Anda di halaman 1dari 40

PRAKTIKUM FITOFARMAKA

TUGAS 2
PENENTUAN PARAMETER MUTU
EKSTRAK “Kaempferia galangal”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitofarmaka

KELOMPOK : 3

KELAS : A
ANITA PURNAMASARI
201610410311001

DOSENPEMBIMBING:
SitiRofida, M.Farm., Apt.
Amaliyah Dina A., M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kencur (Kaempferia galanga L.) termasuk suku tumbuhan zingeberaceae dan
digolongkan sebagai salah satu jenis temu-temuan yang mempunyai daging buah paling
lunak dan tidak berserat. Kencur merupakan temu kecil yang tumbuh subur di daerah
dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur (Armando, 2009). Bagian
tanaman yang sering digunakan adalah rimpangnya yang mempunyai aroma yang sangat
khas dan lembut sehingga mudah membedakannya dengan jenis Zingeberaceae lain.
Kencur banyak digunakan dalam berbagai ramuan obat tradisional, seperti obat batuk,
disentri, masuk angin, sakit perut, penambah nafsu makan, dan lain-lain. Kandungan
kimia dari rimpang kencur adalah pati, mineral, flavonoid, akaloida, dan minyak atsiri.
Minyak atsiri di dalam rimpang kencur banyak digunakan dalam industri kosmetika dan
dimanfaatkan sebagai anti jamur ataupun anti bakteri (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri yang juga disebut minyak eteris merupakan minyak yang mudah
menguap dengan komposisi yang berbeda-beda sesuai sumber penghasilnya. Minyak
atsiri bukan merupakan zat kimia murni, melainkan terdiri dari berbagai campuran zat
yang memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda-beda (Lutony & Rahmayati, 2002).
Minyak tersebut mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi,
mempunyai rasa getir, berbau wangi, sesuai dengan tanaman penghasilnya, umumnya
larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Ketaren, 1985).

Peranan minyak atsiri dalam kehidupan manusia telah dikenal sejak beberapa
abad yang lalu, yaitu sejak pemerintahan Raja Firaun di Mesir. Jenis minyak yang telah
dikenal pada saat itu terbatas pada minyak atsiri tertentu, terutama yang berasal dari
rempah-rempah (Ketaren, 1985). Tanaman minyak atsiri mempunyai 3 fungsi yaitu
membantu proses penyerbukan, memcegah perusakan tanaman oleh serangga atau
hewan, dan sebagai cadangan makanan oleh hewan. Minyak Atsiri dapat diproduksi
dengan beberapa metode. Namun sabagian besar minyak atsiri diperoleh dengan metode
penyulingan yang dikenal dengan hidrodistilasi. Cara lain adalah metode ekstraksi yang
menggunakan pelarut dan metode pengempaan (Lutony & Rahmayati, 2002). Meskipun
proses pengambilan minyak atsiri dengan metode penyulingan merupakan metode tertua,
tetapi hingga kini termasuk metode yang sering digunakan oleh para pengrajin minyak
atsiri di negara berkembang termasuk Indonesia (Lutony & Rahmayati, 2002).

Saintifikasi jamu yang akan dilakukan pada jamu di Indonesia mengharuskan


bahan untuk pembuatan jamu yang berupa ekstrak maupun simplisia harus dilakukan uji
praklinisnya dan standardisasinya untuk memperoleh bahan obat alam yang bermutu.
Bahan baku obat yang berasal dari lahan pertanian maupun dari tanaman liar kandungan
bahan kimianya tidak dapat dijamin selalu konstan karena adanya berbagai variabel yang
dapat mempengaruhi jumlah dan kandungan bahan kimia dari tanaman tersebut (Anonim,
2000). Selain itu kandungan senyawa kimia yang bertanggung jawab terhadap respon
biologis harus mempunyai spesifikasi kimia. Oleh karena itu dilakukan penetapan
parameter spesifik dan non spesifik ekstrak untuk menjamin mutu dan kualitas suatu
produk obat tradisional. Dari uraian diatas maka praktikum kali akan dilakukan
penentuan parameter mutu ekstrak dengan menetapkan beberapa parameter spesifik dan
non spesifik terhadap ekstrak Kaempferia galanga L.
1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menentukan nilai-nilai parameter
standar baik spesifik maupun non-spesifik dari ekstrak rimpang kaemferia galanga.
1.3 Manfaat
1. Berdasarkan tujuan diatas, mahasiswa dapat melakukan identifikasi (uji makroskopik dan
mikroskopik) ekstrak rimpang kaemferia galanga
2. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja parameter-parameter dari proses standarisasi suatu
ekstrak
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan menerapkan mutu spesifik dan non spesifik ekstrak
Kaemferia galanga L. sesuai standar yang telah ditetapkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kencur ( Kaempferia galanga L. )


2.1.1 Sistematika dan Klasifikasi Tanaman ( Kaempferia galanga L. )
Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh
di berbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara.Tanaman ini banyak
digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan
sehingga para petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil
pertanian yang diperdagangkan.Bagian dari kencur yang diperdagangkan adalah buah
akar yang ada di dalam tanah yang disebut rimpang kencur atau rizoma (Barus, 2009).
Klasifikasi Kaempferia galanga L. di dalam dunia botani adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Subfamilia : Zingiberoideae
Marga : Kaempferia
Jenis : Kaempferia galanga L. (Barus, 2009).

2.1.2Nama Lain Tanaman Kencur


Cikur (Sunda); Kencur (Jawa); Kencor (Madura); Cekuk (Bali); Cakue (Minang
Kabau); Cekur (Lampung); Kaciwer (Karo); Ceuko (Aceh) dan Bataka
(Ternate,Tidore)
2.1.3 Morfologi Tanaman
Kencur tumbuh subur didaerah dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya
gembur dan tidak terlalu banyak air. Tumbuhan ini tumbuh baik pada musim
penghujan. Kencur dapat ditanam dalam pot atau dikebun yang cukup sinar matahri,
tidak terlalu basah, dan ditempat terbuka ( Agoes, 2010 )
Kencur memiliki batang basah tidak begitu tinggi, dipelihara atau liar dalam
rumpun. Bunganya terdiri dari 4 – 6 bunga dalam 1 bulir, berwarna putih, dengan
labelum besar, rata, ungu, dengan tambahan seperti daun bercelah 2. Daun pada
tanaman kencur tegak atau berbaring, lebar sampai 27cm bawah dan 9 cm panjangnya,
atas sering berintik.Akar berukuran pendek, tumpul, berbentuk jari ( Sastroamidjodjo,
2001 ).
2.1.4 Ekologi dan Budidaya
Kencur (Kaemferia galanga L.) sudah sejak lama dikenal dan ditanam di
Indonesia. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daerah Asia Tropika. Sebagian
kalangan menduga bahwa asal usul kencur adalah kawasan Indo-Malaysia. Tetapi
sumber literatur lainnya memastikan bahwa asal tanaman kencur adalah dari India.
Daerah penyebaran kencur meluas ke kawasan Asia Tenggara dan Cina. Dalam
perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa keluarga Zingiberaceae ini meliputi 47
genera dan 1.400 spesies yang tersebar luas di daerah tropik dan subtropik. Diantara
sejumlah genera dan spesies tersebut, terdapat 13-17 jenis temu-temuan yang dipakai
dalam obat tradisional. Kencur termasuk salah satu tanaman temu-temuan yang
banyak digunakan sebagai bahan obat tradisional (Rukmana, 1994).
Tumbuhan kencur memiliki ciri-ciri atau sifat terna berumur panjang, dari suku
zingiberaceae, terna berumur panjang, mempunyai rizoma yang membengkak seperti
umbi dengan akar-akar yang tebal dan seringkali mempunyai ruang-ruang yang terisi
dengan minyak menguap. Daun tersusun sebagai rozet akar atau berseling pada
batang, bangun lanset atau jorong bertulang menyirip atau sejajar. Tangkai daun
beralih menjadi pelepah yang membelah kadang-kadang mempunyai lidah-lidah.
Pelepah daun saling membalut dengan eratnya, sehinga kadang-kadang merupakan
batang semu. Bunga banci, asimetris, berbilangan 3, terpisahpisah atau merupakan
suatu bunga majemuk. Dan kelopak 3 pendek, seringkali berwarna hijau, daun
mahkota 3 memajnag, sisi bawah seringkali berlekatan. Benang sari 3-5 menyerupai
mahkota, 1 diantaranya menjadi bebas, 1 tidak ada, tinggal 1 yang fertil dan
menyerupai benang sari yang sungguh. Bakal buah tenggelam, beruang 3 atau 1
tembuni yang basal atau parietal yang mendukung banyak bakal biji. Tangkai putik
haous, terdapat dalam suatu alur dari benang sari.
Berdasarkan tipe daunnya, terdapat 2 jenis kencur yaitu : Kencur berdaun lebar,
yaitu dicirikan dengan bentuk daunnya yang lebar-lebar dan besar, hampir bundar dan
tangkai daun relatif sangat pendek. Jenis kencur inilah yang saat ini paling banyak
ditanam petani. Beberapa kultivar (klon) kencur berdaun lebar adalah Boyolali, Boro,
Kalipare, Ketawang, Arjosari, Kopral dan Bogor dan Kencur berdaun sempit, yakni
dicirikan dengan bentuk daunnya yang memanjang dan ramping menyempit, dan
tangkai daun relatif lebih panjang daripada jenis kencur berdaun lebar
(Tjitrosoepomo,1999).
2.1.4 Kandungan Tanaman Kencur
1. Susunan Tubuh
Kencur termasuk ke dalam terna kecil yang siklus hidupnya semusim atau beberapa
musim. Susunan tubuh tanaman kencur terdiri atas:
a. Akar dan Rimpang
Merupakan akar tinggal yang bercabang halus dan menempel pada umbi akar yang
disebut “rimpang”. Rimpang kencur sebagian lagi terletak di atas tanah. Bentuk
rimpang umumnya bulat, bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya coklat
kekuningan dan berbau harum. Rimpang kencur terdapat didalam tanah bergerombol
dan bercabang cabang dengan induk rimpang ditengah. Kulit ari berwarna coklat dan
bagian dalam putih berair dengan aroma yang tajam. Rimpang yang masih muda
berwarna putih kekuningan dengan kandungan air yang lebih banyak dan rimpang
yang lebih tua ditumbuhi akar pada ruas ruas rimpang berwarna putih kekuningan.3
b. Batang dan Daun
- Tanaman kencur memiliki batang semu yang sangat pendek, terbentuk dari
pelepah-pelepah daun yang saling menutupi.
- Daun-daun kencur tumbuh tunggal, melebar dan mendatar hampir rata dengan
permukaan tanah. Jumlah daun bervariasi antara 8-10 helai dan tumbuh secara
berlawanan satu sama lain. Bentuk daun elip melebar sampai bundar, ukuran panjang
daun 7-12cm dan lebarnya 3-6cm, serta berdaging agak lebar.3
c. Bunga dan Buah
Bunga kencur keluar dalam bentuk buliran setengah duduk dari ujung tanaman di
sela-sela daun. Warna bunganya putih, ungu hingga lembayung dan tiap tangkai bunga
berjumlah 4-12 kuntum bunga. Bunga kencur berwarna putih berbau harum terdiri dari
empat helai daun mahkota. Tangkai bunga berdaun kecil sepanjang 2 – 3 cm, tidak
bercabang, dapat tumbuh lebih dari satiu tangkai, panjang tangkai 5 – 7 cm berbentuk
bulat dan beruas ruas. Putik menonjol keatas berukuran 1 – 1,5 cm, tangkai sari
berbentuk corong pendek.
Zat-zat Kimia yang Dikandung
Hampir seluruh bagian tanaman kencur mengandung minyak atsiri. Zat-zat kimia yang
telah banyak diteliti adalah pada rimpangnya, yakni mengandung minyak atsiri 2,4%-
3,9%, juga cinnamal, aldehide, asam motil p-cumarik, etil ester dan pentadekan.3
Dalam literature lain disebutkan bahwa rimpang kencur mengandung sineol,
paraeumarin, asam anisic, gom, pati (4,14%) dan mineral (13,73%). Kandungan kimia
tersebut sangat berguna bagi obat-obatan, terutama obat batuk, sakit perut dan obat
pengeluaran keringat. Berdasarkan analisis laboratorium, minyak atsiri dalam rimpang
kencur mengandung lebih dari 23 jenis senyawa. Tujuh di antaranya mengandung
senyawa aromatik, monoterpena, dan seskuiterpena.3
Kandungan kimia yang terdapat di dalam rimpang kencur adalah:
Pati (4,14%) Asam sinamic
Mineral (13,73%) Borneol
Minyak astiri (0,02%) Kamphene
Berupa sineol Paraeumarin
Asam metal kanil Asam anisic
Penta dekaan Alkaloid, dan
Asam cinnamic Gom
Ethyl aster

2.2 Senyawa Etil p-metoksisinamat


Etil p-metoksisinamat (EPMS) atau C12H14O3 merupakan salah satu senyawa
yang dihasilkan dari isolasi rimpang kencur (Kaempferia galangal L). Etil p-
metoksisinamat termasuk senyawa turunan asam sinamat yang dengan demikian jalur
biosintesis senyawa EPMS adalah melalui jalur biosintesis asam sikhimat. Etil p-
metoksisinamat termasuk ke dalam senyawa ester yang mengandung cincin benzene dan
gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang
bersifat sedikit polar dan ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang
mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, methanol, air dan n-heksan (Barus,
2009).

Gambar 2. Struktur EPMS (Barus, 2009).

2.3 Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari
simpilsia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI,
1995). Ada beberapa jenis ekstrak yakni: ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak kering.
Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang, biasanya kadar air lebih dari 30%.
Ekstrak kental jika memiliki kadar air antara 5-30%. Ekstrak kering jika mengandung
kadar air kurang dari 5% (Voight, 1994).
Faktor yang mempengaruhi ekstrak yaitu faktor biologi dan faktor kimia. Faktor
biologi meliputi: spesies tumbuhan, lokasi tumbuh, waktu pemanenan, penyimpanan
bahan tumbuhan, umur tumbuhan, dan bagian yang digunakan. Sedangkan faktor kimia
yaitu: faktor internal (jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi kualitatif senyawa
aktif, komposisi kuantitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif) dan faktor
eksternal (metode ekstraksi, perbandingan ukuran alat ekstraksi, ukuran kekerasan dan
kekeringan bahan, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat,
kandungan pestisida) (Depkes RI, 2000).
Selain faktor yang mempengaruhi ekstrak, ada faktor penentu mutu ekstrak yang
terdiri dari beberapa aspek, yaitu: kesahihan tanaman, genetik, lingkungan tempat
tumbuh, penambahan bahan pendukung pertumbuhan, waktu panen, penanganan pasca
panen, teknologi ekstraksi, teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak, dan
penyimpanan ekstrak (Saifudin et al, 2011).
2.4 Standarisasi
Standarisasi adalah rangkaian proses yang melibatkan berbagai metode analisis
kimiawi berdasarkan data farmakologis, melibatkan analisis fisik dan mikrobiologi
berdasarkan kriteria umum keamanan (toksikologi) terhadap suatu ekstrak alam (Saifudin
et al, 2011).
Standarisasi dalam kefarmasian tidak lain adalah serangkaian parameter, prosedur
dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu
kefarmasian, mutu dalam artian syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi), termasuk
jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Dengan kata lain,
pengertian standarisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk akhir obat (obat,
ekstrak, atau produk herbal) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan
ditetapkan dahulu. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak yaitu faktor
biologi dari bahan asal tumbuhan obat dan faktor kandungan kimia bahan obat tersebut.
Standarisasi ekstrak terdiri dari parameter standar spesifik dan parameter non spesifik
(Depkes RI, 2000).
Standarisasi secara normatif ditunjukkan untuk memberikan efikasi yang terukur
serta farmakologis dan menjamin keamanan konsumen. Standarisasi dapat meliputi dua
aspek:
1. Aspek parameter spesifik: berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia yang dilibatkan
ditunjukkan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa aktif.
2. Aspek parameter non spesifik: berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi dan fisis yang
akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas missal kadar logam berat,
aflatoksin, kadar air, dan lain-lain (Saifudin et al, 2011).
2.5 Parameter Mutu Standar Ekstrak
Parameter-parameter standar ekstrak terdiri dari parameter spesifik dan parameter non
spesifik.
2.5.1 Parameter Non Spesifik
1. Penentuan kadar air Sejumlah 0,1 g ekstrak ditimbang dalam krus porselen bertutup
yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 1050C selama 30 menit dan telah ditera.
Diratakan dengan menggoyangkan hingga merupakan lapisan setebal 10 – 15 mm dan
dikeringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap, tutupnya dibuka, dibiarkan krus
dalam keadaan tertutup dan mendingin dalam desikator hingga suhu kamar, kemudian
dicatat bobot tetap yang diperoleh untuk menghitung persentase susut pengeringannya
Kadar Air = Berat sebelum pengeringan − Berat akhir Berat sebelum pengeringan ×
100%
2. Penentuan kadar abu Sejumlah 0,2 g ekstrak ditimbang dengan seksama dalam krus
yang telah ditera, dipijarkan perlahan-lahan. Kemudian suhu dinaikkan secara bertahap
hingga 600 ± 250C sampai bebas karbon, selanjutnya didinginkan dalam desikator, serta
ditimbang berat abu. Kadar abu dihitung dalam persen berat sampel awal. Abu Online
Jurnal of Natural Science, Vol. 2(3) : 01-08 ISSN: 2338-0950 Desember 2013
Standarisasi Ekstrak Etil Asetat Kayu Sanrego (Lunasia amara Blanco) (Syariful Anam et
al.) 4 yang diperoleh dari penetapan kadar abu, kemudian dididihkan dengan 25 ml asam
klorida encer P selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring
melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, disaring dan ditimbang,
ditentukan kadar abu yang tidak larut asam dalam persen terhadap berat sampel awal.
Kadar Abu = Berat awal− Berat akhir Berat awal × 100%
3. Penentuan total bakteri dan total kapang a. Penentuan total bakteri Sejumlah 1 ml
ekstrak dari pengenceran 10-4 dipipet dengan pipet steril, kemudian ditanamkan dalam
medium NA, lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Kemudian diamati dan
dihitung jumlah koloni yang tumbuh dan dikalikan dengan faktor pengenceran.
Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. b. Penentuan total kapang Sejumlah 1 ml ekstrak
dari pengenceran 10-4 dipipet dengan pipet steril, kemudian ditanam dalam medium
PDA, lalu diinkubasi pada suhu 25°C selama tiga hari. Kemudian diamati dan dihitung
jumlah koloni yang tumbuh dan dikalikan dengan faktor pengenceran. Dilakukan
replikasi sebanyak tiga kali.
4. Penentuan batas logam berat Penentuan batas logam Pb di dalam ekstrak dilakukan
secara destruksi basah ekstrak dengan asam nitrat dan hydrogen peroksida, kadar Pb
ditentukan dengan spektrofotometri serapan atom. Ditimbang teliti 0,799 g timbal nitrat
Pb(NO3)2 kemudian dilarutkan ke dalam labu ukur 500 ml dengan air suling, dicukupkan
volumenya. Dibuat beberapa konsentrasi 1, 2, 4, 8, dan 10 ppm. Ditimbang teliti 45 mg
sampel ekstrak kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl, ditambahkan 5 ml HNO3
p.a. dan 1 ml HClO4 p.a. lalu didestruksi pada suhu 2000C sampai diperoleh larutan
jernih, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, dicukupkan volumenya. Kadar logam Pb
diukur menggunakan AAS pada λ 217 nm.
5. Penentuan bobot jenis Bobot jenis ekstrak ditentukan terhadap hasil pengenceran
ekstrak 5% dan 10% dalam pelarut etanol dengan alat piknometer. Digunakan piknometer
bersih, kering dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air
yang baru dididihkan pada suhu 25oC. Suhu diatur hingga ekstrak cair lebih kurang
20oC, lalu dimasukkan ke dalam piknometer. Diatur suhu piknometer yang telah diisi
hingga suhu 25oC, kelebihan ekstrak cair dibuang dan ditimbang. Kurangkan bobot
piknometer kosong dari bobot piknometer Online Jurnal of Natural Science, Vol. 2(3) :
01-08 ISSN: 2338-0950 Desember 2013 Standarisasi Ekstrak Etil Asetat Kayu Sanrego
(Lunasia amara Blanco) (Syariful Anam et al.) 5 yang telah diisi. Bobot jenis ekstrak cair
adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot air, dalam
piknometer pada suhu 25oC

Bobot jenis = Bobot pikno sampel − bobot pikno kosong


Bobot pikno air − bobot pikno kosong
2.5.2 Parameter Spesifik
Pemeriksaan organoleptik, meliputi bentuk, warna, rasa dan bau. Pegujian ini
dilakukan dengan menggunakan panca indera langsung. 2. Penetapan kadar senyawa
terlarut dalam pelarut tertentu. a. Kadar senyawa yang larut dalam air. Sejumlah 0,5 g
ekstrak disari selama 24 jam dengan10 ml air-kloroform LP, menggunakan labu
bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan
selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 2 ml filtrat hingga kering dalam cawan
penguap, residu dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam
persen senyawa yang larut dalam air terhadap berat ekstrak awal. b. Kadar senyawa yang
larut dalam etanol Sejumlah 0,5 g ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 10 ml etanol
95% menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama
dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat dengan menghindari penguapan
etanol, kemudian diuapkan 2ml filtrat hingga kering dalam cawan penguap yang telah
ditera, residu dipanaskan pada suhu 1050C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam
persen senyawa yang larut dalam etanol terhadap berat ekstrak awal.
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1 Alat dan Bahan

A. Bahan
 Ektrak kering rimpang kencur
 Aquadest
 Kloroform
 Etanol 96%

B. Alat
 Timbangan analitik
 Toples
 Batang pengaduk
 Beaker glass
 Corong pisah
 Corong Buchner
 Cawan penguap
 Alat destilasi
 Labu ukur
 Botol timbang
 Desikator
 Oven
 Krus silikat
 Kaki tiga
 Bunsen
 Kertas saring
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Parameter Spesifik
3.2.1.1 Identitas

a. Deskripsi tata nama:


1. Nama ekstrak (generic, dagang, paten)
2. Nama latin tumbuhan (sistematika botani)
3. Bagian yang digunakan (rimpang, daun, dsb)
4. Nama Indonesia tumbuhan
b. Senyawa identitas, senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode
tertentu.
3.2.1.2 Organoleptik
Penggunaan pancaindera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa:
a. Bentuk: padat, serbuk-kering, kental, cair.
b. Warna: kuning, cokelat, dll.
c. Bau: aromatik, tidak berbau, dll.
d. Rasa: pahit, manis, kelat, dll.

3.2.1.3 Senyawa Terlarut dalam Pelarut Tertentu


Prinsip:
Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan jumlah solut yang
identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Dalam hal tertentu dapat
diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain misal heksana, diklorometan atau metanol.
Prosedur:
a. Kadar senyawa larut air
5.0 g ekstrak dimaserasi dengan 100 ml air kloroform LP

Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering

Panaskan residu pada suhu 105oC hingga bobot tetap

Hitung kadar dalam persen

Ulangi sebanyak 3 kali

Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml air kloroform LP
menggunakan labu bersumbat sambal berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan
kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam
cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105oC
hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen, dihitung terhadap ekstrak awal.
Percobaan dilakukan 3 kali.
Catatan: Air-Kloroform LP adalah air suling 997,5 ml dicampur dengan 2,5 ml
kloroform.
b. Kadar senyawa larut etanol

5.0 g ekstrak dimaserasi dengan 100 ml etanol (95%)

Saring cepat, uapkan 20 ml filtrat hingga kering

Panaskan residu pada suhu 105oC hingga bobot tetap

Hitung kadar dalam persen

Ulangi sebanyak 3 kali


Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml etanol (95%)
menggunakan labu bersumbat sambal berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan
kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan menghindarkan penguapan
etanol, uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang
telah ditara, panaskan residu pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Hitung kadar
dalam persen, dihitung terhadap ekstrak awal. Percobaan dilakukan 3 kali.

3.2.1.4 Uji Kandungan Kimia Ekstrak


Prnisip:
Ekstrak ditimbang, diekstraksi dengan pelarut dan cara tertentu, kemudian dilakukan
analisis kromatografi sehingga memberikan pola kromatogram yang khas.
Prosedur:
Ekstrak ditimbang dan diekstraksi berturut-turut dengan
pelarut hexane, etilasetat, etanol, air

Cara ekstraksi dapat dilakukan dnegan pengocokan selama 15 menit atau


dengan getaran ultrasonik atau dengan pemanasan kemudian disaring

Larutan uji: ekstrak ditimbang dan diekstraksi berturut-turut dengan pelarut hexane,
etilasetat, etanol, air. Cara ekstraksi dapat dilakukan dengan
pengocokan selama 15 menit atau dengan getaran ultrasonik atau dengan pemanasan
kemudian disaring untuk mendapatkan larutan uji.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT): umumnya dibuat kromatogram pada lempeng silica gel
dengan berbagai jenis fase gerak sesuai dengan golongan kandungan kimia sebagai
sasaran analisis. Evaluasi dapat dilakukan dengan dokumentasi foto hasil pewarnaan
lempeng kromatografi dengan pereaksi yang sesuai atau dengan melihat kromatogram
hasil perekaman menggunakan instrumen densitometer (TLC-Scanner). Perekaman dapat
dilakukan secara absorbs-refleksi pada panjang gelombang 254 nm, 365 nm, dan 415 nm
atau pada panjang gelombang lain yang spesifik untuk suatu komponen yang telah
diketahui.
Kadar Total Golongan Kandungan Kimia
Prinsip: Dengan penerapan metode spektrofotometri, titrimetri, volumetri, gravimetri,
atau lainnya, dapat ditetapkan kadar golongan kandungan kimia. Metode harus sudah
teruji validitasnya, terutama selektivitas dan batas liniaritas.
Prosedur:
1) Penetapan kadar minyak atsiri

Timbang ekstrak, masukkan ke dalam labu

Rangkai kesuluran alat destilasi

Didihkan isi labu dengan pemanasan yang sesuai

Catat volume minyak atsiri yang dihasilkan

Hitung perbandingan volume minyak atsiri

Timbang secukupnya sejumlah ekstrak hingga diperkirakan dapat menghasilkan 1 mL


– 3 mL minyak atsiri. Masukkan ekstrak yang telah ditimbang kedalam labu.
Hubungkan dengan bagian pendingin dan penampung berskala (rangkai kesuluran alat
destilasi) didihkan isi labu dengan pemanasan yang sesuai untuk menjaga agar
pendidihan berlangsung tidak terlalu kuat atau sampai minyak atsiri terdestilasi
sempurna dan tidak bertambah lagi dalam bagian penampung berskala. Catat volume
minyak atsiri yang dihasilkan dan hitung perbandingan volume minyak atsiri yang
tertampung dengan jumlah ekstrak yang ditimbang.
2) Penetapan kadar steroid
Larutan baku: Timbang 1 mg sitosterol larutkan dalam etanol
P hingga diperoleh kadar 5, 10 dan 20 μg/mL.

Larutan uji: 1 g ekstrak larutkan dalam 20 ml etanol, ulangi 3 kali

Labu 1: larutan baku


Labu 2: larutan uji
Labu 3: Blanko

Tambahkan 2.0 mL larutan yang dibuat dari 50 mg tetrazolium biru P + 10


mL etanol P. Kemudian ke dalam tetrametil ammonium hidroksida LP (9:1),
campur dan biarkan dalam gelap selama 90 menit.

Ukur serapan lpada panjang gelombang lebih kurang 525 nm.

Larutan baku: timbang seksama 1 mg sitosterol, larutkan dalam etanol P secara


bertingkat sehingga diperoleh kadar 5, 10 dan 20 μg/mL.
Larutan uji: timbang seksama 1 g ekstrak, larutkan dalam 20 ml etanol dalam labu
takar. Ulangi sampai 3 kali dengan cara yang sama. Kedalam dua labu yang masing-
masing berisi larutan uji dan larutan baku ke dalam labu ketiga berisi 20.0 mL etanol P
sebagai blanko, tambahkan 2.0 mL larutan yang dibuat dengan melarutkan 50 mg
tetrazolium biru P dalam 10
mL etanol P dan campur. Kemudian ke dalam tetrametil ammonium hidroksida LP
(9:1), campur dan biarkan dalam gelap selama 90 menit. Ukur segera serapan larutan
yang diperoleh dari larutan uji dan larutan baku pada panjang gelombang lebih kurang
525 nm.
3) Penetapan kadar tanin

2 g ekstrak + 50 mL ir mendidih dipanaskan selama 30 menit sambil diaduk

Diamkan beberapa menit lalu disaring

Ulangi penyarian beberapa kali hingga bila direaksikan dengan besi (III)
ammonium sulfat tidak menunjukkan adanya tanin.

Pipet 25 mL larutan + 750 mL air + 25 mL asam indigo sulfonate LP

Titrasi dengan kalium permanganate 0,1 N setara dengan 0.004157 g tanin

Lebih kurang 2 g ekstrak yang ditimbang seksama dipanaskan dengan 50 mL air


mendidih di atas penangas air selama 30 menit sambal diaduk. Diamkan selama
beberapa menit, endapkan, saring (bisa dengan kapas) ke dalam labu takar 250 mL.
Larutkan kembali residu dengan air mendidih, kemudian saring kembali ke tempat
yang sama. Ulangi penyarian beberapa kali hingga bila direaksikan dengan besi (III)
ammonium sulfat tidak menunjukkan adanya tanin. Dinginkan cairan dan tambahkan
air secukupnya hingga 240 mL. Pipet 25 mL larutan ke dalam labu 1000 mL,
tambahkan 750 mL air dan 25 mL asam indigo sulfonate LP, titrasi dengan kalium
permanganate 0,1 N setara dengan 0.004157 g tanin.
Asam indigo sulfonate LP: larutkan 1 g indigo karmin P dalam 25 mL asam sulfat P,
tambahkan 25 mL asam sulfat lagi dan encerkan dengan air secukupnyya hingga 1000
mL.
4) Penetapan kadar flavonoid

Timbang ekstrak yang setara dengan 200 mg simplisia

Tambahkan 1.0 mL larutan 0.5% b/v heksametilentetramina + 20.0 mL aseton +


2.0 mL larutan 25% HCl dalam air.

Lakukan hidrolisis dengan pemanasan selama 30 menit

Campuran hasil hidrolisis ditambah 20 mL aseton lakukan 2x dan filtrat


dikumpulkan semua ke dalam labu ukur.

Setelah labu ukur dingin, maka volume diteteapkan sampai tepat 100.0 mL

20 mL filtrat hidrolisa + 20 ml H2O lakukan ekstraksi kocok, pertama dengan


15 mL etilasetat dan kumpulkan fraksi etilasetat. Ad kan dengan etilasetat
sampai tepat 50.0 mL.

Untuk replikasi spektrofotometri lakukan prosedur ini 3 – 4 kali.

Hidrolisis: timbang ekstrak yang setara dengan 200 mg simplisia dan masukkan ke
dalam labu alas bulat. Tambahkan system hidrolisis, yaitu 1.0 mL larutan 0.5% b/v
heksametilentetramina, 20.0 mL aseton dan 2.0 mL larutan 25% HCl dalam air.
Lakukan hidrolisis dengan pemanasan sampai mendidih (gunakan pendingin
air/reflux) selama 30 menit. Campuran hasil hidrolisis ditambah 20 mL aseton untuk
dididihkan kembali sebentar, lakukan 2x dan filtrat dikumpulkan semua ke dalam labu
ukur. Setelah labu ukur dingin, maka volume diteteapkan sampai tepat 100.0 mL.
Kocok ad homogen. 20 mL filtrat hidrolisa dimasukkan corong pisah dan tambahkan
20 ml H2O, selanjutnya lakukan ekstraksi kocok, pertama dengan 15 mL etilasetat dan
kumpulkan fraksi etilasetat ke dalam labu ukur 50.0 mL, akhirnya tambahkan etilasetat
sampai tepat 50.0 mL. Untuk replikasi spektrofotometri lakukan prosedur ini 3 – 4
kali.
10 mL fraksi etilasetat (hidrolisa) + 1 mL larutan 2g AgCl3 dalam 100 mL
larutan asam asetat glacial 5% v/v (dalam methanol) secukupnya sampai
tepat 25.0 mL.

Hasil reaksi siap diukur pada spektrofotometer setelah 30 menit

Perhitungan kadar menggunakan bahan standar glikosida flavonoid

Uji spektrofotometri: masukkan 10 mL larutan fraksi etilasetat (hidrolisa) ke dalam


25.0 mL, tambahkan 1 mL larutan 2g AgCl3 dalam 100 mL larutan asam asetat glacial
5% v/v (dalam methanol) secukupnya sampai tepat 25.0 mL. Hasil reaksi siap diukur
pada spektrofotometer setelah 30 menit berikutnya pada panjang gelombang
maksimum. Perhitungan kadar menggunakan bahan standar glikosida flavonoid
(hiperoksida, rutin, hesperidin), gunakan kurva baku dan nilai kadar terhitung sebagai
bahan standar tersebut. Kalu menggunakan hiperoksida dapat langsung diukur dengan
rumus:
Kadar total flavonoid = [(Ao x 1.25) berat sampel] %
5) Penetapan kadar alkaloid

Kocok corong pisah ketiga buang lapisan air, cuci dengan 20 mL air, buang lapisan
air

Ekstraksi kedua lapisan eter masing-masing dengan 20, 10 dan 5 mL larutan asam
sulfat P

Campurkan ekstrak asam dalam labu ukur 50.0 mL, encerkan dengan
asam sampai tanda

Lakukan hal sama terhadap 25 mg alkaloid pembanding yang tersedia.

Encerkan 5.0 mL larutan uji dan larutan pembanding dengan larutan asam sulfat
P dan tetapkan serapan tiap larutan menggunakan larutan asam sulfat P sebagai
blanko.
Timbang seksama 1 g ekstrak, masukkan dalam corong pisah 125 mL pertama,
kemudian tambahkan 20 mL larutam asam sulfat P (1 dalam 350) dan kocok kuat
selama 5 menit. Tambahkan 20 mL eter P, kocok hati-hati, saring lapisan asam ke
dalam corong pisah kedua. Kocok lapisan eter dua kali, tiap kali dengan 10 mL larutan
asam sulfat P (1 dalam 350), saring tiap lapisan asam ke dalam corong pisah 125 mL
kedua dan buang lapisan eter. Pada ekstrak tambahkan 10 mL natrium hidroksida LP
dan 50 mL eter P, kocok hati-hati, pindahkan lapisan air ke dalam corong pisah 125
mL ketiga berisi 50 mL eter P. Kocok corong pisah ketiga hati-hati, buang lapisan air,
cuci dengan 20 mL air, buang lapisan air. Ekstraksi kedua lapisan eter masing-masing
dengan 20, 10 dan 5 mL larutan asam slfat P (1 dalam 70). Lakukan ekstraksi dengan
corong pisah ketiga lebih dahulu, setelah itu corong pisah kedua. Campurkan ekstrak
asam dalam labu ukur 50.0 mL, encerkan dengan asam sampai tanda. Lakukan hal
sama terhadap 25 mg alkaloid pembanding yang tersedia. Encerkan masing-masing
5.0 mL larutan uji dan larutan pembanding dengan larutan asam sulfat P (1 dalam 700
hingga 100.0 mL dan tetapkan serapan tiap larutan pada panjang gelombang tertentu
menggunakan larutan asam sulfat P (1 dalam 70) sebagai blanko.
6) Penetapan kadar antrakinon
0.1 g ekstrak kocok dengan 10 mL air panas selama 5 menit,
saring dalam keadaan panas

Ekstraksi dengan 10 mL benzena

Pisahkan lapisan benzena, tambahkan pada lapisan air 10 mL larutan ferri


klorida 5% dan 5 mL asam klorida

Panaskan campuran pada penangas air selama 10 menit dalam tabung refluks.

Dinginkan dan ekstraksi dengan 10 mL benzena

Uapkan cairan hingga habis pada cawan porselen

Larutkan residu dalam 5 mL larutan kalium hidroksida 5% dalam methanol.

Ukur serapan pada 515 nm, hitung kadar total antrakinon glikosida

Timbang 0.1 g ekstrak, kocok dengan 10 mL air panas selama 5 menit, saring dalam
keadaan panas, dinginkan filtrat dan ekstraksi dengan 10 mL benzena. Pisahkan lapisan
benzena, tambahkan pada lapisan air 10 mL larutan ferri klorida 5% dan 5 mL asam
klorida. Panaskan campuran pada penangas air selama 10 menit dalam tabung refluks.
Dinginkan dan ekstraksi dengan 10 mL benzena. Uapkan cairan hingga habis pada cawan
porselen dengan pemanasan lemah. Larutkan residu dalam 5 mL larutan kalium
hidroksida 5% dalam methanol. Ukur serapan pada 515 nm. Hitung kadar total
antrakinon glikosida berdasarkan kurva baku antrakinon pembanding.
3.3 Parameter Non-Spesifik
3.3.1 Susut Pengeringan
Prinsip : Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperature 105°C selama 30
menit atau sampai berat konstan dinyatakan dalam porsen.
Prosedur :
Tara botol timbang + tutup. Kemudian panaskan botol timbang + tutup pada suhu 105°C
selama 30 menit. Timbang ekstrak 1-2 g dalam botol timbang dan ratakan. Dinginkan
ekstrak dan botol timbang dalam eksikator hingga suhu kamar. Dimasukan dalam ruang
pengering, dan keringkan pada suhu 105°C dengan tutup terbuka hingga bobot tetap.

Tara botol timbang + Tutup

Panaskan botol timbang + tutup pada suhu 105°C selama 30 menit

Timbang ekstrak pada suhu botol timbang 1-2 g

Dinginkan ekstrak + botol timbang pada eksikator ad suhu ruang

Masukan pada ruang pengering dengan suhu 105°C dengan tutup terbuka hingga
bobot tetap
3.3.2 Berat Jenis
Prinsip : massa per satuan volume pada suhu kamar tertentu (25°C) yang ditentukan
dengan alat khusus piknometer atau lainnya.
Prosedur : Hitung berat jenis air pada suhu 25°C dengan menggunakan piknometer. Atur
suhu ekstrak cair ± 20°C dan masukan kedalam piknometer. Atur suhu piknometer yang
telah berisi ekstrak hingga suhu 25°C buang kelebihan ekstrak cair dan timbang.
Kurangkan bobot piknometer kosong dari berat piknometer yang telah diisi. Berat jenis
ekstrak cair adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot air
dalam piknometer pada suhu 25°C.

Bj air dihitung dengan piknometer pada suhu 25°C

Atur suhu ekstrak ± 20°C

Masukan kedalam piknometer

Atur suhu piknometer + ekstrak pada suhu 25°C

Buang kelebihan ekstrak dan timbang

Kurangkan bobot piknometer kosong dengan bobot piknometer dengan isi

Hitung Berat jenis ekstrak cair

3.3.3 Kadar Air


Prinsip :Pengukuran kandungan air yang berada didalam bahan, dilakukan dengan cara
titrasi, destilasi atau gravimetric.
Prosedur : Tabung penerima dan pendingin dibersihkan dengan asam pencuci, dibilas
dengan air, dikeringkan dalam lemari pengering. Sejumlah ekstrak herba sambiloto
dimasukan kedalam labu kering yang telah ditimbang seksama. Ke dalam labu dimasukan
200 ml Toluen P, alat dihubungkan. Toluen dituang kedalam tabung penerima melalui
alat pendingin. Labu dipanaskan selama 15 menit. Setelah toluen mulai mendidih,
disuling dengan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air
tersuling, bagian dalam pendingin di cuci dengan toluene, sambil dibersihkan dengan
sikat tabung yang disambungkan pada sebuah kawat tembaga dan dibasahii dengan
toluene. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit. Tabung penerima dibiarkan hingga
suhunya mencapai suhu kamar. Setelah air dan toluene memisah sempurna, volume air
dibaca. Dihitung kadar air dalam %.

Bersihkan tabung penerima dan pendingin dengan asam


pencuci

Bilas dengan air, keringkan dengan


pengering

Masukan ekstrak dalam labu kering

Tambahkan 200 mL toluene, lalu di hubungkan dengan alat

Tuang toluene kedalam tabung penerima melalui alat pendingin

Panaskan labu selama 15 menit

Setelah mendidih, suling dengan kecepatan 4 detik per tetes

Setelah semua tersuling, cuci bagian dalam tabung denga


toluena

Bersihkan dengan sikat tabung yang di sambungkan tembaga yg dibasahi dengan toluena

Lanjutkan penyulingan selama 5 menit

Dinginkan tabung penerima hingga suhu kamar

Setelah air dan toluene memisah, volume air di baca

Hitung kadar air dalam %


Catatan: Toluen P adalah toluen yang sudah dijenuhkan dengan air suling. Sebanyak 200
ml toluene ditambah 5 ml air suling, kemudian dikocok beberapa saat, lalulapisan air
dipisahkan.

3.3.4 Kadar Abu


Prinsip :Bahan dipanaskan pada temperature dimana senyawa organic dan turunanya
terdekstruksi dan menguap, sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik.
Prosedur :
a. Penetapan kadar abu total
Lebih kurang 2-3 gram ekstrak yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukan
kedalam krus yang telah dipijarkan dan ditara, kemudian diratakan. Dipijar perlahan-
lahan hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang. Jika cara ini arang tidak dapat
dihilangkan, ditambahkan air panas, disaring melalui kertas saring bebas abu. Sisa kertas
saring dipijarkan dalam krus yang sama. Filtrat dimsaukan kedalam krus, diuapkan,
dipijar hingga bobot tetap. Kemudian ditimbang, hitung kadar terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara.

Gerus ekstrak, lalu timbang 2-3 g ekstrak

Masukan kedalam krus yg telah ditara dan dipijar

Dipijar krus hingga arang habis

Dinginkan lalu timbang

Apabila arang tidak hilang, tambahkan air panas

Saring dengan kertas saring bebas abu

Pijar kertas saring dalam krus yang sama

Masukan filtrate kedalam krus, diuapkan

Dipijar hingga bobot tetap

Ditimbang, hitung kadar terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara


b. Penetapan Kadar Abu tidak larut asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml asam sulfat
encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring
melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas,
dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Dihitung kadar abu yang tidak larut asam
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

Abu yang didapat dari penetapan kadar abu

Didihkan dengan 25 mL asam sulfat encer selam 5 menit

Kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam

Saring dengan krus kaca masir atau kertas saring bebas abu

Cuci dengan air panas

Pijar hingga bobot tetap, kemudian ditimbang

Hitung kadar abu yang tidak larut asam dengan bahan yang telah dikeringkan di udara

3.3.5 Sisa Pelarut


Prinsip :Menentukan kandungan sisa pelarut tertentu yang memang ditambahkan secara
umum dengan kromatografi gas. Untuk ekstrak cair berarti kandungan pelarutnya,
misalnya etanol.
Prosedur (cara destilasi) : Cara ini sesuai untuk penetapan sebagian besar ekstrak cair
dan tingtura asalkan kapasitas labu destilasi cukup (umumnya 2-4 kali cairan yang akan
dipisahkan) dan kecepatan destilasi diatur sedemikian rupa sehingga diperoleh destilasi
jernih. Destilasi yang keruh dapat dijernihkan dengan pengocokan menggunakan talk P
atau kalsium karbonat P, saring, setelah itu suhu filtrate diatur dan kandungan etanol
ditetapkan dari bobot jenis. Lakukan pengerjaan dengan hati-hati untuk mengurangi
kehilangan etanol karena penguapan.
Untuk buih yang mengganggu dalam cairan selama destilasi, tambahkan asam kuat
seperti asam fosfat P, asam sulfat P atau cegah dengan penambahan larutan kalsium
klorida P sedikit berlebih atau sedikit paraffin P atau minyak silicon sebelum destilasi.
Cegah gejolak selama destilasi dengan penambahan keeping-keping berpori dari bahan
yang tidak larut.
Cara untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol ≤ 30%. Pipet 25 ml cairan uji
kedalam alat destilasi, catat destilasi hingga diperoleh destilat lebih kurang 2 ml lebih
kecil dari volume cairan yang dipipet. Atur suhu detilat hingga sama dengan suhu pada
waktu pemipetan. Tambahkan air secukupnya hingga volume sama dengan volume cairan
uji. Destilasi jernih atau keruh lemah dan hanya mengandung lebih dari sesepora sisa zat
mudah menguap lainnya. Tetapkan bobot jenis cairan pada suhu 25°C seperti yang tertera
pada penetapan Bobot Jenis. Hitung persentase dalam volume dari etanol dalam cairan
menggunakan table Bobot Jenis dan Kadar Etanol/
Untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol ≥ 30% Lakukan cara diatas lebih
kurang 2 kali volume cairan uji. Kumpulkan destilat hingga lebih kurang 2 ml lbehih
kecil dari 2 kali volume uji yang dipipet, atur suhu sama dengan cairan uji. Tambahkan
air secukupnya hingga volume dua kali cairan uji yang dipipet, campur, dan tetapkan
bobot jenis. Kadar etanol dalam volume destilat, sama dengan setangah kadar etanol
dalam cairan uji etanol atau kurang. Pipet 25 mL cairan uji, masukan kedalam corong
pisah, tambahkkan air volume sama. Jenuhkan campuran dengan natrium klorida P,
tambahkan 25 mL heksana P dan kocok untuk mengekstraksi zat mudah menguap lain
yang menggangggu. Pisahkan lapisan bawah dalam corong pisah kedua. Ulangi ekstraksi
dua kali, tiap kali dengan 25 mL heksana P. ekstraksi kumpulan larutan heksana P tiga
kali, tiap kali dengan 10 mL larutan jenuh natrium klorida P. Destilasi kumpulan larutan
garam, tamping destilat hingga sejumlah volume mendekati volume larutan uji semula.
Untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol ≥ 50%. Encerkan larutan uji hingga
kadar etanol ±25%. Jenuhkan campuran dengan natrium klorida P, tambahkan 25 mL
heksana P dan kocok untuk mengekstraksi zat mudah menguap lain yang menggangggu.
Pisahkan lapisan bawah dalam corong pisah kedua. Ulangi ekstraksi dua kali, tiap kali
dengan 25 mL heksana P. ekstraksi kumpulan larutan heksana P tiga kali, tiap kali
dengan 10 mL larutan jenuh natrium klorida P. Destilasi kumpulan larutan garam,
tamping destilat hingga sejumlah volume mendekati volume larutan uji semula. Jika
hanya mengandung sedikit minyak atsiri dan destilat keruh, perlakuan dengan pelarut
heksana P seperti diatas tidak dilakukan, destilat dapat dijernihkan dan digunakan untuk
penetapan bobot jenis dengan mengocok dengan heksana P lebih kurang seperlima bagian
volume atau dengan penyaringan melalui lapisan tipis talk.

Destilasi ekstrak atau kencur

Apabila destilasi keruh, dikocok dengan talk atau kalsium karbonat

Saring, suhu filtrate diatur, tetapkan kandungan etanol dari bobot jenis

Hindari penguapan etanol pada saat pengerjaan

Apabila terdapat buih pada saat destilasi

Tambahkan asam kuat seperti asam format, asam sulfat atau larutan kasium
klorida sedikit berlebih atau sedikit paraffin atau minyak silicon sebelum
destilasi

Tambahkan batu pijar untuk mencegah terjadinya bumping


Cara pada cairan yang mengandung etanol ≤ 30%

Pipet 25 mL cairan uji

Masukan ke dalam alat destilasi

Catat destilasi sampai diperoleh hasil destilat ± 2 mL lebih kecil dari


volime pemipetan

Tambahkan air sampai volume sama dengan volume uji

Tetapkan bobot jenis cairan pada suhu 25°C

Hitung persentase volume cairan dengan menggunakan table bobot jenis dan kadar etanol
Cara pada cairan yang mengandung etanol ≥ 30%

Lakukan lebih kurang 2 kali volume cairan uji

Kumpulkan destilat lebih kurang 2 mL lebih kecil dari volume uji yang dipipet

Atur suhu sama dengan cairan uji

Tambahkan air sampai volume 2 kali cairan uji yang dipipet

Campur dan tetapkan bobot jenis

Pipet 25 mL cairan uji

Masukan ke dalam corong pisah, tambahkan air sampai volume sama

Tambahkan 25 mL heksana dan kocok sampai terekstraksi zat mudah menguap

Pisahkan lapisan bawah kedalam corong pisah kedua

Ulangi ekstraksi dua kali, tiap kali dengan 25 mL heksana

Ekstraksi larutan heksana tiga kali, tiap kali ditambahkan 10 mL larutan jenuh
natrium klorida

Tamping destilat sampai mendekati volume cairan uji


3.3.6 Cemaran Logam Berat
Prinsip :Menentukan kandungan logam berat secara spektroskopi serapan atom atau
lainnya yang lebih valid.
Prosedur :
Larutan baku. Pipet 2 ml larutan baku timbal (20µg Pb) kedalam tabung pembanding
warna 50 mL dan encekdan dengan air hingga 25 mL. atur pH antaea 3.0 dan 4.0 dengan
asam asetat 1 N atau ammonium hidroksida 6 N menggunakan indicator kertas pH,
encerkan air hingga 40 mL, kocok.

Larutan Baku

Pipet 25 mL larutan baku timbal (20µg Pb)

Masukan kedalam tabung pembanding 50 mL

Tambahkan air ad 25 mL

Atur pH menjadi 3.0-4.0 dengan asam asetat 1N atau ammonium


hidroksida 6N dengan kertas indicator pH

Tambahkan air ad 40 mL

Kocok

Larutan uji. Gunakan sejumlah zat uji, dalam g, yang dihitung dengan rumus :
2.0
1000 𝐿
L adalah batas logam berat dalam persen. Masukan sejumlah zat yang telah ditimbang
kedalam krus yang membasahi, dan pijarkan dengan hati-hati pada suhu rendah hingga
mengarang. Selama pemijaran krus tidak boleh tertutup rapat. Pada bagian yang telah
mengarang tambahkan 2 mL asam nitrat P dan 5 tetes asam sulfat P, panaskan hati-hati
hingga asam putih tidak terbentuk lagi. Pijarkan, lebih baik dalam tanur, pada suhu 500°C
hingga 600°C sampai arang habis terbakar. Dinginkan tambahkan 4 mL asam klorida 6
N, tutup, digesti diatas tangas penguap selama 15 menit, buka dan uapkan perlahan diatas
tangas uap hingga kering. Basahkan sisa denga 1 tetes asam klorida P, tambahkan 10 mL
air panas dan digesti selama 2 menit. Tambahkan ammonium hidroksida 6N tetes demi
tetes, hingga larutan menjadi basa. Encerkan dengan air hingga 25 mL dan atur pH
antara 3.0 – 4.0 dengan asam asetat 1N. Saring jika perlu, bilas krus dalam penyaring
dengan 10 mL air. Kumpulkan filtrat dan air cucian dalam tabung pembanding warna 50
mL, encerkan dengan air hingga 40 mL dan campur. Kedalam tiap tabung yang masing-
masing berisi larutan baku dan larutan uji, tambahkan 10 mL hydrogen sulfida LP yang
dibuat segar, campur, diamkan selama 5 menit dan sampai permukaan dari atas pada
dasar putih, warna yang terjadi pada larutan uji tidak lebih gelap dari larutan baku.

Masukan sejumlah zat kedalam krus

Pijarkan hingga mengarang

Tambahkan 2 mL asam nitrat dan 5 tetes asam sulfat

Panaskan hingga asap putih dan tidak terbentuk lagi

Pijarkan, pada suhu 500°C-600°C sampai areng habis terbakar

Dinginkan, tambahkan 4 mL asam klorida 6N, tutup

Digesti di tangas penguap 15 menit, buka dan uapkan hinggga kering

Basahkan dengan 1 tetes HCl

Tambahkan 10 mL air panas dan digesti selama 2 menit


Masing-masing tabung larutan baku dan uji

Tambahkna 10 mL larutan hydrogen sulfida segar

Campur, diamkan 5 menit

Sampai permukaan diatas menjadi putih, warna yang terjadi pada


larutan uji tidak lebih gelap dari warna larutan baku

Tambahkan ammonium hidroksida 6N tetesdemi tetes, hingga larutan menjadi basa

Encerkan dengan air ad 25 mL dan atur pH 3.0-4.0 dengan asam asetat 1N

Saring, bilas krus dan penyaring dengan 10 mL air

Kumpulkan filtrate dalam tabung pembanding warna 50 mL, tambah air ad 40 mL dan campur

3.3.7 Cemaran Mikroba


Prinsip :Identifikasi adanya mikroba yang patogen secara analisis mikrobiologis.
Prosedur : Disiapkan 5 buah tabung yang telah diisi dengan mL pengencer PDF (pepton
dilution fluid). Dari hasil homogenisasi pada penyiapan contoh dipipet pengencer 10-1
sebanyak 1 mL kedalam tabung yang berisi pengencer PDF pertama hingga diperoleh
pengenceran 10-2 dan dikocok hingga homogen. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga
10-6 atau sesuai dengan yang diperlukan. Dari setiap pengenceran dipipet 1 mL kedalam
cawan petri dan dibuat duplo. Kedalam tiap cawan petri dituangkan 15-20 mL media
PCA (45 ± 1°). Segera cawan petri digoyang dan diputar sedemikian rupa sehingga
suspensi tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji
control (blanko). Pada satu cawan hanya diisi dengan pengencer dan media. Setelah
media memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu 35-37°C selama 24-48 jam dengan
posisi terbalik. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung.

Siapkan 5 buah tabung yang diisi dengan 9 mL pengencer PDF

dipipet pengencer 10-1 sebanyak 1 mL kedalam tabung yang berisi pengencer PDF

hingga diperoleh pengenceran 10-2 dan dikocok hingga homogen

Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-6 atau sesuai dengan yang diperlukan

Setiap pengenceran dipipet 1 mL kedalam cawan petri dan dibuat duplo

Tiap cawan petri dituangkan 15-20 mL media PCA

Cawan petri digoyang hingga suspense tersebar merata

Buat blanko dengan cawan diisi 1 mL pengencer dan media agar

Pada cawan lain diisi pengencer dan media

Setelah memadat, diinkubasi pada suhu 35-37°C selama 24-48 jam dengan posisi terbalik

Amati dan hitung jumlah koloni yang tumbuh


BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
BAB V

PEMBAHASAN
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN


DAFTAR PUSTAKA

Agoes, A. 2010. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Salemba Medika

Anonim, 2000, Informasi Obat Nasional Indonesia, Direk Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan, hal 47, Depkes RI, Indonesia.

Armando dan Rochim. 2009. Memproduksi Minyak Atsiri Berkualitas. Cetakan I. Penerbit
Penebar Swadaya. Jakarta.

Ketaren, S., 1985, Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Balai Pustaka, Jakarta, 21, 45-47, 142-
143

Lutony, T.L dan Rahmayati, Y. (2002). Produksi dan perdagangan minyak asiri. Jakarta:
Penerbit Penebar Swadaya.

Rukmana, Rahmat. 1994. Bayam, Bertanam & Pengelolahan Pascapanen. Yogjakarta: Kanisius.

Saifuddin,A ,et al.2011.Standarisasi Bahan Obat Alam.Jogjakarta:Graha Ilmu

Tjitrosoepomo, G. 1999. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta..

Voight, R., 1994, Buku Pengantar Teknologi Farmasi, 572-574, diterjemahkan oleh Soedani, N.,
Edisi V, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada Press.

Anda mungkin juga menyukai