
titrasi dan diaduk selama 1 menit, kemudian dititrasi dengan pereaksi
Karl Fischer hingga titik akhir titrasi. Hitung kesetaraan titrasi dengan
jumlah air.

• Cara destilasi
Ekstrak yang diperkirakan mengandung air 2mL-4mL dimasukkan
ke dalam labu kering. Tambahkan kurang lebih 200mL toluene ke
dalam labu kemudian hubungkan alat Panaskan labu dengan hati-hati
selama 15 menit. Jika toluene telah mendidih, suling dengan kecepatan
2 tetes per detik dan bila air sebagian mulai tersuling tingkatkan
kecepatan menjadi 4 tetes per detik. Jika semua air sudah tersuling,
bersihkan bagian dalam pendingin dengan toluene. Lanjutkan
penyulingan selama 5 menit, biarkan tabung pendingin mencapai suhu
kamar, jika air dan toluene sudah terpisah sempurna baca volume air
yang terdapat. Hitung dalam persen.

• Cara gravimetri
Ekstrak sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam wadah,

dikeringkan pada suhu 105oC selama 5 jam, kemudian ditimbang.

Lanjutkan pengeringan dan dan timbang pada jara 1 jam. Timbang


hingga selisih antar penimbangan tidak lebih dari 0.25%. Metode
tersebut tidak sesuai untuk ekstrak dengan kandungan minyak atsiri
yang tinggi, dan lebih sesuai digunakan sebagai penetapan kadar susut
pengeringan.

d) Kadar abu

Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur


dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap.
Sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik, yang memberikan
gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari
proses awal sampai terbentuknya esktrak. Parameter kadar abu ini terkait
dengan kemurnian dan kontaminasi suatu ekstrak.

e) Sisa pelarut

Parameter sisa pelarut adalah penentuan kandungan sisa pelarut


tertentu yang mungkin terdapat dalam ekstrak. Tujuannya adalah
memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut
yang memang seharusnya tidak bolehada. Pengujian sisa pelarut berguna
dalam penyimpanan ekstrak dan kelayakan ekstrak untuk formulasi (Putri
et al., 2012).

f) Residu pestisida

Parameter residu pestisida adalah menentukan kandungan sisa


pestisida yang mungkin saja pernah ditambahkan atau mengkontaminasi
pada bahan simpilia pembuatan ekstrak.

g) Cemaran mikroba
Parameter cemaran mikroba adalah penentuan adanya mikroba yang
patogen secara analisis mikrobiologis. Tujuannya adalah memberikan
jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen dan
tidak mengandung mikroba non patogen melebihi batas yang ditetapkan
karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan bahaya (toksik) bagi
kesehatan.

h) Cemaran aflatoksin

Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh


jamur. Aflatoksin sangat berbahaya karena dapat menyebabkan toksigenik
(menimbulkan keracunan), mutagenik (mutagi gen), teratogenik
(penghambatan dan pertumbuhan janin) dan karsinogenik (menimbulkan
kanker pada jaringan) (Rustian, 1993). Jika ekstrak positif mengandung
aflatoksin maka pada media pertumbuhan akan menghasilkan koloni
berwarna hijau kekuningan sangat cerah (Saifudin et al., 2011).

i) Cemaran logam berat

Parameter cemaran logam berat adalah penentuan kandungan logam


berat dalam suatu ekstrak, sehingga dapat memberikan jaminan bahwa
ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cd, dll) melebihi
batas yang telah ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan.
BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1 Alat dan Bahan

A. Bahan
 Ektrak kering rimpang kencur
 Aquadest
 Kloroform
 Etanol 96%

B. Alat
 Timbangan analitik
 Toples
 Batang pengaduk
 Beaker glass
 Corong pisah
 Corong Buchner
 Cawan penguap
 Alat destilasi
 Labu ukur
 Botol timbang
 Desikator
 Oven
 Krus silikat
 Kaki tiga
 Bunsen
 Kertas saring
3.2 Prosedur Pembuatan ekstrak kering rimpang Kaempferia galanga

A. Parameter Spesifik
1. Identitas
a. Deskripsi tata nama
 Nama ekstrak (generic, dagang, paten).
 Nama latin tumbuhan (sistematika botani).
 Bagian yang digunakan (rimpang, daun,dsb).
 Nama Indonesia tumbuhan.
b. Senyawa identitas, senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan
metode tertentu.
2. Organoleptik
Penggunaan pancaindera mendeskripsikan bentuk, warna, baud an rasa:
a. Bentuk : padat, serbuk kering, kental, cair.
b. Warna : kuning, cokelat, dll.
c. Bau : aromatik, tidak berbau, dll.
d. Rasa : pahit, manis, kelat, dll.
3. Senyawa Terlarut dalam Pelaru tertentu
Prinsip :
Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohor atau air) untuk ditentukan jumlah
solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Dalam
hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya heksana,
diklorometan atau metanol.
a. Kadar Senyawa Larut Air
Prosedur :

Ditimbang ekstrak Dimasukkan (+) 100ml air


5,0g kedalam corong kloroform LP
pisah.

Disaring dan Dibiarkan selama Dikocok selama 4


ambil filtratnya 18 jam jam.
sebanyak 20ml.

Residu dipanaskan
Ditampung Diuapakan ad
pada suhu 105oC ad
dicawan yang kering.
bobot LP konstan.
sudah ditara.
(dilakukan 3x)
Catatan : Air-Kloroform LP adalah air suling 997,5ml dicampur dengan 2,5ml
kloroform.

b) Kadar senyawa larut etanol


 Bagan Alir
B. Parameter Non Spesifik
1. Susut Pengeringan
Prinsip :
Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperature 105oC selama 30 menit
atau sampai berat konstan yang dinyatakan dalam persen.
Prosedur

Cawan penguap Dinginkan selama Ditimbang cawan


dipanaskan pada 10menit dalam kosong.
suhu 105oC. desikator.

Dipanaskan di oven Dimasukan Ditimbang ekstrak


dg suhu 105oC kedalam cawan sebanyak 1-2 gram.
selama 5menit penguap.

Dinginkan dalam Ditimbang cawan


desikator. + ekstrak ad
bobot konstan.

2.Kadar Air
Prinsip :
Pengukuran kandungan air yang berada dalam bahan, dilakukan dengan cara
titrasi, destilasi atau gravimetri.
Prosedur :

Tekan tombol ON Wadah tempat Penutup ditutup ad


pada alat MC. ekstrak menunjukkan
dibersihkan. angka 0,00.

Ditunggu hingga 5 Penutup ditutup Ekstrak dimasukkan


menit. kembali. sampai rentang
2,6g – 3,5g.

Dicatat hasil MC
Catatan : Toluena P adalah toluena yang sudah dijenuhkan dengan air suling,
sebanyak 200ml toluena ditambah 5ml air suling, kemudian dikocok beberapa
saat, lalu lapisan air dipisahkan.

3. Kadar Abu
Prinsip :bahan dipanaskan pada temperature dimana senyawa organic dan
turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur mineral dan
anorganik.
Prosedur :

Krus kosong Diamkan selama Ditimbang krus


dipijar selama 10menit. Lalu kosong ad
10menit. masukkan desikator konstan

Ditimbang krus + Dimasukkan Ditimbang ekstrak


ekstrak ekstrak kedalam sebanyak 2-3
krus gram.

Krus + ekstrak Dinginkan selama Ditimbang krus +


dipijar ad serbuk 10 menit. ekstrak ad konstan.
berwarna putih.
BAB IV

HASIL
BAB V

PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2017). Klasifikasi Kencur. Diakses dari laman web tanggal 17 September 2018 dari
: https://id.wikipedia.org/wiki/Kencur.

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim,
Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700, Jakarta, UI Press.

Assaat LD. 2011. Fraksionasi senyawa aktif minyak atsiri kencur (Kaemferia galanga L.)
sebagai pelangsing [disertasi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.

Barus R,2009. Amidasi p-metoksisinnamat yang Diisolasi dari kencur (Kaempferia galangal.
L). Sumatra Utara: Program Pascasarjana USU.

Ditjen POM, Depkes RI , 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 9-11,16.

Evi. 2012. Altitude and Shading Conditions Affect Vegetative Growth of Kaempferia
parviflora. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fauzana D.L., 2010, Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi, dan Reperkolasi
Terhadap Rendemen Ekstrak Temulawak (Curcuma 35 xanthorrhiza Roxb.),
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Skripsi.

Lenny, S., 2006, Senyawa Flavanoida, Fenilpropanida dan Alkaloida, Karya Ilmiah
Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Lutony, T.L dan Rahmayati, Y. (2002). Produksi dan perdagangan minyak asiri. Jakarta:
Penerbit Penebar Swadaya.

Mukhriani, 2014, Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktf, Jurnal
Kesehatan, 7(2): 361-367.

Sinaga, E. 2010. Jatropha curcas L. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan Obat
UNAS/P3TO UNAS.

Syukur, C., dan Hernani, 2001, Budidaya Tanaman Obat Komersial, Penebar Swadaya,
Jakarta, 65.

Sugeng. 2001. Bercocok Tanaman Polowijo. Semarang: Aneka Ilmu.


Thomas, A. N. S., 1989, Tanaman Obat Tradisional, Kanisius, Yogyakarta.

Winarto, W. P., 2007, Tanaman Obat Indonesia Untuk Pengobatan Herbal, 152- 153,
Jakarta,Karyasari Herba Media

Anda mungkin juga menyukai