TUGAS 2
PENENTUAN PARAMETER MUTU
EKSTRAK “Kaempferia galangal”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitofarmaka
KELOMPOK : 3
KELAS : A
ANITA PURNAMASARI
201610410311001
DOSENPEMBIMBING:
SitiRofida, M.Farm., Apt.
Amaliyah Dina A., M.Farm., Apt.
PENDAHULUAN
Peranan minyak atsiri dalam kehidupan manusia telah dikenal sejak beberapa
abad yang lalu, yaitu sejak pemerintahan Raja Firaun di Mesir. Jenis minyak yang telah
dikenal pada saat itu terbatas pada minyak atsiri tertentu, terutama yang berasal dari
rempah-rempah (Ketaren, 1985). Tanaman minyak atsiri mempunyai 3 fungsi yaitu
membantu proses penyerbukan, memcegah perusakan tanaman oleh serangga atau
hewan, dan sebagai cadangan makanan oleh hewan. Minyak Atsiri dapat diproduksi
dengan beberapa metode. Namun sabagian besar minyak atsiri diperoleh dengan metode
penyulingan yang dikenal dengan hidrodistilasi. Cara lain adalah metode ekstraksi yang
menggunakan pelarut dan metode pengempaan (Lutony & Rahmayati, 2002). Meskipun
proses pengambilan minyak atsiri dengan metode penyulingan merupakan metode tertua,
tetapi hingga kini termasuk metode yang sering digunakan oleh para pengrajin minyak
atsiri di negara berkembang termasuk Indonesia (Lutony & Rahmayati, 2002).
2.3 Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari
simpilsia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI,
1995). Ada beberapa jenis ekstrak yakni: ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak kering.
Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang, biasanya kadar air lebih dari 30%.
Ekstrak kental jika memiliki kadar air antara 5-30%. Ekstrak kering jika mengandung
kadar air kurang dari 5% (Voight, 1994).
Faktor yang mempengaruhi ekstrak yaitu faktor biologi dan faktor kimia. Faktor
biologi meliputi: spesies tumbuhan, lokasi tumbuh, waktu pemanenan, penyimpanan
bahan tumbuhan, umur tumbuhan, dan bagian yang digunakan. Sedangkan faktor kimia
yaitu: faktor internal (jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi kualitatif senyawa
aktif, komposisi kuantitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif) dan faktor
eksternal (metode ekstraksi, perbandingan ukuran alat ekstraksi, ukuran kekerasan dan
kekeringan bahan, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat,
kandungan pestisida) (Depkes RI, 2000).
Selain faktor yang mempengaruhi ekstrak, ada faktor penentu mutu ekstrak yang
terdiri dari beberapa aspek, yaitu: kesahihan tanaman, genetik, lingkungan tempat
tumbuh, penambahan bahan pendukung pertumbuhan, waktu panen, penanganan pasca
panen, teknologi ekstraksi, teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak, dan
penyimpanan ekstrak (Saifudin et al, 2011).
2.4 Standarisasi
Standarisasi adalah rangkaian proses yang melibatkan berbagai metode analisis
kimiawi berdasarkan data farmakologis, melibatkan analisis fisik dan mikrobiologi
berdasarkan kriteria umum keamanan (toksikologi) terhadap suatu ekstrak alam (Saifudin
et al, 2011).
Standarisasi dalam kefarmasian tidak lain adalah serangkaian parameter, prosedur
dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu
kefarmasian, mutu dalam artian syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi), termasuk
jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Dengan kata lain,
pengertian standarisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk akhir obat (obat,
ekstrak, atau produk herbal) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan
ditetapkan dahulu. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak yaitu faktor
biologi dari bahan asal tumbuhan obat dan faktor kandungan kimia bahan obat tersebut.
Standarisasi ekstrak terdiri dari parameter standar spesifik dan parameter non spesifik
(Depkes RI, 2000).
Standarisasi secara normatif ditunjukkan untuk memberikan efikasi yang terukur
serta farmakologis dan menjamin keamanan konsumen. Standarisasi dapat meliputi dua
aspek:
1. Aspek parameter spesifik: berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia yang dilibatkan
ditunjukkan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa aktif.
2. Aspek parameter non spesifik: berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi dan fisis yang
akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas missal kadar logam berat,
aflatoksin, kadar air, dan lain-lain (Saifudin et al, 2011).
2.5 Parameter Mutu Standar Ekstrak
Parameter-parameter standar ekstrak terdiri dari parameter spesifik dan parameter non
spesifik.
2.5.1 Parameter Non Spesifik
1. Penentuan kadar air Sejumlah 0,1 g ekstrak ditimbang dalam krus porselen bertutup
yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 1050C selama 30 menit dan telah ditera.
Diratakan dengan menggoyangkan hingga merupakan lapisan setebal 10 – 15 mm dan
dikeringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap, tutupnya dibuka, dibiarkan krus
dalam keadaan tertutup dan mendingin dalam desikator hingga suhu kamar, kemudian
dicatat bobot tetap yang diperoleh untuk menghitung persentase susut pengeringannya
Kadar Air = Berat sebelum pengeringan − Berat akhir Berat sebelum pengeringan ×
100%
2. Penentuan kadar abu Sejumlah 0,2 g ekstrak ditimbang dengan seksama dalam krus
yang telah ditera, dipijarkan perlahan-lahan. Kemudian suhu dinaikkan secara bertahap
hingga 600 ± 250C sampai bebas karbon, selanjutnya didinginkan dalam desikator, serta
ditimbang berat abu. Kadar abu dihitung dalam persen berat sampel awal. Abu Online
Jurnal of Natural Science, Vol. 2(3) : 01-08 ISSN: 2338-0950 Desember 2013
Standarisasi Ekstrak Etil Asetat Kayu Sanrego (Lunasia amara Blanco) (Syariful Anam et
al.) 4 yang diperoleh dari penetapan kadar abu, kemudian dididihkan dengan 25 ml asam
klorida encer P selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring
melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, disaring dan ditimbang,
ditentukan kadar abu yang tidak larut asam dalam persen terhadap berat sampel awal.
Kadar Abu = Berat awal− Berat akhir Berat awal × 100%
3. Penentuan total bakteri dan total kapang a. Penentuan total bakteri Sejumlah 1 ml
ekstrak dari pengenceran 10-4 dipipet dengan pipet steril, kemudian ditanamkan dalam
medium NA, lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Kemudian diamati dan
dihitung jumlah koloni yang tumbuh dan dikalikan dengan faktor pengenceran.
Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. b. Penentuan total kapang Sejumlah 1 ml ekstrak
dari pengenceran 10-4 dipipet dengan pipet steril, kemudian ditanam dalam medium
PDA, lalu diinkubasi pada suhu 25°C selama tiga hari. Kemudian diamati dan dihitung
jumlah koloni yang tumbuh dan dikalikan dengan faktor pengenceran. Dilakukan
replikasi sebanyak tiga kali.
4. Penentuan batas logam berat Penentuan batas logam Pb di dalam ekstrak dilakukan
secara destruksi basah ekstrak dengan asam nitrat dan hydrogen peroksida, kadar Pb
ditentukan dengan spektrofotometri serapan atom. Ditimbang teliti 0,799 g timbal nitrat
Pb(NO3)2 kemudian dilarutkan ke dalam labu ukur 500 ml dengan air suling, dicukupkan
volumenya. Dibuat beberapa konsentrasi 1, 2, 4, 8, dan 10 ppm. Ditimbang teliti 45 mg
sampel ekstrak kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl, ditambahkan 5 ml HNO3
p.a. dan 1 ml HClO4 p.a. lalu didestruksi pada suhu 2000C sampai diperoleh larutan
jernih, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, dicukupkan volumenya. Kadar logam Pb
diukur menggunakan AAS pada λ 217 nm.
5. Penentuan bobot jenis Bobot jenis ekstrak ditentukan terhadap hasil pengenceran
ekstrak 5% dan 10% dalam pelarut etanol dengan alat piknometer. Digunakan piknometer
bersih, kering dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air
yang baru dididihkan pada suhu 25oC. Suhu diatur hingga ekstrak cair lebih kurang
20oC, lalu dimasukkan ke dalam piknometer. Diatur suhu piknometer yang telah diisi
hingga suhu 25oC, kelebihan ekstrak cair dibuang dan ditimbang. Kurangkan bobot
piknometer kosong dari bobot piknometer Online Jurnal of Natural Science, Vol. 2(3) :
01-08 ISSN: 2338-0950 Desember 2013 Standarisasi Ekstrak Etil Asetat Kayu Sanrego
(Lunasia amara Blanco) (Syariful Anam et al.) 5 yang telah diisi. Bobot jenis ekstrak cair
adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot air, dalam
piknometer pada suhu 25oC
A. Bahan
Ektrak kering rimpang kencur
Aquadest
Kloroform
Etanol 96%
B. Alat
Timbangan analitik
Toples
Batang pengaduk
Beaker glass
Corong pisah
Corong Buchner
Cawan penguap
Alat destilasi
Labu ukur
Botol timbang
Desikator
Oven
Krus silikat
Kaki tiga
Bunsen
Kertas saring
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Parameter Spesifik
3.2.1.1 Identitas
Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml air kloroform LP
menggunakan labu bersumbat sambal berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan
kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam
cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105oC
hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen, dihitung terhadap ekstrak awal.
Percobaan dilakukan 3 kali.
Catatan: Air-Kloroform LP adalah air suling 997,5 ml dicampur dengan 2,5 ml
kloroform.
b. Kadar senyawa larut etanol
Larutan uji: ekstrak ditimbang dan diekstraksi berturut-turut dengan pelarut hexane,
etilasetat, etanol, air. Cara ekstraksi dapat dilakukan dengan
pengocokan selama 15 menit atau dengan getaran ultrasonik atau dengan pemanasan
kemudian disaring untuk mendapatkan larutan uji.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT): umumnya dibuat kromatogram pada lempeng silica gel
dengan berbagai jenis fase gerak sesuai dengan golongan kandungan kimia sebagai
sasaran analisis. Evaluasi dapat dilakukan dengan dokumentasi foto hasil pewarnaan
lempeng kromatografi dengan pereaksi yang sesuai atau dengan melihat kromatogram
hasil perekaman menggunakan instrumen densitometer (TLC-Scanner). Perekaman dapat
dilakukan secara absorbs-refleksi pada panjang gelombang 254 nm, 365 nm, dan 415 nm
atau pada panjang gelombang lain yang spesifik untuk suatu komponen yang telah
diketahui.
Kadar Total Golongan Kandungan Kimia
Prinsip: Dengan penerapan metode spektrofotometri, titrimetri, volumetri, gravimetri,
atau lainnya, dapat ditetapkan kadar golongan kandungan kimia. Metode harus sudah
teruji validitasnya, terutama selektivitas dan batas liniaritas.
Prosedur:
1) Penetapan kadar minyak atsiri
Ulangi penyarian beberapa kali hingga bila direaksikan dengan besi (III)
ammonium sulfat tidak menunjukkan adanya tanin.
Setelah labu ukur dingin, maka volume diteteapkan sampai tepat 100.0 mL
Hidrolisis: timbang ekstrak yang setara dengan 200 mg simplisia dan masukkan ke
dalam labu alas bulat. Tambahkan system hidrolisis, yaitu 1.0 mL larutan 0.5% b/v
heksametilentetramina, 20.0 mL aseton dan 2.0 mL larutan 25% HCl dalam air.
Lakukan hidrolisis dengan pemanasan sampai mendidih (gunakan pendingin
air/reflux) selama 30 menit. Campuran hasil hidrolisis ditambah 20 mL aseton untuk
dididihkan kembali sebentar, lakukan 2x dan filtrat dikumpulkan semua ke dalam labu
ukur. Setelah labu ukur dingin, maka volume diteteapkan sampai tepat 100.0 mL.
Kocok ad homogen. 20 mL filtrat hidrolisa dimasukkan corong pisah dan tambahkan
20 ml H2O, selanjutnya lakukan ekstraksi kocok, pertama dengan 15 mL etilasetat dan
kumpulkan fraksi etilasetat ke dalam labu ukur 50.0 mL, akhirnya tambahkan etilasetat
sampai tepat 50.0 mL. Untuk replikasi spektrofotometri lakukan prosedur ini 3 – 4
kali.
10 mL fraksi etilasetat (hidrolisa) + 1 mL larutan 2g AgCl3 dalam 100 mL
larutan asam asetat glacial 5% v/v (dalam methanol) secukupnya sampai
tepat 25.0 mL.
Kocok corong pisah ketiga buang lapisan air, cuci dengan 20 mL air, buang lapisan
air
Ekstraksi kedua lapisan eter masing-masing dengan 20, 10 dan 5 mL larutan asam
sulfat P
Campurkan ekstrak asam dalam labu ukur 50.0 mL, encerkan dengan
asam sampai tanda
Encerkan 5.0 mL larutan uji dan larutan pembanding dengan larutan asam sulfat
P dan tetapkan serapan tiap larutan menggunakan larutan asam sulfat P sebagai
blanko.
Timbang seksama 1 g ekstrak, masukkan dalam corong pisah 125 mL pertama,
kemudian tambahkan 20 mL larutam asam sulfat P (1 dalam 350) dan kocok kuat
selama 5 menit. Tambahkan 20 mL eter P, kocok hati-hati, saring lapisan asam ke
dalam corong pisah kedua. Kocok lapisan eter dua kali, tiap kali dengan 10 mL larutan
asam sulfat P (1 dalam 350), saring tiap lapisan asam ke dalam corong pisah 125 mL
kedua dan buang lapisan eter. Pada ekstrak tambahkan 10 mL natrium hidroksida LP
dan 50 mL eter P, kocok hati-hati, pindahkan lapisan air ke dalam corong pisah 125
mL ketiga berisi 50 mL eter P. Kocok corong pisah ketiga hati-hati, buang lapisan air,
cuci dengan 20 mL air, buang lapisan air. Ekstraksi kedua lapisan eter masing-masing
dengan 20, 10 dan 5 mL larutan asam slfat P (1 dalam 70). Lakukan ekstraksi dengan
corong pisah ketiga lebih dahulu, setelah itu corong pisah kedua. Campurkan ekstrak
asam dalam labu ukur 50.0 mL, encerkan dengan asam sampai tanda. Lakukan hal
sama terhadap 25 mg alkaloid pembanding yang tersedia. Encerkan masing-masing
5.0 mL larutan uji dan larutan pembanding dengan larutan asam sulfat P (1 dalam 700
hingga 100.0 mL dan tetapkan serapan tiap larutan pada panjang gelombang tertentu
menggunakan larutan asam sulfat P (1 dalam 70) sebagai blanko.
6) Penetapan kadar antrakinon
0.1 g ekstrak kocok dengan 10 mL air panas selama 5 menit,
saring dalam keadaan panas
Panaskan campuran pada penangas air selama 10 menit dalam tabung refluks.
Ukur serapan pada 515 nm, hitung kadar total antrakinon glikosida
Timbang 0.1 g ekstrak, kocok dengan 10 mL air panas selama 5 menit, saring dalam
keadaan panas, dinginkan filtrat dan ekstraksi dengan 10 mL benzena. Pisahkan lapisan
benzena, tambahkan pada lapisan air 10 mL larutan ferri klorida 5% dan 5 mL asam
klorida. Panaskan campuran pada penangas air selama 10 menit dalam tabung refluks.
Dinginkan dan ekstraksi dengan 10 mL benzena. Uapkan cairan hingga habis pada cawan
porselen dengan pemanasan lemah. Larutkan residu dalam 5 mL larutan kalium
hidroksida 5% dalam methanol. Ukur serapan pada 515 nm. Hitung kadar total
antrakinon glikosida berdasarkan kurva baku antrakinon pembanding.
3.3 Parameter Non-Spesifik
3.3.1 Susut Pengeringan
Prinsip : Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperature 105°C selama 30
menit atau sampai berat konstan dinyatakan dalam porsen.
Prosedur :
Tara botol timbang + tutup. Kemudian panaskan botol timbang + tutup pada suhu 105°C
selama 30 menit. Timbang ekstrak 1-2 g dalam botol timbang dan ratakan. Dinginkan
ekstrak dan botol timbang dalam eksikator hingga suhu kamar. Dimasukan dalam ruang
pengering, dan keringkan pada suhu 105°C dengan tutup terbuka hingga bobot tetap.
Masukan pada ruang pengering dengan suhu 105°C dengan tutup terbuka hingga
bobot tetap
3.3.2 Berat Jenis
Prinsip : massa per satuan volume pada suhu kamar tertentu (25°C) yang ditentukan
dengan alat khusus piknometer atau lainnya.
Prosedur : Hitung berat jenis air pada suhu 25°C dengan menggunakan piknometer. Atur
suhu ekstrak cair ± 20°C dan masukan kedalam piknometer. Atur suhu piknometer yang
telah berisi ekstrak hingga suhu 25°C buang kelebihan ekstrak cair dan timbang.
Kurangkan bobot piknometer kosong dari berat piknometer yang telah diisi. Berat jenis
ekstrak cair adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot air
dalam piknometer pada suhu 25°C.
Bersihkan dengan sikat tabung yang di sambungkan tembaga yg dibasahi dengan toluena
Saring dengan krus kaca masir atau kertas saring bebas abu
Hitung kadar abu yang tidak larut asam dengan bahan yang telah dikeringkan di udara
Saring, suhu filtrate diatur, tetapkan kandungan etanol dari bobot jenis
Tambahkan asam kuat seperti asam format, asam sulfat atau larutan kasium
klorida sedikit berlebih atau sedikit paraffin atau minyak silicon sebelum
destilasi
Hitung persentase volume cairan dengan menggunakan table bobot jenis dan kadar etanol
Cara pada cairan yang mengandung etanol ≥ 30%
Kumpulkan destilat lebih kurang 2 mL lebih kecil dari volume uji yang dipipet
Ekstraksi larutan heksana tiga kali, tiap kali ditambahkan 10 mL larutan jenuh
natrium klorida
Larutan Baku
Tambahkan air ad 25 mL
Tambahkan air ad 40 mL
Kocok
Larutan uji. Gunakan sejumlah zat uji, dalam g, yang dihitung dengan rumus :
2.0
1000 𝐿
L adalah batas logam berat dalam persen. Masukan sejumlah zat yang telah ditimbang
kedalam krus yang membasahi, dan pijarkan dengan hati-hati pada suhu rendah hingga
mengarang. Selama pemijaran krus tidak boleh tertutup rapat. Pada bagian yang telah
mengarang tambahkan 2 mL asam nitrat P dan 5 tetes asam sulfat P, panaskan hati-hati
hingga asam putih tidak terbentuk lagi. Pijarkan, lebih baik dalam tanur, pada suhu 500°C
hingga 600°C sampai arang habis terbakar. Dinginkan tambahkan 4 mL asam klorida 6
N, tutup, digesti diatas tangas penguap selama 15 menit, buka dan uapkan perlahan diatas
tangas uap hingga kering. Basahkan sisa denga 1 tetes asam klorida P, tambahkan 10 mL
air panas dan digesti selama 2 menit. Tambahkan ammonium hidroksida 6N tetes demi
tetes, hingga larutan menjadi basa. Encerkan dengan air hingga 25 mL dan atur pH
antara 3.0 – 4.0 dengan asam asetat 1N. Saring jika perlu, bilas krus dalam penyaring
dengan 10 mL air. Kumpulkan filtrat dan air cucian dalam tabung pembanding warna 50
mL, encerkan dengan air hingga 40 mL dan campur. Kedalam tiap tabung yang masing-
masing berisi larutan baku dan larutan uji, tambahkan 10 mL hydrogen sulfida LP yang
dibuat segar, campur, diamkan selama 5 menit dan sampai permukaan dari atas pada
dasar putih, warna yang terjadi pada larutan uji tidak lebih gelap dari larutan baku.
Kumpulkan filtrate dalam tabung pembanding warna 50 mL, tambah air ad 40 mL dan campur
dipipet pengencer 10-1 sebanyak 1 mL kedalam tabung yang berisi pengencer PDF
Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-6 atau sesuai dengan yang diperlukan
Setelah memadat, diinkubasi pada suhu 35-37°C selama 24-48 jam dengan posisi terbalik
PEMBAHASAN
BAB VI
Anonim, 2000, Informasi Obat Nasional Indonesia, Direk Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan, hal 47, Depkes RI, Indonesia.
Armando dan Rochim. 2009. Memproduksi Minyak Atsiri Berkualitas. Cetakan I. Penerbit
Penebar Swadaya. Jakarta.
Ketaren, S., 1985, Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Balai Pustaka, Jakarta, 21, 45-47, 142-
143
Lutony, T.L dan Rahmayati, Y. (2002). Produksi dan perdagangan minyak asiri. Jakarta:
Penerbit Penebar Swadaya.
Rukmana, Rahmat. 1994. Bayam, Bertanam & Pengelolahan Pascapanen. Yogjakarta: Kanisius.
Voight, R., 1994, Buku Pengantar Teknologi Farmasi, 572-574, diterjemahkan oleh Soedani, N.,
Edisi V, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada Press.